Oleh:
Ahmad Buchori Razak (0506192065)
Manajemen VI-B
Cover……………………………………………………………………………………………………….1
Daftar Isi…………………………………………………………………………………………………..2
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………………….3
1.2 Ruang Lingkup Pembahasan…………………………………………………………………3
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………………………3
1.4 Manfaat…………………………………………………………………………………………..3
BAB II Pembahasan
2.1 Mengenal Sosok Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq
2.1.1 Kelahiran dan Masa Muda Abu Bakar………………………………………………4
2.1.2 Kehidupan Belia dan Keluarga Abu Bakar…………………………………………5
2.1.3 Masa Bersama Rasulullah saw………………………………………………………..6
2.1.4 Hijrah ke Madinah……………………………………………………………………...7
2.2 Kondisi Sosial Politik dan Lahirnya Kekhalifahan Khulafaur Rasyidin Pertama…....8
2.3 Pemikiran dan Kebijakan Ekonomi
2.3.1 Melakukan Penegakan Hukum terhadap Pihak yang Tidak Mau Membayar
Zakat……………………………………………………………………………………….10
2.3.2 Mengangkat Seorang Amil Zakat yaitu Anas bin Malik…………………………..11
2.3.3 Pengembangan dan Pengangkatan Penanggungjawab Baitul Maal……………..12
2.3.4 Penerapan Konsep Balance Budget Policy……………………………………………13
2.4 Kebijakan Non-Ekonomi…………………………………………………………………….14
2.5 Relevansi dengan Konsep/Praktek Ekonomi Kontemporer
2.5.1 Penerapan Kembali Kebijakan Zakat…………………………………………………16
2.5.2 Pengangkatan Amil Zakat……………………………………………………………….16
2.5.3 Pengembangan Baitul Maal dan Pengangkatan Penanggungjawab Baitul Maal...17
2.5.4 Balance Budget Policy pada Baitul Maal……………………………………………….17
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………………………..18
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………………………...19
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Pembahasan
1
Suruç, Salih. 2015. Best Stories of Abu Bakar As-Shiddiq. Jakarta: Kaysa Media
2
Ibid
Kharijah, dan kemudian ia tinggal di rumahnya. Pada masa setelah hijrah itu
pula, Rasulullah saw menjadi pemimpin di Madinah.
Di bawah kepemimpinan Rasulullah saw, kamu muslimin Madinah
hidup tenteram dan damai sementara di Mekah, kaum musyrikin masih terus
menentang dakwah Rasulullah saw. Mereka pun melakukan rencana
penyerangan ke Madinah yang kemudian terealisasikan pada Perang Badar.
Pada saat itu, ayah Abu Bakar, Abu Quhafah, dan putranya, Abdurrahman,
belum memeluk Islam. Keduanya ikut dalam Perang Badar sebagai pembela
kaum musyrikin. Bahkan, Abdurrahman ikut melawan kaum muslimin pada
Perang Uhud dan Perang Khandak. Meskipun pada akhirnya Abdurrahman
memeluk Islam setelah perjanjian Hudaibiah dan ayah Abu Bakar, Abu
Quhafah, menyusul pada Fathul Mekah.
Setelah bertahun-tahun memimpin Madinah, Rasulullah saw pun
memasuki masa tuanya. Beliau merasa bahwa waktu untuk menemui
Kekasihnya sudah semakin dekat. Pada saat Rasulullah saw merasa ajalnya
sudah dekat, beliau mengisyaratkan agar kepemimpinannya diganti oleh
Abu Bakar Siddiq.
2.2 Kondisi Sosial Politik dan Lahirnya Kekhalifahan Khulafaur Rasyidin Pertama
Setelah kepergian Rasulullah saw terjadi perdebatan di kalangan umat
muslim saat itu tentang siapa yang akan menjadi pemimpin selanjutnya. Bahkan,
sesaat setelah Rasulullah saw meninggal, Abu Bakar mendengar laporan yang
mengusik: kaum muslim penduduk asli Madinah sedang bertermu untuk memilih
pemimpin mereka sendiri, seolah-olah mereka dan para imigran dari Mekah adalah
kelompok yang terpisah: ini, sangat mungkin, merupakan awal dari akhir ummah!3
Abu Bakar kemudian mengumpulkan beberapa sahabat Rasulullah,
membubarkan pertemuan itu, dan kemudian memohon kepada penduduk Madinah
untuk mempertimbangkan kembali agar memilih hanya satu pemimpin saja. Dia
sendiri mencalonkan Umar dan satu sahabat lainnya. Umar terkejut dan dia
menganggap bahwa Abu Bakar sebagai sahabat terdekat Rasulullah saw lebih pantas
untuk menjadi pemimpin yang menggantikan Rasulullah saw, yang kemudian gelar
untuk pemimpin ini dikenal dengan sebutan khalifah.
