TENTANG
IDENTIFIKASI RESIKO TAMBAHAN PADA PASIEN RESIKO TINGGI
SEBAGAI HASIL TINDAKAN/RENCANA ASUHAN DI RSUD SIJUNJUNG
Reyantis Capanay
A. KEBIJAKAN UMUM :
a. Rumah sakit menetapkan jenis pelayanan resiko tinggi meliputi :
a) Pelayanan kasus emergensi/gawat darurat (Early warning system )
b) Pelayanan resusitasi
c) Pelayanan darah
d) Pelayanan pasien koma dan yang menggunakan alat bantu hidup dasar
e) Pelayanann pasien penyakit menular dan penurunan daya tahan (Immuno
Suppressed)
f) Pelayanan pasien dialisis
g) Pelayanan pasien menggunakan alat penghalang (Restraint)
h) Pelayanan populasi khusus seperti : pasien dengan usia lanjut, pasien yang cacat,
pasien anak-anak dan populasi pasien yang mengalami kekerasan
i) Pelayanan pasien yang mendapatkan kemoterapi dan terapi resiko tinggi lainnya.
2. Staf rumah sakit bertanggung jawab untuk :
a) Mengidentifikasi pasien dan pelayanan yang dianggap beresiko tinggi di rumah
sakit.
b) Menggunakan proses kerjasama (kolaborasi) untuk mengembangkan kebijakan
dan prosedur yang berlaku.
c) Rumah Sakit memfasilitasi pelatihan staf untuk pemberian pelayanan pasien
resiko tinggi dan pelayanan resiko tinggi.
d) Setiap tindakan pelayanan yang diberikan dicatat dalam rekam medis pasien.
B. KEBIJAKAN KHUSUS :
1. Kebijakan Pelayanan Pasien Gawat Darurat
a. Rumah Sakit melaksanakan pelayanan pasien gawat darurat dengan menggunakan
system Triage untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam penggolongan
tingkat kegawatan (under triage atau over triage).
b. Dalam memberikan pelayanan kepada pasien gawat darurat yang datang ke
instalasi gawat darurat menggunakan sistem triage dengan metode pewarnaan,
dengan empat warna: merah, kuning, hijau, hitam.
c. Identifikasi pasien pada keadaan sehari-hari di Instalasi Gawat Darurat
berdasarkan tingkat kegawatan pasien, bukan berdasarkan status sosial atau jam
pasien datang di Instalasi Gawat Darurat.
d. Apabila diperlukan, pelayanan triage juga dapat diberikan kepada pasien rawat
inap kiriman dokter luar (dokter tamu) untuk menentukan apakah pasien dalam
kondisi lemah dan memerlukan tindakan segera dan darurat di IGD.
e. Pasien gawat darurat yang dilayani di Instalasi Gawat Darurat yang memerlukan
tindakan medis atau penolakan tindakan medis diberikan infarmed consent oleh
dokter jaga Instalasi Gawat Darurat atau dokter spesialis, Informed consent
ditandatangani oleh pasien atau keluarga pasien, dokter jaga atau dokter konsulen
dan sebagai saksi adalah seorang perawat Instalasi Gawat Darurat dan seorang
keluarga pasien lainnya.
f. Rumah Sakit melaksanakan asuhan pasien /asesmen pasien secara khusus untuk
pasien gawat darurat
g. Instalasi Gawat Darurat menyiapkan SDM yang mampu dalam mengatasi
Pelayanan Gawat Darurat seperti : BLS/BTCLS
h. Rumah Sakit menyediakan peralatan yang dapat digunakan untuk menunjang
pelayanan pasien gawat darurat seperti DC Shok dan perlengkapan penunjang
lainya
i. Semua kegiatan pada pelayanan pasien gawat darurat dicatat dan
didokumentasikan pada RM pasien
2. Kebijakan Pelayanan Resusitasi
a. Rumah Sakit menyediakan pelayanan resusitasi untuk pasien yang mengalami
henti jantung dan henti nafas (gagal nafas dan jantung).
b. Dalam situasi khusus tindakan penghentian/penundaan bantuan hidup
(Withdrawing/Withholding Life Support) pada seorang pasien harus mendapat
persetujuan keluarga terdekat pasien/wali.
c. Persetujuan penghentian/penundaan bantuan hidup
(Withdrawing/Withholding Life Support) oleh keluarga terdekat pasien
diberikan setelah keluarga mendapat penjelasan tentang tujuan, manfaat dan resiko
yang terjadi dari Tim dokter yang bersangkutan.
d. Pelaksanaan Resusitasi dilakukan oleh tenaga yang kompeten dan terlatih
(Bersertifikat minimal BLS) dan juga melibatkan tim Gawat Darurat (Tim 118)
Rumah Sakit.
e. Hasil pelaksanaan resusitasi di catat dan di dokumentasikan dalam rekam medik
pasien.
h. Pencatatan dan Pelaporan dari Reaksi yang Timbul dari Transfusi Darah dicatat
dan dilaporkan pada dokter dan unit pelayanan darah untuk setiap bulannya
dilaporkan kepada Kepala Rumah Sakit memberikan evaluasi dan tindak lanjut.
