Laporan P2 Steril Infus Ringer Laktat
Laporan P2 Steril Infus Ringer Laktat
PERCOBAAN II
PEMBUATAN LARUTAN INFUS RINGER LAKTAT
Disusun Oleh :
Kelas A Golongan I
Nuke Paraswanti (G1F012001)
Astri Dea Nuripah (G1F012003)
Zakiyatul Fitriyah (G1F012005)
Larasati Kartika (G1F012007)
I. PENDAHULUAN
a. Tujuan Praktikum
- Menjelaskan dan melakukan pembuatan sediaan infuse ringer laktat
- Menjelaskan dan melakukan evaluasi yang harus dilakukan terhadap
produk sediaan steril
b. Teori Singkat
Infus merupakan sediaan steril, berupa larutan atau emulsi dengan air sebagai fase
kontinu; biasanya dibuat isotonis dengan darah. Prinsipnya infus dimaksudkan untuk
pemberian dalam volume yang besar. Infus tidak mengandung tambahan berupa
pengawet antimikroba. Larutan untuk infus diperiksa secara visible pada kondisi yang
sesuai, adalah jernih dan praktis bebas partikel-partikel. Emulsi pada infus tidak
menujukkan adanya pemisahan fase (British Pharmaceutical, 2002). Cairan infus
intravena biasanya mengandung zat zat seperti asam amino, dekstrosa, elektolit dan
vitamin. Pada umumnya sediaan parenteral volume besar digunakan untuk pengganti
cairan tubuh dan memberikan nutrisi tambahan, untuk mempertahankan fungsi normal
tubuh pasien rawat inap yang membutuhkan asupan kalori yang cukup selama masa
penyembuhan atau setelah operasi, sebagai cairan pengganti plasma, meningkatkan
diuresis pada saat tubuh banyak menahan cairan, selain itu juga sebagai pembawa obat-
obat yang dapat bercampur dengan larutan infus (Lachman, et al, 1994).
Ringer laktat merupakan cairan yang paling fisiologi yang dapat diberikan pada
kebutuhan bessar. Ringer laktat banyak digunakan sebagai replacement therapy antara
lambung , shock hipovolemik , diare , trauma dan luka bakar. Laktat yang terdapat
dalam larutan ringer laktat akan dimetabolisme oleh hati yang digunakan untuk
memperbaiki keadaan seperti asidosis metabolik. Kalium yang terdapat didalam ringer
laktat tidak cukup untuk pemeliharaan sehari hari, apalagi untuk kasus defisit kalium.
Larutan ringer laktat tidak mengandung glukosa sehingga bila akan dipakai sebagai
cairan rumatan, dapat ditambahkan glukosa yang berguna untuk mencegah terjadinya
ketoris. Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraselular (CES = CEF).
Keuntungan dari cairan ini adalah harga murah, tersedia dengan mudah disetiap pusat
kesehatan, tidak perlu dilakukan cross macth, tidak menimbulkan alergi atau syok
anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama (Ansel, 1989).
Persyaratan infus intravena menurut Farmakope Indonesia edisi III, antara lain:
a. Sediaan steril berupa larutan atau emulsi
b. Bebas pirogen
Pyrogen dalam larutan dapat dihilangkan dengan cara:
1. Secara kimia dengan peroksida, asam-asam dan basa (tetapi zat-zat ini juga
dapat merusak alat dan bahan lain dalam larutan tersebut).
2. Absorpsi dengan asbestos dan charcoal (carbo adsorbent).
3. Filtrasi (penyaringan/media filtrasi sintesis).
Adanya pyrogen dalam sediaan parenteral dapat diketahui dengan uji pyrogen. Uji
pyrogen dapat dilakukan dengan menggunakan kelinci ataupun dengan LAL-test
(Rahmawati, 2004).
c. Sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menghitung tonisitas suatu larutan,
yaitu: metode ekuivalensi NaCl, penurunan titik beku, dan metode L-ISO.
d. Infus emulsi dibuat dengan air sebagai fase luar, diameter fase dalam tidak lebih
dari 5 m.
e. Infus intravena tidak mengandung bakterisida dan zat dapar.
f. Larutan untuk infus intravena harus jernih dan praktis bebas partikel
g. Volume netto/volume terukur tidak kurang dari nilai nominal.
h. Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal.
i. Penandaan
j. Memenuhi syarat injeksi. Kecuali dinyatakan lain, syarat injeksi meliputi
(Farmakope Indonesia Edisi III): keseragaman bobot, keseragaman volume,
sterilitas, dan penandaan.
II. PEMBAHASAN
a. Analisis Farmakologi
1. NaCl
Khasiat/kegunaan : Pengganti ion Na+, Cl- dalam tubuh
Efek samping : Keracunan NaCl disebabkan oleh induksi yang gagal dapat
menyebabkan hipernatremia yang memicu terjadinya trombosit dan hemorrage.
Efek samping yang sering terjadi nausea, mual, diare, kram usus, haus,
menurunkan salivasi dan lakrimasi, berkeringat, demam, hipertensi, takikardi,
gagal ginjal, sakit kepala, lemas, kejang, koma dan kematian.
