DISUSUN OLEH:
KELAS B/GOLONGAN IV/KELOMPOK 4
ANGGOTA KELOMPOK:
1. MARIA NOVIA PUSPITA NURANGGRAENI
NIM 17/411931/FA/11360
2. MAYA SEPTIANA
NIM 17/411933/FA/11362
3. MEUTIA FAZA MEITRIKA
NIM 17/411935/FA/11364
KRONIS
LUARAN PRAKTIKUM
1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi Drug-Related Problems (DRPs) pada
pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis.
2. Mahasiswa mampu merencanakan care plan untuk menyelesaikan Drug-
Related Problems (DRPs) pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis.
3. Mahasiswa mampu merencanakan monitoring dan evaluasi terapi obat pada
pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis.
4. Mahasiswa mampu merencanakan edukasi dan informasi obat pada pasien
dengan penyakit paru obstruktif kronis.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
1. Asap Rokok
Dari berbagai partikel gas yang noxius atau berbahaya, asap rokok
merupakan salah satu penyebab utama, kebiasaan merokok merupakan
faktor resiko utama dalam terjadinya PPOK (GOLD, 2016). Asap rokok
yang dihirup serta merokok saat kehamilan juga berpengaruh pada
kejadian PPOK karena mempengaruhi tumbuh kembang paru janin dalam
uterus. Sejak lama telah disimpulkan bahwa asap rokok merupakan faktor
risiko utama dari bronkitis kronis dan emfisema. Serangkaian penelitian
telah menunjukkan terjadinya percepatan penurunan volume udara yang
dihembuskan dalam detik pertama dari manuver ekspirasi paksa (FEV1)
dalam hubungan reaksi dan dosis terhadap intensitas merokok, yang
ditunjukkan secara spesifik dalam bungkus-tahun (rata-rata jumlah
bungkus rokok yang dihisap per hari dikalikan dengan jumlah total tahun
merokok). Walaupun hubungan sebab akibat antara merokok dan
perkembangan PPOK telah benar-benar terbukti, namun reaksi dari
merokok ini masih sangat bervariasi. Merokok merupakan prediktor
signifikan yang paling besar pada FEV1, hanya 15% dari variasi FEV1
yang dapat dijelaskan dalam hubungan bungkus-tahun. Temuan ini
mendukung bahwa terdapat faktor tambahan dan atau faktor genetik
sebagai kontributor terhadap dampak merokok pada perkembangan
obstruksi jalan napas (GOLD, 2016)(Reily, et al., 2011).
2. Paparan Pekerjaan
3. Polusi Udara
C. Patofisiologi
Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe perokok (Smeltzer
& Bare, 2007):
1. Kelemahan badan
2. Batuk
3. Sesak napas
4. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
5. Mengi atau wheezing
6. Ekspirasi yang memanjang
7. Batuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut
8. Penggunaan alat bantu pernapasan
9. Suara napas melemah
10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
11. Edema kaki, ansietas, dan jari tabuh
E. Tujuan Terapi
F. Farmakologi
1. Bronkodilator
2. Beta2-agonist
3. Antimuskarinik
4. Methylxanthines
6. Anti-inflamasi
7. Antibiotik
(GOLD, 2016)
3. Vaksinasi
4. Terapi oksigen
Indikasi:
PaO2 <7,3 kPa (55mmHg) atau SaO2 <88% dengan atau tanpa
hiperkapnia 2 kali dalam 3 minggu atau
PaO2 7,3 kPa (55 mmHg)- 8,0 kPa (60 mmHg), atau SaO2 88%, jika
terdapat hipertensi pulmonal, edema perifer yang mengarah pada gagal
jantung kongestive, atau policitemia (HCT>55%). Terapi ini harus
dievaluasi 60-90 hari dengan analisa gas darah.
5. Terapi ventilasi
(GOLD, 2016)
(GOLD, 2016)
1. Bronkodilator
2. Glukokortikoid
3. Antibiotik
4. Terapi pendukung
5. Terapi oksigen
6. Terapi ventilasi
KASUS
Ny. SMS, 62 tahun, didiagnosis PPOK sejak 2 tahun yang lalu. Dia masuk RS 2
hari yang lalu dengan gejala sesak napas dan batuk berdahak yang sulit
dikeluarkan. Waktu masuk RS, mukanya kelihatan pucat membiru (cyanosis) dan
Tidak merokok, tapi almarhum suaminya (meninggal 4 tahun yang lalu karena
kanker paru-paru) adalah perokok berat dan suka merokok di dalam rumah.
