Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Pendidikan Demokrasi dan HAM
Program Studi Ilmu Sosial dan Humaniora
Oleh:
1. Muhammad Luqman Afandi 215650016
2. Nanda Dwi Novita 215650026
3. Salwa Syafira Shofiyinah 215650003
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Paham komunis masuk ke lndonesia pada tahun 1913 yang di perkenalkan oleh
Hendricus Josephus Fransiscus Maria Sneevliet. la adalah mantan ketua gerakan buruh nasional
di Belanda. Datang ke lndonesia awalnya bekerja di perusahaan gula di Jawa Timur. Pada tahun
1914 mendirikan lndische Social Demokratische Vereniging (ISDV). Dua tahun kemudian ISDV
berkembang sangat pesat dan dapat mempengaruhi rakyat khususnya kaum buruh di lndonesia,
dengan mudahnya ia dapat mempengaruhi Sarikat Dagang lslam (SDI) dan akhirnya SDI
berubah menjadi Sarikat lslam (SI) di bawah pimpinan Tjokroaminoto sehingga SI terpecah
menjadi dua, yaitu : SI Merah dan SI Putih. Di lain pihak Tokoh-tokoh pemuda lndonesia cepat
terpengaruh sehingga mereka bergabung dengan ISDV seperti Tan Malaka, Sernaun, Darsono,
dan Alimin Prawirodirjo. Pada tahun 1920 anggota sudah berjumlah 269 orang dan pada tahun
1920 ISDV di putuskan berubah menjadi Perserikatan Komunis di Hindia (PKl) dengan
ketuanya Semaun wakilnya Darsono dan pengurus lainnya seperti Bregsma, Dekker, dan Baars.
Akan tetapi pada tahun 1926 terjadi gejolak di masyarakat, dimana PKI berhasil memanfaatkan
Defresi ekonomi dan gejolak politik yang terjadi di lndonesia. Karena anggotanya semakin
banyak, akibatnya aksi-aksi anarkis dilakukan oleh anggota PKI baikdidesa maupun di daerah-
daerah lain. Dengan hancurnya PKI pada tahun '1927 sejak itu rakyat Jawa khususnya tidak lagi
aktif berpolitik. (Hasan, 2014)
Berdirinya sebuah negara pastinya memiliki sejarah yang panjang, Indonesia bukan
pengecualian. Setelah akhirnya merdeka pada 17 Agustus 1945, butuh perjuangan bagi Indonesia
untuk berdaulat seutuhnya. Indonesia bahkan harus menghadapi beragam pergolakan paska
kemerdekaan. Salah satunya adalah Gerakan 30 September yang dilancarkan oleh Partai
Komunis Indonesia pada tahun 1965. Atau lebih dikenal dengan G30S/PKI.
Bisa dibilang, Gerakan 30 September 1965/PKI atau G30S/PKI ini merupakan sebuah
pengkhianatan terbesar yang dialami bangsa Indonesia. Peristiwa ini terjadi pada malam hari,
tepatnya saat pergantian dari tanggal 30 September (Kamis) ke 1 Oktober (Jumat), dengan
melibatkan Pasukan Cakrabirawa dan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Tujuan utama G30S PKI adalah menggulingkan pemerintahan era Soekarno dan
mengganti negara Indonesia menjadi negara komunis. Seperti diketahui, PKI disebut memiliki
lebih dari 3 juta anggota dan membuatnya menjadi partai komunis terbesar ketiga di dunia,
setelah RRC dan Uni Soviet.
3
Selain itu, dikutip dari buku Sejarah untuk SMK Kelas IX, beberapa tujuan G30S PKI
adalah sebagai berikut:
1. Menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menjadikannya
sebagai negara komunis.
2. Menyingkirkan TNI Angkatan Darat dan merebut kekuasaan pemerintahan.
3. Mewujudkan cita-cita PKI, yakni menjadikan ideologi komunis dalam membentuk sistem
pemerintahan yang digunakan sebagai alat untuk mewujudkan masyarakat komunis.