Keputusan pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah ini mungkin
mengejutkan bagi sebagian orang yang tidak hadir dalam perundingan itu. Bahkan
3
Ansary, Tamim. 2015. Dari Puncak Baghdad: Sejarah Dunia Versi Islam. Jakarta; Zaman
Ali saat itu tengah memandikan jenasah Rasulullah saw. Pengangkatan Abu Bakar
sebagai khalifah pertama ini sedikit menyakitkan hati, karena Ali selama ini
menganggap bahwa ia adalah orang yang sangat dekat dengan Rasulullah saw dan
di saat-saat akhir hidup Rasulullah saw, ia merasa bahwa dirinya lah yang akan
menjadi penerus Rasulullah saw.
Dikarenakan peristiwa ini pula, terjadi ketegangan sempat terjadi ketegangan
antara pendukung Ali dengan Abu Bakar. Dan pada perkembangannya, ini
melahirkan dua sekte agama Islam yang berbeda, yaitu Sunni dan Syiah. Syiah
merupakan golongan yang menjadi pengikut Ali.
Situasi ini juga yang memunculkan adanya pertentangan dari golongan Arab
Baduwi yang menyatakan bahwa mereka tidak pernah berjanji setia kepada Abu
Bakar ataupun ummah tetapi hanya kepada Muhammad sendiri, dan janji tersebut
telah batal dengan kematian Muhammad 4. Mereka tetap mengakui keesaan Allah
dan otoritas Rasulullah saw sebagai pembawa risalah, bahkan mereka tetap
melaksanakan sholat dan kewajiban-kewajiban lainnya, kecuali menunaikan zakat.
Mereka menganggap dengan meninggalnya Rasulullah saw kewajiban mereka
untuk memberikan pembayaran kepada Madinah juga sudah tidak ada.
Lebih dari itu, kekacauan yang terjadi sepeninggal Rasulullah saw adalah
kemunculan nabi-nabi palsu, kepala-kepala suku yang melangkah lebih jauh dan
menganggap bahwa diri mereka sendiri lah pembawa risalah itu, yang
menggantikan Rasulullah saw dan memiliki hak untuk membuat peraturan serta
mengeluarkan undang-undang.
Kekacauan politik ini yang kemudian membawa kepada kebijakan Abu
Bakar yang tegas. Bahwa ia menyamakan antara kemurtadan dengan
pengkhianatan. Meskipun Rasulullah mengatakan bahwa “tidak ada paksaan dalam
beragama” dan Abu Bakar tidak menyangkal itu, namun, apabila seseorang sudah
masuk ke dalam agama Islam, maka ia wajib patuh dan tunduk terhadap segala
aturan Islam. Oleh karenanya Abu Bakar menegakkan prinsip tersebut.
Begitulah sekilas tentang kondisi politik dan sosial sepeninggal Rasulullah
saw. Beruntungnya, Abu Bakar yang diangkat sebagai khalifah pertama saat itu
merupakan pemimpin yang bijaksana. Dalam pidatonya ketika diangkat sebagai
khalifah ia mengatakan “Hai rakyatku, awasilah agar aku menjalankan
pemerintahan dengan hati-hati. Aku bukan yang terbaik di antara kalian; aku
membutuhkan semua nasihat dan bantuan kalian. Jika aku benar dukunglah aku,
4
Ibid
jika aku salah tegurlah aku. Mengatakna yang benar kepada orang yang ditunjuk
untuk memerintah merupakan kesetiaan yang tulus; menyembunyikan adalah
pengkhianatan. Menurut pandanganku, yang kuat dan yang lemah adalah sama,
kepada keduanya aku ingin berbuat adil. Bila aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya,
taatlah kepadaku, jika aku mengabaikan hukum Allah dan Rasul-Nya aku tidak
berhak untuk kalian taati.”5
5
Chamid,Nur. 2010. Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: Pustaka Pelajar
"Demi Allah, saya akan perangi setiap orang yang memisahkan salat dan zakat.
Zakat adalah kewajiban yang jatuh pada kekayaan. Demi Allah kalau mereka
menolak saya dalam membayarkan apa-apa yang dulu mereka bayarkan kepada
Rasul Allah SallAllahu'alaihi wassalam, saya akan perangi mereka!".