Setengah tahun yang lalu dia masuk RS karena gangguan ginjal. Saat ini fungsi
ginjalnya sudah banyak berkurang. Ny. SMS juga menderita tukak lambung yang
cukup sering kambuh. Sejak dua hari yang lalu (di RS) mengalami mual dan
muntah.
Riwayat pengobatan:
Selama ini di rumah dia menggunakan nebulizer ipratropium bromida inhalasi 500
• TB: 165 cm, BB: 65 kg, T: 38.0oC Hitung leukosit: 18.000 cells/mm3
CARE PLAN)
PPOK Nebulizer S: sesak napas, batuk Pasien dalam kondisi Rekomendasi pengobatan
ipratropium berdahak yang sulit demam dan jumlah leukosit untuk eksaserbasi PPOK
bromida inhalasi dikeluarkan, muka pucat tinggi sebagai tanda terapi oksigen, salbutamol
500 g 1 x sehari membiru (cyanosis), napas kemungkinan terjadinya nebulasi 2,5 mg setiap 20
tersengal-sengal. infeksi yang menyebabkan menit untuk 3 dosis
eksaserbasi. (Kopsaftis, et al., 2018)
O: HR 95/menit; PEF 50%;
Kategori eksaserbasi yang prednison 40 mg PO 1 kali
T: 38.0oC Hitung leukosit:
dialami pasien adalah sehari selama 10-14 hari,
18.000 cells/mm3
moderat karena mengalami azitromisin 500 mg/hari
dua gejala (sesak napas dan selama 3 hari tanpa
memiliki sputum). penyesuaian dosis karena
Cyanosis menandakan gangguan renal (CrCl
bahwa pasien mengalami 17ml/mnt) (Drug
kekurangan oksigen dalam Information Handbook)
darah. (DiPiro, et al.,2014)
Pasien memiliki PEF 50% Untuk pengobatan
yang menandakan pasien maintanance
mengalami PPOK stage direkomendasikan
moderat (GOLD 2). kombinasi dosis tetap
eksaserbasi
Tukak Lambung Simetidin prn S : mual, muntah Pengobatan dengan Pasien dianjurkan untuk
simetidine tidak adekuat menghindari makan
O :-
sehingga masih tengah malam dan
menyebabkan mual makanan yang dapat
muntah. memicu sekresi asam
Mual muntah yang dialami lambung berlebih.
pasien bisa terjadi karena Direkomendasikan
efek eksaserbasi PPOK penambahan lansoprazol
(Lee al & Goldstein, 2015). 15 mg 1 kali sehari selama
8 minggu (Sasaki, et al.,
2009)
PEMBAHASAN
dengan eksaserbasi kurang dari 3 kali dalam setahun, dan tidak memiliki
penyakit jantung dapat dikategorikan sebagai kandidat yang memerlukan
terapi antibiotic untuk mengurangi risiko eksaserbasi. Hasil pemeriksaan
laboratorium leukosit pasien yang lebih tinggi dari normal menunjukkan
kemungkinan infeksi yang menyebabkan terjadinya eksaserbasi.
Saat ini pasien hanya diberikan ipratropium bromida yang
merupakan bronkodilator antimuskarinik kerja pendek (SAMA) untuk
mengobati penyakit paru obstruksi kronis. Pasien dikategorikan dalam
kelompok D berdasarkan nilai Peak Expiratory Flow (PEF) pasien 50%,
memerlukan penanganan eksaserbasi di rumah sakit, dan perkiraan nilai
COPD Assessment Test (CAT) >10 sehingga pasien memerlukan
tambahan terapi obat untuk mempertahankan kondisi yang stabil.
Menurut DiPiro (2014) terapi lini pertama untuk PPOK kondisi stabil
kategori D adalah pemberian kortikosteroid inhalasi (ICS) kombinasi agonis
beta kerja panjang (LABA) dan/atau agen antimuskarinik kerja panjang
(LAMA). Kami merekomendasikan kombinasi dosis tetap inhalasi flutikason
250 mcg/salmeterol 50 mcg tiap 12 jam (Drug Information Handbook).
