Anda di halaman 1dari 59

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami pamjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
tugas “Modul Pembelajaran Tuberkuosis”. Modul pembelajaran ini dapat
bermanfaat bagi mahasiswa Keperawatan terutama mengenai Asuhan
Keperawatan Pada Klien dengan Tuberkulosis.
Terselesaikannya tugas ini tidak terlepas dari peranan pihak-pihak yang
membantu dalam proses bimbingan. Untuk itu kami ingin mengucapkan terima
kasih kepada Pembimbing Ns. Yana Hendriana, S.Kep, M.Kep, Ns. Aria
Pranatha, S.Kep., M.Kep, Ns. Heri Hermansyah, S.Kep., M.Kep dan juga untuk
teman-teman dan orang tua yang selalu memberikan dukungan kepada kami untuk
menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih sangat sederhana dan masih
mempunyai banyak kekurangan. Maka dari itu, besar harapan kami agar tulisan
ini dapat diterima dan nantinya dapat berguna bagi semua pihak. Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat positif membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Kuningan, 28 Januari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i

DAFTAR TABEL .....................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. iv

TUBERCULOSIS (TBC) ........................................................................................... 1

Tujuan Umum ............................................................................................................. 1

Tujuan Khusu ............................................................................................................. 1

KONSEP DASAR PENYAKIT .............................................................. 2


1. Definisi ........................................................................................................... 2
2. Anatomi Fisiologi Sistem Respirasi ............................................................... 2
3. Etiologic........................................................................................................ 14
4. Klasifikasi ..................................................................................................... 14
5. Patofisiologi .................................................................................................. 16
6. Cara Penularan TB Paru ............................................................................... 19
7. Faktor Risiko Terjadinya Tuberkulosis ........................................................ 19
8. Manifestasi Klinis ......................................................................................... 20
9. Pemeriksaan Penunjang ................................................................................ 21
10. Penatalaksanaan ............................................................................................ 22
11. Pencegahan ................................................................................................... 24
12. Komplikasi.................................................................................................... 26
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN ............................... 27
1. Pengkajian .................................................................................................... 21
2. Diagnosa Keperawatan ................................................................................. 31
3. Intervensi Keperawatan ................................................................................ 33
4. Implementasi Keperawatan .......................................................................... 48
5. Evaluasi/ Catatan Perkembangan ................................................................. 48
STUDI KASUS ..................................................................................... 50

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1 . Perbandingan Gambaran Radiologi dengan pemeriksaan mikrobiologi ........ 22

Tabel 2 rencana tindakan keperawatan pada klien dengan TB Paru .............................. 33

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Anatomi Sistem Pernafasan ............................................................................. 3


Gambar 3 Struktur Faring ................................................................................................. 4
Gambar 4 Struktur Laring................................................................................................. 6
Gambar 5 Struktur Trakea ................................................................................................ 6
Gambar 6 Struktur Alveolus ........................................................................................... 11
Gambar 7 Patofisiologi Tuberculosis (Mutaqqin, 2008) . Error! Bookmark not defined.
Tabel 2 rencana tindakan keperawatan pada klien dengan TB Paru .............................. 33

iv
16 TUBERCULOSIS (TBC)

Tujuan Umum:

Setelah menyelesaikan modul ini mahasiswa mampu memahami dan


menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan Tuberkulosis (TBC).

Tujuan Khusus

1. Menguraikan kosep dasar anatomi dan fisiologi sistem pernapasan


2. Menjelaskan patofisiologi Tuberkulosis (TBC)
3. Menjelaskan pengkajian pada klien dengan Tuberkulosis (TBC)
4. Merumuskan diagnosa keperawatan dengan Tuberkulosis (TBC)
5. Menyusun rencana Asuhan keperawatan
6. Mengimplementasikan rencana keperawatan
7. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan
8. Mendemonstrasikan pengkajian fisik pada klien dengan Tuberkulosis
(TBC)

Modul Tuberkulosis (TBC) 1


A KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosisyakni kuman aerob yang tahan
terhadap asam karena memiliki struktur dinding sel yang terdiri dari dua lapisan
lemak asimetrik yang mengandung asam lemak rantai panjang (asam myocolic)
dan komponen glikolipid dan lilin (Djojodibroto, 2009; Rab, 2010; Giovanni,
2013).
Tuberculosis paru merupakan suatu penyakit infeksi yang di sebabkan
bakteri berbentuk batang/ basil yang dikenal dengan nama mycobacterium
tuberculosis. Penularan penyakit TB melalui perantaraan ludah atau dahak
penderita yang mengandung basil tuberculosis paru (Sinaga, 2014 : 2)
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Mycobacterium Tuberkulosa. Sumber penularan yaitu pasien TB
BTA (Bakteri Tahan Asam) positif melalui percik renik dahak yang
dikeluarkannya. TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan
menularkan penyakit TB meskipun dengan tingkat penularan yang kecil
(Kemenkes RI, 2015).
Berdasarkan definisi para ahli dapat disimpulkan bahwa tuberkulosis
merupakan penyakit menular yang menyerang sistem pernafasan disebabkan
oleh bakteri Mycrobacterium Tuberculosa.

2. Anatomi Fisiologi Sistem Respirasi


Respirasi adalah peristiwa ketika tubuh kekurangan oksigen dan oksigen
yang berada diluar tubuh dihirup (inspirasi) melalui organ pernafasan. Guna
pernafasan: (a) Mengambil oksigen dari luar masuk ke dalam tubuh, beredar
dalam darah, (b) Mengeluarkan karbondioksida yang terdiri dari sisa-sisa hasil
pembakaran dibawa oleh darah yang berasal dari sel (jaringan) selanjutnya
dikeluarkan melalui organ pernafasan, (c) Untuk melindungi sistem permukaan
dari kekurangan cairan dan mengubah suhu tubuh, (d) Melindungi sistem
pernafasan dan jaringan lain terhadap serangan patogenik, (e) Untuk
pembentukan suara, seperti; komunikasi, berbicara, bernyanyi, dan lain-lain.

Modul Tuberkulosis (TBC) 2


a. Organ Pada Sistem Pernafasan

Gambar 1 Anatomi Sistem Pernafasan


1) Hidung
Hidung merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat
pernafasan dan indera penciuman. Bentuk dan struktur hidung menyerupai
bentuk piramid dengan alasnya pada prosesus palatinus osis maksillaris
dan pars horizontal osis palatum.
Struktur Hidung

Gambar 2 Struktur Hidung


Bagian-bagian dari hidung:
a) Batang hidung: Dinding depan hidung yang dibentuk oleh ossa
nasalis.
b) Cuping hidung: Bagian bawah dinding lateral hidung yang dibentuk
oleh tulang rawan.
c) Septum nasi: dinding yang membatasi dua rongga hidung.
d) Dinding lateral rongga hidung (kavum nasi).

Modul Tuberkulosis (TBC) 3


Fungsi Hidung
Fungsi hidung dalam proses pernafasan meliputi:
a) Udara dihangatkan oleh permukaan konka dan septum nasalis setelah
melewati faring, suhu lebih kurang 36oC.
b) Udara dilembapkan. Segabian besar udara yang melewati hidung bila
mencapai faring kelembapannya lebih kurang 75%.
c) Kotoran disaring oleh rambut-rambut hidung.
d) Penciuman.
2) Faring
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak
sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan
krikoid. Maka letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal). Orofaring
adalah bagian dari faring merrupakan gabungan sistem respirasi dan
pencernaan.
Struktur Faring
Daerah faring dibagi atas tiga bagian, diantaranya:

Gambar 3 Struktur Faring


a) Nasofaring.
b) Orofaring, mempunyai dua hubungan:
(1) Ventral dengan kavum oris, melalui batas istimus sausium. Terdiri
dari palatumole, arkus glosopalatinus dextra, arkus glosopalatinus
sinstra dan dorsum lingua.
(2) Kaudal terhadap radiks lingua, terdapat lubang yang merupakan
batas antara laring dan faring, terdapat suatu lipatan antara faring
dan epiglotis yng merupakan batas antara oral dan faring.

Modul Tuberkulosis (TBC) 4


c) Laringofaring, mempunyai hubungan dengan faring melalui mulut
laring yaitu aditus laringues. Dinding depan laringofaring terdapat plika
laringiepiglotika. Lekuk ini mempunyai dinding medial dan lateral.
Fungsi Faring
Lipatan-lipatan suara mempunyai elastisitas yang tinggi dan dapat
memproduksi suara yang dihasilkan oleh pita suara. Lipatan-lipatan vokal
memproduksi suara melalui jalan udara, glotis, serta lipatan produksi
gelombang suara. Faktor yang menentukan frekuensi puncak bunyi dan
produksi tergantung pada panjang dann ketegangan regangan yang
membangkitkan frekuensi dan getaran yang diproduksi. Ketegangan dari
pita suara dikontrol oleh otot kerangka dibawah kontrol korteks.
3) Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan jalinan tulang rawan
yang dilengkapi dengan otot, membran, jaringan ikat dan ligamentum.
Sebelah atas pintu masuk laring membentuk tepi epiglotis, lipaan dari
epiglotis aritenoid dan pita interaritenoid dan sebelah bawah tepi bawah
kartilago krikoid. Tepi tulang dari pita suara asli kiri dan kanan membatasi
sisi epiglotis. Bagian atas disebut supraglotis dan bagian bawah disebut
subgloris.
Struktur Laring
Rangka laring terdiri dari:
a) Kartilago tiroidea
b) Kartilago krikoidea; berbentuk cincin bagian ventral, yang sempit
disebut arkus dan bagian yang lebar disebut lamina.
c) Kartilago aritenoidea; sepasang bentuk segitiga dengan apeks di
kranial, terdapat kartilago kornikulata dan kartilago epiglotika.
d) Kartilago epiglotika; berbentuk kaudal meruncing, disebut peptiolus.
e) Os hioid dan kartilaines; laring (tulang lidah) bentuknya seperti tapal
kuda.

