Anda di halaman 1dari 30

SMF/BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK REFERAT

JANUARI 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA

HIV/AIDS PADA BAYI DAN ANAK

Disusun Oleh :

Mery Aferdina Kosat (1208017039)

Pembimbing :
dr. Regina Maya Manubulu, Sp.A, M.Kes
dr. Woro Indri Padmosiwi, Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES
KUPANG
2017

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Referat HIV AIDS pada Bayi dan Anak Page 1
HALAMAN PENGESAHAN

Referat ini diajukan oleh :


Nama : Mery A. Kosat
NIM : 1208017039

Telah berhasil dibacakan dan dipertahankan di hadapan para pembimbing klinik


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk mengikuti ujian komprehensif di
bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.

Pembimbing Klinik

1. dr. Regina Maya Manubulu, Sp. A, M.Kes 1. ………………….


Pembimbing Klinik I
2. dr. Woro Indri Padmosiwi, Sp.A 2. ………………….
Pembimbing Klinik II

Ditetapkan di : Kupang

Tanggal : Januari 2017

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Referat HIV AIDS pada Bayi dan Anak Page 2
PENDAHULUAN

Human Immunodeficiency Virus (HIV) pertama kali dilaporkan di Amerika pada


tahun 1985. Virus ini merupakan penyebab penyakit defisiensi imun karena
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang dikenal dengan namaacquired
immunodeficiency syndrome (AIDS).AIDS adalah penyakit fatal yang merupakan
stadium lanjut dari infeksi HIV. Infeksi ini dapat menimbulkan rentangan gejala yang
sangat luas yaitu dari tanpa gejala hingga gejala yang sangat berat dan progresif dan
umumnya berakhir dengan kematian.1,2
WHO memperkirakan bahwa sekitar 4,4 juta anak telah terinfeksi HIV dan
sekitar 3,2 juta anak meninggal akibat HIV AIDS. Penularan dari ibu ke bayi
memegang peranan penting.Sekitar 90% dari anak-anak yang baru terinfeksi HIV
merupakan bayi yang tertular HIV dari ibu mereka.Meskipun intervensi profilaksis
sudah dilakukan namun kasus penularan HIV perinatal terus terjadi. Penularannya
terjadi akibat infeksi baik intrauterine melalui plasenta, selama pemaparan dengan
darah atau secret jalan lahir maupun terjadi setelah lahir melalui air susu ibu.
Penularan vertikal dari ibu ke bayi juga bisa terjadi yakni +24% meskipun ibu tidak
memberikan ASI.Meskipun demikian pada anak-anak yang terinfeksi HIV bisa
menunjukan keadaan tanpa gejala selama bertahun-tahun. Munculnya infeksi
oportunistik baru terjadi pada usia 10 tahun atau saat remaja.1,3,4,5
Transmisi virus melalui rute lain, seperti dari transfusi darah atau komponen
darah relatif lebih jarang ditemukan. Selain itu, sexual abuse yang terjadi pada anak
juga dapat menjadi penyebab terjadinya infeksi HIV, di mana hal ini lebih sering
ditemukan pada masa remaja.CDC memperkirakan bahwa 50% dari semua infeksi
HIV baru di Amerika Serikat terjadi pada individu dengan rentang usia 13-24
tahun.1,3,4
Dengan meningkat dan menyebarnya kasus defisiensi imun oleh virus ini pada
orang dewasa secara cepat diseluruh dunia, apabila kasus tersebut tidak mendapat

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Referat HIV AIDS pada Bayi dan Anak Page 3
perhatian dan penanganan yang memadai dalam waktu dekat diperkirakan jumlah
kasus defisiensi pada anak juga akan meningkat dengan pesat.1