Direkomendasikan pula untuk melakukan vaksinasi influenza untuk
mencegah infeksi yang dapat menyebabkan eksaserbasi (Bennett, et al., 2014).
Selain itu, pasien juga disarankan untuk menjauhi polusi atau asap yang dapat
memicu eksaserbasi dan menjalankan program rehabilitasi paru.
2. Tukak Lambung
Pasien mengalami mual dan muntah yang kembali muncul saat
dirawat, hal ini dapat terjadi akibat pengobatan tukak lambung yang belum
adekuat dan bisa saja tukak lambung terjadi sebagai efek eksaserbasi PPOK.
Kami merekomendasikan penambahan lansoprazol 15 mg 1 kali sehari selama
8 minggu yang secara signifikan mencegah eksaserbasi PPOK (Sasaki, et al.,
2009). Pasien juga dianjurkan untuk menghindari makan tengah malam dan
makanan yang dapat memicu sekresi asam lambung berlebih.
PARAMETER PEMANTAUAN
Nebulizer ipratropium sesak napas dan batuk PEF > 80%, CAT, mMRC, Mulut kering, kejadian Peningkatan tekanan
bromida inhalasi 500 g berdahak yang sulit FEV1/FVC >0,7 kardiovaskuler, intraokular
dikeluarkan hilang. penglihatan kabur,
Prednison fungsi paru-paru dan PEF > 80%, CAT, mMRC, Gangguan cairan dan Pemeriksaan fisik,
oksigenasi arteri meningkat FEV1/FVC >0,7 elektrolit, perdarahan, pemeriksaan tulang
osteoporosis, miopati,
Azitromisin sesak napas dan batuk PEF > 80%, CAT, mMRC, Mual, muntah, kembung, tes fungsi hati, eosinofilia,
berdahak yang sulit FEV1/FVC >0,7 diare, gangguan pengukuran suhu tubuh
dikeluarkan hilang. pendengaran, nefritis (demam)
interstitial, vertigo,
hepatitis kolestatik akut,
Lansoprazol Mengurangi nyeri akibat Pmeriksaan fisik, Urtikaria, mual, muntah, Eosinofilia,
tukak lambung, endoskopii konstipasi, kembung, nyeri trombositopenia,
abdomen, pandangan leukopenia (tes darah
kabur, edema perifer, lengkap), tes fungsi hati
mulut kering
mulut kering.
tiap obat.)
Pada setiap kontrol perlunya dilakukan peninjauan ulang gejala (dispnea) dan
penggunaan teknik inhalasi yang benar. Peninjauan respon klinis pasien dan
pemantauan efek samping obat dalam 3-6 bulan. Melakukan spirometri setiap
2. Tukak Lambung
maupun perdarahan.
Obat yang efektif atau telah mencapai target terapi dilanjutkan penggunaannya
untuk mempertahankan kondisi pasien yang telah berlangsung baik dan
mampu mempertahankan maupun meningkatkan kualitas hidup pasien.
2. Obat tidak efektif / tidak mencapai target terapi
Pada pengobatan penyakit paru obstruksi kronis yang belum efektif dapat
dilakukan penambahan obat yaitu Long Acting Anti Muskarinik atau dapat
panjang. Pada pengobatan tukak lambung yang tidak efektif atau target terapi
diberikan.
KESIMPULAN
obat.
lambung.
o Vaksinasi influenza
DAFTAR PUSTAKA
Aberg, J.A., Lacy, C., Amstrong, L., Goldman, M. and Lance, L.L., 2009, Drug
Bennett, John E., Raphael Dolin, and Martin J. Blaser. Mandell, douglas, and
Global Strategy for the Diagnosis, Management and Prevention of COPD, Global
Kopsaftis ZA, Sulaiman NS, Mountain OD, Carson-Chahhoud KV, Phillips PA,
29. doi:10.1186/s13643-018-0860-0
Lee AL, Goldstein RS. Gastroesophageal reflux disease in COPD: links and
Marie A., Terry L., Wells B., Malone M., Kolesar M., DiPiro T.,
Education
Reilly J, Silverman EK, Shapiro SD. Chronic obstructive pulmonary disease. In:
Longo D, Fauci AS, Kasper D, Hauser SL, Jameson JL, editors. Harrison's
pp. 2151–2159.