4. Kebijakan Pelayanan Pasien Menggunakan Peralatan Bantu Hidup
Dasar/Koma
a. Rumah Sakit bertanggung jawab memberikan asuhan dengan menggunakan
peralatan bantu hidup dasar/pasien koma yaitu :
1) Pemberian pengobatan yang sesuai dengan gejala dan keinginan pasien dan
keluarga.
2) Menghormati nilai yang dianut pasien, agama dan preferensi budaya.
3) Mengikutsertakan pasien dan keluarganya dalam semua aspek pelayanan.
4) Memberi respon pada masalah -masalah psikologis, emosional, spiritual dan
budaya dari pasien dan keluarganya
b. Sebelum pemasangan alat bantu hidup, dokter harus menyampakaian maksud,
tujuan, manfaat dan resiko-resikonya pada keluarga/wali yang bertanggung jawab.
c. Jika keluarga menyetujui tindakan alat tersebut seperti maka harus tanda tangan di
lembar informed consent .
d. Pemasangan Alat Bantu Hidup dilakukan oleh staf yang kompeten.
e. Selama dalam pemasangan Alat Bantu Hidup, maka petugas baik dokter dan
perawat melakukan pemantauan dan evaluasi secara periodik.
f. Hasil semua tindakan di catat dan didomentasikan dalam rekam medis pasien.
5. Kebijakan Pelayanan Pasien Untuk Penyakit Menular Dan Penurunan
Daya Tahan Tubuh.
a. Rumah Sakit menetapkan pelayanan pasien penyakit menular dengan prosedur
isolasi.
b. Rumah sakit mengatur perawatan yang terpisah antara pasien penyakit menular
dengan pasien lain yang mempunyai resiko tinggi, yang rentan akibat
immunosupresed atau sebab lain.
c. Rumah sakit mengatur cara pengelolaan pasien dengan infeksi air bone
ditempatkan di Ruang Isolasi, dan jika ruang isolasi tidak memungkinkan
(penuh/tidak siap pakai), maka rumah sakit dapat menggunakan sistem kohort.
d. Pasien dengan khasus airbone yang fatal : seperti SARS, flu burung / avian
influenza, yang mungkin ditemukan di rumah sakit, akan dirujuk ke rumah sakit
yang memiliki fasilitas yang lebih seperti Rumah Sakit RSU Prof dr Wz Yohanes
Kupang , dengan tetap melakukan kewaspadaan transmisi.
e. Petugas harus melakukan prosedur cuci tangan setiap kali sebelum dan sesudah
memasuki ruangan isolasi serta menggunakan APD pada saat melakukan tindakan
perawatan/ tindakan kedokteran kepada pasien- pasien isolasi.
f. Rumah sakit tidak mempunyai strategi/fasilitas sarana untuk alur pasien dengan
penyakit yang menular, maka rumah sakit menetapkan alur yang sama dengan
pasien yang lainya, tetapi lebih menekankan pada pemakaian standar APD pada
pasien.
6. Kebijakan Pelayanan Pasien Dengan Alat Pengikat (Restrain)
a. Rumah Sakit mengidentifikasi pasien yang memerlukan tindakan restrain selama
dalam perawatan.
b. Rumah sakit menyediakan alat restrain yang sesuai kebutuhan pasien
c. Pasien dan atau keluarganya diberikan informasi yang cukup mengenai kondisinya
dan perlunya penggunaan restrain serta telah menyetujui dilakukannya tindakan
tersebut sebagai bagian dan dasar program rencana asuhan keperawatan pasien.
d. Dalam situasi dimana perawat atau orang lain diserang atau beresiko mengalami
bahaya fisik, diperbolehkan menggunakan restrain sebagai suatu wujud
pertahanan.
e. Selama proses pelaksanaan restrain, pasien dilakukan observasi/pemantauan
secara rutin tiap 15 menit dan selalu melibatkan keluarga
f. Keluarga dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan diberikan informed
consent sebelum tindakan pemasangan restrain dilakukan
7. Kebijakan Pelayanan Pasien Lemah, Lanjut Usia, Anak-Anak Dengan
Ketergantungan Bantuan Dan Resiko Kekerasan
2. Identifikasi Resiko tambahan pada pasien resiko tinggi sebagai hasil dari tindakan/rencana
asuhan meliputi kondisi sebagai berikut ;
a. Kebutuhan mencegah terjadinya trombosis vena dalam pada pasien dengan
gangguan pembekuan darah/keganasan dan pasien koma
b. Kebutuhan mencegah terjadinya decubitus pada pasien dengan kondisi
berbaring lama/koma
c. Kebutuhan Mencegah terjadinya Infeksi pada pasien terkait dengan
penggunaan ventilator
d. Kebutuhan mencegah terjadinya cedera neurologis dan pembuluh darah pada
pasien dengan tindakan restrain
e. Kebutuhan mencegah Infeksi melalui pembuluh darah pada pasien dengan
dialisis
f. Kebutuhan mencegah terjadinya Infeksi pada saluran selang sentral
g. Kebutuhan mencegah terjadinya cidera pada pasien jatuh
3. Apabila ditemukan resiko tambahan pada pasien resiko tinggi sebagai hasil dari
tindakan/rencana asuhan seperti di atas, maka dapat diatasi dan dicegah melalui edukasi
kepada staf rumah sakit dan keluarga pasien dan didukung oleh regulasi yg memadai