I. DESKRIPSI VIRUS HIV1,4,6


Virus penyebab defisiensi imun yang dikenal dengan Human Immunodeficiency
Virus (HIV) adalah suatu virus RNA dari famili Retrovirus yaitu kelompok  virus
berselubung (envelope virus) yang mempunyai enzim  reverse transcriptase,  enzim
yang dapat mensintesis kopi  DNA  dari genon RNA. Virus ini  masuk  dalam sub
familia  lentivirus berdasarkan kesamaan segmen genon, morfologi dan siklus
hidupnya. Sub familia  lentivirus  mempunyai sifat dapat menyebabkan  infeksi laten,
mempunyai efek sitopatik yang cepat, perkembangan penyakit lama dan dapat fatal.
Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk
virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan
seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan
inaktif.Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap
infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita
tersebut. 
Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan
bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian
RNA (Ribonucleic Acid).Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis
protein.Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120). Gp
120 akan berikatan dengan reseptor CD4, yaitu suatu reseptor yang terdapat pada
permukaan sel T helper, makrofag, monosit, sel-sel langerhans pada kulit, sel-sel
glial, dan epitel usus (terutama sel-sel kripta dan sel-sel
enterokromafin). Sedangkan gp 41 atau disebut juga protein transmembran, dapat
bekerja sebagai protein fusi yaitu protein yang dapat berikatan dengan reseptor sel
lain yang berdekatan sehingga sel-sel yang berdekatan tersebut bersatu membentuk
sinsitium. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Referat HIV AIDS pada Bayi dan Anak Page 4
HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar
matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai disinfektan seperti eter, aseton,
alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi relatif resisten terhadap radiasi dan
sinar utraviolet. 
Virus HIV hidup dalam cairan tubuh manusia sepertidarah, savila, semen, air
mata, ASI dan mudah mati diluar tubuh.HIV dapat juga ditemukan dalam sel
monosit, makrofag dan sel glia jaringan otak. 

Gambar 1. Struktur anatomi HIV

II. FAKTOR RISIKO1,2,6


Penularan HIV secara umum dapat terjadi melalui:
1. Kontak seksual
2. Tranfusi darah
3. Jarum yang terkontaminasi
4. Transmisi vertikal (perinatal)

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Referat HIV AIDS pada Bayi dan Anak Page 5
Tabel 1. Faktor yang meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke bayi:
Masa Kehamilan Masa persalinan Masa Menyusui
 Ibu terinfeksi HIV  Ibu mengalami pecah  Ibu memberikan ASI
ketuban lebih dari 4 dalam periode yang
jam sebelum persalinan lama
 Terdapat tindakan  Ibu memiliki masalah
medis yang dapat pada payudara seperti
meningkatkan kontak mastitis, abses, luka di
dengan darah ibu atau puting sedangkan bayi
cairan tubuh ibu memiliki luka
dimulutnya

III. PATOGENESIS1,3,4,7
Untuk dapat terjadi infeksi HIV diperlukan reseptor spesifik pada sel penjamu
yaitu molekul CD4.Molekul ini mempunyai afinitas yang sangat besar terhadap HIV,
terutama terhadap molekul glikoprotein (gp120) dari selubung virus.Diantara sel
tubuh yang memiliki molekul CD4, sel limfosit T memiliki molekul CD4 paling
banyak.Oleh karena itu infeksi HIV dimulai dengan penempelan virus pada limfosit
T. Setelah penempelan terjadi diskontinuitas dari membran sel limfosit T sehingga
seluruh komponen virus harus masuk kedalam sitoplasma dari sel limfosit T kecuali
selubungnya.Selanjutnya RNA dari virus mengalami transkripsi menjadi seuntai
DNA dengan bantuan enzim reverse transcriptase.Akibat aktivitas enzim RNA-ase
H, RNA yang asli dihancurkan sedang seuntai DNA yang terbentuk mengalami
proliferasi menjadi dua untai DNA dengan bantuan enzim polymerase.DNA yang
terbentuk ini kemudian pindah dari sitoplasma ke dalam inti sel limfosit T dan
menyisip kedalam DNA sel penjamu dengan bantuan enzim integrase disebut sebagai