Modul Tuberkulosis (TBC) 5


Gambar 4 Struktur Laring
4) Trakea
Trakea (batang tenggorekan) adalah tabung berbentuk pipa seperti
huruf C yang dibentuk oleh tulang-tulang rawan yang disempurnakan oleh
selaput, terletak di antara vetebrae servikalis VI sampai ke tepi bawah
kartilago krikoidea vetebrae torakalis V. Panjangnya sekitar 13cm dan
diameter 2,5cm, dilapisi oleh otot polos, mempunyai dinding vibroelastis
yang tertamam dalam balok-balok hialin yang mempertahankan trakea
tetap terbuka.
Struktur Trakea

Gambar 5 Struktur Trakea

Modul Tuberkulosis (TBC) 6


Pada ujung bawah trakea, setinggi angulus sterni tepi bawah trakea
vetebrae torakalis IV, trakea bercabang dua menjadi bronkus kiri dan
bronkus kanan. Trakea dibentuk oleh tulang-tulang rawan yang berbentuk
cincin yang terdiri dari 15-20 cincin. Diameter trakea tidak sama pada
seluruh bagian. Pada daerah servikal agak sempit, bagian pertengahan
sedikit melebar dan mengecil lagi deket percabangan bronkus. Bagian
dalam trakea terdapat septum yang disebut karina, terletak agak ke kiri dari
bidang median. Bagian dalam dari trakea terdapat sel-sel bersilia, berguna
untuk mengeluarkan benda asing yang masuk bersama udara ke jalan
pernapasan.
Fungsi Trakea
Mukosa trakea terdidi dari epitel keras seperti lamina yang berisi
jaringan serabut-serabut elastis. Jaringan mukosa ini berisi glandula
mukosa yang sampai ke permukaan epitel menyambung ke pembuluh
darah bagian luar. Submukosa trakea menjadikan dinding trakea kaku dan
melindungi serta mencegah trakea mengempis. Kartilago antara trakea dan
esofagus lapisannya berubah menjadi elastis pada saat proses menelan
sehingga membuka jalan makanan dan makanan masuk ke lambung.
Rangsangan saraf simpatis memperlebar diameter trakea dan merubah
besar volume saat terjadiya proses pernapasan.
5) Bronkus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian
kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan
trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan
ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih
pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih
tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat
di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang
dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri
pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan
kelobus atas dan bawah. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang
lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis.

Modul Tuberkulosis (TBC) 7


Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin
kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara
terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus
terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm.
Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi
dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh
saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut
saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai
penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari
bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil
atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh
alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus
atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0
cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus
Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori
kohn.
6) BronkIolus
Bronkiolus adalah bagian dari jalan lintas saluran udara pada paru-
paru. Mereka berada di ujung bronkus, yang lebih besar, percabangan
saluran napas pada paru-paru, dan berakhir di alveoli, kantung melingkar
kecil di mana oksigen ditukar dengan karbon dioksida dalam darah.
Lorong-lorong ini berbeda dari bronkus karena mereka tidak mengandung
tulang rawan atau kelenjar.
Bronkiolus bertanggung jawab untuk mengendalikan distribusi
udara dan resistensi aliran udara pada paru-paru. Paru-paru dan struktur
mereka adalah bagian dari sistem pernapasan, yang mengontrol
pernapasan dan juga termasuk bagian-bagian saluran pernapasan atas,
hidung, tenggorokan, dan sinus, dan faring dan trakea. Udara ditarik ke
dalam paru-paru melalui saluran pernapasan bagian atas hingga mencapai
alveoli, di mana darah beroksigen.

Modul Tuberkulosis (TBC) 8


Darah terdeoksigenasi mentransfer karbon dioksida ke dalam
alveoli, dan karbon dioksida dihirup melalui saluran pernapasan. Proses ini
membantu membawa darah beroksigen ke seluruh tubuh, untuk
menggerakan metabolisme tubuh.
Jaringan bronkial, seperti sebagian besar saluran pernapasan,
mengandung silia, proyeksi sel seperti jari kecil, pada permukaan bagian
mereka untuk membantu memindahkan udara melalui sistem. Bronkiolus
bercabang, dimulai dengan bronkiolus primer, yang bercabang ke yang
lebih kecil dan lebih banyak ujung bronkiolus, yang pada gilirannya dibagi
menjadi bronkiolus pernapasan. Masing-masing ujung mengandung sel
Clara, yang mengeluarkan senyawa protein yang disebut surfaktan yang
berfungsi untuk melumasi lorong-lorong, menjaga aliran udara, dan untuk
detoksifikasi zat-zat berbahaya dihirup ke dalam paru-paru.
Disfungsi bronkial dapat menjadi penyebab dari gangguan yang
mengancam nyawa. Dalam bronkospasme, saluran bronkial menyempit
dan menjadi sempit, menghambat penyerapan oksigen dalam darah. Ini
adalah gejala asma, bronchitis, flu, dan infeksi saluran pernapasan, serta
syok anaplhylactic disebabkan oleh alergen. Bronkospasme juga dapat
mengakibatkan sebagai efek samping dari obat-obatan tertentu, termasuk
beta-blocker dan pilocarpine. Mereka dapat menyebabkan batuk, sesak
napas, dan hipoksia, atau kekurangan oksigen dalam tubuh.
Suatu peradangan pada bronkiolus disebut bronchiolitis. Hal ini
biasanya merupakan gejala infeksi virus, tetapi dalam satu bentuk yang
jarang dan serius, bronchiolitis obliterans, lorong-lorong menjadi terhalang
oleh jaringan ikat fibrosa. Kebanyakan gangguan bronkial dapat diobati
dengan terapi oksigen atau bronkodilatasi, atau dengan memperlakukan
penyebab penyakit. Bronkodilatasi menggunakan baik obat atau
manipulasi mekanik untuk memperluas saluran udara di paru-paru.
Bagaimanapun, Obliterans bronkiolitis, tidak dapat diubah, dan mungkin
memerlukan transplantasi paru-paru pada kasus yang berat.

Modul Tuberkulosis (TBC) 9


7) Alveolus
Di dalam paru-paru kita terdapat gelembung-gelembung berisi
udara yang jumlahnya +/- 300 juta buah yang dikenal dengan sebutan
alveolus atau dalam bentuk jamaknya dikenal dengan nama alveoli.
Gelembung-gelembung tersebut memiliki dinding yang tipis yang
mengandung kapiler darah, dan setiap gelembung diselimuti oleh
pembuluh kapiler darah. Melalui dinding alveolus inilah terjadi pertukaran
gas Oksigen (O2) yang berasal dari udara ke sel-sel darah di dalam tubuh
kita, dan pertukaran karbondioksida (CO2) dari sel-sel darah dalam tubuh
ke udara bebas. Jadi dengan begitu, alveolus merupakan kantung yang
memiliki dinding yang tipis yang terdapat di ujung saluran udara terkecil
(bronkiolus) yang ada di dalam paru-paru yang di dalamnya berisi udara.
Sebuah alveolus bisa memiliki diameter yang mencapai 200 hingga
300 mikrometer. Sehingga keberadaan alveolus menjadikan permukaan
paru-paru menjadi semakin luas, dimana luas permukaan paru-paru
diperkirakan mencapai 160 M2 atau sekitar 100 kali lebih luas dari
permukaan tubuh kita.
Struktur Alveolus
Alveolus terdiri dari lapisan epitel dan matrik ekstraseluler yang
dikelilingi oleh kapiler. Lapisan epitel tersebut berperan untuk
memudahkan pengikatan oksigen yang berasal dari udara dalam rongga
alveolus yang dilakukan oleh darah di dalam kapiler-kapiler darah.
Diantara alveoli yang terdapat pada dinding alveolar terdapat pori-pori
yang disebut dengan pori-pori kohn. Alveoli juga mengandung beberapa
serat elastis dan serat kolagen.
Pada saat terjadi proses inhalasi, alveoli akan menjadi penuh
dengan udara. Keberadaan serat elastis yang terdapat dalam alveoli akan
memungkinkan struktur anatomi tersebut untuk meregang. Dengan kata
lain, saat kita sedang bernafas serat elastis tersebut memungkinkan
terjadinya ekspansi dan kontraksi pada dinding alveoli, sedangkan serat
kolagen akan menjadi lebih kaku dan memberikan ketegasan dinding
alveoli.

Modul Tuberkulosis (TBC) 10


Gambar 6 Struktur Alveolus
Adapun fungsi alveolus adalah :
a) Tempat pertukaran gas
b) Penyimpan udara dalam tubuh untuk sementara waktu
Fungsi lain dari alveoli adalah sebagai tempat penyimpanan udara
meskipun hanya sementara waktu yang kemudian akan memungkinkan
penyerapan udara berisi oksigen tersebut ke dalam darah.
b. Proses Oksigenasi
Oksigen (O2) adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam
proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-
sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2
ruangan setiap kali bernapas.
Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh :
1) Sistem respirasi / pernapasan
Sistem pernapasan terdiri atas organ pertukaran gas yaitu paru-paru
dan sebuah pompa ventilasi yang terdiri atas dinding dada, otot-otot
pernapasan, diafragma, isi abdomen, dinding abdomen dan pusat
pernapasan di otak.
Bernafas adalah pergerakan udara dari atmosfer ke sel tubuh dan
pengeluaran CO2 dari sel tubuh sampai ke luar tubuh. Ada tiga langkah
dalam proses oksigenasi yaitu ventilasi, perfusi paru dan difusi.

