Anda di halaman 1dari 33

BAB 10

PEMBARUAN ISLAM
D

OLEH:

Muhammad Rafif
Muhammad Adli

1
Kata pengantar

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan judul “Pembaruan
Islam”, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas
semester dua.

Penulis menyadari bahwa tugas ini tidak mungkin terselesaikan


tanda adanya bantuan, dan nasehat dari guru agama saya dan
teman satu kelompok saya, pada kesempatan kali ini kami ingin
menyampaikan terima kasih setulus-tulusnya, semoga tugas yang
kami buat dapat menambah pengetahuan teman-teman.

2
Daftar isi
Kata pengantar .............................................................................. 2
Daftar isi ........................................................................................ 3
Bab 1 ............................................................................................. 5
Latar belakang ........................................................................ 5
Bab 2 ............................................................................................. 6
Tokoh-tokoh pembaruan islam ................................................ 6
Abu Bakar As-Shiddiq .............................................................. 6
Mush'ab bin Umair ................................................................. 8
Abdussamad al-Palimbani ....................................................... 8
Guru Zuhdi ........................................................................... 10
Hasan Al Banna ................................................................... 11
La Haluoleo .......................................................................... 13
La Karambau ........................................................................ 14
Abdul Muhsin Al-Abbad ........................................................ 15
Imam Al-Ghazali ................................................................... 15
muhammad ali pasha ............................................................ 16
muhammad abduh ................................................................
17
Utbah bin Abu Sufyanb ............................................................. 19
Husain bin Ali ............................................................................ 19
Sa'ad bin Muadz ........................................................................ 20
Ammar bin Yasir ........................................................................ 21
Abad bin Bisyr ........................................................................... 21
Salim maula Abi Hudzaifah ........................................................ 22
Ja'far Umar Thalib ........................................................................ 22
Abu Dujanah ............................................................................. 23
Amr bin al-Jamuh ...................................................................... 24
Abu Ayyub al-Anshari ................................................................ 26
Abu Thalhah .............................................................................. 26
Fatimah az-Zahra ....................................................................... 28

3
Bilal bin Rabah ...........................................................................
30
Abdullah bin Zubair ................................................................... 30
Bab 3 ........................................................................................... 33
Kesimpulan .......................................................................... 33
Sumber ................................................................................ 33

4
Bab 1
Pendahuluan
A. Latar belakang
Islam adalah agama yang memberi kebebasan kepada umatnya untuk mengekpresikan
diri asalkan sesuai dengan kaidah ajaran islam dan sejalan dengan tujuan
penciptanya,yakni untuk beribadah kepada Allah SWT.perjalanan sejarah umat islam
telah membuktikan bahwa di setiap masa ada umat yang menjadi pemberi motivasi atau
pembaru bagi masyarakat.

Munculnya pembaruan islam menjadi tiga.pada periode abad klasik(650–1250)abad


pertengahan(1250-1800)abad modern(1800-sekarang).pada abad modern mulai muncul
kesadaran umat islam mulai melakukan pembaruan.umat islam mulai memunculkan
gagasan-gagasan yang bertujuan untuk memajukan umat islam sehingga agama islam
mengalami pembaruan yang pesat.

Maka pemikiran para ulama yang muncul pada abad modern ini bukanlah doktrin mutlak
seperti layaknya ayat-ayat dalam kiitab suci.akan tetapi,pemikiran-pemikrian tersebut
hanya sebatas gagasan relatif yang masih “menerima perubahan dan pengurangan.”

Di dalam tugas ini kami juga bisa menambah pengetahuan tentang tokoh-tokoh agama
islam yang sudah berjasa dalam perkembangan agama islam dari dulu hingga sekarang
dan sepatutnya kita mempelajari, mengetahui tokoh pembaruan islam, dan mungkin kita
bisa ambil hikmah dari kisah para tokoh-tokoh tersebut.

5
Bab 2
Pembahasan

A. Tokoh-tokoh pembaruan islam


1. Abu Bakar As-Shiddiq
Abdullah bin Abu Quhafah (bahasa Arab: 23 – 573 ;‫عبد هللا بن أبي قحافة عثمان بن عامر‬
Agustus 634/21 Jumadil Akhir 13 H) atau yang lebih dikenal dengan Abu Bakar / Abu Bakr
Ash-Shiddiq (bahasa Arab: ‫)أبو بكر الصديق‬, adalah salah satu pemeluk Islam awal, salah
satu sahabat utama nabi Muhammad, dan khalifah pertama yang dibai'at setelah
meninggalnya Nabi Muhammad. Melalui putrinya, Aisyah, Abu Bakar merupakan ayah
mertua Nabi Muhammad. Ash-Shiddiq adalah julukan dari Nabi Muhammad kepada Abu
Bakar dan menjadi salah satu gelar yang paling melekat pada dirinya. Bersama ketiga
penerusnya (Umar bin al-Khaththab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib), Abu Bakar
termasuk dalam jajaran Khulafaur Rasyidin.
Sebagai salah seorang pemeluk awal Islam, Abu Bakar telah mengambil berbagai peran
besar. Melalui ajakannya, Abu Bakar berhasil mengislamkan banyak orang yang di kemudian
hari menjadi tokoh-tokoh penting dalam sejarah agama Islam, di antaranya adalah 'Utsman
bin 'Affan yang kemudian menjadi khalifah ketiga. Abu Bakar juga turut serta dalam
berbagai perang seperti Perang Badar (624 M/2 H) dan Perang Uhud (625 M/3 H).
Kedekatan dan kesetiaannya kepada Nabi Muhammad merupakan satu hal yang sangat
melekat pada diri Abu Bakar, utamanya terlihat saat mendampingi Rasulullah
Muhammad hijrah ke Madinah dan kepatuhannya dalam menerima keputusan Rasulullah
dalam Perjanjian Hudaibiyah, meski banyak sahabat Nabi kala itu tidak menyepakati
perjanjian tersebut karena dipandang berat sebelah.
Abu Bakar dinyatakan sebagai khalifah setelah wafatnya Rasulullah. Abu Bakar menjadi
khalifah pertama umat Islam yang menjadi awal dari Kekhalifahan Rasyidin. Masa
kekuasaannya yang singkat, dipusatkan pada pemadaman pemberontakan Klain Arab yang
berselisih paham dengan kekhalifahan Abu Bakar serta membantu membukukan Al Qur'an
untuk pertama kalinya. Dalam memerintah, Abu Bakar berusaha mengeluarkan kebijakan
yang tidak berbeda dengan Rasulullah, seperti penolakannya untuk mencopot Khalid bin
Walid dari kedudukannya sebagai panglima.

Memadamkan pemberontakan
Baru saja tersiar kabar kematian Rasul, bergeraklah kelompok-kelompok pemberontak
hendak melepaskan diri dari persatuan Islam yang baru tegak.
Sebelum mengatur persiapan untuk memerangi pemberontak, Abu Bakar lebih dahulu
hendak menyempurnakan angkatan perang di bawah Usamah. Pada saat itu, Usamah baru
kira kira 17 tahun. Usamah diangkat langsung oleh Muhammad menjadi kepala
perang. Banyak ketua Quraisy menjadi prajurit di bawah perintahnya.

6
Abu Bakar pergi ke tempat pemberhentian angkatan perang Usamah, untuk melepasnya
berangkat. Abu Bakar meminta Usamah untuk mengizinkan Umar tidak ikut berperang. Abu
Bakar membutuhkan Umar untuk menemaninya dalam mengatur pemerintahan dalam
negeri. Permintaan itu dikabulkan oleh Usamah.
Ketika mereka akan berangkat, Abu Bakar berpidato :
Jangan berkhianat. Jangan memungkiri janji. Jangan menganiaya jasad musuh yang telah
mati. Jangan membunuh anak-anak, orang tua dan perempuan. Jangan memotong batang
kurma. Jangan membakar dan jangan menumbangkan kayu-kayuan yang berbuah. Jangan
menyembelih kambing, sapi dan unta, kecuali sekadar untuk dimakan. Kalau kamu bertemu
dengan suatu kaum yang telah menyisihkan dirinya dalam gereja-gereja, hendaklah
dibiarkan saja. Kalau diberi makanan oleh orang lain, hendaklah membaca nama Allah ketika
memakannya. Hai Usamah, berbuatlah dengan apa yang diperintahkan Muhammad
kepadamu di negeri Qudha'ah, jangan engkau lalaikan sedikit pun perintah Muhammad.[3]

Setelah itu Abu Bakar melepaskan tentara itu di Jurf, lalu ia kembali ke Madinah. Usamah
berangkat dan mengepung negeri Qudha'ah. Setelah empat puluh hari pertempuran hebat,
Usamah kembali dengan kemenangan. Tentara yang pergi ke Qudha'ah bukan sedikit
jumlahnya, sehingga menimbulkan kesan pada musuh-musuh yang lain.
Setelah pulang, Usamah dan tentaranya disuruh untuk beristirahat. Abu Bakar turun tangan
memimpin pasukannya langsung untuk menyelesaikan pemberontakan kaum Abs dan
Dzubyan di luar Kota Madinah. Selama memimpin pasukan, Abu Bakar menyerahkan
kepemimpinan Kota Madinah kepada orang lain. Setelah Abu Bakar berhasil memadamkan
pemberontakan itu, ia mengumpulkan tentaranya di Zhul Qishshah], sekitar 15 km dari
Madinah, menghadap ke Najd. Disana, ia membagi sebelas buah bendera kepada sebelas
orang panglima perang.]

1. Khalid ibnu Al Walid, ke Thulaihah ibnu Khuwailid al-Asadi di negeri Bazuakhah.


Kalau sudah selesai, lanjut ke Malik ibnu Nuwairah di negeri Batthaah.
2. Ikrimah ibnu Abu Jahal, ke Musailamah di Yamamah.
3. Syurahbil ibnu Hasanah, menyusul Ikrimah di belakang.
4. Al-Muhajir ibnu Abi Umayah, ke Aswad al-Insyi di Yaman.
5. Hudzaifah ibnu Muhsin, ke negeri Daba di Umman.
6. Arfajah ibnu Hartsamah, ke negeri Mahrah.
7. Suwaid ibnu Muqarrin, ke Tihamah di Yaman.
8. Al-Ala' ibnu Al-Hadhrami, ke Bahrain.
9. Thuraifah ibnu Hajiz, ke Bani Sulaim dan Hawazin.
10.'Amru ibnu Al-Ash, ke Qudha'ah.
11.Khalid ibnu Sa'id, ke daerah tanah tinggi di Syam.
Berkat para kepala perang itu, dalam masa yang tidak berapa lama, seluruh pemberontakan
dan huru-hara dapat disapu bersih. Seluruh Jazirah Arab bersatu kembali di bawah satu
bendera.

2. Mush'ab bin Umair

7
Mush'ab bin Umair lahir dari kabilah Bani Abdu Dar dari suku Quraisy. Tahun kelahirannya
yang tepat tidak diketahui, diyakini bahwa ia lahir antara 594 dan 598 M. Ia masih sangat
muda ketika memeluk Islam pada tahun 614. Bahkan saat masih muda, dia diizinkan untuk
menghadiri pertemuan para pemuka suku Quraisy.
Sebagai duta islam
Mush'ab bin Umair kemudian diangkat sebagai duta Islam pertama dan dikirim ke Yatsrib
(Madinah) untuk menjadikan kota tersebut sebagai tujuan hijrah setelah baiat
pertama kaum Anshar. Seorang laki-laki dari Madinah yang bernama As'ad bin
Zurarah membantunya. Setelah mereka mendakwahkan Islam, banyak penduduk Madinah
yang memeluk Islam, termasuk orang-orang yang dihormati seperti Sa'ad bin Mu'adz, Usaid
bin Hudhair dan Sa'ad bin Ubadah. Penduduk Madinah yang telah memeluk Islam dikenal
sebagai Anshar (penolong). Setelah hijrah, Nabi Muhammad mempersaudarakan Mush'ab
dengan Sa'ad bin Abi Waqqash, atau pendapat lain mengatakan dengan Abu Ayyub al-
Anshari, dan dikatakan dengan Dzakwan bin Abdu Qais.