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Referat HIV AIDS pada Bayi dan Anak Page 6
provirus. Provirus yang terbentuk tinggal dalam keadaan laten atau dalam keadaan
replikasi yang sangat lambat, tergantung kepada aktivitas dan deferensiasi sel
penjamu (T-CD4) yang diinfeksinya, sampai kelak terjadi suatu stimulasi yang dapat
memicu dan memacu terjadinya replikasi dengan kecepatan yang tinggi.
Stimulasi yang dapat memicu dan memacu terjadinya replikasi masih belum
jelas, walaupun umumnya diduga dapat terjadi oleh karena antigen yang mungkin
bekerja melalui sitokin baik yang terdapat sebelum dan sesudah infeksi HIV. Sitokin
yang dapat memmacu replikasi virus yakni interleukin (IL) 1,3,6, tumor necrosis
factor α dan β, interferon gamma, granulocyte-macrophage colony-stimulating factor
dan macrophage colony-stimulating factor.
Hal lain yang dapat memacu replikasi HIV adalah adanya kofaktor yang terdiri
dari infeksi oleh virus DNA seperti Epstein-Barr, cytomegalovirus, virus hepatitis B,
virus herpes simplekx, human herpesvirus 6, dan human T-cell lymphotrophic virus
tipe 1 atau oleh kuman seperti mikoplasma. Oleh karena sitokin dapat dibentuk dan
bekerja lokal didalam serum tidak harus meningkat untuk dapat menimbulkan
pengaruh pada replikasi atau ekspresi HIV didalam jaringan.Oleh karena itu, pada
keadaan adanya gangguan imunologi-pun didalam jaringan (terutama di dalam
kelenjar limfe) tetap terjadi replikasi atau ekspresi virus.
Hipotesis yang berkembang hingga saat ini, sehubungan dengan peran organ
limfoid dapat dipaparkan sebagai berikut: setelah HIV masuk kedalam tubuh baik
melalui sirkulasi atau melalui mukosa, HIV pertama-tama dibawa ke dalam kelenjar
limfe regional. Disini terjadi replikasi virus yang kemudian menimbulkan viremia dan
infeksi jaringan limfoid yang lain (multiple) yang dapat menimbulkan limfadenopati
suklinis.

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Referat HIV AIDS pada Bayi dan Anak Page 7
HIV

Mukosa atau darah

Kelenjar regional
v
Virus bereplikasi

Viremia

Organ Limfoid
Gambar 2. Infeksi HIV sehingga terjadi invasi Organ Limfoid

Sementara itu, sel limfosit B yang terdapat dalam sentrum germinativum jaringan
limfoid juga memberikan respon imun spesifik terhadap HIV.Hal ini mengakibatkan
terjadinya limfadenopati yang nyata akibat hyperplasia atau proliferasi folikular yang
ditandai oleh meningkatnya sel denrit folikular dalam sentrum germinativum dan sel
limfosit T-CD4.Migrasi sel T-CD4 dari luar inilah yang mengakibatkan penurunan
sel T-CD4 dalam sirkulasi secara tiba-tiba yang merupakan gejala khas sindrom
infeksi HIV akut.Disamping itu, sel limfosit B menghasilkan berbagai sitokin yang
dapat mengaktifkan dan sekaligus memudahkan infeksi sel T-CD4.
Pada fase awal dan tengah penyakit, ikatan partikel HIV antibody dan
komplemen terkumpul pada jaring-jaring sel denritik folikuler.Pada repon imun
normal, sel ini berfungsi untuk menjerat antigen yang terdapat di lingkungan sentrum
germinativum dan menyajikannya kepada sel imun yang kompeten yaitu sel T-CD4
yang akhirnya mengalami aktivasi dan infeksi.

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Referat HIV AIDS pada Bayi dan Anak Page 8
Pada fase lebih lanjut, tidak lagi ditemukan partikel HIV yang bebas oleh karena
terdapat didalam sel. Hal lain yang dapat diamati dengan progresivitas penyakit yakni
terjadi degenerasi sel denrit folikular sehingga hilanglah kemampuan untuk menjerat
partikel HIV yang berakibat meningkatnya HIV dalam sirkulasi.

Gambar 3.invasi, Hiperplasi dan Involusi Organ limfoid

Selanjutnya infeksi HIV dalam sel limfosit T-CD4 tidak saja berakhir dengan
replikasi virus tetapi juga berakibat perubahan fungsi sel T-CD4 dan sitolisis, hingga
populasinya berkurang. Mekanisme disfungsi sel limfosit T-CD4 ini diduga
berlangsung sebagai yang tertera sebagai berikut:
 Pengaruh sitopatik langsung
Virus HIV dapat memicu sel CD4 tertentu hingga menghasilkan bahan yang
bersifat toksik untuk sel limfosit T-CD4.
 Pembentukan sinsitium
Adanya molekul gp120 virus pada permukaan sel T-CD4 dapat menyebabkan
sel tersebut menyatu dengan sel T-CD4 yang sehat dengan membentuk
sintitium sehingga terbentuk sel datia dan kemudian menyebabkan kematian
sel.