Modul Tuberkulosis (TBC) 11


a) Ventilasi
Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara dari dan ke
paru. Ventilasi paru mencakup gerakan dasar atau kegiatan bernafas
atau inspirasi dan ekspirasi. Udara yang masuk dan keluar terjadi
karena adanya perbedaan tekanan antara intrapleura dengan tekanan
atmosfer, dimana pada saat inspirasi tekanan intrapleural lebih negatif
(752 mmHg) dari pada tekanan atmosfer (760 mmHg) sehingga udara
akan masuk ke alveoli.
Inspirasi → Bersifat Aktif

Selama inspirasi terjadi kontraksi otot diafragma dan intercosta


eksterna, hal ini akan meningkatkan volume intrathorak →
menurunkan tekanan intratorak → tekanan intrapleural makin negatif
→ paru berkembang → tekanan intrapulmonary menjadi makin
negatif → udara masuk paru.
Ekspirasi → Bersifat Pasif

Selama ekspirasi terjadi relaksasi otot diafragma dan interkosta


eksterna, hal ini akan menurunkan volume intratorak → meningkatkan
tekanan intratorak → tekanan intrapleural makin positif → paru
mengempis → tekanan intrapulmonal menjadi makin positif → udara
keluar paru.
b) Perfusi paru
Perfusi paru adalah gerakan darah yang melewati sirkulasi
paru untuk dioksigenasi, dimana pada sirkulasi paru adalah darah
deoksigenasi yang mengalir dalam arteri pulmonaris dari ventrikel
kanan jantung. Darah ini memperfusi paru bagian respirasi dan ikut
serta dalam proses pertukaran oksigen dan karbondioksida di kapiler
dan alveolus. Sirkulasi paru merupakan 8-9% dari curah jantung.
Sirkulasi paru bersifat fleksibel dan dapat mengakodasi variasi volume
darah yang besar sehingga dapat dipergunakan jika sewaktu-waktu
terjadi penurunan volume atau tekanan darah sistemik. Adekuatnya

Modul Tuberkulosis (TBC) 12


pertukaran gas dalam paru dipengaruhi oleh keadaan ventilasi dan
perfusi.
c) Difusi
Difusi adalah pergerakan molekul dari area dengan konsentrasi
tinggi ke area konsentrasi rendah. Oksigen terus menerus berdifusi
dari udara dalam alveoli ke dalam aliran darah dan karbondioksida
(CO2) terus berdifusi dari darah ke dalam alveoli. Difusi udara
respirasi terjadi antara alveolus dengan membran kapiler. Perbedaan
tekanan pada area membran respirasi akan mempengaruhi proses
difusi. Misalnya pada tekanan parsial (P) O2 di alveoli sekitar 100
mmHg sedangkan tekanan parsial pada kapiler pulmonal 60 mmHg
sehingga oksigen akan berdifusi masuk dalam darah. Berbeda halnya
dengan CO2 dengan PCO2 dalam kapiler 45 mmHg sedangkan alveoli
40 mmHg maka CO2 akan berdifusi keluar alveoli.
2) Sistem kardiovaskuler
Kemampuan oksigenasi pada jaringan sangat dipengaruhi oleh
fungsi jantung untuk memompa darah sebagai transpor oksigen. Darah
masuk ke atrium kiri dari vena pulmonaris. Aliran darah keluar dari
ventrikel kiri menuju aorta melalui katup aorta. Kemudin dari aorta darah
disalurkanke seluruh sirkulasi sistemik melalui arteri, arteriol, dan kapiler
serta menyatu kembali membentuk vena yang kemudian di alirkan ke
jantung melalui atrium kanan. Darah dari atrium kanan masuk dalam
ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis kemudian keluar ke arteri
pulmonaris melalui katup pulmonaris untu kemudian dialirkan ke paru-
paru kanan dan kiri untuk berdifusi. Darah mengalir di dalam vena
pulmonaris kembali ke atrium kiri dan bersirkulasi secara sistemik.
Sehingga tidak adekuatnya sirkulasi sistemik berdampak pada kemampuan
transpor gas oksigen dan karbondioksida.
3) Hematologi
Oksigen membutuhkan transpor dari paru-paru ke jaringan dan
karbondioksida dari jaringan ke paru-paru. Sekitar 97% oksigen dalam
darah dibawa eritrosit yang telah berikatan dengan hemoglobin (Hb) dan

Modul Tuberkulosis (TBC) 13


3% oksigen larut dalam plasma. Setiap sel darah merah mengandung 280
juta molekul Hb dan setiap molekul dari keempat molekul besi dalam
hemoglobin berikatan dengan satu molekul oksigen membentuk
oksihemoglobin (HbO2). Reaksi pengikatan Hb dengan O2 adalah Hb +
O2 - HbO2. Afinitas atau ikatan Hb dengan O2 dipengaruhi oleh suhu, pH,
konsentrasi 2,3 difosfogliserat dalam darah merah. Dengan demikian
besarnya Hb dan jumlah eritrosit akan mempengaruhi transpor gas.

3. Etiologi
Saferi (2013 : 137) mengemukakan tentang etiologi Tuberkulosis (TB)
Paru, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Agen infiksius utama, mycobacetrium tuberculosis adalah batang aerobik
tahan asam yang tumbu dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar
ultraviolet.
b. Mycobacterium bovis dan mycobacterium avium pernah, pada kejadian yang
jarang, berkaitan dengan terjadinya infeksi tuberkulosis.

4. Klasifikasi
Klasifikasi penderita TB paru adalah sebagai berikut:
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada
hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-
lain.

Modul Tuberkulosis (TBC) 14


b. Klasifikasi berdasarkan pemeriksaan dahak mikroskopis
1) Tuberkulosis paru BTA positif
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
Spesimen dahak SPS hasilnya positif dan foto rontgen dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
2) Tuberculosis paru BTA negatif
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya negatif dan foto rontgen
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
1) TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang
luas (misalnya proses “far advanced”), dan keadaan umum pasien buruk.
2) TB eksta paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu:
a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
b) TB ekstra paru berat, misalnya: meningitis, milier, pericarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB
usus, TB saluran kemih, dan alat kelamin.
d. Tipe Penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita yaitu:
1) Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan (30 dosis harian).
2) Kambuh (relaps)
Adalah penderita yang pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif.

Modul Tuberkulosis (TBC) 15


3) Pindahan (transfer in)
Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu
kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten tertentu.
Penderita tersebut harus membawa surat rujukan/pindahan.
4) Setelah lalai (pengobatan setelah default/drop out)
Adalah penderita yang sudah pernah berobat paling kurang 1 bulan dan
berhenti 2 bulan lebih, kemudian datang lagi berobat. Umumnya
penderita tersebut kembali dengan hasil dahak BTA positif.

5. Patofisiologi
Ketika seorang pasien tuberkulosis paru batuk, bersin, atau berbicara,
maka secara tak sengaja keluarlah droplet nuclei dan jatuh ke tanah, lantai atau
tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas,
droplet nuclei tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu
dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung
dalam droplet nuklei terbang ke udara. Droplet kecil sekali dapat tetap beredar
diudara selama beberapa jam. Droplet nuklei yang sedikit mengandung satu
hingga tiga basili yang menghindari sistem pertahanan jalan napas untuk masuk
paru tertanam pada alveolus atau bronkiolus pernapasan, biasanya pada lobus
atas. Karena kuman memperbanyak diri, mereka menyebabkan respons
inflamasi lokal. Respons inflamasi membawa neutrofil dan makrofag ke tempat
tersebut. Mycobacterium tuberculosis terus memperbanyak diri secara lambat
beberapa masuk sistem limfatik untuk menstimulasi respons imun. Neutrofil dan
makrofag mengisolasi bakteri, tetapi tidak dapat menghancurkannya. Lesi
granulomatosa disebut tuberkel, koloni basil yang terlindungi, terbentuk. Dalam
tuberkel¸ jaringan terinfeksi mati, membentuk pusat seperti keju, proses yang
disebut nekrosis degenerasi jaringan mati.
Jika respons imun adekuat, terjadi jaringan parut sekitar tuberkel dan
basil tetap tertutup. Lesi ini pada akhirnya mengalami klasifikasi dan terlihat
pada sinar-X. Pasien, ketika terinfeksi oleh M. tuberculosis tidak terjadi penyakit
TB. Jika respons tidak adekuat untuk mengandung basili, penyakit TB akan

Modul Tuberkulosis (TBC) 16


terjadi. Terkadang, infeksi dapat memburuk, menyebabkan destruksi jaringan
paru yang luas.
Lesi TB yang telah sembuh sebelumnya dapat diaktivasikembali.
Tuberkulosis reaktivasi terjadi ketika sistem imun tertekan akibat usia, penyakit,
atau penggunnaan obat imunosupresif. Luas penyakit paru dapat beragam dari
lesi kecil hingga kavitasi luas jaringan paru. Tuberkel rupture, basili menyebar
ke jalan napas untuk membentuk lesi satelit dan menghasilkan pneumonia
tuberculosis. Tanpa terapi, keterlibatan paru massif dapat menyebabkan
kematian, atau proses yang lebih kronik pembentukan tuberkel dan kavitasi
dapat terjadi.
Orang yang mengalami penyakit kronik terus menyebarkan M.
tuberculosis ke lingkungan, kemungkinan menginfeksi orang lain (Pricilla
LeMone, 2015). Reaksi infeksi/inflamasi yang terjadi pada penderita
tuberculosis paru akan membentuk kavitas dan merusak parenkim paru lalu
menimbulkan edema trakeal/faringeal, peningkatan produksi sekret, pecahnya
pembuluh darah jalan napas dan mengakibatkan batuk produktif, batuk darah,
sesak napas, penurunan kemampuan batuk efektif dan terjadi masalah
keperawatan yaitu ketidakefektifan bersihan jalan napas (Muttaqin, 2008).