3. Abdussamad al-Palimbani

Syaikh Abdus Shamad al-Palimbani adalah seorang tokoh sufi penulis kitab-kitab sufi yang
berasal dari Palembang.[1] Abdus Shamad lahir pada 1116 H (1704) M dan wafat pada 1203
H (1789 M) dalam usia 85 tahun,[1] di Palembang.[butuh rujukan] Tentang nama lengkap Syeikh Al-
Falimbani, yang tercatat dalam sejarah, ada tiga versi nama. Yang pertama, seperti yang
diungkapkan dalam Ensiklopedia Islam, dia bernama Abdus Samad Al-Jawi Al-Falembani.
Versi kedua, merujuk pada sumber-sumber Melayu, sebagaimana ditulis oleh Azyumardi
Azra dalam bukunya Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan
XVIII (Mizan: 1994), ulama besar ini memiliki nama asli Abdul Samad bin Abdullah Al-Jawi Al-
Falembani. Sementara versi terakhir, tulisan Rektor UIN Jakarta itu, bahawa apabila merujuk
pada sumber-sumber Arab, nama lengkap Syeikh Al-Falembani ialah Sayyid Abdus Al-Samad
bin Abdurrahman Al-Jawi. Dari ketiga nama itu yang diyakini sebagai nama Abdul Samad,
Azyumardi berpendapat bahawa nama terakhirlah yang disebut Syeikh Abdul Samad.
Perbedaan pendapat mengenai nama ulama ini dapat difahami mengingat sejarah
panjangnya sebagai pengembara, baik di dalam negeri maupun luar negeri, dalam menuntut
ilmu. Apabila dilihat latar belakangnya, ketokohan Al-Falembani sebenarnya tidak jauh
berbeda dari ulama-ulama Nusantara lainnya, seperti Hamzah Fansuri, Nuruddin Al-
Raniri, Abdurrauf as-Singkili, Yusuf Al-Makasari.
Dari Persegi silsilah, nasab Syeikh Al-Falembani berketurunan Arab, dari sebelah ayah.
Syeikh Abdul Jalil bin Syeikh Abdul Wahhab bin Syeikh Ahmad Al-Mahdani, ayah Al-

8
Falembani, adalah ulama yang berasal dari Yaman yang dilantikmenjadi Mufti negeri Kedah
pada awal abad ke-18. Sementara ibunya, Radin Ranti, adalah wanita Palembang yang
diperisterikan oleh Syeikh Abdul Jalil, setelah sebelumnya menikahi Wan Zainab, puteri Dato
´ Sri Maharaja Dewa di Kedah.
Mengkritik Tarekat yang Berlebihan
Meskipun mendalami tasawuf, tidak bermakna Syeikh Al-Palembani tidak kritis. Dia
dikatakan kerap mengkritik kalangan yang mempraktikkan tarekat secara berlebihan. Dia
selalu mengingatkan akan bahaya kesesatan yang diakibatkan oleh aliran-aliran tarekat
tersebut, khususnya tarekat Wujudiyah Mulhid yang terbukti telah membawa banyak
kesesatan di Aceh. Untuk mencegah apa yang diperingatkannya itu, Syeikh Al-Palembani
menulis intisari dua kitab karangan ulama dan ahli falsafah agung abad pertengahan, Imam
Al-Ghazali, yaitu kitab Lubab Ihya´ Ulumud Diin (Intisari Ihya´ Ulumud Diin), dan Bidayah Al-
Hidayah (Awal Bagi Suatu Hidayah). Dua karya Imam Al-Ghazali ini dinilainya secara
´moderat´ dan membantu membimbing mereka yang mempraktikkan aliran sufi.
Berkaitan dengan ajaran tasawufnya, Syeikh Al-Palembani mengambil jalan tengah antara
doktrin tasawuf Imam Al-Ghazali dan ajaran ´wahdatul wujud´ Ibnu Arabi; bahwa manusia
sempurna (insan kamil) adalah manusia yang memandang hakikat Yang Maha Esa itu dalam
fenomena alam yang serba aneka dengan tingkat makrifat tertinggi, sehingga mampu
´melihat´ Allah s.w.t sebagai ´penguasa´ mutlak.
Di Nusantara, khususnya di Indonesia, pengaruh Al-Palembani dianggap cukup besar,
khususnya berkaitan dengan ajaran tasawuf.
Banyak meriwayatkan cerita yang menarik ketika Sheikh Abdus Shamad berada di negerinya
Palembang. Oleh karena rasa bencinya kepada Belanda, ditambah pula dengan peristiwa di
atas kapal itu, dia bertambah kecewa karena melihat pihak Belanda yang kafir telah
memegang pemerintahan di lingkungan Islam dan tiada kuasa sedikit pun bagi Sultan.
Maka dia merasa tidak betah untuk tinggal di Palembang walaupun dia kelahiran negeri itu.
Sheikh Abdus Shamad mengambil keputusan sendiri tanpa musyawarah dengan siapa pun,
semata-mata memohon petunjuk Allah dengan melakukan sholat istikharah. Keputusannya,
dia mesti meninggalkan Palembang, kembali ke Mekah.
Lantaran anti Belanda, dia tidak mau menaiki kapal Belanda sehingga terpaksa menebang
kayu di hutan untuk membuat perahu bersama-sama orang-orang yang patuh sebagai
muridnya. Walaupun sebenarnya dia bukanlah seorang tukang yang pandai membuat
perahu, namun dia sanggup mereka bentuk perahu itu sendiri untuk membawanya ke
Mekah. Tentunya ada beberapa orang muridnya mempunyai pengetahuan membuat
perahu seperti itu.
Ini membuktikan Sheikh Abdus Shamadal-Falimbani telah menunjukkan keteguhan
pegangan, tawakal adalah merupakan catatan sejarah yang tidak dapat dilupakan.
Penulis Produktif dan Karya-Karyanya
Karya Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani tidak sebanyak karya sahabatnya, Sheikh Daud bin
Abdullah al-Fathani. Ini karena Sheikh Daud bin Abdullah al-Fathani memperoleh ilmu
pengetahuan dalam usia muda dan umurnya juga panjang. Sedangkan Sheikh Abdus
Shamad al-Falimbani, maupun Sheikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari umumnya

9
jauh lebih tua daripada Sheikh Daud bin Abdullah al-Fathani bahkan boleh dijadikan
ayahnya.
Walau bagaimanapun, Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani dan Sheikh Muhammad Arsyad
al-Banjari termasuk dalam klasifikasi pengarang yang produktif. Sheikh Muhammad Arsyad
al-Banjari terkenal dengan fiqhnya yang berjudul Sabilul Muhtadin.
Sheikh Abdush Shamad al-Falimbani adalah yang paling menonjol di bidang tasawuf dengan
dua buah karyanya yang paling terkenal dan masih beredar di pasaran kitab sampai
sekarang Hidayatus Salikin dan Siyarus Salikin.
Karya tulis

 Zahratul Murid fi Bayani Kalimatit Tauhid, 1178 H/1764 M.


 Risalah Pada Menyatakan Sebab Yang Diharamkan Bagi Nikah, 1179 H/1765 M.
 Hidayatus Salikin fi Suluki MaslakilMuttaqin, 1192 H/1778 M.
 Siyarus Salikin ila ‘Ibadati Rabbil ‘Alamin, 1194 H/1780 M-1203 H/1788 M.
 Al-‘Urwatul Wutsqa wa Silsiltu Waliyil Atqa.
 Ratib Sheikh ‘Abdus Shamad al-Falimbani.
 Nashihatul Muslimina wa Tazkiratul Mu’minina fi Fadhailil Jihadi wa Karaamatil
Mujtahidina fi Sabilillah.
 Ar-Risalatu fi Kaifiyatir Ratib Lailatil Jum’ah
 Mulhiqun fi Bayani Fawaidin Nafi’ah fi Jihadi fi Sabilillah
 Zatul Muttaqin fi Tauhidi Rabbil ‘Alamin
 ‘Ilmut Tasawuf
 Mulkhishut Tuhbatil Mafdhah minar Rahmatil Mahdah ‘Alaihis Shalatu was Salam
 Kitab Mi’raj, 1201 H/1786 M.
 Anisul Muttaqin
 Puisi Kemenangan Kedah

4. Guru Zuhdi
Tuan Guru Ahmad Zuhdiannoor atau dikenal dengan nama Abah
Guru Zuhdi (10 Februari 1972 – 2 Mei 2020) adalah pemuka
agama sekaligus tokoh masyarakat yang dikenal sebagai ulama
besar berpengaruh dan kharismatik di Kalimantan Selatan.

Abah Guru Zuhdi lahir dari pasangan Tuan Guru Muhammad bin
Haji Jafri Al Banjari dan Hj. Zahidah binti Tuan Guru Asli Al Banjari.
Ayahnya adalah pimpinan Pondok Pesantren Al-Falah Banjarbaru
dan dikenal sebagai ulama yang cukup berpengaruh di
Banjarmasin. Sedangkan kakeknya dari pihak ibu, Tuan Guru Asli adalah tokoh ulama asal
kampung Alabio, Hulu Sungai Utara.

10
Pengajaran dan dakwah
Guru Zuhdi pernah mengajar di Pondok Pesantren Al Falah selama sekitar dua tahun. Ia juga
banyak mengisi majelis taklim dan membuka pengajian di Masjid Jami Banjarmasin,
pengajian di rumahnya, pengajian di Teluk Dalam, Langgar Darul Iman, pengajian di Sungai
Andai, pengajian di Kota Citra Graha KM 18, dan pengajian di Masjid Raya Sabilal
Muhtadin. Guru Zuhdi sering mengajarkan tauhid dan tasawuf, serta menekankan betapa
pentingnya membersihkan hati. Ia juga konsisten di jalur dakwah serta tidak ikut dalam
dunia politik, misalnya mendukung politisi tertentu dalam pemilihan umum.
Selain sebagai ulama, Guru Zuhdi juga menjabat sebagai Ketua Dewan Penasihat tim sepak
bola Barito Putera. Dalam kegiatan yang diselenggarakan Barito Putera, Guru Zuhdi sering
kali memimpin agenda yang digelar. Ia juga merupakan Mustasyar Pengurus Wilayah
Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Kalimantan Selatan periode tahun 2018-2023. Guru Zuhdi
juga aktif menjadi anggota pemadam kebakaran sekaligus mengetuai sebuah organisasi
Barisan Pemadam Kebakaran di Banjarmasin dan turun langsung ke lokasi kebakaran untuk
memadamkan api.

5.Hasan Al Banna
Ha ssan Ahmad Abdul Rahman Muhammad al-Banna, (atau lebih dikenal
sebagai Syekh Hassan al-Banna), adalah seorang guru sekolah dan imam
asal Mesir. Ia dilahirkan pada 14 Oktober 1906 di Desa Mahmudiyah, Al
Buhayrah. Pada saat usia 12 tahun, Hasan al-Banna telah menghafal al-Qur'an.
Ia adalah seorang mujahid dakwah, peletak dasar-dasar gerakan Islam sekaligus
sebagai pendiri dan pimpinan Ikhwanul Muslimin, salah satu organisasi revivalis
Islam terbesar dan paling berpengaruh pada abad ke-20. Ia
memperjuangkan Islam menurut Al-Quran dan sunnah hingga dibunuh oleh
penembak misterius yang oleh banyak kalangan diyakini sebagai penembak
'titipan' pemerintah pada 12 Februari 1949 di Kairo.
Kepergian Hassan al-Banna pun menjadi duka berkepanjangan bagi umat Islam. Ia
mewariskan 2 karya monumentalnya, yaitu Catatan Harian
Dakwah dan Da'i serta Kumpulan Surat-surat. Selain itu, Hasan al-Banna mewariskan
semangat dan teladan dakwah bagi seluruh aktivis dakwah saat ini.
Al-Banna juga dikenal akan cara berdakwahnya yang sangat tidak biasa. Ia terkenal sangat
tawaduk dikarenakan ia sering berdakwah di warung-warung kopi tempat orang-orang yang
berpengetahuan rendah berkumpul untuk minum-minum kopi sehabis lelah bekerja
seharian. Ternyata cara tersebut memang lebih efektif dilakukan dalam berdakwah.
Kepemimpinan Al-Banna adalah penting bagi pertumbuhan persaudaraan selama tahun
1930-an dan 1940-an. Ketika Hassan al-Banna berusia dua belas tahun, ia mulai terbiasa
mendisiplinkan kegiatannya menjadi empat; siang hari di pergunakanya untuk menuntut
ilmu di sekolah, kemudian belajar membuat dan membetulkan jam dengan orang tuanya
hingga sore, waktu sore hingga menjelang tidur ia gunakan untuk mengulang kembali
pelajaran sekolah. Sementara membaca dan mengulang-ulang hafalan Al- Qur'an ia lakukan
seusai shalat Subuh. Jadi tidak mengherankan bila Hassan al-Banna mencetak prestasi-
prestasi gemilang di kemudian hari.