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Referat HIV AIDS pada Bayi dan Anak Page 9
 Respon imun yang spesifik
Penurunan sel T-CD4 dapat pula terjadi akibat respon imun yang spesifik
terhadap bagian tertentu dari selubung virus. Molekul gp120 dari selubung
virus yang bebas dapat terikat pada sel T-CD4 dan menimbulkan zat imun
yang dapat menyebabkan sitotoksisitas atau kematian sel T-CD4 setelah
berikatan dengan NK cells
 Apoptosis
Terjadi kematian sel T-CD4 sebagai reaksi terhadap adanya aktivasi sel T-
CD4 oleh suatu antigen atau superantigen
 Mekanisme autoimun
Molekul klas-II dari MHC dari sel penyaji antigen ternyata memiliki stuktur
homolog dengan protein selubung HIV sehingga zat imun terdapat protein
selubung HIV ini dapat berikatan juga dengan molekul klas II MHC
 Anergi
Molekul CD4 dari sel T-CD4, apabila telah berikatan dengan molekul protein
gp120 dari virus atau dengan kompleks gp120 akan menyebabkan sel T-CD4
tidak dapat diaktifkan atau tidak dapat melaksanakan fungsinya lagi.
 Superantigen
Ikatan antara virus dengan rantai beta reseptor antigensel limfosit T akan
mengakibatkan stimulasi yang berlebihan yang diikuti dengan anergi dari sel-
sel tersebut. Oleh karena itu bila terdapat superantigen, infeksi HIV dapat
terjadi lebih mudah.

IV. MANIFESTASI KLINIS1,4,5


Setelah terjadi infeksi HIV tidak segera timbul gejala, oleh karena itu diperlukan
waktu untuk terjadinya replikasi virus.Dengan demikian masa inkubasi infeksi HIV
sangat berbeda tergantung dosis infeksi dan daya tahan tubuh inang.Setelah masa

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Referat HIV AIDS pada Bayi dan Anak Page 10
inkubasi timbul gejala prodromal yang bersifat non spesisfik setelah suatu selang
waktu yang berbeda-beda.
Gejala non spesifik infeksi HIV, antara lain:
 Demam
 Gangguan pertumbuhan
 Kehilangan berat badan (10% atau lebih)
 Hepatomegali
 Limfadenopati
 Splenomegali
 Parotitis
 Diare
Gejala spesifik infeksi HIV
 Gangguan tumbuh kembang dan fungsi intelek
 Gangguan pertumbuhan otak
 Defisit motoris yang progresif yang ditandai oleh 2 atau lebih gejala
berikut yakni paresis, tonus otot yang abnormal, refleks patologis, ataksia
atau gangguan melangkah
 Lymphoid interstitial pneumonitis
 Infeksi sekunder berupa:
Infeksi oportunistik seperti pneumonia, kandidiasis, infeksi
criptococcus, infeksi mikobakteria yang atipik
Infeksi sekunder oleh Streptococcus pneumonia, Haemophilus
influenza, Neisseria meningitides, Salmonella enteritidis yang
menimbulkan sepsis, meningitis pneumonia dan abses organ
interna
Infeksi virus yang berat dan berulang, stomatitis herpes kronik dan
berulang, herpes zozter multidermatomal atau luas

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Referat HIV AIDS pada Bayi dan Anak Page 11
 Keganasan sekunder seperti susunan saraf pusat primer, Hodkins B cell
dan non Hodgkins lymphoma, sarcoma Kaposi
 Penyakit tertentu yang lain seperti kardiomiopati dengan gagal jantung
atau aritmia, beberapa kelainan hematologik, glomerulonefropati, kelainan
kulit seperti eksim, seborhoe, molluskum contagiosus yang berat dan
berjalan lama.

V. KLASIFIKASI8
Klasifikasi klinis HIV/AIDS menurut World Health Organization (WHO) antara
lain:

Tabel 2. Klasifikasi klinis HIV/AIDS menurut WHO

Stadium Klinis 1
 Tanpa gejala (asimtomatis)
 Limfadenopati generalisata persisten
Stadium Klinis 2
 Hepatosplenomegaly persisten tanpa alasan
 Erupsi papular pruritis
 Infeksi virus kutil yang luas
 Moluskum kontagiosum yang luas
 Infeksi jamur di kuku