4. Mengganti ideologi Pancasila menjadi ideologi komunis.
5. Kudeta yang dilakukan kepada Presiden Soekarno tak lepas dari rangkaian kegiatan
komunisme internasional.
Tokoh sentral PKI, DN. Aidit menurut pakar sejarah pada masa rezim Presiden Soeharto,
merupakan dalang utama gerakan 30S/PKI. Dalam melaksanakan makarnya, gerakan ini
bergerak atas satu komando yang dipimpin oleh Komandan Batalyon I Cakrabirawa, Letnan
Kolonel Untung Syamsuri.
Gerakan ini dimulai dari Jakarta dan Yogyakarta, dengan mengincar Dewan Jenderal dan
Perwira Tinggi. Awal mula gerakan ini hanya bermaksud menculik dan membawa para Jenderal
dan perwira tinggi ke Lubang Buaya. Namun, ada beberapa prajurit Cakrabirawa yang
memutuskan untuk membunuh Dewan Jenderal dan perwira tinggi tersebut.
Jenderal yang dibantai oleh PKI diantaranya Jenderal Ahmad Yani dan Karel Satsuit
Tubun. Sisa Jenderal dan perwira tinggi meninggal dunia secara perlahan karena luka penyiksaan
di Lubang Buaya.
Para Pahlawan Dewan Jenderal dan Perwira Tinggi yang meninggal dunia atas
kekejaman Gerakan 30S/PKI ini ditemukan di sumur Lubang Buaya. Terdiri dari:
1. Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani (Meninggal Dunia di rumahnya, Jakarta Pusat.
Rumahnya sekarang menjadi Museum Sasmita Loka Ahmad Yani)
2. Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono
3. Mayor Jenderal Raden Soeprapto
4. Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan
5. Mayor Jenderal Siswondo Parman
6. Brigadir Polisi Ketua Karel Satsuit Tubun (Meninggal dunia di rumahnya)
7. Brigadir Jenderal Sutoyo Siswodiharjo
8. Kolonel Katamso Darmokusumo (Korban G30S/PKI di Yogyakarta)
9. Letnan Kolonel Sugiyono Mangunwiyoto (Korban G30S/PKI di Yogyakarta)
10. Ade Irma Suryani Nasution (Putri Abdul Haris Nasution, meninggal di kejadian ini)
11. Kapten Lettu Pierre Andreas Tendean (Meninggal di kediaman Jendral Abdul Haris
Nasution)
4
Atas kejadian yang membuat luka bangsa Indonesia, rakyat menuntut kepada Presiden
Soekarno supaya membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI). Dengan rasa terpaksa akhirnya
Partai PKI yang menjadi kekuatan bagi Presiden Soekarno dalam aksi “Ganyang Malaysia” di
bubarkan. Selanjutnya Presiden Soekarno memberikan mandat pembersihan semua struktur
pemerintahannya kepada Mayor Jenderal Soeharto yang terkenal dengan Surat Perintah 11 Maret
1966.
Secara umum, G30S PKI dilatarbelakangi oleh dominasi ideologi Nasionalisme, Agama,
dan Komunisme (NASAKOM) yang berlangsung sejak era Demokrasi Terpimpin diterapkan,
yakni tahun 1959-1965 di bawah kekuasaan Presiden Soekarno. Beberapa hal lain yang
menyebabkan mencuatkan gerakan yang menewaskan para Jenderal ini adalah ketidak-
harmonisan hubungan anggota TNI dan juga PKI. Pertentangan pun muncul di antara keduanya.
Selain itu, desas desus kesehatan Presiden Soekarno juga turut melatarbelakangi pemberontakan
G30S PKI. Itulah sejarah G30S PKI. Setelah gerakan tersebut berhasil ditumpas, muncul
berbagai aksi dari kalangan masyarakat untuk membubarkan PKI.