11
Berdirinya organisasi Ikhwanul Muslimin bertepatan pada tanggal 20 Maret 1928. Bersama
keenam temannya, Hassan Al-Banna mendirikan organisasi Ikhwanul Muslimin di
kota Ismailiyah.
Pertumbuhan masyarakat terutama diucapkan setelah Al-Banna dipindahkan kantor
pusatnya ke Kairo pada tahun 1932. Faktor paling penting yang membuat ekspansi ini
dramatis mungkin adalah kepemimpinan organisasi dan ideologis yang disediakan oleh Al-
Banna. Dalam Ismailia, di samping kelas siang hari, dia melakukan niatnya memberi kuliah
malam kepada orang tua muridnya. Dia juga berkhotbah di masjid, dan bahkan di warung
kopi. Pada awalnya, beberapa pandangannya tentang poin yang relatif kecil dari praktik
Islam menyebabkan perbedaan pendapat yang kuat dengan elit agama setempat, dan ia
mengadopsi kebijakan menghindari kontroversi agama. Dia terkejut oleh banyak tanda-
tanda mencolok dominasi militer dan ekonomi asing di Isma'iliyya: kamp-kamp militer
Inggris, bidang pelayanan umum yang dimiliki oleh kepentingan asing, dan tempat tinggal
mewah dari karyawan asing dari Terusan Suez Perusahaan, sebelah jorok tempat tinggal dari
pekerja Mesir.
Dia berusaha untuk membawa perubahan, dia berharap untuk melalui lembaga-gedung,
aktivisme tanpa henti di tingkat akar rumput, dan bergantung pada komunikasi massa. Dia
melanjutkan untuk membangun sebuah gerakan massa yang kompleks yang menampilkan
struktur pemerintahan canggih; bagian yang bertanggung jawab untuk melanjutkan nilai-
nilai masyarakat di kalangan petani, buruh, dan profesional; unit dipercayakan dengan
fungsi-fungsi kunci, termasuk propagasi pesan, penghubung dengan dunia Islam, dan tekan
dan terjemahan, dan komite khusus untuk urusan keuangan dan hukum.
Dalam penahan ini organisasi ke dalam masyarakat Mesir, Al-Banna mengandalkan jaringan
sosial yang sudah ada (ikhanul muslimin), khususnya yang dibangun di sekitar masjid,
asosiasi kesejahteraan Islam, dan kelompok-kelompok lingkungan. Tenun ini ikatan
tradisional menjadi struktur khas modern pada akar kesuksesannya. Langsung terpasang
bagi persaudaraan, dan makan ekspansi, dilakukan berbagai usaha, klinik, dan sekolah.
Selain itu, anggota yang berafiliasi dengan gerakan melalui serangkaian sel, usar revealingly
disebut families tunggal: usrah. Materi, dukungan sosial dan psikologis yang diberikan
instrumental sehingga kemampuan gerakan untuk menghasilkan loyalitas yang sangat besar
di antara para anggotanya dan untuk menarik anggota baru. Layanan dan struktur organisasi
masyarakat sekitar yang dibangun tersebut dimaksudkan untuk memungkinkan individu
untuk berintegrasi ke dalam pengaturan jelas Islam, prinsip-prinsip sendiri dibentuk oleh
masyarakat.
Berakar dalam Islam, pesan Al-Banna ditangani masalah termasuk kolonialisme, kesehatan
masyarakat, kebijakan pendidikan, manajemen sumber daya alam, Marxisme, kesenjangan
sosial, nasionalisme Arab, kelemahan dunia Islam di kancah internasional, dan konflik yang
berkembang di Palestina. Dengan menekankan keprihatinan yang menarik berbagai
konstituen, Al-Banna mampu merekrut dari antara bagian-lintas masyarakat Mesir -
meskipun pegawai negeri modern-berpendidikan, karyawan kantor, dan profesional tetap
dominan di kalangan aktivis organisasi dan pengambil keputusan. Al-Banna juga aktif dalam
menentang imperialisme Inggris di Mesir. Selama Perang Dunia II, ia sempat ditangkap oleh
pemerintah pro-Inggris, yang melihatnya sebagai subversif.
Antara 1948 dan 1949, tidak lama setelah masyarakat mengirim relawan untuk bertempur
dalam perang di Palestina, konflik antara monarki dan masyarakat mencapai puncaknya.

12
Prihatin dengan meningkatnya ketegasan dan popularitas persaudaraan, serta dengan
desas-desus bahwa itu merencanakan kudeta, Perdana Menteri Mahmoud sebuah-Nukrashi
Pasha membubarkan itu pada bulan Desember 1948. Aktivis organisasi yang ditangkap dan
puluhan anggotanya yang dikirim ke penjara. Kurang dari tiga minggu kemudian, perdana
menteri dibunuh oleh seorang anggota persaudaraan, Abdul Majid Hasan Ahmad.

6. La Haluoleo
Lakilaponto berasal dari Kerajaan Muna (sekarang Pulau Muna), ia adalah putra Raja Muna
VI Sugi Manuru dengan pasangannya Wa Tubapala. Ia menjadi Raja Buton karena
mendengar kerajaan Buton sedang diserang oleh La Bolontio (Kapitan dari Banggai, sebuah
kabupaten kepulauan di Sulawesi Tengah sekarang).
Seorang warga negara Kerajaan Buton, maka wajib bahinya untuk mengabdi pada
negerinya. Dari sumber sejarah Selayar diketahui bahwa saat kedatangan La Bholontio,
Lakilaponto sedang dalam masa pembuangan di wilayah Selayar akibat masalah internal
keluarga. kedatangan Lakilaponto ke Buton atas permintaan Raja Mulae (Raja Buton V); dan
selain La Kilaponto, turut pula membantu Opu Manjawari (Raja Selayar). Cerita rakyat
menyebutkan bahwa La Bolontio hanya memiliki satu mata. Dalam sebuah pertarungan
terbuka, La Kilaponto sempat terdesak dan jatuh ke tanah berpasir (diduga pertarungan itu
dilakukan di pantai). Dalam situasi itu Lakilaponto kemudian menendang pasir langsung
mengenai mata La Bolontio dan situasi kemudian berbalik, La Kilaponto akhirnya menguasai
pertarungan dan berhasil membunuh La Bolontio. Karena keberhasilannya itu, Lakilaponto
kemudian dinobatkan sebagai Raja Buton VI.
Setelah menjadi Raja Buton, dengan pertimbangan para petinggi kerajaan Buton,dengan
mempertimbangkan konsep pertahanan negara mirip perahu bercadik (sayap), maka
dipertimbangkan untuk membuka wilayah militer dan perwakilan pemerintahan, maka dia
memutuskan untuk mengakhiri masa pemerintahan Kino di Bombonawulu, dan membuka
wilayah baru di wilayah lain Pulau Pancana, yaitu di wilayah Wuna (Moena), dan
mengabadikan nama wilayah tersebut menjadi nama kerajaan baru, yakni Kerajaan Muna,
dan menunjuk adiknya La Posasu menjadi pimpinan di wilayah tersebut sebagai Lakina (Raja
Wilayah Federasi Kesultanan Buton)
Di kemudian hari La Kilaponto kemudian menobatkan dirinya sebagai Sultan Buton I dengan
gelar Sultan Muhammad Isa Kaimuddin Khalifatl Khamis atau lebih dikenal dengan
Sultan Murhum dan mengubah bentuk pemerintahan Buton menjadi Kesultanan setelah ia
memeluk agama Islam. Sejak itu Islam berkembang pesat di Buton.
Lakilaponto menjadi raja muna VII setelah menggantikan ayahandanya, Sugi Manuru
sebagai raja muna. Lakilaponto memerintah kerajaan muna selama kurang lebih 3 tahun
sebelum digantikan oleh adiknya sendiri, La Posasu.
Seperti telah disebutkan terdahulu, bahwa Lakilaponto adalah putra sulung Sugi Manuru
dan Wa Tubapala. sebagai anak sulung, dari seorang raja dengan sistem Monarchi
Absolutisme, sudah jelas bahwa Lakilaponto-lah yang menjadi putera mahkota untuk kelak
menggantikan Sugi Manuru sebagai raja muna.

13
Lakilaponto pada saat memerintah Kerajaan Muna, menanamkan falsafa atau nilai-nilai
dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara seperti yang diajarkan oleh SUGI
MANURU yaitu:

1. Pobini-biniti kuli, (saling tengang rasa)


2. Poangka-angka tau, (Saling harga-menghargai)
3. Poma-masigho, (Saling sayang- menyayangi)
4. Poadha-adhati. (Saling menghormati)
Keempat prinsip dasar diatas wajib dipahami dan dijalankan oleh setiap warga kerajaan
muna dalam hal ini termasuk juga Raja dan aparat kerajaan lainnya. Lakilaponto juga
menyebar luaskan konstitusi Negara kerajaan Muna pada kerjaan-kerajaan yang
dipimpinnya Yaitu:

1. Hansuru –hansuru badha Sumano kono hansuru liwu (Biarlah badan binasa asal
Negara tetap berdiri).
2. Hansuru-hansuru Liwu Sumano kono hansuru Ahdati (kalaupun Negara harus bubar
adat tetap harus dipertahankan).
3. Hansuru-hansuru Adhati sumano Tangka Agama (Kalupun adat tidak bisa lagi
dipertahankan, agama harus tetap ditegakkan).
Falsafah dasar dan Konstitusi kerajaan Muna yang telah di ajarkan oleh Ayahandanya Raja
Muna VI Sugi Manuru kemudian disebar luaskan pada kerajaan-kerajaan yang dipimpin oleh
Lakilaponto berikutnya.

7. La Karambau
La Karambauw adalah nama asli dari Sultan Buton ke-20 yang bergelar Sultan Himayatuddin
Muhammad Saidi atau Oputa Yi Koo. Sultan yang akrab dikenal dengan
nama Sultan Himayatuddin ini merupakan satu-satunya penguasa Buton
yang menjabat sebanyak dua kali. Himayatuddin kali pertama diangkat
sebagai Sultan Buton pada 1751. Ia menjabat sebagai Sultan Buton ke-20
hingga 1752, kemudian diturunkan dari takhta karena melawan Belanda.
Setelah La Karambauw turun takhta, Kesultanan Buton sempat dipimpin
oleh dua sultan lainnya. Namun, pada 1760-1763, Himayatuddin kembali
diangkat oleh rakyat menjadi Sultan Buton ke-23. Jiwa kepemimpinan
Himayatuddin sebenarnya telah tampak sejak sebelum diangkat menjadi
seorang sultan Buton. Hal ini dapat dilihat dari kepiawaian Himayatuddin dalam menaklukkkan ombak
laut timur sehingga ia mendapat gelar “Kapitan Laut” oleh masyarakat Buton. Seiring berjalannya
waktu, jiwa kepemimpinannya pun semakin menguat sehingga ia diangkat menjadi Sultan Buton ke-
20 pada 1751. Setelah diangkat menjadi sultan, ia memiliki hak dan wewenang dalam menentukan
arah politiik Kesultanan Buton yang berujung dengan perang melawan Belanda. Sejauh ini,
Himayatuddin merupakan sultan Buton pertama yang mempelopori gerakan politik menentang
Belanda.

14
8. Abdul Muhsin Al-Abb ad
al-Allamah al-Muhaddits al-Faqih az-Zahid al-Wara’ asy-Syaikh
Abdul Muhsin bin Hammad al-’Abbad al-Badr lahir
di Zulfa (300 km dari utara Riyadh) pada 3 Ramadan tahun
1353H (10 Desember 1934. Ia adalah salah seorang pengajar
di Masjid Nabawi yang mengajarkan kitab-kitab hadits
seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud dan
saat ini dia masih memberikan pelajaran Sunan Turmudzi. Ia
adalah seorang ‘Alim Robbaniy dan pernah menjabat sebagai wakil mudir
(rektor) Universitas Islam Madinah yang waktu itu rektornya adalah Abdul Aziz bin Abdullah
bin Baz

Ia sangat dekat dengan al-Imam al-Allamah Abdul Aziz bin Bazz -rahimahullahu-, bahkan


karena kedekatan dia dengan al-Imam, ketika Imam Bin Bazz tidak ada (tidak hadir) maka
Syaikh Abdul Muhsinlah yang menggantikan dia, sehingga tak heran jika ada yang
mengatakan bahwa Universitas Islam Madinah dulu adalah Universitasnya Bin Bazz dan
Abdul Muhsin.
Pujian ulama

1. Syaikh ‘Abdurrahman Al-Afriqi berkata tentangnya: “Dia adalah seorang pengajar


yang gemar memberi nasihat, ulama besar, pengayom, pembimbing, serta panutan
dalam kebaikan.[1]"
2. Syaikh Hammad Al-Anshari berkata tentangnya: “Adapun Syaikh ‘Abdul Muhsin
Al-‘Abbad, sungguh kedua mataku ini tidak pernah melihat yang seperti dia dalam
ke-wara’an.