Modul Tuberkulosis (TBC) 17


Gambar 7 Patofisiologi Tuberculosis (Mutaqqin, 2008)

Modul Tuberkulosis (TBC) 18


6. Cara Penularan TB Paru
Sumber penularan TB adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk
atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak
(droplet infection). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
di udara dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat
bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab
(Kemenkes RI, 2011).
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin tinggi tingkat penularan pasien tersebut. Faktor yang
memungkinkan seseorang terpapar kuman TB ditentukan oleh konsentrasi
percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Herdin, 2005
dalam Yunus 2018)
Menurut Aditama (2006) dalam Yunus (2018), penularan TB dapat terjadi
jika seseorang penderita TB paru berbicara, meludah, batuk, atau bersin, maka
kuman-kuman TB yang berada dalam paru-parunya akan menyebar ke udara
sebagai partikulat melayang (suspended particulate matter) dan menimbulkan
droplet infection. Basil TB paru tersebut dapat terhirup oleh orang lain yang
berada di sekitar penderita. Dalam waktu 1 tahun seorang penderita TB paru
dapat menularkan penyakitnya pada 10 sampai 15 orang di sekitarnya.
Apabila sudah terkontaminasi dengan kuman Mycobacterium
tuberculosis (TB) itu sangat berisiko dimana sekitar 10% yang terinfeksi TB
akan menjadi sakit TB. Riwayat alamiah pasien TB yang tidak diobati setelah 5
tahun diantaranya 50% akan meninggal, 25% akan sembuh sendiri dengan daya
tahan tubuh yang tinggi, 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular
(Kemenkes RI, 2011).

7. Faktor Risiko Terjadinya Tuberkulosis


Faktor risiko adalah semua variabel yang berperan dalam timbulnya
kejadian penyakit. Pada dasarnya berbagai faktor risiko TB paru saling berkaitan

Modul Tuberkulosis (TBC) 19


satu sama lain. Faktor risiko yang berperan dalam kejadian tuberkulosis adalah
faktor karakteristik individu (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan,
penghasilan) faktor sosial ekonomi (status kemiskinan), faktor risiko kondisi
lingkungan (kepadatan hunian, ventilasi, suhu, kelembaban, pencahayaan, dan
jenis rumah/materi bangunan), faktor perilaku kebiasaan merokok, faktor
riwayat kontak, dan jarak rumah ke fasilitas pelayanan kesehatan.

8. Manifestasi Klinis
Tuberculosis sering di juluki the great imitator yaitu suatu penyakit
yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan
gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang
timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik
(Saferi, 2013 : 140).
Gambaran klinik TB paru dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik dan gejala sistemik:
a. Gejala respiratorik, meliputi (Saferi, 2013 : 140):
1) Batuk: Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian
berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
2) Batuk darah: Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin
tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau
darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena
pecahnya pembuluh darah. Berat tinganya batuk darah tergantung dari
besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
3) Sesak nafas: Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah
luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothorak, anemia.
4) Nyeri dada: Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang
ringan. Gejal ini timbul apabila sistem persyarafan di pleura terkena.
b. Gejala sistemik, meliputi:
1) Demam: merupakan gejala yang sering dijumapai biasanya timbul pada
sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin

Modul Tuberkulosis (TBC) 20


lama makin panjang seranganya sedang, masa bebas , serangan masih
pendek.
2) Gejala sistemik lain: ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan, malaise.
3) Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan
tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak nafas walaupun jarang
dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Bakteriologis
Pemeriksaan bakteriologis untuk menemukan kuman TB mempunyai
arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk
pemeriksaan bakteriologis ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, bilasan
bronkus, liquor cerebrospinal, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar,
urin, faeces, dan jaringan biopsi.
b. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan rutin adalah foto toraks PA. Pemeriksaan atas indikasi
seperti foto apikolordotik, oblik, CT Scan. Tuberkulosis memberikan
gambaran bermacam- macam pada foto toraks. Gambaran radiologis yang
ditemukan dapat berupa:
1) Bayangan lesi di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah
2) Bayangan berawan atau berbercak
3) Adanya kavitas tunggal atau ganda
4) Bayangan bercak milier
5) Bayangan efusi pleura, umumnya unilateral
6) Destroyed lobe sampai destroyed lung
7) Kalsifikasi
8) Schwarte.
Penelitian di Bangalore, India yang melibatkan 2.229 orang dengan
gejala respiratorik dan sistemik (batuk 2 minggu atau lebih, nyeri dada, panas
lebih dari 4 minggu dan batuk darah) yang kemudian dievaluasi secara

Modul Tuberkulosis (TBC) 21


radiologi (foto toraks) dan bakteriologi (hapusan dahak) menghasilkan tabel
berikut :
Tabel 3 . Perbandingan Gambaran Radiologi dengan pemeriksaan mikrobiologi
sputum pada penderita dengan dugaan TB di Bangalore India
Pemeriksaan Mikrobiologi
Sputum
Jumlah S+ S- S+ S-
Gambaran Radiologi penderita
C+ C+ C- C-

TB 227 122 20 4 81

Selain TB 304 8 4 1 291

Normal 1698 - 8 10 1680

Total 2229 130 32 15 2052

S : Hapusan Sputum
C : Kultur Sputum

10. Penatalaksanaan
a. Terapi Farmakologi
1) Pengobatan TBC di Indonesia sesuai program nasional menggunakan
panduan OAT yang diberikan dalam bentuk kombipak, sebagai berikut :
a) Kategori I : 2 RHZE/4H3R3 Diberikan untuk Penderita baru TB Paru
dengan BTA (+), Penderita baru TB Paru, BTA (-), RO (+), dengan
kerusakan parenkim paru yang luas, Penderita baru TB dengan
kerusakan yang berat pada TB ekstra pulmonal.
b) Kategori II : 2 RHZES/HRZE/5R3H3E3 Diberikan untuk Penderita TB
Paru BTA (+) dengan riwayat pengobatan sebelumnya kambuh,
kegagalan pengobatan atau pengobatan tidak selesai.
c) Kategori III : 2 RHZ/4R3H3 Diberikan untuk Penderita baru BTA (-)
dan RO(+) sakit ringan, Penderita ekstra paru ringan, yaitu TB kelenjar
limfe, pleuritis eksudatif unilateral, TB Kulit, TB tulang.

Modul Tuberkulosis (TBC) 22


2) Pengobatan Tuberkulosis Paru menggunakan Obat Anti Tuberkulosis
(OAT) dengan metode Directly Observed Treatment (DOTS) :
a) Kategori I (2HRZE/4H3R3) untuk pasien TBC.
b) Kategori II (2HRZES/HERZE/5H3R3E3) untuk pasien ulangan (pasien
yang pengobatan kategori I nya gagal atau pasien yang kambuh).
c) Kategori III (2HRZ/4H3RE) untuk pasien baru dengan BTA (-). RO
(+), Sisipan (HRZE) digunakan sehingga tambahan bila pada
pemeriksaan akhir tahap intensif dari pengobatan dengan kategori I atau
kategori II ditemukan BTA(+). Obat diminum sekaligus 1 (satu) jam
sebelum makan.
b. Terapi Non Farmakologi
Tindakan yang dapat dilakukan pada pasien tuberkulosis dengan
masalah keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif yaitu latihan batuk
efektif, napas dalam dan pengaturan posisi (semi atau high fowler).
1) Batuk Efektif
Batuk Efektif merupakan suatu upaya untuk mengeluarkan dahak
dan menjaga paru-paru agar tetap bersih, di samping dengan memberikan
tindakkan nebulizer dan postural drainage. Batuk efektif dapat dilakukan
pada pasien dengan cara diberikan posisi yang sesuai agar pengeluaran
dahak dapat lancar. Batuk efektif ini merupakan bagian tindakkan
keperawatan untuk pasien dengan gangguan pernapasan akut dan kronik
(Alie & Rodiyah, 2013).
2) Tujuan Batuk Efektif
Batuk efektif dan napas dalam merupakan teknik batuk efektif
yang menekankan inspirasi maksimal yang dimulai dari ekspirasi, yang
bertujuan untuk (Alie & Rodiyah, 2013):
a) Merangsang terbukanya sistem kolateral
b) Meningkatkan distribusi ventilasi
c) Meningkatkan volume paru
d) Memfasilitasi pembersihan saluran napas