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Referat HIV AIDS pada Bayi dan Anak Page 12
 Ulkus mulut yang berulang
 Pembesaran parotid persisten tanpa alasan
 Eritema lineal gingival (LGE)
 Herpes zoster
 Infeksi saluran napas bagian atas yang berulang atau kronis (ototis media,
otore, sinusitis, atau tonsilitis)
Stadium Klinis 3
 Malanutrisi sedang tanpa alasan jelas tidak membaik dengan terapi baku
 Diare terus-menerus tanpa alasan (14 hari atau lebih)
 Demam terus-menerus tanpa alasan (di atas 37,5°C, sementara atau terus-
menerus, lebih dari 1 bulan)
 Kandidiasis oral terus-menerus (setelah usia 6-8 minggu)
 Oral hairy leukoplakia (OHL)
 Gingivitis atau periodonitis nekrotising berulkus yang akut
 Tuberkulosis pada kelenjar getah bening
 Tuberkulosis paru
 Pneumonia bakteri yang parah dan berulang
 Pneumonitis limfoid interstitialis bergejala
 Penyakit paru kronis terkait HIV termasuk brokiektasis
 Anemia (<8g/dl),>
Stadium Klinis 4
 Wasting yang parah, tidak bertumbuh atau malanutrisi yang parah tanpa
alasan dan tidak menanggapi terapi yang baku
 Pneumonia Pneumosistis (PCP)
 Infeksi bakteri yang parah dan berulang (mis. empiema, piomisotis, infeksi
tulang atau sendi, atau meningitis, tetapi tidak termasuk pneumonia)

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Referat HIV AIDS pada Bayi dan Anak Page 13
 Infeksi herpes simpleks kronis (orolabial atau kutaneous lebih dari 1 bulan
atau viskeral pada tempat apa pun)
 Tuberkulosis di luar paru
 Sarkoma Kaposi
 Kandidiasis esofagus (atau kandidiasis pada trakea, bronkus atau paru)
 Toksoplasmosis sistem saraf pusat (setelah usia 1 bulan)
 Ensefalopati HIV
 Infeksi sitomegalovirus: retinitis atau infeksi CMV yang mempengaruhi organ
lain, yang mulai pada usia lebih dari 1 bulan)
 Kriptokokosis di luar paru (termasuk meningitis)
 Mikosis diseminata endemis (histoplasmosis luar paru, kokidiomikosis)
 Kriptosporidiosis kronis
 Isosporiasis kronis
 Infeksi mikobakteri non-TB diseminata
 Limfoma serebral atau non-Hodgkin sel-B
 Progressive multifocal leucoencephalopathy (PML)
 Nefropati bergejala terkait HIV atau kardiomiopati bergejala terkait HIV

Tabel 3. Klasifikasi WHO tentang imunodefisiensi HIV menggunakan CD4

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Referat HIV AIDS pada Bayi dan Anak Page 14
VI. DIAGNOSIS1,8
Diagnosis HIV juga ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan
hasil pemeriksaan laboratorium. Anamnesis yang mendukung kemungkinan adanya
infeksi HIV misalnya:
 Lahir dari ibu dengan risiko tinggi
 Lahir dari ibu dengan pasangan berisiko tinggi
 Penerima transfusi atau komponennya berulang kali terlebih tanpa uji HIV
 Pengguna narkotik
 Homoseksual atau biseksual
 Kebiasaan seksual yang keliru.
Gejala klinis yang mendukung misalnya infeksi oportunistik, penyakit menular
seksual, infeksi berulang atau berat, terdapat gagal tumbuh, adanya ensefalopati yang
menetap dan progesif, penyakit paru interstisial, keganasan sekunder kardiomiopati
dan lain-lain. Untuk diagnosis pasti dikerjakan dengan pemeriksaan laboratorium
yakni:
1. Uji Virologis (PCR)
 Direkomendasikan untuk mendiagnosis anak umur <18 bulan.
 Bayi yang diketahui terpajan HIV sejak lahir dianjurkan untuk diperiksa
dengan uji virologis pada umur 4-6 minggu
 Pada kasus bayi dengan pemeriksaan virologis pertama hasilnya positif maka
terapi ARV harus segera dimulai. Pada saat yang sama dilakukan
pengambilan sampel darah kedua untuk pemeriksaan uji virologis kedua.
2. Uji serologis (TES CEPAT, ELISA, WESTERN BLOT)
 Umur <18 bulan digunakan sebagai uji untuk menentukan ada tidaknya
pajanan HIV. Umur >18 bulan digunakan sebagai uji diagnostik konfirmasi.
 Anak umur <18 bulan terpajan HIV yang tampak sehat dan belum dilakukan
uji virologis, dianjurkan untuk dilakukan uji serologis pada umur 9 bulan.