9. Imam Al-Ghazali
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi
asy-Syafi'i (lahir di Thus; 1058 / 450 H – meninggal di
Thus; 1111 / 14 Jumadil Akhir 505 H; umur 52–53 tahun)
adalah seorang filsuf dan teolog muslim Persia, yang dikenal
sebagai Algazel di dunia Barat abad Pertengahan.[1][2][3]
Ia berkuniah Abu Hamid karena salah seorang anaknya
bernama Hamid.[butuh rujukan] Gelar dia al-Ghazali ath-Thusi berkaitan dengan ayahnya yang
bekerja sebagai pemintal bulu kambing dan tempat kelahirannya yaitu Ghazalah di Bandar
Thus, Khurasan, Persia (kini Iran). Sedangkan gelar asy-Syafi'i menunjukkan bahwa dia
bermazhab Syafi'i. Ia berasal dari keluarga yang miskin. Ayahnya mempunyai cita-cita yang
tinggi yaitu ingin anaknya menjadi orang alim dan saleh. Imam Al-Ghazali adalah seorang
ulama, ahli pikir, ahli filsafat Islam yang terkemuka yang banyak memberi sumbangan bagi
perkembangan kemajuan manusia.[4][5][6] Ia pernah memegang jabatan sebagai Naib Kanselor
di Madrasah Nizhamiyah, pusat pengajian tinggi di Baghdad. Imam Al-Ghazali meninggal

15
dunia pada 14 Jumadil Akhir tahun 505 Hijriah bersamaan dengan tahun 1111 Masehi di
Thus. Jenazahnya dikebumikan di tempat kelahirannya.
Ia dianggap sebagai Mujaddid abad ke-5, seorang pembaru iman; yang,
menurut hadis kenabian, muncul setiap 100 tahun sekali untuk memulihkan iman
Komunitas Islam. Karya-karyanya sangat diakui oleh orang-orang sezamannya sehingga al-
Ghazali dianugerahi gelar kehormatan "Bukti Islam" (Hujjat al-Islam).[7][8]
Al-Ghazali percaya bahwa tradisi spiritual Islam telah hampir mati dan bahwa ilmu-ilmu
spiritual yang diajarkan oleh generasi pertama umat Islam telah dilupakan. Keyakinan ini
mendorongnya untuk menulis magnum opusnya yang berjudul Ihya Ulumuddin (translit.
{{{1}}} Kebangkitan Ilmu Pengetahuan Agama).  Di antara karya-karyanya yang lain, Tahafut
al-Falasifah (Incoherence of the Philosophers translit.{{{1}}} Inkohorensi Para Filsuf) adalah
tengara dalam sejarah filsafat, karena memajukan kritik terhadap sains Aristotelian yang
dikembangkan kemudian di Eropa abad ke-14.
Pendidikan dan pengajaran
Dalam pemikiran al-Ghazali, pengajaran dan pendidikan merupakan penyebab manusia
memperoleh derajat yang tinggi di antara makhluk ciptaan lainnya di Bumi. Manusia
menjadi terhormat karena memiliki ilmu dan amal.[24]
Kurikulum
Al-Ghazali menyusun sebuah organisasi dalam kurikulum yang disebut kurikulum inti.
Kurikulum ini berlaku bagi keagamaan maupun keduniawian. Dalam pandangan Al-Ghazali,
mata pelajaran di dalam kurikulum bersifat terpisah. Masing-masing mata pelajaran
memiliki subjek yang berbeda dengan mata pelajaran lain. Namun, masing-masing tetap
memiliki hubungan satu sama lain. Al-Ghazali menganggap bahwa ilmu merupakan bagian-
bagian yang terpisah yang tersusun menjadi sebuah kesatuan. Ia membagi ilmu fardu
kifayah, ilmu fardu ain dan ilmu mubah. Tujuan pembagian ilmu ini sebagai bentuk
pemilihan pengetahuan yang dibutuhkan oleh masyarakat muslim dan pengatahuan yang
menjadi syarat untuk mempelajari dan melengkapinya.[25]
Al-Ghazali menetapkan ilmu-ilmu pokok keagamaan sebagai ilmu fardu ain. Ilmu ini menjadi
pusat perhatian utama dalam pendidikan. Ilmu fardu ain ini menjadi pengarah dan
pengendali bagi pengembangan bidang keilmuan yang lainnya. Sedangkan ilmu fardu
kifayah dan ilmu mubah menjadi dasar bagi pengembangan ilmu yang lainnya.

10. muhammad ali pasha


Muhammad Ali Pasha adalah seorang tokoh pembaruan di Mesir yang
masih keturunan dari Turki. Ia lahir di Kawalla, Yunani pada tahun
1765 dan meninggal tahun 1849 di Mesir Ayahnya adalah
seorang pedagang dan dapat dikatakan bahwa Muhammad Ali lahir
dalam keadaan keluarga tidak mampu sehingga ia tidak pernah
mengenyam pendidikan yang menjadikannya sebagai orang
yang ummi (tidak dapat baca tulis).[butuh rujukan] Tetapi tidak ada yang

16
menyangka dengan latarbelakang yang seperti ini, ia mampu menjadi panglima dan tokoh
pembaruan sekaligus pendiri negara Mesir modern.

Menjadi gubernur mesir


Muhammad Ali Pasya berkuasa sekitar tahun 1804-1849. Langkah pertama yang
dilakukannya adalah dengan menyingkirkan para pemimpin yang menentang kebijakannya
dengan memecatnya bahkan sampai membunuhnya. Tidak hanya menyingkirkan para
pemimpin yang menentangnya, ia juga menyingkirkan dan kemudian membasmi kaum
mamluk. Genosida terhadap kaum mamluk ini dikarenakan Muhammad Ali Pasya
mendengar adanya isu-isu yang berisi rencana pembunuhan terhadapnya yang akan
dilakukan kaum mamluk. Dalam sebuah cerita disebutkan bahwa ia menggunakan
perangkap untuk membasmi kaum mamluk dengan cara mengundang mereka dalam acara
pesta di istana.[note 1] Ketika semua kaum mamluk hadir didalam istana, Muhammad Ali
memerintahkan penjaga istana untuk menutup gerbang dan akhrinya semua kaum mamluk
yang berjumlah 470 orang dibantai disana. Menurut sejarah versi Philip K. Hitti, kaum
mamluk dibantai diatas bukit dekat dengan istana Hanya seorang saja yang selamat dari
peristiwa pembantaian itu.[note 2]
Mendengar adanya seorang mamluk yang selamat, Muhammad Ali Pasya mengirimkan
pasukan untuk mengejarnya. Sebagian kaum mamluk di Turki selamat dengan berpindah ke
Sudan tetapi kaum mamluk yang berada di Mesir habis tidak tersisa. Setelah semua
saingannya telah tersingkirkan, maka mulailah Muhammad Ali Pasya fokus dalam
kepemimpinannya dengan cara diktator. Kediktatorannya tampak dalam keputusan-
keputusan dan programnya yang merujuk kepada secularism dan kegiatan Muhammad Ali
Pasya menumpas semua syaikh dan akademisi yang melawannya yang terjadi pada tahun
1809 dan 1813.
Pada tahun 1811, Muhammad Ali melakukan ekspansi ke wilayah Saudi Arabia dengan
mengirimkan pasukannya dengan misi utama adalah memerangi Wahabi. Penyerangannya
terhadap Wahabi dilakukannya karena ia takut gerakan tersebut akan mengancam
kedaulatan Turki Ustmani sebagai pelindung kota Suci Makkah dan Madinah. Kemudian
pada tahun 1822 pasukan Muhammad Ali bergabung dengan pasukan Turki Utsmani yang
masing-masing menaklukan wilayah Creta dan berhasil mendudukinya tahun 1822 dan
1824. Muhammad Ali melanjutkan ekspansinya ke Navarino tetapi akhirnya dikalahkan oleh
pasukan Prancis-Inggris-Rusia pada tahun 1827. Setelah menerima kekalahan di Navarino
Muhammad Ali pun menginstruksikan pasukannya untuk mundur dan kembali
menjaga kedaulatan Mesir.

11. muhammad abduh


Muhammad Abduh (bahasa Arab: ‫ ;محمد عبده‬lahir di Delta Nil (kini
wilayah Mesir), 1849 – meninggal di Iskandariyah (kini wilayah
Mesir), 11 Juli 1905 pada umur 55/56 tahun) adalah seorang
pemikir muslim dari Mesir, dan salah satu penggagas gerakan
modernisme Islam.

17
Ia belajar tentang filsafat dan logika di Universitas Al-Azhar, Kairo, dan juga murid
dari Jamaluddin al-Afghani, seorang filsuf dan pembaru yang mengusung gerakan Pan
Islamisme untuk menentang penjajahan Eropa di negara-negara Asia dan Afrika.
Muhammad Abduh diasingkan dari Mesir selama enam tahun sejak 1882, karena
keterlibatannya dalam Pemberontakan Urabi. Di Lebanon, Abduh sempat giat dalam
mengembangkan sistem pendidikan Islam. Pada tahun 1884, ia pindah ke Paris, dan
bersalam al-Afghani menerbitkan jurnal Islam The Firmest Bond.
Salah satu karya Abduh yang terkenal adalah buku berjudul Risalah at-Tawhid yang
diterbitkan pada tahun 1897.
Pemikirannya banyak terinspirasi dari Ibnu Taimiyah, dan pemikirannya banyak
menginspirasi organisasi Islam, salah satunya Muhammadiyah, karena ia berpendapat, Islam
akan maju bila umatnya mau belajar, tidak hanya ilmu agama, tetapi juga ilmu sains.

Pemikiran Muhammad Abduh tentang pembaharuan


Teologi
Teologi (ilmu tauhid) dalam pendapat Muhammad Abduh mempunyai dua objek kajian,
yaitu tentang Allah dan tentang Rasul. Kajian tentang Allah tidak hanya membicarakan
wujud Allah, tetapi juga tentang manusia sebagai ciptaan Tuhan. Dari itulah dalam sistem
teologinya ditemukan pengkajian tentang perbuatan manusia (af’al al-‘ibad) di samping
masalah-masalah ketuhanan lainnya. Kajian berikut ini akan difokuskan pada pemikirannya
tentang tiga masalah teologi, yaitu perbuatan manusia, kadar-kadar, dan sifat-sifat Tuhan
Perbuatan manusia (Af’al al-‘Ibad)
Pandangan Muhammad Abduh tentang perbuatan manusia bertolak dari satu deduksi
bahwa manusia adalah makhluk yang bebas dalam memilih perbuatannya. Menurutnya ada
tiga unsur yang mendukung suatu perbuatan, yaitu akal, kemauan, dan daya. Ketiganya
merupakan ciptaan Tuhan bagi manusia yang dapat dipergunakannya dengan bebas.
Kelihatannya Muhammad Abduh sependapat dengan Mu’ammar tokoh Muktazilah, tentang
kejadian manusia dan makhluk yang dibekali dengan natur dan tabiatnya masing-masing.
Jika Mu’ammar memandang natur tersebut pada manusia adalah kebebasan memilih,
Muhammad Abduh menambahnya dengan akal. Jadi, akal dan kebebasan memilih adalah
natur manusia yang merupakan dua keistimewaan yang dimiliki manusia yang tidak terdapat
pada makhluk lainnya. Jika salah satu di antara keduanya hilang, kata Muhammad Abduh,
dia tidak lagi bernama manusia, tetapi mungkin malaikat dan mungkin pula binatang.
Pendapat yang demikian tampaknya dikemukakannya untuk menopang pendapatnya,
bahwa manusia adalah makhluk yang bebas dalam memilih perbuatannya. Akan tetapi,
kebebasan yang dimaksudkan Muhammad Abduh bukanlah kebebasan tenpa batas atau
kebebasan yang bersifat absolut. Jika Abu al-Huzail membatasi kebebasan manusia dengan
perbuatan-perbuatan yang tidak diketahui manusia cara melakukannya. Muhammad Abduh
membatasinya dengan memberikan contoh yang menggambarkan dua hal, yaitu lalai
(taqshir) dan karena sebab-sebab alami (al-asbab al-kauniyyat) yaitu peristiwa alam yang
tidak terduga. Kelihatannya kedua hal itu terjadi karena ketidakmampuan manusia
meramalkan semua yang akan terjadi. Ketidakmampuan itulah yang membatasi kebebasan
manusia dalam memeilih perbuatannya. Dari itulah dia menggariskan dua ketentuan yang
merupakan sendi perbuatan manusia:

18
 Manusia melakukan perbuatan dengan daya dan kemampuannya.
 Kekuasaan Allah adalah tempat Kembali semua yang terjadi

12. Utbah bin Abu Sufyan


Utbah bin Abi Sufyan (bahasa Arab: ‫ ) ُع ْت َبة بْن َأ ِبي سُفيان‬mendapatkan julukan Abi Walid (‫)َأ ِبي وليد‬.
Utbah merupakan anak ketiga dari pasangan Abu Sufyan dan Hindun binti Utbah dan adik
dari khalifah pertama dari Kekhalifahan Umayyah yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan. Ia
diangkat oleh Umar bin al-Khattab sebagai gubernur di Thaif, kemudian diangkat oleh
Muawiyah bin Abu Sufyan sebagai gubernur di Mesir setelah Amru bin Ash wafat. Ia
menetap di sana selama setahun hingga kemudian wafat pada 44 H/664
M[2] di Aleksandria. Jabatan gubernurnya kemudian diteruskan oleh Uqbah bin Amir.
silsilah
Utbah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu
Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib. Kunyahnya adalah Abi
Walid dan Ibnu Hajar al-'Asqalani dalam kitab Al-Ishabah fi Tamyiz ash-Shahabah menyebut
kunyahnya Abu Utsman.
Utbah dilahirkan pada masa Nabi Muhammad.[7] Pada masa Umar bin al-Khattab, ia diangkat
sebagai gubernur Thaif dan penanggung jawab sedekahnya di sana. Utbah turut serta
membela Utsman bin Affan saat para pemberontak mengepung rumah Utsman, lalu
bersama Aisyah dalam Pertempuran Jamal dan matanya hilang dalam pertempuran. Ia
kemudian ikut serta bersama saudaranya, Muawiyah dalam Pertempuran Shiffin, dan
kemudian ikut menyaksikan proses Tahkim di Daumatul Jandal.
Utbah digambarkan sebagai seorang yang waras, fasih, dan agung dari kuda jantan Bani
Umayyah.
Abdul Malik bin Quraib Al-Ashma'i berkata bahwa orator dari kalangan Bani Umayyah
adalah Utbah dan Abdul Malik bin Marwan.

13. Husain bin Ali


Al-Husain bin ‘Alī bin Abī Thālib (Bahasa Arab: ‫( )الحسين بن علي بن أﺑﻲ طالب‬3 Sya‘bān 4 H -
10 Muharram 61 H; 8 Januari 626 - 10 Oktober 680 AD) adalah putra Ali bin Abi
Thalib dan Fatimah az-Zahra dan cucu Nabi. Dia dianggap oleh Syiah sebagai Imam
ketiga Syiah dan ayah dari dinasti Imam Syiah dari Dua Belas Imam dari Ali bin
Husain hingga Mahdi. Ia juga dikenal dengan nama panggilannya, Aba Abdullah. Husain
terbunuh pada hari Asyura dalam pertempuran Karbala, dan karena alasan ini kaum Syiah
juga memanggilnya Sayyidus Syuhadaa (penguasa para syuhada).
Husain menghabiskan tujuh tahun pertama hidupnya bersama kakeknya, Muhammad. Nabi
dikutip mengatakan tentang Husain dan saudaranya, Hasan. Seperti: "Hasan dan Husain
adalah penguasa para pemuda surga." Peristiwa terpenting masa kecil Husain adalah ikut
serta dalam peristiwa Mubāhalah dan disebut "Ibnaana" dalam ayat Mubahila. Selama
kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, Husain bersama ayahnya dan menemaninya dalam perang.
Kemudian, dia mematuhi perjanjian damai saudaranya dengan Muawiyah dan tidak
melakukan tindakan apapun terhadap Muawiyah; Namun, dia menganggap permintaan

19
Muawiyah untuk menerima Yazid sebagai Putra Mahkota bertentangan dengan perjanjian
damai dan bidah dalam Islam dan tidak menerimanya.

Pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib dan Hasan bin Ali
Selama kekhalifahan ayahnya, Husain menemaninya dan mengambil bagian dalam
perangnya. Dalam pertempuran Safin, Husain memberikan pidato kepada orang-orang
untuk mendorong mereka berperang. Husain termasuk di antara mereka yang dikutuk oleh
Muawiyah Ali dan mereka.
Haj Manouchehri mengatakan tentang perilaku Husain dengan Hasan bahwa pada saat
kesetiaan rakyat kepada Hasan, sekelompok pergi ke Husain dan menuntut kesetiaan
kepadanya; Tapi Husain menyatakan dirinya patuh pada kakak laki-lakinya. Dengan
dimulainya suksesi Hasan bin Ali, Husain menurutinya, karena menurut Haj Manouchehri
dalam kisah pembalasan Abdurrahman bin Muljam, Pembunuhan Ali, di luar kehendaknya,
menerima permintaan saudaranya dengan cara pembalasan. Karena dia menganggapnya
sebagai Imam pada masanya.
Setelah orang-orang menerima kesetiaan kepadanya, Hasan pergi ke mimbar dan
memberikan pidato yang dianggap beberapa orang sebagai upaya untuk berdamai dengan
Mu'awiyah. Jadi mereka pergi ke Husain, tapi Husain mengirim mereka ke Hasan.
Usai penandatanganan perjanjian damai, Muawiyah menyampaikan pidato di Kufah yang
menyatakan bahwa ia telah melanggar semua ketentuan perjanjian dan juga menghina Ali
bin Abi Thalib. Husain ingin menjawab, tetapi sekali lagi menolak untuk melakukannya atas
perintah Hasan, dan Hasan sendiri berbicara untuk menanggapi Muawiyah. Husain
mematuhi ketentuan perjanjian bahkan setelah kematian Hasan

14. Sa'ad bin Muadz


Sa'ad memeluk Islam pada tahun 622 M (1 H), ketika Nabi Muhammad tiba di Madinah. Ia
adalah salah satu dari figur kuat di antara golongan Anshar.
Sa'ad adalah sahabat dari Umayyah bin Khalaf.[1] Ketika Sa'ad berada di Mekkah, ia akan
tinggal di rumah Umayah dan ketika Umayah ke Madinah, ia akan tinggal di rumah Sa'ad.[1]
Beberapa saat sebelum terjadi Pertempuran Badar, Sa'ad berkunjung ke Mekkah untuk
melaksanakan Umrah bersama teman non-Muslimnya Umayah, ketika ia berjumpa
dengan Abu Jahal terjadi perselisihan dan Sa'ad menjadi marah, sehingga mengancam Abu
Jahal bahwa ia akan menghadang kafilah dagang dari Mekkah yang menuju Suriah dan
berdasarkan informasi dari Umayah bahwa Abu Jahal merasa terancam kedudukannya
dengan keberadaan Nabi Muhammad.
Setelah Pertempuran Khandaq pada tahun 627 (5 H), ketika Madinah gagal dikuasai oleh
pasukan Mekkah, kaum Muslim mendakwa bahwa kaum Yahudi dari Bani
Quraizah melakukan pengkhianatan dengan melaksanakan perjanjian dengan musuh. Kaum
Muslim melakukan pengempungan terhadap benteng Bani Quraizah, hingga Bani Quraizah
menyerah tanpa syarat setelah pengepungan selama beberapa minggu.

20
Beberapa anggota dari Bani Aus memohon kepada Nabi Muhammad menunjuk hakim dari
Bani Aus untuk menghukum sekutu lama mereka Bani Quraizah, hingga Nabi Muhammad
menunjuk Sa'ad bin Mu'adz atas keputusan itu Bani Quraizah juga menerima penunjukan
itu. Sa'ad yang mengalami luka dalam pertempuran Khandaq dan telah diambang kematian
memutuskan, bahwa setiap laki-laki dewasa dari Bani Quraizah dihukum mati dan semua
wanita dan anak-anak dijadikan budak.
Kemudian Sa'ad meninggal beberapa hari setelah memberikan keputusan terhadap Bani
Quraizah.
15. Ammar bin Yasir
Ammar bin Yasir adalah anak dari Sumayyah binti Khayyat dan Yasir bin Amir yang
merupakan salah satu dari orang yang terawal dalam memeluk agama Islam atau disebut
dengan Assabiqunal Awwalun.[butuh rujukan] Keluarganya berasal dari Tihanah, suatu daerah di
Yaman yag kemudian datang ke Mekkah untuk mencari saudaranya yang hilang dan
kemudian menetap di sana.[butuh rujukan] setelah Ammar bin Yasir dan keluarga memeluk Islam,
kemudian mereka disiksa oleh Abu Jahal untuk melepaskan Islam. Dalam siksaan itu orang
tua Ammar bin Yasir tewas oleh kekejaman kaum Quraisy.[butuh rujukan] Sementara Ammar
selamat setelah diperlihatkan mukjizat oleh Rasulullah yang mengubah api menjadi dingin.
[butuh rujukan]
 Ia ikut dalam hijrah ke Habasyah (saat ini Ethiopia) dan kemudian hijrah
ke Madinah.[butuh rujukan]
Dia mengikuti Pertempuran Shiffin dan tewas terbunuh dalam pertempuran itu.[butuh rujukan] [1]
16. Abad bin Bisyr
Abbad bin Bisyr bin Waqasy bin Zugbah memeluk Islam di tangan Mush'ab bin
Umairsebelum Usaid bin Hudhair dan Sa'ad bin Mu'adz memeluk Islam.
Setelah hijrah, Nabi Muhammad mempersaudarakan Abbad dengan Abu Hudzaifah bin
Utbah, dan ia membersamai dengan Nabi Muhammad di semua pertempuran.
Nabi Muhammad menugaskan Abbad sejumlah tugas. Abbad termasuk di antara detasemen
yang membunuh Ka'ab bin al-Asyraf, dan Nabi mengutusnya untuk mengumpulkan sedekah
dari Bani Muzainah, Bani Sulaim, dan Bani Mushthaliq, salah satu bagian dari
kabilah Khuza'ah. Nabi Muhammad menjadikannya sebagai pembagi ghanimah (harta
rampasan perang) Pertempuran Hunain. Nabi juga menjadikannya sebagai komandan
pengawalnya dalam Pertempuran Tabuk.
Setelah Nabi wafat, Abbad berpartisipasi dalam Perang Riddah, dan dia terbunuh
dalam Pertempuran Yamamah pada tahun 12 H, serta dia berusia 45 tahun. Abbad bin Bisyr
memiliki riwayat dari satu hadits Nabi yang diriwayatkan atas Abdurrahman bin Tsabit bin
ash-Shamit al-Anshari, dan Abu Dawud meriwayatkannya tentang keutamaan kaum Anshar.

17. Salim maula Abi Hudzaifah


Salim adalah salah satu dari 10 orang mantan budak yang berpengaruh di zaman Rasulullah.
Beliau ditunjuk sebagai "maha gurunya hafizd Qur'an" dan imam Masjid Quba'.

21
Salim dimerdekakan oleh sahabat Rasulullah, bernama Abu Hudzaifah. Tidak ada yang tahu
siapa kedua orang tua Salim, sehingga beliau lebih dikenal dengan panggilan Salim Maula
Abi Huzdaifah.

Asal-usulnya gelap tidak seperti sahabat-sahabat Rasulullah lainnya yang punya kisah masa
lalu yang suram. Sebut saja sahabat Zaid dan Bilal, sekalipun pernah menjadi budak tapi
karena asal-usulnya ketahuan, maka setelah dimerdekakan disebut Zaid bin Haritash serta
Bilal bi Rabah. Oleh sebab itu, Salim setelah dimerdekakan dan masuk Islam hanya
menyertakan nama tokoh yang menyelamatkannya, yakni Abu Hudzaifah.

Dari ciri-ciri fisiknya, Salim Maula Abi Hudzaifah dikenali bukan sebagai orang Arab. Tapi
beliau tergolong cerdas dan kuat ingatannya. Beliau adalah hafidz pertama dari bangsa ajam
(non-Arab). Bukan itu saja, beliau tergolong sangat fasih melantunkan ayat-ayat Alquran.
Bakat yang dimilikinya itu membuat Rasulullah Saw sangat menyayanginya dan
mempercayainya.