Modul Tuberkulosis (TBC) 23


3) Manfaat Batuk Efektif
Pemberian latihan batuk efektif beserta teknik melakukannya akan
memberikan manfaat. Manfaat dari batuk efektif yaitu untuk
melonggarkan dan melegakan saluran pernapasan maupun mengatasi sesak
akibat adanya lendir yang memenuhi saluran pernapasan.Lendir, baik
dalam bentuk dahak (sputum) maupun sekret dalam hidung, timbul akibat
adanya infeksi pada saluran pernapasan maupun karena sejumlah penyakit
yang di derita seseorang (Alie & Rodiyah, 2013).
4) Prosedur Tindakkan Batuk Efektif
Prosedur tindakkan batuk efektif yaitu antara lain sebagai berikut
(Alie & Rodiyah, 2013):
a) Beri tahu pasien, minta persetujuan klien dan anjurkan untuk cuci
tangan
b) Atur pasien dalam posisi duduk tegak atau duduk setengah
memebungkuk (Semi fowler atau high fowler)
c) Letakkan handuk/alas pada leher klien, letakkan bengkok atau pot
sputum pada pangkuan dan anjurkan klien memegang tisu
d) Ajarkan klien untuk menarik napas dalam secara perlahan, tahan 1-3
detik dan hembuskan perlahan melalui mulut. Lakukan prosedur ini
beberapa kali
e) Anjurkan untuk menarik napas, 1-3 detik batukkan dengan kuat
f) Tarik napas kembali selama 1-2 kali dan ulangi prosedur diatas 2
hingga 6 kali (g)Jika diperlukan, ulangi lagi prosedur di atas
g) Bersihkan mulut klien, instruksikan klien untuk membuang sputum
pada pot sputum atau bengkok
h) Beri penguatan, berskan alat dan cuci tangan
i) Menjaga kebersihan dan mencegah kontaminasi terhadap sputum
j) Tindakan batuk efektif perlu diulang beberapa kali bila diperlukan

11. Pencegahan
Beberapa cara dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan TB
paru ke orang lain (Depkes RI, 2007), diantaranya:

Modul Tuberkulosis (TBC) 24


a. Menutup mulut bila batuk atau bersin
b. Meludah pada wadah tertutup yang telah diberikan desinfektan
c. Penjemuran kasur dan bantal terutama pagi-pagi
d. Ventilasi yang cukup agar sinar matahari dan udara segar masuk ke tempat
tidur.
e. Menghindari udara dingin
f. Makanan tinggi karbohidrat dan protein
g. Pemeriksaan rutin penderita TB paru dan memeriksakan anggota keluarga
lainnya apakah juga tertular TB paru
h. Memisahkan alat makan dan minum
i. Imunisasi BCG diberikan kepada bayi usia 3-14 bulan
Tindakan pencegahan penularan TB paru yang dapat dilakukan oleh
keluarga atau penderita TB paru adalah:
a. Menutup mulut bila batu dan bersin
b. Tidak membuang ludah disembarang tempat
c. Membuang ludah atau dahak pada wadah tertutup yang telah disediakan
misalnya kaleng yang telah diisi pasur atau cairan lisol
d. Tidak tinggal sekamar dengan anggota keluarga yang lain
e. Jemur kasur bekas tempat tidur penderita secara teratur
f. Minum obat secara teratur sampai selesai program pengobatan
g. Memisahkan alat makanan dan minum dengan anggota keluarga yang lain
h. Memeriksakan anggota keluarga lainnya apakah juga terkena penularan TB
paru
i. Menganjurkan kepada anggota keluarga lain untuk menjaga stamina dan
membiasakan hidup sehat
j. Menganjurkan kepada anggota keluarga untukmemberikan imunisasi BCG
kepada anggota keluarga yang mempunyai anak balita
k. Memodifikasi lingkungan yang dapat menurunkan resiko penularan TB paru
anatara lain:
1) Lantai yang tidak lembab
2) Bebas dari debu rumah
3) Jendela atau ventilasi yang cukup (20% dari luas lantai) dapat dengan

Modul Tuberkulosis (TBC) 25


ventilasi alamiah (jendela, pintu, lubang angin, celah dinding, dsb). Pada
prinsipnya yang penting udara mengalir keluar masuk rumah
4) Pencahayaan yang cukup, yaitu luasnya ±15% sampai 20% dari luas lantai
rumah untuk masuknya cahaya dan upaya sinar matahari lamanya
menyinari lantai bukan dinding. Jalan masuknya cahaya alami juga bisa
diupayakan dengan genteng kaca.
5) Lingkungan rumah yang bersih, yaitu terdapat khususnya untuk
membuang sampah, dan jauh dari kandang ternak.

12. Komplikasi
Tb paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita TB paru
dibedakan menjadi dua (Sudoyo, 2009).
a. Komplikasi dini: plueuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus Poncet’s
arthropathy
b. Komplikasi stadium lanjut:
a. Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas atau syok
hipovolemik
b. Kolaps lobus akibat sumbatan duktus
c. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru
d. Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang pecah
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dan
sebagainya.

Modul Tuberkulosis (TBC) 26


B KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan TB paru
(Somantri, 2012).
a. Data Pasien
Penyakit TB paru dapat menyerang manusia mulai dari usia anak
sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan
perempuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada pasien yang tinggal
didaerah dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga masuknya cahaya
matahari kedalam rumah sangat minim. TB paru pada anak dapat terjadi pada
usia berapapun, namun usia paling umum adalah antara 1-4 tahun. Anak-anak
lebih sering mengalami TB diluar paru-paru (extrapulmonary) dibanding TB
paru dengan perbandingan 3:1.
TB diluar paru-paru adalah TB berat yang terutama ditemukan pada
usia<3 tahun. Angka kejadia (pravelensi) TB paru pada usia 5-12 tahun cukup
rendah, kemudian meningkat setelah usia remaja dimana TB paru menyerupai
kasus pada pasien dewasa (sering disertai lubang/kavitas pada paru-paru).
b. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Keluhan yang sering muncul antara lain:
1) Demam: subfebris, febris (40-41oC) hilang timbul.
2) Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus batuk ini terjadi untuk
membuang/mengeluarkan produksi radang yang dimulai dari batuk kering
sampai dengan atuk purulent (menghasilkan sputum).
3) Sesak nafas: bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah
paru-paru.
4) Keringat malam.
5) Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi radang
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
6) Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam.
7) Sianosis, sesak nafas, kolaps: merupakan gejala atelektasis. Bagian dada
pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong ke sisi yang

Modul Tuberkulosis (TBC) 27


sakit. Pada foto toraks, pada sisi yang sakit nampak bayangan hitam dan
diagfragma menonjol keatas.
8) Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit ini
muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan tetapi merupakan
penyakit infeksi menular.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
1) Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh
2) Pernah berobat tetapi tidak sembuh
3) Pernah berobat tetapi tidak teratur
4) Riwayat kontak dengan penderita TB paru
5) Daya tahan tubuh yang menurun
6) Riwayat vaksinasi yang tidak teratur
7) Riwayat putus OAT.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya pada keluarga pasien ditemukan ada yang menderita TB
paru.Biasanya ada keluarga yang menderita penyakit keturunan seperti
Hipertensi, Diabetes Melitus, jantung dan lainnya.
e. Riwayat Pengobatan Sebelumnya
1) Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya
2) Jenis, warna, dan dosis obat yang diminum.
3) Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan
penyakitnya.
4) Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.
f. Riwayat Sosial Ekonomi
1) Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu, dan tempat bekerja, jumlah
penghasilan.
2) Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikasi dengan
bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang mampu, masalah
berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang
lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan
pasien, tidak bersemangat dan putus harapan.

Modul Tuberkulosis (TBC) 28


g. Faktor Pendukung
1) Riwayat lingkungan.
2) Pola hidup: nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat
dan tidur, kebersihan diri.
3) Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit,
pencegahan, pengobatan dan perawatannya.
h. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Biasanya KU sedang atau buruk
Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : Normal ( kadang rendah karena kurang istirahat)
Nadi : Pada umumnya nadi pasien meningkat
Respirasi : Biasanya napas pasien meningkat (normal: 16-20x/i)
Suhu : Biasanya kenaikan suhu ringan pada malam hari.
Suhu mungkin tinggi atau tidak teratur. Seiring kali
tidak ada demam
Pemeriksaan Head to Toe
Kepala : Inspeksi
Biasanya wajah tampak pucat, wajah tampak
meringis, konjungtiva anemis, skelra tidak ikterik,
hidung tidak sianosis, mukosa bibir kering, biasanya
adanya pergeseran trakea.
Thorax : Inspeksi : Kadang
terlihat retraksi interkosta dan tarikan dinding dada,
biasanya pasien kesulitan saat inspirasi.
Palpasi : Fremitus
paru yang terinfeksi biasanya lemah Perkusi :
Biasanya saat diperkusi terdapat suara pekak
Auskultasi : Biasanya
terdapat bronki
Abdomen : Inspeksi
Biasanya tampak simetris.
Palpasi : Biasanya

Modul Tuberkulosis (TBC) 29


tidak ada pembesaran hepar.
Perkusi
Biasanya terdapat suara tympani.
Auskultasi
Biasanya bising usus pasien tidak terdengar.
Ekstremitas Atas : Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin, tampak
pucat, tidak ada edema
Ekstremitas Bawah : Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin, tampak
pucat, tidak ada edema
i. Pemeriksaan Diagnostik
1) Kultur sputum: Mikobakterium TB positif pada tahap akhir penyakit.
2) Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm
terjadi 48-72 jam).
3) Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas; pada tahap dini
tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas;
pada kavitas bayangan, berupa cincin; pada klasifikasi tampak bayangan
bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
4) Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atatu kerusakan paru
karena TB paru.
5) Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
6) Spirometri: penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.
j. Pola Kebiasaan Sehari-hari
1) Pola aktivitas dan istirahat
Subyektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. Sesak
(nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil,
berkeringat pada malam hari.
Obyektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable,
sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah
paru), demam subfebris (40-41oC) hilang timbul.
2) Pola Nutrisi
Subyektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat
badan.