1.2. Rumusan Masalah
Makalah ini yang nantinya akan di bahas dalam mengkaji teori tersebut:
1. Apa saja Pemberontakan yang dilakukan oleh PKI di Indonesia?
2. Bagaimana Peristiwa Terjadinya Pemberontakan PKI di Indonesia?
3. Bagaimana Penumpasan/Penyelesaian Pemberontakan PKI di Indonesia?
4. Apa saja pelanggaran HAM yang dilakukan oleh PKI?
1.3. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas dapat diketahui bahwasannya tujuan dari makalah ini adalah :
1. Guna mengetahui apa saja Pemberontakan yang dilakukan oleh PKI di Indonesia.
2. Guna mengetahui peristiwa terjadinya Pemberontakan PKI di Indonesia.
3. Guna mengetahui penumpasan/penyelesaian Pemberontakan PKI di Indonesia.
4. Guna mengetahui apa saja pelanggaran HAM yang dilakukan oleh PKI.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Partai Komunis Indonesia merupakan partai yang ada sejak Indonesia belum
meraih kemerdekaan. Sebagai sebuah partai yang sudah berumur sangat tua di Indonesia,
Partai Komunis Indonesia tentu memiliki sejarah yang Panjang. Dari awal sebelum
kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan, berikut adalah pemberontakan yang dilakukan
oleh PKI di Indonesia sebelum dan sesudah kemerdekaan :
6
Kendati demikian, rencana itu rupanya tidak dapat ditunda lagi, akhir
tahun 1926 dan awal tahun 1927 terjadilah pemberontakan di Jawa dan
Silungkang (Sumatera Barat). Sudah dapat diduga bahwa pemberontakan yang
direncanakan dengan tidak seksama atau matang itu akan gagal. Pemerintah
Kolonial tidak memerlukan waktu lama untuk menumpas pemberontakan PKI di
Kedua tempat tersebut. Akibatnya, ribuan orang PKI ditangkap oleh pemerintah
kolonial dan yang ditangkap tersebut bukanlah anggota PKI semuanya, tetapi
yang paling banyak ditangkap dan dibuang ke Digul, justru anggota SI pimpinan
HOS. Tjokroaminoto. (Masril, 2020)
7
Setelah banyak pengikut PKI, maka Musso sebagai gembong utama pada
waktu itu merencanakan untuk melakukan suatu pemberontakan, maka bertepatan
dengan macetnya perundingan Indonesia dan Belanda, pada saat itulah peluang
yang baik bagi komunis untuk melakukan pemberontakan, yang akhirnya meletus
pada 18 September 1948. Bala tentara Republik yang simpati terhadap perjuangan
Musso yang waktu itu sedang menghadapi Belanda, segera bergerak ke Madiun
untuk memperkuat pasukan Musso. Melalui “Radio Gelora Pemuda” PKI
mengecam pemerintah sebagai Pengkhianat. Pemerintah dituduh telah
bekerjasama dengan Belanda untuk menjajah rakyat, dari radio akhirnya
mengumumkan bahwa : “Madiun telah bangun untuk membasmi semua musuh
revolusi”. Polisi dan tentara dilucuti senjatanya oleh rakyat. (Masril, 2020)
8
Sejak tanggal 1 Oktober 1965 hingga berakhirnya pemerintahan presiden
Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, jika orang ingin mengetahui peristiwa apa
saja yang terjadi pada tanggal 30 September dan tanggal 1 Oktober 1965, maka
yang tersedia hanya versi resmi pemerintah. Mulai dari surat kabar Angkatan
Darat, yakni Harian Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha, buku-buku yang
diterbitkan pemerintah, sampai film pengkhianatan G30S/PKI. (Luhulima, 2007)
9
Menurut Sudirjo, tanggal 30 September 1965 lewat tengah malam, terjadi
penculikan dan pembunuhan atas beberapa orang perwira tinggi Tentara Nasional
Indonesia Angkatan Darat (TNI AD). Penculikan dan pembunuhan itu dilakukan
oleh Cakrabirawa dan satuan lainnya yang pro-PKI, yang dipimpin oleh Letnan
Kolonel Untung. Selain itu, gedung Telekomunikasi dan Radio Republik
Indonesia (RRI) Pusat diduduki. Gerakan 30 September/Partai Komunis
Indonesia merupakan sebuah pemberontakan yang mengambil alih gerakan
pengamanan Presiden atau Panglima Tinggi Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia dari coup “Dewan Jenderal” Namun, Pancasila telah memperlihatkan
kesaktiannya. Hanya 1 hari G.30.S dan PKI sanggup bertahan di Ibu kota.