Rasulullah Saw suatu saat pernah berpesan kepada para sahabat: "Ambillah (riwayat dan
cara baca) Alquran dari empat orang: Abdullah bin Mas'ud, Salim Maula Abi Hudzaifah, Ubai
bin Kaab, dan Muazd bin Jabal. Prinsip Rasulullah, "Tak penting dari mana asal-usulnya yang
penting berkualitas (taqwanya)".

Prinsip ini juga dijalankan Abu Hudzaifah. Mantan budaknya itu dinikahkan dengan
ponakannya sendiri yaitu Fatimah binti al-Walid bin Utbah. Sehingga dalam keluarga Abu
Hudzaifah lengkap sudah berkumpul orang-orang penghafal Alquran, yang dijamin masing-
masing akan membawa 10 tiket masuk surga.

Semua orang yang mengenal Salim Maula Abi Hudzaifah selalu mengelu-elukannya. Para
sahabat menyebutnya "Salim orang sholeh". Tak ketinggalan Rasulullah memujinya dengan
berkata: "Alhamdulillah, Dia menciptakan dari sekian umatku orang sepertimu".

Salim Maula Hudzaifah dipercaya Rasulullah menjadi imam mesjid Quba'. Sedangkan beliau
sendiri menjadi imam mesjid Nabawi.

18. Ja'far Umar Thalib

Ja'far Umar bin Thalib lahir di Malang, Jawa Timur pada 29 Desember
1961[3] sebagai anak bungsu dari delapan bersaudara. Ayahnya adalah
Umar Thalib, seorang Madura keturunan Yaman, seorang veteran perang
dan seorang guru di sekolah Al-Irsyad. Seperti biasa di masyarakat Arab,
nama lengkapnya terdiri dari nama lahir dan nama ayahnya, Ja'far bin
Umar Thalib dengan "bin" dihapus. Ayahnya mengajar Jafar dengan tegas.
aktivitas
Ja'far bergabung dengan Mujahidin di Afghanistan selama perang melawan Uni Soviet pada
tahun 1987. Dia berjuang dan belajar selama dua tahun di bawah bimbingan Jamaah al
Dawa al Quran Syekh Jamilurrahman di provinsi Kunar, dekat perbatasan Pakistan. Ja'far

22
bertemu Osama bin Laden pada tahun 1987 di Peshawar, di perbatasan antara Pakistan dan
Afghanistan. Meskipun Jafar mengikuti aliran pemikiran Salafi radikal, ia menentang dirinya
sendiri dari Osama Bin Laden dan dengan kuat meninggalkan kekerasan dan ideologi
terorisme Osama.Dia lebih jauh mengatakan bahwa Al-Qaeda adalah organisasi teroris
dengan ideologi Khawarij.
Pada Januari 1990, Ja'far menyatakan bahwa ia sepenuhnya telah beralih kepada
manhaj Salafi dan menanggalkan pemahaman lamanya yang ia anggap menyimpang.
Jafar kembali ke Indonesia sekitar tahun 1989 dan kemudian mengajar di Perguruan Al-
Irsyad Al-Islamiyah sekolah asrama di Salatiga yang dijalankan oleh Yusuf Usman Ba'isa
sebelum berangkat ke Yaman. Sekembalinya dari Yaman pada tahun 1993 dengan bantuan
beberapa pengikut Salafi, ia kemudian mendirikan sebuah pondok pesantren yang
bernama Ihya Sunnah ("Menghidupkan Sunnah Nabi") di Dusun
Degolan, Sleman, Yogyakarta di tanah Wakaf yang diwakafkan oleh keponakan petinggi TNI
pada saat itu.
Pada tahun 1999, ia mendirikan Forum Komunikasi Ahlussunnah Wal Jama'ah (FKAWJ),
sebuah kelompok yang dimaksudkan untuk mendorong reformasi politik. Secara khusus,
tujuannya adalah untuk mengecam kampanye calon presiden perempuan, karena menurut
interpretasi mereka, hukum syariah secara tegas melarang perempuan untuk memiliki
wewenang.
Dia menyatakan pembentukan Laskar Jihad sebagai kelompok paramiliter FKAWJ pada 30
Januari 2000 sebagai upaya untuk membela dan melindungi Muslim Maluku dari kekerasan
oleh umat Kristen di Maluku selama konflik sektarian Maluku. Kelompok ini memulai
perekrutan anggota yang ingin melakukan jihad di Ambon. Meskipun Jihad adalah salah satu
prinsip terpenting kelompok itu, itu tidak pernah dimaksudkan untuk menjadi agresor
perang. Ini membatasi jihad pada tindakan defensif untuk melindungi Muslim dari serangan
Kristen. Itu bukan juga untuk mengurangi pemberontakan terhadap pemerintah yang sah.
19. Amr bin al-Jamuh
Amru bin al-Jamuh berasal dari Bani Salamah dan dikenal sebagai salah seorang pemimpin
dalam kaumnya. Pada awalnya ia tidak memeluk agama Islam, ia sangat
mempercayai berhala-berhala yang disembahnya. Sejak kedatangan Mus'ab bin
Umair banyak dari orang Madinah memeluk Islam tak terkecuali tiga orang
anaknya, Mu'awadz, Muadz dan Khalid, serta sahabat sebaya mereka yang bernama Muadz
bin Jabal. Ibu mereka pun yang bernama Hindun, turut serta memeluk Islam atas ajakan
Mus'ab. Meski demikian, Amru tidak mengetahui tentang keimanan yang telah dianut oleh
mereka. Ketiga anak-anaknya sangat menginginkan ayahnya untuk segera memeluk Islam,
maka dibuat rencana untuk membuat Amr bin Jamuh memeluk Islam.
Anak-Anak dari Amr bin Jamuh akan memindahkan berhala yang disembahnya ketempat
lain. Kejadian ini pemindahan berhala terjadi berulang-ulang, hingga membuat Amr bin
Jamuh kesal dan bertanya kepada berhalanya
"Apabila kamu memang berkuasa maka belalah dirimu sendiri, akan Aku persenjatai dengan
pedang?"
Keesokan harinya berhala itu masih berpindah tempat, sehingga membuat Amir bin al-
Jamuh berpikir atas kejadian itu dan kemudian menyatakan memeluk agama Islam. Amir bin

23
al-Jamuh dikenal sebagai seorang yang dermawan dan mau membantu setiap orang. Ia tidak
ikut Pertempuran Badar, karena ia diberi kemudahan untuk tidak mengikuti perang sebagai
seorang yang telah tua.
Dalam Pertempuran Uhud, ia meminta kepada Nabi Muhammad agar diizinkan ikut
berperang. Dalam pertempuran ini, ia diizinkan berperang untuk keinginannya memperoleh
mati syahid. Sebelumnya ia memang berdoa agar dalam pertempuran ini ia dapat
memperoleh mati syahid dan tidak dikembalikan kepada keluarganya. Diakhir pertempuran,
ia memperoleh mati syahid. Ia dimakamkan dalam satu kuburan dengan Abdullah bin Amr
bin Haram, karena keduanya adalah sahabat dekat.
20. Abu Ayyub al-Anshari
Abu Ayyub al-Anshari (‫ )أبو أيوب األنصاري‬adalah seorang sahabat Nabi Muhammad yang
paling tua sekali. Di antara kemuliaannya adalah singgahnya Nabi Muhammad selama
kurang lebih tujuh bulan di rumahnya ketika datang hijrah dari Mekkah ke Madinah.[1] Abu
Ayyub hidup pada zaman Abu Bakar, Umar, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Abu
Ayyub meninggal di Konstantinopel ketika tentara Kekhalifahan Umayyah coba menyerang
kota itu. Setelah Sultan Muhammad II menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453,
makam Abu Ayyub dipindahkan ke tepi benteng Konstantinopel di Istanbul seperti yang
diwasiatkannya. Di samping makam beliau dibangun Masjid Eyüp Sultan.
Abu Ayub tidak pernah absen dalam satu peperangan pun. Ia memegang teguh firman Allah,
“Berangkatlah kalian dalam keadaan ringan maupun berat ...” (QS at-Taubah [9]: 41)
kehidupan
Namanya adalah Khalid bin Zaid bin Kulaib bin Tsa'labah bin Abdu-Amr bin Auf bin Ghanam
bin Malik bin an-Najjar bin Tsa'labah bin al-Khazraj. Dia berasal dari suku Khazraj,
kabilah Bani Najjar. Ayahnya adalah Zaid bin Kulaib. Ibunya adalah Hindun binti Sa'id bin
Amr bin Imri'il Qais bin Malik bin Tsa'labah bin Ka'ab bin al-Khazraj bin al-Harits bin al-
Khazraj. Istrinya adalah Ummu Ayyub binti Qais bin Sa'id bin Qais bin Amr bin Imri'il
Qais. Nabi mempersaudarakannya dengan Mush'ab bin Umair.
Di masa kenabian Muhammad
Sebelum Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, Abu Ayyub al-Anshari mengikuti Baiat Aqabah
yang kedua. Setelah Nabi Muhammad hijrah, dia mengikuti Perang Badar dan perang-
perang setelahnya.
Rumahnya dipilih oleh Nabi sebagai tempat tinggal sementara di perkampungan Bani Najjar
hingga pembangunan Masjid Nabawi dan bilik Ummul Mukminin Saudah selesai. Lama
tinggalnya Nabi di rumah Abu Ayyub kurang lebih tujuh bulan. Awalnya, di rumah Abu
Ayyub Nabi tinggal di lantai bawah dan Abu Ayyub bersama istrinya tinggal di lantai atas.
Namun, karena Abu Ayyub tidak ingin berada di atas Nabi, Abu Ayyub pindah ke lantai
bawah dan Nabi pindah ke lantai atas.
Suatu ketika, pada saat Nabi Muhammad menjadi tamu di rumah Abu Ayyub dan tinggal di
ruang bawah, secara tidak disengaja air tumpah ke atas lantai. Ummu Ayub pun takut kalau
air itu akan mengenai Nabi Muhammad, tetapi ia tidak menemukan selain sepotong kain
sutera yang mahal harganya. Maka, Ummu Ayub pun segera mengambilnya untuk
mengeringkan air itu.

24
Ketika terjadi peristiwa tuduhan berzinanya Aisyah istri Nabi Muhammad, dengan Shafwan
bin Mu'aththal, Abu Ayyub pernah ditanya Ummu Ayyub, “Tidakkah kau dengar apa yang
dikatakan orang-orang tentang Aisyah?”
Abu Ayyub menjawab, “Tentu saja. Apa yang mereka katakan itu adalah dusta.
Apakah kamu mungkin melakukannya?”
“Tidaklah, demi Allah. Aku tidak mungkin melakukannya.”
“Kalau begitu, Aisyah, demi Allah, lebih baik daripada kamu.”[5]
Lalu, Allah menurunkan firmannya:[1]

َّ‫لَ ْواَل ِإ ْذ َسمِعْ ُتمُوهُ َظن‬ Mengapa orang-orang mukmin dan mukminat
ُ ‫ون َو ْالمُْؤ ِم َن‬
‫ات‬ َ ‫ْالمُْؤ ِم ُن‬ tidak berbaik sangka terhadap diri mereka sendiri,
‫ِبَأ ْنفُسِ ِه ْم َخيْرً ا َو َقالُوا َه َذا‬ ketika kalian mendengar berita bohong itu dan
ٌ ‫ِإ ْف‬
ٌ‫ك م ُِبين‬ berkata: “Ini adalah (suatu berita) bohong yang
nyata.”
—QS an-Nur [24]:
12

Setelah wafatnya Nabi Muhammad


Abu Ayyub al-Anshari tetap tinggal di Madinah sampai pada masa
kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Di masa itu, Ali mengangkatnya sebagai
penggantinya memimpin Madinah ketika Ali memindahkan pusat kekhalifahan
ke Irak. Namun, Abu Ayyub tidak lama kemudian menyusul Ali ke Irak. Dia
pernah pindah ke Mesir melalui jalur laut pada tahun 46 H. Pindah lagi
ke Damaskus pada zaman Muawiyah bin Abi Sufyan.
Abu Ayyub ikut serta dalam peperangan membebaskan banyak negeri,
selain Perang Shiffin. Dia memihak Ali dalam memerangi kaum Khawarij.
Sampai pada zaman Muawiyah bin Abu Sufyan, Ia ikut bertempur melawan
kekaisaran Romawi. Ia dimakamkan di Konstantinopel. Pada zaman
pemerintahan Muhammad al-Fatih memerintah Kesultanan Utsmaniyah, Ia
dijadikan idola sebagai pahlawan yang membebaskan kota Konstantinopel.