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Referat HIV AIDS pada Bayi dan Anak Page 15
Bila hasil uji tersebut positif harus segera diikuti dengan pemeriksaan uji
virologis untuk mengidentifikasi kasus yang memerlukan terapi ARV.
 Anak yang berumur >18 bulan menjalani tes HIV sebagaimana yang
dilakukan pada orang dewasa

 Mulai kehamilan trimester ketiga, antibodi maternal ditransfer secara pasif


kepada janin, termasuk antibody terhadap HIV yang dapat terdeteksi sampai
umur anak 18 bulan. Oleh karena itu pada anak berumur <18 bulan yang
dilakukan uji antibody HIV dan menunjukan hasil reaktif, tidak serta merta
berarti anak tersebut terinfeksi HIV.
 Untuk memastikan diagnosis HIV pada anak dengan usia<18 bulan, dibutuhkan
uji virology HIV yang dapat memeriksa virus atau komponennya. Anak dengan
hasil uji virologi HIV positif pada usia berapapun, artinya terkena infeksi HIV.
 ASI dapat mengandung virus HIV bebas atau sel yang terinfeksi HIV.
Konsekuensi dari mendapat ASI adalah adanya risiko terpajan HIV sehingga
penetapan infeksi HIV baru dapat dilaksanakan bila pemeriksaan dilakukan atau
diulang setelah ASI dihentikan > 6 minggu.

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Referat HIV AIDS pada Bayi dan Anak Page 16
Bagan diagnosis HIV pada bayi dan anak <18 bulan pajanan HIV tidak diketahui

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Referat HIV AIDS pada Bayi dan Anak Page 17
Gambar 4.Alur diagnosis HIV pada bayi dan anak umur kurang dari 18 bulan
idealnya dilakukan pengulangan uji virologis HIV pada spesimen yang berbeda untuk
konfirmasi hasil positif yang pertama.

Diagnosis presumtif HIV pada anak <18 bulan

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Referat HIV AIDS pada Bayi dan Anak Page 18
Bila ada anak berumur < 18 bulan dan dipikirkan terinfeksi HIV, tetapi perangkat
laboratorium untuk PCR HIV tidak tersedia, tenaga kesehatan diharapkan mampu
menegakan diagnosis dengan cara diagnosis presumtif.

Bila ada 1 kriteria berikut: Minimal ada 2 gejala berikut:

 PCP, meningitis  Oral thrush


kriptokokus, kandidiasis  Pneumonia berat
esophagus  Sepsis berat
Atau
 Toksoplasmosis  Kematian ibu yang
 Malnutrisi berat yang tidak berkaitan dengan HIV atau
membaik dengan penyakit HIV yang lanjut
pengobatan standar pada ibu
 CD4+ <20%

Diagnosis HIV pada anak >18 bulan

Diagnosis pada anak > 18 bulan memakai cara yang sama dengan uji HIV pada orang
dewasa. Perhatian khusus untuk anak yang masih mendapat ASI pada saat tes
dilakukan, uji HIV baru dapat diinterpretasi dengan baik bila ASI sudah dihentikan
selama >6 minggu.

VII. PENATALAKSANAAN8,9
 Terapi Anti Retroviral (ARV)
Terapi saat ini tidak dapat mengeradikasi virus namun hanya untuk mensupresi
virus untuk memperpanjang waktu dan perubahan perjalanan penyakit ke arah yang
kronis.Pengobatan infeksi virus HIV pada anak dimulai setelah menunjukkan adanya
gejala klinis. Menurut WHO, pengobatan ARV diberikan dengan pertimbangan:

Tabel 4. Pertimbangan pengobatan ARV

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Referat HIV AIDS pada Bayi dan Anak Page 19
Saat ini ada 3 (tiga) golongan ARV yang tersedia di Indonesia:
a. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTIs): obat ini dikenal sebagai
analog nukleosida yang menghambat proses perubahan RNA virus menjadi DNA.
Obat dalam golongan ini termasuk Zidovudine (AZT), Lamivudine (3TC),
Didanosine (ddl), Stavudine (d4T), Zalcitabin (ddC), Abacavir (ABC).
b. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI): obat ini berbeda
dengan NRTI walaupun juga menghambat proses perubahan RNA menjadi DNA.
Obat dalam golongan ini termasuk nevirapine (NVP), Efavirenz (EFV), dan
Delavirdine (DLV).
c. Protease Inhibitor (PI): Obat ini bekerja menghambat enzim protease yang
memotong rantai panjang asam amino menjadi protein yang lebih kecil. Obat
dalam golongan ini termasuk Indinavir (IDV), Nelfinavir (NFV), Saquinavir
(SQV), Ritonavir (RTV), Amprenavir (APV), dan Lopinavir/ritonavir (LPV/r).