Modul Tuberkulosis (TBC) 30


Obyektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/berisik, kehilangan lemak
subkutan.
3) Respirasi
Subyektif : Batuk produktif/ non produktif sesak nafas, sakit dada.
Obyektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah,
pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi
basah, kasar didaerah apeks paru, takipneu (penyakit luas
atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak nafas,
pengembangan pernafasan tidak simetris (effusi pleura),
perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural),
deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
4) Rasa nyaman/nyeri
Subyektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang
Obyektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi,
gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke
pleura sehingga timbul pleuritis.
5) Integritas Ego
Subyektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak
berdaya/tak ada harapan.
Obyektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan,
mudah tersinggung.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien dengan Tuberculosis Paru, diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan mokus dalam jumlah
berlebihan, eksudat dalam jalan alveoli, sekresi bertahan/sisa sekresi.
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, keletihan,
keletihan otot pernapasan.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-
kapiler.

Modul Tuberkulosis (TBC) 31


d. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna
makanan.
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera.
f. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.
g. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.
h. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan, infeksi/
kontaminan interpersonal, ancaman pada konsep diri.

Modul Tuberkulosis (TBC) 32


3. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan yang dapat diterapkan berdasarkan diagnosa diatas pada pasien dengan TB paru adalah sebagai
berikut:
Tabel 4 rencana tindakan keperawatan pada klien dengan TB Paru

NO SDKI SLKI SIKI


1. D.00001 Bersihan jalan napas Latihan Batuk Efektif
Bersihan Jalan Napas Kriteria hasil :
Tidak Efektif 1. Batuk efektif Observasi
2. Produksi sputum 1. Identifikasi kemampuan batuk
Definisi: ketidakmampuan 3. Mengi 2. Monitor adanya retensi sputum
membersihkan sekret atau 4. Wheezing 3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
obstruksi jalan nafas untuk 5. Mekonium (pada 4. Monitor input dan output cairan (missal nya : jumlah dan
mempertahankan jalan nafas neonatus) karakteristik)
tetap paten. 6. Dispnea Terapeutik
7. Ortopnea 1. Atur posisi semi-fowler atau fowler
Penyebab : 8. Sulit bicara 2. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
Fisiologi 9. Sianosis 3. Buang secret pada tempat sputum
1. Spasme jalan napas 10. Gelisah Edukasi
2. Hipersekresi jalan 11. Frekuensi napas 1. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
napas 12. Pola napas 2. Anjurkan tarik napas dalam melalui hidurng selama 4 detik,
3. Difungsi ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut
neuromuscular dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
4. Benda asing dalam 3. Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
jalan napas 4. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas
5. Adanya jalan napas dalam yang ke 3.
buatan Kolaborasi
6. Sekresi yang bertahan 1. Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika
7. Hyperplasia dinding perlu.

Modul Tuberkulosis (TBC) 33


jalan napas
8. Proses infeksi Managemen Jalan Napas
9. Respon infeksi Obeservasi
10. Respon alergi 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, dan usaha
11. Efek agen farmakologi napas).
(missal nya : anastesi) 2. Monitor bunyi napas tambahan (missal nya : gurgling,
mengi, wheezing, ronkhi kering)
Situasional 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
1. Merokok aktif Terapeutik
2. Merokok pasif 1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head tilt dan
3. Terpajan polutan chin lift (jaw thrust jika curiga ada nya trauma servikal.
2. Posisikan semi fowler atau fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika itu diperlukan
5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forcep mcgill
8. Berikan oksigen, jika itu perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika itu perlu

Pemantauan Respirasi
Observasi
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
2. Monitor pola napas (seperti : bradipnea, takipnea,

Modul Tuberkulosis (TBC) 34


hiperventilasi, kussmaul, cheyne- strokes, biot, ataksik)
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil x-ray thorak
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika itu perlu
2 D.0005 Pola nafas membaik Pemantauan Respirasi (I.01014)
Pola napas tidak efektif (l.01004) Observasi
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
Definisi: 2. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
nspirasi dan/atau ekspirasi hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik0
yang tidak memberikan 3. Monitor kemampuan batuk efektif
ventilasi adekuat. 4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
Penyebab: 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
1. Depresi pusat 7. Auskultasi bunyi napas
pernapasan 8. Monitor saturasi oksigen
2. Hambatan upaya napas 9. Monitor nilai AGD
(mis. Nyeri saat 10. Monitor hasil x-ray toraks
bernapas, kelemahan Terapeutik
otot pernapasan) 1. Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

Modul Tuberkulosis (TBC) 35


3. Deformitas dinding 2. Dokumentasikan hasil pemantauan
dada Edukasi
4. Deformitas tulang dada 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
5. Gangguan neuro 2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
muskular
6. Gangguan neurologis Menejemen Jalan Napas (I. 01011)
(mis. Observasi
Elektroensefalogram 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
(EEG) positif, cedera 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi,
kepala, gangguan weezing, ronkhi kering)
kejang) 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
7. Imaturitas neurologis Terapeutik
8. Penurunan energi 1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-
9. Obesitas lift (jaw-thrust jika curiga trauma cervical)
10. Posisi tubuh yang 2. Posisikan semi-Fowler atau Fowler
menghambat ekspansi 3. Berikan minum hangat
paru 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
11. Sindrom hipoventilasi 5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
12. Kerusakan inervasi 6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
diafragma (kerusakan 7. Penghisapan endotrakeal
saraf C5 ke atas) 8. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsepMcGill
13. Cedera pada medulla 9. Berikan oksigen, jika perlu
spinalis Edukasi
14. Efek agen farmakologis 1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi.
15. Kecemasan 2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.
3 D.0003 Pertukaran gas Pemantauan respirasi
Gangguan Pertukaran Gas Kriteria hasil : Observasi

Modul Tuberkulosis (TBC) 36


1. Tingkat kesadaran 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
Penyebab : 2. Dispnea 2. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
1. Ketidakseimbangan 3. Bunyi napas hiperventilasi, kussmaul, cheyne-strokes, biot, dan ataksik)
ventilasi-perfsusi tambahan 3. Monitor kemampuan batuk efektif
2. Perubahan membrane 4. Pusing 4. Monitor adanya produksi sputum
alveolus-kapiler 5. Penglihatan kabur 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
6. Diaphoresis 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Gelisah 7. Auskultasi bunyi napas
8. Napas cuping 8. Monitor saturasi oksigen
hidung 9. Monitor nilai agd
9. PCO2 10. Monitor hasil x-ray thorax
10. PO2 Terapeutik
11. Takikardia 1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
12. pH arteri 2. Dekumentasikan hasil pemantauan
13. sianosis Edukasi
14. pola napas 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
15. warna kulit 2. Informasikan hasil pemantauan, jika itu perlu

Terapi oksigen
Obeservasi
1. Monitor kecepatan aliran oksigen
2. Monitor posisi alat terapi oksigen
3. Monitor aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi
yang diberikan cukup
4. Monitor efektifitas terapi oksigen (missal nya: oksimetri,
analisa gas darah), jika itu perlu
5. Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
6. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
7. Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen danatelektasis
8. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen

Modul Tuberkulosis (TBC) 37


9. Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan
oksigen
Terapeutik
1. bersihankan secret pada mulut, hidung, dan trakea, jika itu
perlu
2. pertahankan kepatenan jalan napas
3. siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
4. berikan oksigen tambahan, jika itu perlu
5. tetap berikan oksigen saat pasien di transportasi
6. gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien.
Edukasi
1. Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen
dirumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan atau tidur
4 D.00019 Status nutrisi Manajemen Nutrisi (I. 03119)
Defisit Nutrisi membaik (L. 03030
Observasi
Definisi: Asupan nutrisi 1. Identifikasi status nutrisi
tidak cukup untuk 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
memenuhi kebutuhan 3. Identifikasi makanan yang disukai
metabolisme. 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
Penyebab; 6. Monitor asupan makanan
1. Ketidakmampuan 7. Monitor berat badan
menelan makanan 8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
2. Ketidakmampuan Terapeutik
mencerna makanan 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu

Modul Tuberkulosis (TBC) 38


3. Ketidakmampuan Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
2.
mengabsorbsi nutrien Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
3.
4. Peningkatan kebutuhan Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
4.
metabolisme Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
5.
5. Faktor ekonomi (mis. Berikan suplemen makanan, jika perlu
6.
finansial tidak Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika
7.
mencukupi) asupan oral dapat ditoleransi
6. Faktor psikologis (mis. Edukasi
stres, keengganan untuk 1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
makan) 2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu.
5 D.0077 Tingkat nyeri Manajemen Nyeri (I. 08238)
Nyeri Akut menurun (L.08066) Observasi
1. lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Definisi: Pengalaman 2. Identifikasi skala nyeri
sensorik atau emosional 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
yang berkaitan dengan 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
kerusakan jaringan aktual 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
atau fungsional, dengan 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
onset mendadak atau lambat 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
dan berintensitas ringan 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
hingga berat yang diberikan
berlangsung kurang dari 3 9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
bulan. Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Penyebab: (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback,
1. Agen pencedera