2009;57(8):1453-1457. doi:10.1111/j.1532-5415.2009.02349.x
Education, 2014.
***
1. Terapi Oksigen
2. Salbutamol
3. Azitromicin
4. Flutikason/salmeterol
5. Vaksinasi Influenza
6. Lansoprazol
DISUSUN OLEH:
KELAS B/GOLONGAN IV/KELOMPOK 4
ANGGOTA KELOMPOK:
1. MARIA NOVIA PUSPITA NURANGGRAENI
NIM 17/411931/FA/11360
2. MAYA SEPTIANA
NIM 17/411933/FA/11362
3. MEUTIA FAZA MEITRIKA
NIM 17/411935/FA/11364
2020
KRONIS
LUARAN PRAKTIKUM
1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi Drug-Related Problems (DRPs) pada
pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis.
2. Mahasiswa mampu merencanakan care plan untuk menyelesaikan Drug-
Related Problems (DRPs) pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis.
3. Mahasiswa mampu merencanakan monitoring dan evaluasi terapi obat pada
pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis.
4. Mahasiswa mampu merencanakan edukasi dan informasi obat pada pasien
dengan penyakit paru obstruktif kronis.
KASUS
Ny. SMS, 62 tahun, didiagnosis PPOK sejak 2 tahun yang lalu. Dia masuk RS 2
hari yang lalu dengan gejala sesak nafas dan batuk berdahak yang sulit
dikeluarkan. Waktu masuk RS, mukanya kelihatan pucat membiru (cyanosis) dan
Tidak merokok, tapi almarhum suaminya (meninggal 4 tahun yang lalu karena
kanker paru-paru) adalah perokok berat dan suka merokok di dalam rumah.
Setengah tahun yang lalu dia masuk RS karena gangguan ginjal. Saat ini fungsi
ginjalnya sudah banyak berkurang. Ny. SMS juga menderita tukak lambung yang
cukup sering kambuh. Sejak dua hari yang lalu (di RS) mengalami mual dan
muntah.
Riwayat pengobatan:
Selama ini di rumah dia menggunakan nebulizer ipratropium bromida inhalasi 500
• TB: 165 cm, BB: 65 kg, T: 38.0oC Hitung leukosit: 18.000 cells/mm3
CARE PLAN)
PPOK Nebulizer S: sesak napas, batuk Kolom assessment untuk farmasi Rekomendasi pengobatan
ipratropium berdahak yang sulit sebenarnya diisikan untuk DRP untuk eksaserbasi PPOK
bromida inhalasi dikeluarkan, muka pucat yang ditemukan terapi oksigen, salbutamol
500 g 1 x sehari membiru (cyanosis), napas misal dalam kasus ini karena sudah nebulasi 2,5 mg setiap 20
tersengal-sengal. ada diagnosa untuk kolom ini bisa menit untuk 3 dosis
diisikan (Kopsaftis, et al., 2018)
O: HR 95/menit; PEF 50%;
prednison 40 mg PO 1 kali
T: 38.0oC Hitung leukosit:
PPOK eksaserbasi akut sehari selama 10-14 hari,
18.000 cells/mm3
memerlukan terapi azitromisin 500 mg/hari
Pasien demam memerlukan selama 3 hari tanpa
antipiretik penyesuaian dosis karena
Pasien infeksi memelukan gangguan renal (CrCl
antibiotika 17ml/mnt) (Drug
Information Handbook)
(DiPiro, et al.,2014)
Untuk pengobatan
Pasien dalam kondisi maintanance
demam dan jumlah leukosit direkomendasikan
tinggi sebagai tanda kombinasi dosis tetap
Tukak Lambung Simetidin prn S : mual, muntah Pengobatan dengan Pasien dianjurkan untuk
simetidine tidak adekuat menghindari makan
O :-
sehingga masih tengah malam dan
menyebabkan mual makanan yang dapat
muntah. memicu sekresi asam
Mual muntah yang dialami lambung berlebih.