Rekomendasi ARV yang digunakan:

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Referat HIV AIDS pada Bayi dan Anak Page 20
Panduan lini pertama yang direkomendasikan adalah 2 NRTI + 1 NNRTI.
Berdasarkan ketersediaan obat, terdapat 3 kombinasi panduan ARV

Lini pertama alternatif


Untuk anak > 2 tahun: TDF+3TC/FTC+EFV/NVP

Tabel 5. Pemantauan setelah terapi ARV

Tatalaksana kegagalan pengobatan ARV lini pertama

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Referat HIV AIDS pada Bayi dan Anak Page 21
Pada anak yang patuh minum obat, kriteria gagal imunologis adalah:
Pada anak > 2 tahun dan < 5 tahun, nilai CD4<200sel/mm3 atau CD4<10%
Pada anak > 5 tahun CD4<100mm sel/mm3

Tabel 6. Panduan ARV lini kedua yang direkomendasikan:

Tabel 7. Dosis ARV pada anak:

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Referat HIV AIDS pada Bayi dan Anak Page 22
Tabel 6. Efek samping ARV yang sering ditemukan:

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Referat HIV AIDS pada Bayi dan Anak Page 23
 Penanggulangan infeksi oportunistik
Belum banyak dilakukan penelitian tentang pengobatan infeksi oportunistik ini,
pengobatan yang pernah dicoba tertera sebagai berikut:

Tabel 7. Pengobatan infeksi oportunistik

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Referat HIV AIDS pada Bayi dan Anak Page 24
Profilaksis Kotrimoksazol untuk pneumonia (Pneumocystis Jiroveci)

Gambar 5.Bagan pemberian kotrimoksazol pada bayi yang lahir dari ibu HIV positif

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Referat HIV AIDS pada Bayi dan Anak Page 25
Pasien dan keluarga harus diedukasi bahwa kotrimoksazol tidak mengobati atau
menyembuhkan HIV.Kotrimoksazol hanya mencegah infeksi yang umum terjadi pada
bayi yang terpajan HIV dan anak imunokompromais dengan tingkat mortalitas tinggi.
Tabel 8. Inisiasi profilaksis Kotrimoksazol pada anak

 Terapi Suportif10
Anak dengan infeksi HIV kerapkali ditemukan masalah nutrisi sehingga perlu
mendapat perhatian terutama bila terdapat diare berulang atau menetap hingga
diperlukan pemberian alimentasi intravena yang lama.Selain itu anak yang
didiagnosis HIV/AIDS selain mendapatkan perawatan berupa terapi antiretroviral dan
pengobatan infeksi oportunistik juga mendapatkan dukungan psikologis.Dukungan
ini bisa diperoleh dari klinik VCT (Voluntary Counselling and Testing).Dukungan
tersebut dapat berupa konseling, dukungan sebaya, dukungan spiritual dan dukungan
komunitas.Hal ini sangat diperlukan terutama pada anak-anak karena adanya stigma

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Referat HIV AIDS pada Bayi dan Anak Page 26
di masyarakat tentang orang yang menderita HIV/AIDS sehingga pada anak bisa
berakibat pada munculnya perilaku diskriminatif dan menghindar dari lingkungan
baik keluarga maupun teman bermain.Oleh karena itu diharapkan dengan adanya
dukungan psikologis maka bisa mengurangi dampak stigma tersebut pada anak.

VIII. PENCEGAHAN6
Penemuan kasus (case finding) dari wanita yang terinfeksi HIV sebelum atau
selama kehamilan sangat penting untuk memberikan terapi yang optimal bagi yang
bersangkutan dan untuk mencegah penularan perinatal. Konseling HIVprenatal dan
menjalani pemeriksaan untuk HIV setelah inform consentsebaiknya dilakukan.
Tingkat penularan vertikal menjadi berkurang melalui kemoprofilaksis kepada
ibu dan bayi baru lahir yang diberi obat selama 6 minggu pertama kehidupan. Sectio
cesaria dianjurkan dijadwalkan pada usia 38 minggu untuk mencegah penularan
vertikal terutama bila viral load lebih besar dari 1000 kopi/ml.
Pencegahan infeksi HIV pada orang dewasa menurunkan kejadian infeksi pada
anak.Pencegahan pada orang dewasa didapat dari perubahan perilaku seperti praktek
“seks aman”, penurunan penggunaan narkoba suntik.Pencegahan AIDS pada anak
meliputi pencegahan kehamilan dan menyusui pada wanita berisiko tinggi.Penapisan
donor darah telah hampir menghilangkan risiko penularan HIV melalui produk darah.