Modul Tuberkulosis (TBC) 39


fisiologis (mis. terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres
Inflamasi, iskemia, hangat/dingin, terapi bermain)
neoplasma) 2. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
2. Agen pencedra kimiawi ruangan, pencahayaan, kebisingan)
(mis. Terbakar, bahan 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
kimia iritan) 4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
3. Agen pencidra fisik meredakan nyeri
(mis. Abses, trauma, Edukasi
amputasi, terbakar, 1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
terpotong, mengangkat 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
berat,prosedur 3. Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
operasi,trauma, latihan 4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
fisik berlebihan 5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perl
6 D.0130 Termoregulasi Manajemen Hipertermia (I.15506)
Hipertermia Membaik (L. 14134) Observasi
1. Identifkasi penyebab hipertermi (mis. dehidrasi terpapar
Definisi: lingkungan panas penggunaan incubator)
Suhu tubuh meningkat 2. Monitor suhu tubuh
diatas rentang normal tubuh 3. Monitor kadar elektrolit
Penyebab 4. Monitor haluaran urine
1. Dehidrasi Terapeutik
2. Terpapar lingkungan 1. Sediakan lingkungan yang dingin
panas 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
3. Proses penyakit (mis. 3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
infeksi, kanker) 4. Berikan cairan oral
4. Ketidaksesuaian 5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
pakaian dengan tubuh hiperhidrosis (keringat berlebih)
5. Peningkatan laju 6. Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia atau

Modul Tuberkulosis (TBC) 40


metabolisme kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen,aksila)
6. Respon trauma 7. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
7. Aktivitas berlebihan 8. Batasi oksigen, jika perlu
8. Penggunaan incubator Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

Regulasi Temperatur (I.14578)


Observasi
1. Monitor suhu bayi sampai stabil ( 36.5 C -37.5 C)
2. Monitor suhu tubuh anak tiap 2 jam, jika perlu
3. Monitor tekanan darah, frekuensi pernapasan dan nadi
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia dan hipertermia
Terapeutik
1. Pasang alat pemantau suhu kontinu, jika perlu
2. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
3. Bedong bayi segera setelah lahir, untuk mencegah kehilangan
panas
4. Masukkan bayi BBLR ke dalam plastic segera setelah lahir (
mis. bahan polyethylene, poly urethane)
5. Gunakan topi bayi untuk memcegah kehilangan panas pada
bayi baru lahir
6. Tempatkan bayi baru lahir di bawah radiant warmer
7. Pertahankan kelembaban incubator 50 % atau lebih untuk
mengurangi kehilangan panas Karena proses evaporasi
8. Atur suhu incubator sesuai kebutuhan
9. Hangatkan terlebih dahulu bhan-bahan yang akan kontak
dengan bayi (mis. seelimut,kain bedongan,stetoskop)

Modul Tuberkulosis (TBC) 41


10. Hindari meletakkan bayi di dekat jendela terbuka atau di area
aliran pendingin ruangan atau kipas angin
11. Gunakan matras penghangat, selimut hangat dan penghangat
ruangan, untuk menaikkan suhu tubuh, jika perlu
12. Gunakan kasur pendingin, water circulating blanket, ice pack
atau jellpad dan intravascular cooling catherization untuk
menurunkan suhu
13. Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien
Edukasi
1. Jelaskan cara pencegahan heat exhaustion,heat stroke
2. Jelaskan cara pencegahan hipotermi karena terpapar udara
dingin
3. Demonstrasikan teknik perawatan metode kangguru (PMK)
untuk bayi BBLR
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antipiretik jika perlu
7 D.0056 Toleransi Aktivitas Manajemen Energi (I. 05178)
Intoleransi Aktivitas Meningkat (L.05047) Observasi
1. Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
Definisi: kelelahan
Ketidakcukupan energi 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
untuk melakukan aktivitas 3. Monitor pola dan jam tidur
sehari-hari. 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
Penyebab Terapeutik
1. Ketidak seimbangan 1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis.
antara suplai dan cahaya, suara, kunjungan)
kebutuhan oksigen 2. Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
2. Tirah baring 3. Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
3. Kelemahan 4. Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah

Modul Tuberkulosis (TBC) 42


4. Imobilitas atau berjalan
5. Gaya hidup monoton Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan.

Terapi Aktivitas (I.05186)


Observasi
1. Identifikasi deficit tingkat aktivitas
2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivotas tertentu
3. Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan
4. Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas
5. Identifikasi makna aktivitas rutin (mis. bekerja) dan waktu
luang
6. Monitor respon emosional, fisik, social, dan spiritual terhadap
aktivitas
Terapeutik
1. Fasilitasi focus pada kemampuan, bukan deficit yang dialami
2. Sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi danrentang
aktivitas
3. Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai kemampuan fisik, psikologis, dan social
4. Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
5. Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
6. Fasilitasi transportasi untuk menghadiri aktivitas, jika sesuai

Modul Tuberkulosis (TBC) 43


7. Fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan lingkungan
untuk mengakomodasikan aktivitas yang dipilih
8. Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis. ambulansi, mobilisasi, dan
perawatan diri), sesuai kebutuhan
9. Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami keterbatasan
waktu, energy, atau gerak
10. Fasilitasi akvitas motorik kasar untuk pasien hiperaktif
11. Tingkatkan aktivitas fisik untuk memelihara berat badan, jika
sesuai
12. Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
13. Fasilitasi aktivitas dengan komponen memori implicit dan
emosional (mis. kegitan keagamaan khusu) untuk pasien
dimensia, jika sesaui
14. Libatkan dalam permaianan kelompok yang tidak kompetitif,
terstruktur, dan aktif
15. Tingkatkan keterlibatan dalam aktivotasrekreasi dan
diversifikasi untuk menurunkan kecemasan ( mis. vocal group,
bola voli, tenis meja, jogging, berenang, tugas sederhana,
permaianan sederhana, tugas rutin, tugas rumah tangga,
perawatan diri, dan teka-teki dan kart)
16. Libatkan kelarga dalam aktivitas, jika perlu
17. Fasilitasi mengembankan motivasi dan penguatan diri
18. Fasilitasi pasien dan keluarga memantau kemajuannya sendiri
untuk mencapai tujuan
19. Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari
20. Berikan penguatan positfi atas partisipasi dalam aktivitas
Edukasi
1. Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu
2. Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
3. Anjurkan melakukan aktivitas fisik, social, spiritual, dan

Modul Tuberkulosis (TBC) 44


kognitif, dalam menjaga fungsi dan kesehatan
Anjurka terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika
4.
sesuai
5. Anjurkan keluarga untuk member penguatan positif atas
partisipasi dalam aktivitas
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan terapi okupasi dalam merencanakan dan
memonitor program aktivitas, jika sesuai
2. Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas, jika perlu
8 D.0080 Tingkat Ansietas Reduksi Anxietas (I.09314)
Anxietas menurun Observasi
1. Identifikasi saat tingkat anxietas berubah (mis. Kondisi, waktu,
Definisi: Kondisi emosi dan stressor)
pengalaman subyektif 2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
individu terhadap objek 3. Monitor tanda anxietas (verbal dan non verbal)
yang tidak jelas dan spesifik Terapeutik
akibat antisipasi bahaya 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
yang memungkinkan 2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan , jika
individu melakukan memungkinkan
tindakan untuk menghadapi 3. Pahami situasi yang membuat anxietas
ancaman. 4. Dengarkan dengan penuh perhatian
5. Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan
Penyebab 6. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
1. Krisis situasional 7. Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan
2. Kebutuhan tidak datang.
terpenuhi Edukasi
3. Krisis maturasional 1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
4. Ancaman terhadap 2. Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan,
konsep diri dan prognosis
5. Ancaman terhadap 3. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
kematian

Modul Tuberkulosis (TBC) 45


6. Kekhawatiran 4. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai
mengalami kegagalan kebutuhan
7. Disfungsi sistem 5. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
keluarga 6. Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi ketegangan
8. Hubungan orang tua- 7. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
anak tidak memuaskan 8. Latih teknik relaksasi
9. Faktor keturunan Kolaborasi
(temperamen mudah 1. Kolaborasi pemberian obat anti anxietas, jika perlu
teragitasi sejak lahir)
10. Penyalahgunaan zat Terapi Relaksasi
11. Terpapar bahaya Observasi
lingkungan (mis. toksin, 1. Identifikasi penurunan tingkat energy, ketidakmampuan
polutan, dan lain-lain) berkonsentrasi, atau gejala lain yang menganggu kemampuan
12. Kurang terpapar kognitif
informasi 2. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
3. Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan teknik
sebelumnya
4. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan
suhu sebelum dan sesudah latihan
5. Monitor respons terhadap terapi relaksasi
Terapeutik
1. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan
2. Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur
teknik relaksasi
3. Gunakan pakaian longgar
4. Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama
5. Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik
atau tindakan medis lain, jika sesuai
Edukasi

Modul Tuberkulosis (TBC) 46


1. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis, relaksasi yang
tersedia (mis. music, meditasi, napas dalam, relaksasi otot
progresif)
2. Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
3. Anjurkan mengambil psosisi nyaman
4. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
5. Anjurkan sering mengulang atau melatih teknik yang dipilih’
6. Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. napas dalam,
pereganganm atau imajinasi

Modul Tuberkulosis (TBC) 47


4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan
disusun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai
tujuan yang diharapkan.
Ada 3 tahap implementasi :
a. Fase Orientasi
Fase orientasi terapeutik dimulai dari perkenalan klien pertama
kalinya bertemu dengan perawat untuk melakukan validasi data diri.
b. Fase Kerja
Fase kerja merupakan inti dari fase komunikasi terapeutik, dimana
perawat mampu memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan, maka dari
itu perawat diharapakan mempunyai pengetahuan yang lebih mendalam
tentang klien dan masalah kesehatanya.
c. Fase Terminasi
Pada fase terminasi adalah fase yang terakhir, dimana perawat
meninggalkan pesan yang dapat diterima oleh klien dengan tujuan, ketika
dievaluasi nantinya klien sudah mampu mengikuti saran perawat yang
diberikan, maka dikatakan berhasil dengan baik komunikasi terapeutik
perawat-klien apabila ada umpan balik dari seorang klien yang telah
diberikan tindakan atau asuhan keperawatan yang sudah direncanakan.