Kontraindikasi : Untuk pasien penyakit hati perifer udem atau pulmonali udem,
kelainan fungsi ginjal.
Farmakologi : berfungsi untuk mengatur distribusi air, cairan dan keseimbangan
elektrolit dan tekanan osmotik cairan tubuh.
2. Sodium Laktat
KontraIndikasi : Pada penderita gangguan fungsi hati.
pH : 5-7
3. CaCl2
4. KCl
KCl digunakan dalam sediaan parenteral sebagai senyawa pengisotonis
(Depkes RI, 1995).
5. Aqua Pro Injeksi
Aqua P.i berfungsi sebagai pembawa dan pelarut (Depkes RI, 1995).
6. Carbo adsorben
Karbo adsorben berfungsi sebagai antidotum (Depkes RI, 1979).
b. Preformulasi
RM/BM : NaCl/58,44
NaCl.
Kestabilan : Larutan NaCl stabil, dapat menyebabkan
gelas tertentu.
RM/BM : KCl/74,55
Kegunaan : Elektrolit
RM/BM : CaCl2/110,99
pahit.
etanol (95%)P.
Kegunaan : Elektrolit
RM/BM : CH3CH(OH)COONa/112,06
Sterilisasi : Autoklaf
Kegunaan : Elektrolit
5. Air Untuk Injeksi (Depkes RI, 1979; Depkes RI, 1995)
Nama resmi : AQUA STERILE PRO INJECTIONEA
berasa.
Kegunaan : Pembawa/pelarut
Sterilisasi : Outoklaf
c. Pendekatan Formulasi
Ringer laktat adalah perawatan yang disiapkan untuk beberapa
pemeliharaan sementara dari keadaan gawat volume besar. Injeksi ringer laktat
adalah larutan steril dari kalsium klorida, kalium klorida, natrium klorida
dalam air untuk injeksi. Sediaan ini tidak mengandung bahan antimikroba.
Kalsium, kalium dan natrium terdiri atas kira-kira 2,7;4 dan 130 mEq/L.
Berfungsi untuk memperbaiki cairan dan elektrolit (Gennaro et al, 1990;
Turco, 1970).
d. Formulasi
Formulasi
Na-Laktat 0,31
NaCl 0,6
KCl 0,03
CaCl22H2O 0,01
f. Evaluasi Sediaan
Evaluasi untuk sediaan infus dilakukan pemeriksaan pH, kebocoran,
kejernihan, partikel asing dan isotonisitas.
1. Uji pH
Uji pH ini bertujuan unttuk mengetahui sifat ke asam-basaan
dari sediaan infus Ringer laktat yang dibuat. Uji pH ini berkaitan
dengan stabilitas obat dan keamanan dalam penggunaan. Setelah
dilakukan pengecekan pH dengan mencelupkan kertas pH indikator
kedalam larutan didapat nilai pH larutan yaitu 6. Ini berarti memenuhi
untuk pH sediaan parenteral yaitu antara 5 sampai 7 karena pH
tersebut isohidris dengan nilai pH darah dan cairan tubuh lainnya.
Isohidris yaitu keadaan dimana pH larutan sama dengan pH darah
ataupun cairan tubuh. Namun jika dalam uji ini belum memenuhi
persyaratan pH maka perlu dilakukan penyesuaian pH agar memenuhi
syarat. Jika terlalu asam, maka bisa ditambah larutan NaOH 0,1 N.
Dan jika terlalu basa dapat ditambah larutan HCl 0,1 N. Tujuan dari
pengaturan pH ini adalah untuk meningkatkan stabilitas obat. Selain
itu juga untuk mencegah adanya rangsangan atau rasa sakit sewaktu
disuntikkan. Karena jika terlalu tinggi dapat menyebabkan nekrosis
jaringan sedangkan jika terlalu rendah maka menyebabkan rasa sakit
sewaktu disuntikkan (Depkes RI, 1995).
2. Uji Kebocoran
Tujuan dilakukan uji kebocoran adalah untuk mengetahui
apakah ada kebocoran atau tidak pada kemasan. Kaitan dari uji
kebocoran ini adalah sterlilitas sediaan, dan volume sediaan. Uji ini
dilakukan dengan membalikkan botol infus sehingga posisi tutup
dibawah. Jika terdapat kebocoran, maka dapat berbahaya karena lewat
lubang atau celah tersebut dapat menyebabkan masuknya
mikroorganisme atau kontaminan lain yang berbahaya. Selain itu, isi
infus juga dapat bocor keluar dan merusak penampilan kemasan
(Lachman, et al,1994). Dari hasil uji yang dilakukan, didapat bahwa
tidak ada kebocoran.
3. Uji partikel asing
Tujuan dari uji partikel asing ini adalah agar mengetahui
apakah ada partikel dalam larutan. Partikel asing tersebut merupakan
partikel-partikel yang tidak larut yang dapat berasal dari larutan dan
zat kimia yang terkandung, lingkungan, peralatan, personal, maupun
dari wadah. Untuk mengetahui keberadaan partikel asing dilakukan
dengan menerawang sediaan pada sumber cahaya. Jika terdapat
partikel asing bisa terjadi karena sewaktu penyaringan masing ada
partikel yang lolos dari saringan (Lachman, et al, 1994). Dari hasil uji
ini menunjukan tidak terdapat partikel asing dalam infus.