21. Abu Thalhah


Abu Thalhah al-Anshari (bahasa Arab:‫أبو طلحة األنصاري‬, lahir di Madinah, 585 - wafat di
Madinah, 654) adalah seorang sahabat Nabi Muhammad.[1][2][3] Abu Thalhah
termasuk veteran Perang Badar. Sebelum Nabi hijrah, dia mengikuti Baiat Aqabah yang
kedua, bahkan menjadi di antara dua belas pemimpin terpilih pada malam Baiat Aqabah
tersebut. Dia mendapat pujian Nabi karena suaranya yang sangat lantang: "Sungguh, suara
Abu Thalhah dalam pasukan perang lebih baik daripada kekuatan seribu orang."[4] Abu
Thalhah juga dikenal sebagai penunggang kuda Nabi Muhammad.

25
kehidupan
Lahir
Namanya adalah Zaid bin Sahl bin al-Aswad bin Haram bin Amr bin Zaid Manah bin Amr bin
Malik bin Adi bin Amr bin Malik bin an-Najjar al-Anshari al-Khazraji ( ‫زيد بن سهل بن األسود بن‬
ّ‫حرام بن عمرو بن زيد مناة بن عمرو بن مالك بن عديّ بن عمرو بن مالك بن ال ّنجار األنصاري‬
ّ‫)الخزرجي‬, kunyahnya Abu Thalhah.[2] Lahir di Madinah, 36 tahun sebelum hijrah.[3] Dia
berkerabat dengan Nabi Muhammad melalui ayahnya, karena dia adalah sepupu (anak
paman) Nabi dari pihak ibu.[4]
Masa Kenabian Muhammad
Pernikahannya dengan Ummu Sulaim
Ummu Sulaim adalah seorang janda dari laki-laki bernama Malik yang meninggal terbunuh
di Syam dalam keadaan kafir ketika dakwah Islam sudah memasuki masa dakwah secara
terang-terangan.[6][7] Kepergian Malik meninggalkan Ummu Sulaim bersama anaknya yang
bernama Anas bin Malik.[8] Abu Thalhah segera melamar Ummu Sulaim.[8] Ummu Sulaim
meminta Abu Thalhah agar masuk Islam sehingga menjadikan keislamannya sebagai
maskawin.[9] Untuk itu, Abu Thalhah pergi menemui Nabi Muhammad pada
kesempatan Baiat Aqabah yang kedua dan menyatakan keislamannya.[9]
Setelah Nabi hijrah
Setelah hijrah ke Madinah, Nabi mempersaudarakan Abu Thalhah dengan Al-Arqam bin Abi
al-Arqam[10] atau dengan Abu Ubaidah bin al-Jarrah menurut Ibnu Ishaq.[11] Pada periode ini,
Abu Thalhah mengikuti Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandak, dan semua perang
bersama Nabi Muhammad

22. Fatimah az-Zahra


Fatimah binti Muhammad (bahasa Arab: ‫ َفاطِ َمة ٱ ْب َنت م َُحمَّد‬, translit. Fāṭimah binti
Muḥammad, IPA: [ˈfaːtˤima b.nat muˈħammad]; 606/614 - 632) merupakan putri bungsu
Nabi Muhammad dari perkawinannya dengan istri pertamanya, Khadijah.

Orang tua dan saudara


Sayyidah Fatimah az-Zahra lahir lima tahun sebelum kerasulan Nabi Muhammad. Ia
merupakan anak perempuan termuda dari Nabi Muhammad. Berdasarkan nasabnya,
namanya adalah Fatimah binti Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib. Keluarga
Fatimah az-Zahra merupakan keturunan dari bani Hasyim dan suku Quraisy.[2]
Sayyidah Fatimah az-Zahra merupakan anak perempuan keempat
dari pernikahan antara Nabi Muhammad dengan Khadijah binti Khuwailid. Ia memiliki
tiga kakak perempuan yaitu Zainab, Ruqayyah dan Ummu Kultsum. Fatimah az-Zahra juga
memiliki dua saudara laki-laki sekandung, tetapi keduanya meninggal ketika masih kecil.
Nama kedua saudaranya yang wafat ini adalah Qasim dan Ibrahim. Selain itu, ia memiliki
seorang saudara angkat yang diadopsi oleh ayahnya. Nama saudara angkat ini ialah Zaid bin
Haritsah, yang kelak menjadi Hawariyyun daripada Baginda Nabi Muhammad.[3]

26
Kelahiran Sayyidatina Fatimah az-Zahra bertepatan dengan peristiwa besar yaitu
ditunjuknya Rasulullah sebagai penengah ketika terjadi perselisihan antara suku Quraisy
tentang siapa yang berhak meletakan kembali Hajar Aswad setelah Ka’bah diperbaharui.
Dengan kecerdasan akalnya, baginda mampu memecahkan persoalan yang hampir
menjadikan peperangan diantara kabilah-kabilah yang ada di Makkah.[4]
Kelahiran sayyidah Fatimah disambut gembira oleh Rasulullahu alaihi wassalam dengan
memberikan nama Fatimah dan julukannya Az-Zahra, sedangkan kunyahnya adalah Ummu
Abiha (Ibu dari ayahnya).
Ia putri yang mirip dengan ayahnya, Ia tumbuh dewasa dan ketika menginjak usia 5 tahun
terjadi peristiwa besar terhadap ayahnya yaitu turunnya wahyu dan tugas berat yang
diemban oleh ayahnya. Dan ia juga menyaksikan kaum kafir melancarkan gangguan kepada
ayahnya, sampai cobaan yang berat dengan meninggal ibunya Khadijah. Ia sangat pun sedih
dengan kematian ibunya.
Rasulullah sangat menyayangi sayyidah Fatimah. Setelah Rasulullah bepergian ia lebih dulu
menemui Fatimah sebelum menemui istri istrinya. Aisyah berkata,”Aku tidak melihat
seseorang yang perkataannya dan pembicaraannya yang menyerupai Rasulullah selain
Fatimah, jika ia datang mengunjungi Rasulullah, Rasulullah berdiri lalu menciumnya dan
menyambut dengan hangat, begitu juga sebaliknya yang diperbuat Fatimah bila Rasulullah
datang mengunjunginya.”
Rasulullah mengungkapkan rasa cintanya kepada putrinya takala diatas mimbar: ”Sungguh
Fatimah bagian dariku, siapa yang membuatnya marah berarti membuat aku marah”. Dan
dalam riwayat lain disebutkan, ”Fatimah bagian dariku, aku merasa terganggu bila ia
diganggu dan aku merasa sakit jika ia disakiti.”.
Setelah Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam menjalankan haji wada’ dan ketika ia melihat
Fatimah, baginda menemuinya dengan ramah sambil berkata, ”Selamat datang wahai
putriku”. Lalu baginda menyuruh duduk disamping kanannya dan membisikkan sesuatu,
sehingga Fatimah menangis dengan tangisan yang keras, tatkala Fatimah sedih lalu baginda
membisikkan sesuatu kepadanya yang menyebabkan Fatimah tersenyum. Tatkala Aisyah
bertanya tentang apa yang dibisikannya lalu Fatimah menjawab, ”Saya tak ingin membuka
rahasia”. Setelah Rasulullah wafat, Aisyah bertanya lagi kepada Fatimah tentang apa yang
dibisikan Rasulullah kepadanya sehingga membuat Fatimah menangis dan tersenyum. Lalu
Fatimah menjawab, ”Adapun yang baginda katakan kepadaku pertama kali adalah baginda
memberitahu bahwa sesungguhnya Jibril telah membacakan al-Qur’an dengan hafalan
kepada baginda setiap tahun sekali, sekarang dia membacakannya setahun 2 kali, lalu
baginda berkata, “Sungguh Aku melihat ajalku telah dekat, maka bertakwalah dan
bersabarlah, sebaik-baiknya Salaf (pendahulu) untukmu adalah Aku”. Maka akupun
menangis yang engkau lihat saat kesedihanku. Dan saat baginda membisikan yang kedua
kali, baginda berkata, ”Wahai Fatimah apakah engkau tidak suka menjadi penghulu wanita-
wanita penghuni surga dan engkau adalah orang pertama dari keluargaku yang akan
menyusulku”. Kemudian saya tersenyum.
Tatkala 6 bulan sejak wafatnya Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, Sayyidah Fatimah
jatuh sakit, namun ia merasa gembira karena kabar gembira yang diterima dari ayahnya. Tak
lama kemudian iapun beralih ke sisi Tuhannya pada malam Selasa tanggal 13 Ramadhan
tahun 11 H dalam usia 27 tahun.

27
Sayyidah Fatimah Az-Zahra tumbuh menjadi seorang gadis yang tidak hanya merupakan
putri dari Rasulullah, namun juga mampu menjadi salah satu orang kepercayaan ayahnya
pada masa baginda. Fatimah Az-Zahra memiliki kepribadian yang sabar,dan penyayang
karena dan tidak pernah melihat atau dilihat lelaki yang bukan mahromnya. Rasullullah
sering sekali menyebutkan nama Fatimah, salah satunya adalah ketika Rasulullah pernah
berkata, "Fatimah merupakan bidadari yang menyerupai manusia".
Pertempuran Uhud
Pada saat Pertempuran Uhud, Fatimah az-Zahra turut ikut serta dengan para perempuan
lainnya. Mereka ditugaskan untuk memenuhi kebutuhan prajurit selama pertempuran.
Tugas ini antara lain membantu mengangkat air, memberi minum dan merawat prajurit
yang terluka.
23. Bilal bin Rabah

Bilal bin Rabah al-Habasyi (bahasa Arab: ‫)بالل بن رباح الحبشي‬, adalah mantan budak Umayyah
bin Khalaf yang kemudian dimerdekakan oleh Abu Bakar as-
Shiddiq setelah mengalami penyiksaan oleh mantan tuannya
yang berasal dari Bani Jumah itu. Setelah masuk Islam ia
digelari berbagai julukan kehormatan seperti as-Shadiqu al-
Iman (Orang jujur dengan keimanannya), al-Badzil nafsahu
duna dinihi (Orang yang menebus agama dengan jiwanya),
dan Mu`adzinu Rasulillah (Muazin-nya
Rasulullah). Sementara kunyah atau nama panggilan-nya adalah Abu Abdillah[1]. Ia terkenal
karena keteguhannya dalam mempertahankan iman atas penyiksaan luar biasa yang
menimpanya serta perkataan "ahadun ahad" yang menjadi jawabannya atas pertanyaan
yang memintanya untuk keluar dari Islam.

Kehidupan awal
Bilal lahir di daerah as-Sahah sekitar 43 tahun sebelum hijrah, sehingga diperkirakan ia
masuk islam pada umur 30 tahun. Ayahnya bernama Rabah, yang merupakan seorang
budak. Sedangkan ibunya yang bernama Hamamah, juga seorang budak wanita berkulit
hitam yang tinggal di Mekah dan mengabdi kepada kepada keluarga Bani Jumah. Karena
kondisi dan perawakan ibunya tersebut, sebagian orang memanggil Bilal dengan
sebutan ibnu as-sauda` (putra wanita hitam).
Bilal adalah seorang budak berkulit hitam keturunan Habasyah (sekarang Ethiopia). Ia
dibesarkan di kota Ummul Qura (Mekah), sebagai seorang budak milik keluarga bani Abdu
ad-Dar, lebih tepatnya keluarga Bani Jumah.
Saat ayahnya meninggal, Bilal diwariskan kepada Umayyah bin Khalaf, seorang tokoh
penting kaum Quraisy.
Kisah keislaman
Ketika Mekah dihebohkan dengan kemunculan seseorang yang menjadi Rasul, yang
menyerukan kalimat Tauhid, Bilal adalah kelompok orang yang pertama memeluk Islam,
walau statusnya masih menjadi seorang budak.