Tanggal 2 Oktober seluruh Ibu kota berikut kompleks Lapangan Udara Halim
Perdana Kusuma telah dapat dibersihkan dari satuan-satuan pemberontakan,
berkat kesigapan pimpinan dan pasukan-pasukan Tentara Nasional Indonesia
Angkatan Darat dan kerjasama antar rakyat dengan angkatan- angkatan yang setia
terhadap Pancasila. (Sucipto, 2013)
10
Pelanggaran HAM Pasca Tragedi G30S/PKI
Sebagai respon atas aksi G30S tersebut, muncul semacam aksi balasan berupa
pembantaian umat manusia (massacre) yang diduga anggota, simpatisan, maupun
mempunyai kaitan (entah yang dekat entah jauh) dengan PKI. Dilancarkan oleh unsur
Angkatan bersenjata dan massa rakyat terutama yang berafiliasi dengan organisasi
kemasyarakatan anti komunis, pembunuhan massal yang terjadi pada medio 1965-1966
dilakukan terhadap mereka di berbagai titik terutama Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali,
dan Sumatera Utara. Soekarno dalam pidatonya tertanggal 18 Desember 1965
mengatakan “Jenazah-jenazah anggota dari Pemuda Rakyat, BTI, Orang-orang PKI, atau
simpatisan PKI disembelih, dibunuh, kemudian dibiarkan saja di pinggir jalan di bawah
pohon, dihanyutkan dan tidak ada orang yang mengurusnya. (Wardaya, 2010)
Peristiwa tersebut tentu sangat memprihantinkan, bagaimana keadilan tidak di
tegakkan setegak-tegaknya sehingga menimbulkan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang
jauh lebih massif. Bahkan dalam literatur lain juga terdapat pelanggaran berupa
perbudakan, pemerkosaan, dan penganiayaan terhadap anggota Gerakan Wanita
Indonesia (Gerwani) misalnya. Lebih ironis lagi, segala bentuk penyimpangan dan
penistaan hak asasi manusia tersebut tidak didasarkan atas suatu produk hukum sama
sekali, melainkan kepada kesewenang-wenangan dan Tindakan diskresi yang berlebihan
di tangan penguasa darurat.
Seberapa berat apapun kesalahan yang dilakukan oleh anggota, simpatisan,
ataupun warga negara dalam G30S, tidak bisa menjadi pembenaran atas perampasan dan
pengingkaran Hak Asasi Manusia terhadap mereka. Seharusnya melakukan kewajiban
rezim yang berlaku atau rezim penerusnya untuk menjamin keberlangsungan penegakan
hukum dan memberikan keadilan untuk para korban.
Penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia berupa pengakuan adanya
Tragedi 1965 harus dilakukan tidak hanya dalam fungsinya yang simbolik sebagai
ekspresi rekonsiliasi dan dihormatinya hak asasi manusia namun juga sebagai bentuk
konkret kewajiban negara untuk menghormati hak asasi manusia. Pengakuan ini harus
ditindaklanjuti dengan pemberian kompensasi dan rehabilitasi terhadap semua warga
negara yang pernah menjadi kroban berbagai pelanggaran HAM 1965. Diselesaikannya
kasus ini akan memiliki nilai strategis untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM lain
yang hingga kini belum terselesaikan.
11
BAB III
PENUTUP
3.1. SIMPULAN
Partai Komunis Indonesia terhitung dari tahun 1926 telah mengalami tiga kali
kehancuran yaitu tahun 1927, 1946, dan tahun 1965. Pada dasarnya komunis merupakan
sebuah ideologi jadi mustahil untuk lenyap dari peradaban manusia, ideologi akan selalu
hidup ditengah manusia kapanpun itu. Ketika PKI sudah dibubarkan, para penganut
ideologinya masih berusaha mencari celah untuk menyebarkan faham komunis di
Indonesia seperti pada masa Pemberontakan di Madiun, Musso muncul sebagai tokoh
dalam pemberontakan itu.
