Anda di halaman 1dari 2

A.

Pengertian Tafsir Isyari


Kata al-Isyarah merupakan bentuk sinonim (muradif) dari kata ad-dalil yang berarti
tanda, petunjuk, isyarat, sinyal perintah, panggilan, nasehat dan saran. Menurut al-Jahizh
bahwa ’isyarat dan lafal adalah dua hal yang saling bergandeng, isyarat banyak menolong
lafal (dalam memahminya), dan tafsiran (terjemahan) lafal yang bagus bila mengindahkan
isyaratnya, banyak isyarat yang menggantikan lafal, dan tidak perlu untuk dituliskan. Tafsir
isyari ini dibagi kepada dua cabang, yakni:1
 Yang pertama adalah ali-syari al-khafi, yang bisa diketahui oleh orang yang
bertakwa, sholeh dan orang yang berilmu ketika mebaca al-qur’an, maka mereka
ketika membaca suatu ayat akan menemukan beberapa arti.
 Yang kedua adalah al-isyari al-jali (isyarat yang jelas), yang terkandung dalam ayat
kauniyah dalam al-qur’an, yang mengisyaratkan dengan jelas berbagai pengetahuan
yang baru. Pada hal seperti inilah akan tampak kemu’jizatan Alquran pada masa kini,
zaman ilmu pengetahuan.

Berdasarkan isi dan subtansinya tafsir bi al-isyari dapat dibedakan menjadi dua macam
yaitu: tafsir bi al-isyari al-maqbul dan tafsir bi al-isyari al-mardud. Dikatakan sebagai tafsir
bi al-isyari al-maqbul atau al-masyru’ bila memiliki 5 syarat yaitu:
1. Tidak menafikan makna lahir dan makna-makna yang terkandung dalam redaksi ayat al-
Qur’an.
2. Mufassirnya tidak mengklaim bahwa satu-satunya penafsiran yang benar tanpa
mempertimbangkan makna tersebut.
3. Tidak menggunakan takwil yang jauh menyimpang dan penakwilannya lemah.
4. Tidak bertentangan dengan dalil syari’at dan argumentasi aqli.
5. Serta adanya pendukung dalil-dalil syari’at yang memperkuat penafsirannya.
Sebaliknya dikatakan tafsir al-isayri al-mardud bila gaya penafsirannya menyalahi salah
satu dari syarat-syarat penerimaan tafsir isyari di atas.
B. Kebolehan Tafsir Isyari

Dalil kebolehan tafsir ini dapat diambil dari ayat berikut ini: 
Artinya:“…maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ataukah hati
mereka terkunci”. (QS. Muhammad; 24). 2
Allah mengisyaratkan bahwa orang-orang kafir tidak memahami Al-Qur’an,
maka Allah SWT menyuruh mereka untuk merenungi ayat-ayat (tanda-tanda) Al-
Qur’an Al-karim, agar mereka mengetahui arti dan tujuannya. Pada ayat di atas Allah

1
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2001), h. 171.
2
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Terjemah Per-Kata, 2007, (Jakarta: Surat Muhammad (24), Juz 26, h. 509
SWT tidak bermaksud untuk menyatakan bahwa orang-orang kafir tidak memahami
ayat secara lalaf (secara zahir) atau Allah SWT tidak menyuruh mereka untuk
memahami zahirnya ayat saja, karena orang arab musyrik, tidak diragukan lagi,
memahami ayat Al-Qur’an jika hanya secara zahir. Tapi yang Allah SWT maksud
pada ayat di atas adalah; bahwa mereka tidak memahami maksud Allah SWT dari
khitab yang ada dalam Al-Qur’an (mereka tidak memahami maksud Al-Qur’an),
maka Allah SWT menyuruh mereka untuk merenungkan ayat Al-Qur’an hingga
mereka mengetahui maksud dan tujuan Al-Qur’an tersebut. Itulah yang disebut
dengan isyarat yang tidak diketahui dan tidak terpikir oleh orang musyrik tersebut,
karena keingkaran dan kekufuran yang ada dalam hati mereka.

Anda mungkin juga menyukai