28
Saat Bilal masuk Islam, hanya ada beberapa orang yang telah mendahuluinya memeluk
agama baru itu. Seperti Ummul Mu’minin Khadijah binti Khuwailid, Abu Bakar ash-
shiddiq, Ali bin Abu Thalib, Ammar bin Yasir bersama ibunya, Sumayyah, Shuhaib ar-rumi,
dan Miqdad bin Aswad.
Orang Quraisy yang paling banyak menyiksa Bilal adalah Umayyah bin Khalaf (tuannya),
bersama para algojo. Mereka menghantam punggung Bilal dengan cambuk, tetapi Bilal
hanya berkata, “Ahad, Ahad (Allah Maha Esa)". Mereka menindih dada Bilal dengan batu
besar yang panas, Bilal pun hanya berkata, “Ahad, Ahad". Mereka semakin meningkatkan
penyiksaannya, namun Bilal tetap mengatakan, “Ahad, Ahad". Mereka memaksa Bilal agar
memuji Latta dan Uzza, tapi Bilal justru memuji dan mengagungkan Allah dan Rasul-Nya.
Mereka terus memaksanya, “Ikutilah yang kami katakan!”.Bilal menjawab, “Lidahku tidak
bisa mengatakannya.”
Pada akhirnya Sayyidina Bilal dibebaskan oleh Abu Bakar, sehingga status Bilal bukan lagi
seorang budak, melainkan sudah menjadi manusia merdeka.

Keutamaan
Dalam sebuah hadits diceritakan bahwa Rasulullah pernah mendengar suara terompah Bilal
di surga. hadist ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam shahih-nya dan Imam Muslim
dalam kitabnya.
Ketika hukum syariat adzan diperintahkan oleh Allah, maka orang yang pertama kali disuruh
oleh Rasulullah untuk mengumandangkan adzan adalah Sayyidina Bilal bin Rabah, ia dipilih
karena suaranya sangat merdu dan lantang. Ia dikenal sebagai muazin pertama dalam Islam.
Ia merupakan satu diantara 3 muadzin di masa Rasulullah bersama dengan sahabat Abu
Mahdzurah al-Jumahi dan Abdullah bin Ummi-Maktum.
Setidaknya, ada empat alasan mengapa Bilal diangkat menjadi penyeru adzan untuk umat
Islam, untuk yang pertama kalinya. Pertama, Bilal memiliki suara yang lantang dan merdu.
Kedua, Bilal sangat menghayati kalimat-kalimat adzan. Ketiga, Bilal memiliki kedisiplinan
yang tinggi saat mengumandangkan Adzan, lima kali dalam sehari semalam. Keempat, Bilal
memiliki keberanian untuk mengumandangkan adzan pada masa-masa awal dakwah Islam.
Bilal tercatat mengikuti semua peperangan bersama dengan Rasulullah dari mulai perang
Badar dan semua peperangan setelahnya.

24. Abdullah bin Zubai


Abdullah bin Zubair bin Awwam yang juga dikenal sebagai Ibnu Zubair (bahasa Arab:  ‫عبد هللا‬
‫ابن الزبير ابن العوام‬, translit. ʿAbd-Allāh ibn al-Zubayr ibn al-ʿAwwām; Mei 624 M –
Oktober/November 692) adalah seorang sahabat Nabi Islam Muhammad dan
pemimpin kekhalifahan yang berbasis di Makkah menyaingi Kekhalifahan Umayyah dari
tahun 683 sampai kematiannya. Dia adalah putra dari Zubair bin Awwam dan Asma' binti
Abu Bakar.
Ibnu Zubair adalah salah satu anggota suku Quraisy, suku terkemuka di Jazirah Arab saat itu.
Ibnu Zubair juga merupakan anak pertama yang lahir dari
kelompok Muhajirin, mualaf paling awal. Sebagai seorang pemuda, dia berpartisipasi
dalam penaklukan Muslim awal bersama ayahnya di Suriah dan Mesir. Ia juga memainkan

29
peran penting dalam penaklukan Afrika Utara dan Iran utara pada tahun 647 dan 650.
Selama Perang Saudara Muslim Pertama, dia berperang di pihak bibinya, Aisyah melawan
Khalifah Ali (m. 656–661). Meskipun sedikit yang terdengar tentang Ibnu Zubair selama
masa pemerintahan berikutnya dari khalifah Umayyah pertama Muawiyah I (m. 661–680),
diketahui bahwa dia menentang pencalonan atas putranya, Yazid I, sebagai pengganti
Muawiyah I. Ibnu Zubair, bersama dengan banyak orang Quraisy dan Anshar, kelompok
Muslim terkemuka di Hijaz (Arab barat), menentang pengubahan kekhalifahan yang
demokratis menjadi monarki Umayyah.
Ibnu Zubair memosisikan dirinya di Makkah dan menggalang oposisi penentangan terhadap
Yazid (m. 680–683), sebelum akhirnya memproklamasikan dirinya sebagai khalifah setelah
kematian Yazid pada tahun 683, yang menandai dimulainya Perang Sudara Kedua.
Sementara itu, putra dan penerus Yazid meninggal beberapa minggu setelah masa
pemerintahannya, memicu runtuhnya otoritas Umayyah di seluruh Kekhalifahan, yang
sebagian besar provinsinya kemudian menerima kedaulatan Ibnu Zubair. Meskipun diakui
secara luas sebagai khalifah, otoritasnya sebagian besar bersifat nominal di luar Hijaz. Pada
tahun 685, Kekhalifahan Umayyah telah dibentuk kembali di bawah kepemimpinan Marwan
I di Suriah dan Mesir, sementara otoritas Ibnu Zubair ditentang di Irak dan Arab oleh
pasukan Banu Ali dan Khawarij. Saudara laki-laki Ibnu Zubair, Mush'ab menegaskan kembali
kedaulatan Ibnu Zubair di Irak pada tahun 687, tetapi ia dikalahkan dan dibunuh oleh
penerus Marwan, yaitu Abdul Malik pada tahun 691. Komandan Umayyah al-Hajjaj bin
Yusuf menggerakkan pasukannya untuk mengepung Makkah, sehingga akhirnya Ibnu Zubair
terbunuh di sana pada tahun 692.

25. Imam Muslim


Al-Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi (bahasa Arab: ‫أبو الحسين‬
‫)مسلم بن الحجاج القشيري النيشابوري‬, atau sering dikenal sebagai Imam Muslim (821-875)
dilahirkan pada tahun 204 Hijriah dan meninggal dunia pada sore hari Ahad bulan Rajab
tahun 261 Hijriah dan dikuburkan di Naisaburi.[4]
Dia juga sudah belajar hadis sejak kecil seperti Imam Bukhari dan pernah mendengar dari
guru-guru Al Bukhari dan ulama lain selain mereka. Orang yang menerima hadis dari dia ini,
termasuk tokoh-tokoh ulama pada masanya. Ia juga telah menyusun beberapa tulisan yang
bermutu dan bermanfaat. Yang paling bermanfaat adalah kitab Shahihnya yang dikenal
dengan Shahih Muslim. Kitab ini disusun lebih sistematis dari Shahih Bukhari. Kedua kitab
hadis shahih ini; Shahih Bukhari dan Shahih Muslim biasa disebut dengan Ash Shahihain.
Kedua tokoh hadis ini biasa disebut Asy Syaikhani atau Asy Syaikhaini, yang berarti dua
orang tua yang maksudnya dua tokoh ulama ahli hadist.
Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin terdapat istilah akhraja hu yang berarti
mereka berdua meriwayatkannya. Ia belajar hadis sejak masih dalam usia dini, yaitu mulai
tahun 218 H. Ia pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan negara-negara lainnya.
Di Khurasan, ia berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih; di Ray ia berguru
kepada Muhammad bin Mahran dan Abu `Ansan. Di Irak ia belajar hadis kepada Imam
Ahmad dan Abdullah bin Maslamah; di Hijaz belajar kepada Sa`id bin Mansur dan Abu
Mas`Abuzar; di Mesir berguru kepada `Amr bin Sawad dan Harmalah bin Yahya, dan kepada
ulama ahli hadis yang lain.

30
Dia berkali-kali mengunjungi Baghdad untuk belajar kepada ulama-ulama ahli hadis, dan
kunjungannya yang terakhir pada 259 H, di waktu Imam Bukhari datang ke Naisabur, dia
sering datang kepadanya untuk berguru, sebab ia mengetahui jasa dan ilmunya. Dan ketika
terjadi fitnah atau kesenjangan antara Bukhari dan Az-Zihli, ia bergabung kepada Bukhari,
sehingga hal ini menjadi sebab terputusnya hubungan dengan Az-Zihli. Muslim dalam
Sahihnya maupun dalam kitab lainnya, tidak memasukkan hadis-hadis yang diterima dari Az-
Zihli padahal ia adalah gurunya. Hal serupa ia lakukan terhadap Bukhari. Ia tidak
meriwayatkan hadis dalam Sahihnya, yang diterimanya dari Bukhari, padahal iapun sebagai
gurunya. Tampaknya pada hemat Muslim, yang lebih baik adalah tidak memasukkan ke
dalam Sahihnya hadis-hadis yang diterima dari kedua gurunya itu, dengan tetap mengakui
mereka sebagai guru.
Imam Muslim wafat pada Minggu sore, dan dikebumikan di kampung Nasr Abad, salah satu
daerah di luar Naisabur, pada hari Senin, 25 Rajab 261 H / 5 Mei 875 M. dalam usia 55
tahun.

Karya
Imam Muslim meninggalkan karya tulis yang tidak sedikit jumlahnya, di antaranya:

1. Al-Jami` ash-Shahih atau lebih dikenal sebagai Sahih Muslim


2. Al-Musnad al-Kabir (kitab yang menerangkan nama-nama para perawi hadis)
3. Kitab al-Asma wal-Kuna
4. Kitab al-Ilal
5. Kitab al-Aqran
6. Kitab Su`alatihi Ahmad bin Hambal
7. Kitab al-Intifa` bi Uhubis-Siba`
8. Kitab al-Muhadramin
9. Kitab Man Laisa Lahu illa Rawin Wahid
10.Kitab Auladish-Shahabah
11.Kitab Auhamil-Muhadditsin

Shahih Bukhari dan Shahih Muslim


Al-Hafizh Ibnu Hajar mengulas kelebihan Shahih Bukhari atas Shahih Muslim, antara lain,
karena al-Bukhari mensyaratkan kepastian bertemunya dua perawi yang secara struktural
sebagai guru dan murid dalam hadis mu'an'an; agar dapat dihukumi bahwa sanadnya
bersambung. Sementara Muslim menganggap cukup dengan "kemungkinan" bertemunya
kedua rawi tersebut dengan tidak adanya tadlis.
Al-Bukhari mentakhrij hadis yang diterima para perawi tsiqqat derajat utama dari segi
hafalan dan keteguhannya. Walaupun juga mengeluarkan hadis dari rawi derajat berikutnya
dengan sangat selektif. Sementara Muslim, lebih banyak pada rawi derajat kedua dibanding
Bukhari. Disamping itu kritik yang ditujukan kepada perawi jalur Muslim lebih banyak
dibanding kepada al-Bukhari.
Sementara pendapat yang berpihak pada keunggulan Shahih Muslim beralasan -
sebagaimana dijelaskan Ibnu Hajar, bahwa Muslim lebih berhati-hati dalam menyusun kata-
kata dan redaksinya, karena menyusunnya di negeri sendiri dengan berbagai sumber pada

31
masa kehidupan guru-gurunya. Ia juga tidak membuat kesimpulan dengan memberi judul
bab sebagaimana Bukhari lakukan. Dan sejumlah alasan lainnya.
Namun prinsipnya, tidak semua hadis Bukhari lebih shahih ketimbang hadis Muslim dan
sebaliknya. Hanya pada umumnya kesahihan hadis riwayat Bukhari itu lebih tinggi daripada
kesahihan hadis dalam Shahih Muslim.

Bab 3
Penutup

A. Kesimpulan

32
Jadi kesimpulan yang bisa di ambil adalah kita sebagai muslim harus tau siapa
tokoh tokoh yang memperbaru islam atau yang bisa dibilang tokoh yang
memajukan islam tokoh-tokoh tersebut sangat berjasa dalam perkembangan
agama islam didunia dari dulu hingga sekarang dan mereka melakukan itu
bukannlah hal mudah banyak rintangan yang dilalui dan mereka tetap ingin
memajukan islam itu sebabnya kita harus mengetahui tokoh-tokoh tersebut
kita juga bisa ambil hikmah dan pembelajaran dari kisah-kisah mereka.

Kesimpulan:

1. kita jadi mengenal tokoh-tokoh pembaruan islam

2. kita bisa ambil hikmah dari kisah tersebut

3. membuat kita lebih menguatkan keimanan kita

4. kita bisa tau perjuangan tokoh tersebut untuk membela islam

B. Sumber/kutipan
Google.com, WIKIPEDIA.org, compas.com

33

Anda mungkin juga menyukai