IX. PROGNOSIS6
Ketersediaan ARV secara bermakna telah memperbaiki prognosis HIV dan
AIDS. Anak dengan infeksi oportunistik terutama pneumonia P jirovecii,
ensefalopati, atau wasting syndrome memiliki prognosis yang paling buruk, dengan
75% kasus meninggal sebelum usia 3 tahun.

X. KESIMPULAN

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Referat HIV AIDS pada Bayi dan Anak Page 27
AIDS adalah stadium lanjut dari infeksi HIV yang berakibat pada kerusakan
sistem kekebalan tubuh secara progresif dan menyebabkan terjadinya infeksi
oportunistik. Pada bayi dan anak,transmisi HIV terjadi akibat penularannya dari ibu
baik melalui plasenta, pemaparan dengan darah atau secret jalan lahir maupun terjadi
melalui air susu ibu. Pada remaja, sexual abuse yang terjadi pada anak juga dapat
menjadi penyebab terjadinya infeksi HIV.
Infeksi HIV dibagi menjadi 4 stadium klinis. Pada awalnya infeksi HIV akan
menunjukan fase tanpa gejala. Beberapa saat kemudian barulah muncul gejala
nonspesifik dan gejala spesifik.Diagnosis HIV ditegakan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium.Diagnosis pasti dikerjakan dengan
pemeriksaan virologi dan serologis.Terapi HIV menggunakan obat ARV meskipun
tidak dapat mengeradikasi virus. Contoh obatnya antara lain: Zidovudine (AZT),
Lamivudine (3TC), Stavudine (d4T), nevirapine (NVP), Efavirenz (EFV) dan lain-
lain. Umunya prognosis penyakit ini tergolong buruk.

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Referat HIV AIDS pada Bayi dan Anak Page 28
DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro S R, S. H. I. (2010). Buku Ajar Infeksi dan


Pediatri Tropis (2nd ed., pp. 243–257). Jakarta: IDAI

2. Kementrian Kesehatan RI.(2012).Pedoman Nasional Pencegahan Penularan


HIV dari Ibu Ke Bayi. (2nd ed.). Jakarta.

3. Subowo. (2010). Imunologi Klinis (2nd ed.). Jakarta: Sagung Seto.

4. Rivera DM, F. R. (2016). Pediatric HIV Infection. Medscape. Retrieved from


http://emedicine.medscape.com/article/965086-overview

5. Herlina, Kurniati N, Prawitasari T, Soedjatmiko, Hadinegoro SR,


Mangunatmadja I, S. D. (2016). Gambaran Fungsi Kognitif HIV Anak yang
Telah Memperoleh Terapi Antiretrovirus. Sari Pediatri, 18(2), 100–105.
Retrieved from https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/download/
37/379

6. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, B. R. (2014). NELSON Ilmu


Kesehatan Anak Esensial(6th ed., pp. 444–450). Jakarta: Saunders elsevier

7. Naif HM. (2013). Pathogenesis of HIV Infection. NCBI, 5. Retrieved from


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3892619/

8. Kementrian Kesehatan RI (2014). Pedoman Penerapan Terapi HIV pada Anak.


Jakarta. Retrieved from http://spiritia.or.id/dokumen/pedoman-hivanak2014.pdf

9. Pudjiadi A H, Hegar B, Handryastuti S, Idris N, Gandaputra E, Harmoniati E, Y.


K. (Ed.). (2011). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia (2nd
ed.). Jakarta.

10. Achmat Z, P. A. (2015). Intervensi care support bersasaran anak dengan


HIV/AIDS: Sebuah model pendekatan humanistik bagi anak dan lingkungannya
dalam menghadapi stigma. Perempuan dan Anak, 1(1), 1–7. Retrieved from
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/JPA/article/view/2746/3445

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Referat HIV AIDS pada Bayi dan Anak Page 29
SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Referat HIV AIDS pada Bayi dan Anak Page 30

Anda mungkin juga menyukai