pasien bisa terjadi karena Direkomendasikan
PARAMETER PEMANTAUAN
Nebulizer ipratropium sesak nafas dan batuk PEF > 80%, CAT, mMRC, Mulut kering, kejadian Peningkatan tekanan
bromida inhalasi 500 g berdahak yang sulit FEV1/FVC >0,7 kardiovaskuler, intraokular
dikeluarkan hilang. penglihatan kabur,
Prednison fungsi paru-paru dan PEF > 80%, CAT, mMRC, Gangguan cairan dan Pemeriksaan fisik,
oksigenasi arteri meningkat FEV1/FVC >0,7 elektrolit, perdarahan, pemeriksaan tulang
osteoporosis, miopati,
Azitromisin sesak nafas dan batuk PEF > 80%, CAT, mMRC, Mual, muntah, kembung, tes fungsi hati, eosinofilia,
berdahak yang sulit FEV1/FVC >0,7 diare, gangguan pengukuran suhu tubuh
dikeluarkan hilang. pendengaran, nefritis (demam)
interstitial, vertigo,
hepatitis kolestatik akut,
Lansoprazol Mengurangi nyeri akibat Pmeriksaan fisik, Urtikaria, mual, muntah, Eosinofilia,
tukak lambung, endoskopii konstipasi, kembung, nyeri trombositopenia,
abdomen, pandangan leukopenia (tes darah
kabur, edema perifer, lengkap), tes fungsi hati
mulut kering
a. Tempatkan jempol pada alur dan buka dengan cara mendorong alur ke
kanan hingga terdengar bunyi klik
b. Geser tuas ke kanan sampai bunyi klik
c. Memegang diskus dengan posisi horizontal
d. Tariklah nafas dan hembuskan jauh dari mouthpiece diskus
e. Tempatkan diskus di mulut antara gigi dan bibir
f. Tarik napas mantap dan mendalam
g. Lepaskan mouthpiece diskus dari mulut dan tahan nafas yang dalam
selama 5-10 detik
h. Hembuskan dan bernapaslah perlahan-lahan
i. Tempatkan jempol pada alur dan geser kembali ke arah kiri sampai
terdengar bunyi klik (Lorensia, 2016).
2. Tukak Lambung
pakai lansoprazol yaitu diminum 1 tablet 15 mg sekali / hari pada pagi hari, 30
malam dan makanan yang dapat memicu sekresi asam lambung berlebih.
pasien untuk segera menemui dokter apabila terjadi perburukan tanda dan
gejala, dan memeriksakan diri sesuai jadwal apabila tidak ada perburukan.
tiap obat.)
Pada setiap kontrol perlunya dilakukan peninjauan ulang gejala (dispnea) dan
penggunaan teknik inhalasi yang benar. Peninjauan respon klinis pasien dan
pemantauan efek samping obat dalam 3-6 bulan. Melakukan spirometri setiap
2. Tukak Lambung
maupun perdarahan.
Obat yang efektif atau telah mencapai target terapi dilanjutkan penggunaannya
untuk mempertahankan kondisi pasien yang telah berlangsung baik dan
mampu mempertahankan maupun meningkatkan kualitas hidup pasien.
2. Obat tidak efektif / tidak mencapai target terapi
Pada pengobatan penyakit paru obstruksi kronis yang belum efektif dapat
dilakukan penambahan obat yaitu Long Acting Anti Muskarinik atau dapat
panjang. Pada pengobatan tukak lambung yang tidak efektif atau target terapi
diberikan.
KESIMPULAN
obat.
lambung.
o Vaksinasi influenza
DAFTAR PUSTAKA
Aberg, J.A., Lacy, C., Amstrong, L., Goldman, M. and Lance, L.L., 2009, Drug
Bennett, John E., Raphael Dolin, and Martin J. Blaser. Mandell, douglas, and
Global Strategy for the Diagnosis, Management and Prevention of COPD, Global
Kopsaftis ZA, Sulaiman NS, Mountain OD, Carson-Chahhoud KV, Phillips PA,
29. doi:10.1186/s13643-018-0860-0
Lee AL, Goldstein RS. Gastroesophageal reflux disease in COPD: links and
Marie A., Terry L., Wells B., Malone M., Kolesar M., DiPiro T.,
Education
2009;57(8):1453-1457. doi:10.1111/j.1532-5415.2009.02349.x
Education, 2014.
***