Apa yang dikatakan Abu Bakar bukanlah suatu ancaman belaka, melainkan
hal ini merupakan suatu peringatan dari Abu Bakar untuk meluruskan apa yang
seharusnya dipahami. Bagi beliau, membayar zakat dan mendirikan sholat
merupukan suatu kewajiban bagi umat Islam yang berarti tidak ada pembeda
atau pemisah dalam pelaksanaannya. Sholat dan zakat, keduanya termasuk ke
dalam rukun Islam yang merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan
oleh seluruh umat Islam di dunia ini tanpa terkecuali. Maka dari itu, Abu Bakar
sangat marah dan memerangi orang-orang yang membedakan dan memisahkan
kewajiban melaksanakan sholat dan membayar zakat.
Khalifah Abu Bakar bukan hanya bicara mengenai hal ini, beliau benar-benar
mengirim laskar untuk memerangi orang-orang yang menolak untuk membayar
zakat agar mereka bertaubat dan mau untuk membayar zakat. Hal ini dilakukan
karena jika kelompok-kelompok tersebut dibiarkan, maka kaum muslimin akan
semakin terpecah.
Pada awalnya Umar bin Khattab meminta Abu Bakar untuk menghentikan
upaya penyerangannya kepada para pemberontak tersebut dan berkata :
"Bagaimana bisa kamu memerangi manusia, sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam telah bersabda: "Saya diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka
mengucapkan; 'Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah'. Dan barangsiapa
yang mengucapan, 'Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah' maka dia
telah terlindungi harta dan jiwanya dariku, kecuali dengan haknya, sedangkan (apabila
mereka menyembunyikan kekafiran dan kemaksiatan) maka Allah-lah yang menghisab
mereka.""
namun Abu Berkata :
"Aku akan memerangi mereka sekalipun mereka hanya menolak membayar zakat satu
kali zakat atau menolak memberikan kambing muda yang biasa mereka serahkan kepada
Rasulullah SAW."
Maka Umar bin al Khaththab berkata,
"Demi Allah, tidaklah kebijakannya yang demikian itu melainkan karena Allah telah
melapangkan dada Abu Bakar untuk memerangi mereka. Maka saya mengetahui bahwa
dia benar".
Pada akhirnya berdasarkan hasil musyawarah tersebut dan juga bersama
dengan para sahabat yang lain, Abu Bakar memutuskan untuk memerangi
kelompok tersebut. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan Perang Riddah atau
perang melawan kemurtadan. Abu Bakar mengirimkan laskar untuk memerangi
mereka. Hal ini bertujuan agar mereka bertaubat dan mau kembali membayar
zakat.Karena mayoritas kabilah di Arab murtad dan tidak tersisa selain di pusat
pemerintahan Islam yang masih kuat, yaitu di Madinah dan Mekkah, Abu Bakar
terpaksa mengirimkan laskat mujahiddin sebanyak sebelas batalyon yaitu,
8
Karim, Adiwarman Azwar. 2012. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: Raja Grafindo.
implikasi langsung, karena pada saat pendapatan negara mengalami
kenaikan, kaum Muslimin mendapatkan manfaat yang sama.
Sebelum Khalifah Abu Bakar wafat, beliau sempat melakukan satu
kebijakan yang juga menjadi perhatian, yaitu kebijakan internal. Kebijakan
ini yaitu, Abu Bakar mengembaikan kekayaan yang beliau dapatkan kepada
negara karena melihat kondisi negara yang saat itu masih belum pulih dari
krisis ekonomi. Beliau lebih mementingkan kondisi rakyatnya daripada
kepentingan dirinya dan keluarganya. Beliau mengembalikan sejumlah
kalkulasi harta yang beliau dapatkan dari Baitul Maal. Bahkan beliau
menggantinya dengan menjual sebagian tanah yang dimilikinya yang
hasilnya untuk pendanaan negara.
Berkaitan dengan kebijakan ekonomi dan fiskal selama masa
kekhalifahan Abu Bakar, beliau masih melanjutkan kebijakan-kebijakan
yang telah diterapkan oleh Rasulullah SAW, seperti melaksanakan
kebijakan pembagian tanah hasil taklukan. Dalam pembagiannya, sebagian
diberikan kepada kaum muslimin dan sebagian yang lain tetap menjadi
tanggungan negara. Sama halnya dengan tanah-tanah dari orang yang
murtad yang dimanfaatkan untuk kepentingan umat Islam. Tetapi masih ada
beberapa kebijakan beliau yang lebih dominan dibandingkan yang lain
yaitu pemberlakuan kembali kewajiban zakat setalah banyak kelompok
yang membangkang dan selektif dan kehatiphatian dalam pengelolaan
zakat sehingga tidak ditemukannya pemyimpangan dalam pengelolaannya.