4. Uji kejernihan
Tujuan dilakukan uji kejernihan ini adalah untuk mengetahui
kejernihan dari larutan infus yang dibuat. Kejernihan adalah suatu
batasan yang relatif, yang artinya sangat dipengaruhi oleh penilaian
subjektif dari pengamat. Pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya
dilakukan oleh seseorang yang memeriksa wadah bersih dari luar di
bawah penerangan cahaya yang baik, terhalang terhadap refleksi ke
dalam matanya, dan berlatar belakang hitam dan putih. Latar belakang
berwarna hitam dipakai untuk menyelidiki kotoran yang berwarna
muda, sedangkan yang berlatar putih untuk kotoran-kotoran berwarna
gelap (Lachman,et al, 1994). Dari pemeriksaan yang dilakukan
diperoleh bahwa larutan infus yang dibuat memenuhi syarat
kejernihan. Syarat kejernihan yaitu sediaan larutan (kecuali suspensi
dan emulsi) adalah tidak ada zat yang terdispersi dalam larutan jernih
(Lachman,et al, 1994).
g. Desain Kemasan
h. Informasi Obat
Etiket
RINGER LAKTAT
larutan infus intravena
Komposisi : 100 ml mengandung 0,6 g NaCl, 0,31 g Na- laktat, 0,03 g KCl, dan 0,01 g CaCl2.2H2O.
No. Reg : DKL01 003 005 07B 1
No. Bacth : 882012
Informasi Obat
RINGER LAKTAT
larutan infus intravena
Komposisi :
Tiap 100 ml larutan mengandung
NaCl0,6g
Na-Laktat0,31g
KCl0,03g
CaCl2.2H2O0,01g
Cara Kerja Obat:
Komposisi elektrolit dan konsentrasinya sangat serupa dengan cairan ekstraseluler. Natrium
merupakan kation utama dari plasma darah dan menentukan tekanan osmotik. Klorida merupakan
anion utama di plasma darah. Kalium merupakan kation terpenting di intraseluler dan berfungsi
untuk konduksi saraf dan otot. Elektrolit-elektrolit ini dibutuhkan untuk menggantikan kehilangan
cairan pada dehidrasi dan syok hipovolemik termasuk syok perdarahan.
Indikasi:
Mengatasi dehidrasi, menggantikan cairan ekstraseluler tubuh dan ion klorida yang hilang,
mengembalikan kesimbangan elektrolit.
Kontraindikasi:
Hiperdehidrasi, hipernatremia, hiperkalemia, gangguan fungsi ginjal
Efek Samping:
Panas, iritasi dan infeksi pada tempat penyuntikana, trombosis atau flebitis vena yang meluas dari
tempat penyuntikan dan ekstravasasi.
Perhatian:
1. Payah jantung, edem dengan retensi natrium, gangguan ginjal, keadaan asidosis laktat,
kerusakan hati, sepsis parah, kondisi pra dan pasca trauma.
2. Kerusakan hati, hiperkalemia, kondisi retensi kalium
Dosis:
Injeksi intravena 5-7, 7 ml/kgBB/jam atau 120-180 tetes/70 kgBB/menit atau 350-560
ml/kgBB/jam. Maksimal 3000 ml/70 kgBB/hari.
Penyimpanan:
Disimpan pada suhu kamar/ruangan (25°C-30°C).
Kemasan:
Larutan infus 500 ml x 1
Penyajian:
Tidak ada pilihan
Keterangan :
E = Ekuivalen NaCl
Liso = Turunan titik beku molal
BM = Berat Molekul
Perhitungan E
‐ Na-Laktat
17 x 3,4
E= =0,52
112
‐ NaCl
17 x 3,4
E= =0,99
58,5
‐ KCl
17 x 3,4
E= =0,78
74,5
‐ CaCl2
17 x 4,8
E= =0,74
111
Formula V (100 ml) V (500 ml) L M E
Perhitungan Isotonisitas
= 3,998 3,9
= (0,99 x 5) – 3,9
= 1,05 gr
IV. PENIMBANGAN
Penimbangan bahan untuk : tiap 1 Formula x 5 karena sediaan LV, lalu setiap
penimbangan bahan di tambah 2% untuk mencegah kehilangan bobot
Departemen Kesehatan RI. 1978. Formularium Nasional edisi ke-2. Jakarta: Depkes RI
Depatemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia jilid III. Jakarta: Depkes RI.
Depatemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia jilid IV. Jakarta: Depkes RI.
Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL.1994. Teori dan Praktek Farmasi Indrustri. Edisi
Ketiga. Vol III. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Jakarta: UI Press.
Turco S et al. 1970. Sterile Dosage Forms. Philadelphia: Lea and Febiger.
Voight. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi edisi ke-5. Yogyakarta: UGM Press.
https://id.scribd.com/document/346452542/Laporan-P2-Steril-Infus-Ringer-Laktat