Kemudian satu lagi pemberontakan yang kita kenal sebagai G30S/PKI, ini
merupakan hasil kerja keras dari D.N. Aidit yang merupakan Ketua Partai pada waktu itu,
dia telah berhasil mengantarkan PKI menuju masa kejayaan hingga tertulis pernah
menjadi partai yang berpengaruh pada Pemilu tahun 1955. Akan tetapi karena mereka
dengan berani melakukan pemberontakan G30S pada waktu itu, PKI justru dibubarkan
dan menjadi partai yang terlarang hingga sekarang. Hal itu membuktikan bahwa ideologi
Pancasila memiliki kesaktian dan kekuatan yang luar biasa dan secara tidak langsungjuga
membuat rakyat semakin mengalami kemajuan.
Jelas sekali bahawa sejarah peristiwa G30S/PKI dan korban Lubang Buaya tidak
berhenti begitu saja, melainkan ada kemunculan kasus pelanggaran baru di Indonesia
setelah tahun 1965. Walaupun beberapa tahun, peristiwa tersebut lebih berupa
propaganda kerajaan dalam membasmi ideologi komunis di Indonesia, namun setelah
jatuhnya Presiden Suharto pada tahun 1998, perbincangan, perdebatan dan tulisan-tulisan
mengenai pro dan kontra, benar dan salah tentang peristiwa ini kembali di diskusikan
secara umum oleh berbagai pihak di Indonesia.
Tragedi yang terjadi pasca G30S bisa dikatakan sebagai pelanggaran HAM berat
yang massif di sejarah Indonesia sendiri, banyak terjadi pembunuhan, penganiayaan,
penistaan, perbudakan yang dilakukan oleh Angkatan bersenjata dan golongan anti
komunis yang ada di Indonesia.
3.2. SARAN
Hingga saat ini perdebatan masih berlangsung demi membuktikan tentang
kebenaran sejarah dari G30S/PKI, bahkan selalu menjadi perbincangan hangat bagi para
pengamat sejarah di negeri dan keluarga dari korban ataupun pelaku sejarah pada masa
itu. Mereka kerap berseteru untuk membuktikan sejarah mana yang benar, demi
memberikan penghormatan kepada para pendahulunya dan mengharumkan namanya.
Dalam kasus ini, kami menyarankan kepada pemerintah untuk melakukan
rekonsiliasi terhadap para korban atau keluarga korban, dengan maksud untuk
membersihkan sejarah Indonesia agar tidak terjadi lagi peristiwa yang kelam seperti yang
telah terjadi di masa lalu. sebagai
12
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Y. (2014). Indishche Social Democratische Vereniging (ISDV) Merupakan Cikal Bakal
Partai Komunis Indonesia (PKI). Jurnal Pendidikan & Sejarah
Indonesia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2014). Sejarah Indonesia. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Luhulima, J. (2007). Menyingkap Dua Hari Tergelap Di Tahun 1965: Melihat Peristiwa G30S
Dari Perspektif Lain. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Masril. (2020). Pengaruh Komunisme di Indonesia. Guepedia.
Sucipto, H. D. (2013). Kontroversi G30S. Yogyakarta: Palapa.
Syukur, A. (2008). Kehancuran Golongan Komunis di Indonesia. Jurnal Sejarah Lontar, 8.
Tajuddin, R. H. (2017). G30S/PKI 1965 dan Tragedi Lubang Buaya : Sebuah Trilogi. Journal of
Nusantara Studies Vol. 2 , 295-305.
Utami, S. R. (2018). Revolusi Kemerdekaan Indonesia (1945-1949). Pontianak: CV. Derwati.
Wardaya, M. K. (2010). Keadilan Yang Berbeda Paham : Rekonsiliasi dan Keadilan Bagi
Korban Tragedi 1965. Mimbar Hukum Vol. 22, 96-113.
13