5. Evaluasi/ Catatan Perkembangan


Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk menilai hasil akhir dari semua tindakan keperawatan yang telah
diberikan dengan menggunakan SOAP (subyektif, obyektif, analisa, dan
perencanaan).
Evaluasi dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
a. Evaluasi berjalan (sumatif)
Evaluaasi jelas ini dikerjakan dalam bentuk pengsisihan format catatan
perkembngan dengan berorientasi kepada masalah yang dialami oleh keluarga.
Format yng dipakai adalah format SOAP.

Modul Tuberkulosis (TBC) 48


b. Evaluasi akhir (formatif)
Evaluasi akhir dikerjakan dengan cara membandingkan antar tujuan yang
akan dicapai. Bila terdapat kesenjangan antara keduanya, mungkin semua tahap
dalam proses keperawatan perlu ditinjau kembali, agar didapat data-data, masalah,
atau rencana yang perlu dimodifikasi.

Modul Tuberkulosis (TBC) 49


C STUDI KASUS

Klien Tn. R berusia 37 tahun dirawat diruang Penyakit Dalam RS Kuningan dengan
keluhan sesak nafas dan batuk darah ang dirasakan sejak kemarin malam. Darah yang
keluar berwarna merah segar bercampur dengan dahak, tidak disertai dengan campuran
sisa makanan dan berjumlah ± satu gelas kecil. Darah yang keluar ini didahului dengan
batuk. Sejak kemarin malam klien mengaku batuk darah dialami hanya sekali saja. Saat
ini klien hanya batuk disertai dahak dengan bercak darah sedikit.

Klien mengeluh batuk sejak tiga bulan yang lalu dan tidak pernah hilang sampai saat
ini. Batuk disertai dengan dahak kental berwarna kuning kehijauan dengan jumlah ±
satu sendok tiap kali batuk. Klien sudah sering berobat ke puskesmas namun batuknya
tidak pernah hilang. Saat ini, klie merasa betuknya susah keluar dan sangat mengganggu
terutama pada malam hari.

Klien juga mengeluhkan sesak napas sejak empat bulan yang lalu. Sesak napas sering
dikeluhkan oleh klien terutama jika banyak melakukan aktivitas. Sejak dua hari ini
sesak nafas dirasakan semakin memberat. Sesak nafas ini sediikit berkurang jika klien
sudah beristirahat. Sesak nafas disertai dengan bunyi ngik. Sesak tidak dipengaruhi oleh
suhu, cuaca maupun debu. Selain itu klien pernah merasakan nyeri sebelah kiri seperti
ditusuk-tuduk sejak beberapa minggu yang lalu.

Klien mengeluh nafsu makan berkurang sejak satu bulan terakhir, sehingga badannya
semakin kurus. Saat pengkajian klien merasa mual namun klien menyangkal adanya
nyeri pada ulu hati. Klien juga mengeluh kepalanya terasa pusing dan badannya terasa
lemas sehingga klien tidak dapat melakukan pekerjaannya lagi

Hasil pengkajian BAK normal dengan freuensi 3-4x/hari, warna kuning jernih, nyeri
saat BAK (-), darah (-). Sejak seminggu yag lalu klien mengalami BAB encer namun
tidak disertai lendir maupun darah. Frekuensi BAB 1-2x/hari dengan konsistensi encer
warnanya kekuningan.

Modul Tuberkulosis (TBC) 50


Berdasarkan hasil pengkajian: tingkat kesadaran GCS: CM/E4/5M6. Pemeriksaan TTV
didapatkan: Tekanan darah= 130/80mmHg. Nagi: 95x/menit, RR: 28x/menit, suhu:
36.1oC. BB: 65kg, TB:165cm.

Hasil pemeriksaan fisik sistem respirasi: bentuk dada: simetris barel chest (-),
pergerakan dinding dada simetris, penggunaan otot bantu pernafasan
Stemocleidomastoideus (+), pemeriksaan Vocal Premitus raba: Lobus superior:D/S
sama, lobus medius dan lingua: D/S sama, lobus inferior: D/S sama, nyeri tekan (-),
edema (-), krepitasi(-).

Hasil pemeriksaan auskultasi: suara nafas vesikuler (+/+), suara tambahan ronkhi basah
(-/+), suara tambahan whezeeng (-/-), suara gesek dada (-/-).

- Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap dan Kimia Klinik

Parameter Hasil
HGB 9,1
HCT 28,2
Terapi yang digunakan:
RBC 3,68
WBC 23,14 1. O2 3 lpm
PLT 329 2. IVFD RL 20 tetes/menit
MCV 76,6 3. Cobiven nebu/8jam
MCH 24,7 4. Cefotaxim 125mg/12jam
MCHC 32,3 5. Sabutamol 2mg tab 2x1
GDS 124 6. Metil prednisolon 12,5mg 1 A/8jam
Kreatinin 0,5 7. Terapi obat kategori 1
Ureum 28
SGOT 32
SGPT 48

- Pemeriksaan anti HbsAg : (-)


- Pemeriksaan sputum : BTA 3+
- Pemeriksaan Radiologi :-
- Foto thorak posisi AP :-

Modul Tuberkulosis (TBC) 51


Pasien tinggal dilingkungan padat penduduk. Rumah satu dengan yang lain berdekatan.
Hubungan antara pasien dengan tetangga dekat baik. Pasien menyangkal mempunyai
tetangga yang sering batuk-batuk dan sudah lama tidak sembuh-sembuh. Pasien tinggal
bersama kedua orang tua. Rumah pasien terdiri dari dua kamar dengan ukuan sedang.
Rumah pasien berdinding tembok, ventilasi jarang sekali dibuka, lantai terbuat dari
plester dan pencahayaan didalam ruangan kurang. Pada saat pengkajian ekspresi wajah
klien tampak lemas dan pucat, klien sering bertanya apakah penyakitnya bisa kambuh
lagi, klien mengatakan tidak tahu banyak tentang penyakitnya dan cara perawatannya.

CURAH GAGASAN (BRAINSTROMING)


1. Coba ajukan sebanyak mungkin pertanyaan yang muncul setelah membaca
dekskripsi kasus diatas!a
2. Coba saudara identifikasi kata kunci yang mendukung masalah keperawatan utama
sesuai dengan kasus diatas!

PERTANYAAN UNTUK ANALISIS KASUS


1. Setelah membaca dan menjawab beberapa pertanyaan yang muncul dari kasus
diatas, coba diskusikan sistem organ apa yang terkait masalah diatas? Jelaskan
dengan menggunakan peta konsep struktur anatomi organ yang terkait serta
mekanisme fisiologis sistem organ itu bekerja!
2. Coba identifikasi diagnosis keperawatan utama pada pasien dengan kasus tersebut!
3. Coba saudara buat clinical pathway dari masalah keperawatan utama pada kasus
diatas!
4. Intervensi keperawatan apa saja yang seharusnya dilakukan seorang perawat untuk
mengatasi masalah keperawatan utama pasien dan keluarga pasien diatas!
5. Bagaimana implementasi dari masing-masing diagnosa keperawatan sesuai dengan
kasus diatas?
6. Bagaimana evaluasi keperawatan yang diharapkan dari masalah-masalah
keperawatan yang ditemukan sesuai dengan kasus diatas?
7. Bagaimana simulasi penkes pada kasus diatas?
8. Apa masalah prinsip legal etis pada kasus pasien diatas yang tepat?
9. Bagaimana nursing advocacy yang seharusnya dilakukan oleh perawat pada kasus
diatas?
10. Coba anda telaah isi jurnal sesuai dengan kasus yang dipelajari saat ini (minimal
makna tentang hasil penelitiannya dan saran atau solusi yang baik dari masalaah
yang diteliti tersebut) !

GOOD LUCK

Modul Tuberkulosis (TBC) 52


DAFTAR PUSTAKA

Alie, Y., & Rodiyah. (2013). Pengaruh Batuk Efektif Terhadap Pengeluaran Sputum
Pada Pasien Tuberkulosis Di Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang.
Pengaruh Batuk Efektif Terhadap Pengeluaran Sputum Pada Pasien
Tuberkulosis Di Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang , 15-21.
Amin, & Bahar, A. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Giovanni D, M. Sali, F. Giovanni. 2013. The Biology of Mycobacterium tuberculosis
Infection. Rome: Mediterranean Journal of Hematology and Infection Disease.
Hurst, M. (2015). Belajar Mudah Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA international Nursing
Diagnoses: Definitions & classification, 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell.
Kemenkes RI. 2011. Profil Data Kesehatan Indonesia. Jakarta.
Kemenkes RI. (2015). Profil Kesehatan Indonesia . Jakarta: Kemenkes RI.
Lewis, SL., Dirksen, SR., Heitkemper, MM, and Bucher, L.(2014).Medical surgical
Nursing. Mosby: ELSIVER
Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Priscillia LeMone, K. M. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Saferi, W. 2013. Asuhan Keperawatan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika
Sinaga. 2014. Asuhan Keperawatan. Yogyakarta : Nuha Medika
Somantri Irman. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan.Jakarta: Salemba Medika.
Sudoyo, A. W. (2009). Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: FKUI.
Syaifuddin. 2016. Anatomi Fisiologi. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Modul Tuberkulosis (TBC) 53


Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Yunus, Yusran. 2018. Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Tb Paru Di
Wilayah Pesisir Kecamatan Tallo Kota Makassar (Wilayah Kerja Puskesmas
Rappokalling). Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
Makassar.
Wahid, I. S. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta:
TIM.

Modul Tuberkulosis (TBC) 54

Anda mungkin juga menyukai