Puji syukur kami pamjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
tugas “Modul Pembelajaran Tuberkuosis”. Modul pembelajaran ini dapat
bermanfaat bagi mahasiswa Keperawatan terutama mengenai Asuhan
Keperawatan Pada Klien dengan Tuberkulosis.
Terselesaikannya tugas ini tidak terlepas dari peranan pihak-pihak yang
membantu dalam proses bimbingan. Untuk itu kami ingin mengucapkan terima
kasih kepada Pembimbing Ns. Yana Hendriana, S.Kep, M.Kep, Ns. Aria
Pranatha, S.Kep., M.Kep, Ns. Heri Hermansyah, S.Kep., M.Kep dan juga untuk
teman-teman dan orang tua yang selalu memberikan dukungan kepada kami untuk
menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih sangat sederhana dan masih
mempunyai banyak kekurangan. Maka dari itu, besar harapan kami agar tulisan
ini dapat diterima dan nantinya dapat berguna bagi semua pihak. Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat positif membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
16 TUBERCULOSIS (TBC)
Tujuan Umum:
Tujuan Khusus
3. Etiologi
Saferi (2013 : 137) mengemukakan tentang etiologi Tuberkulosis (TB)
Paru, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Agen infiksius utama, mycobacetrium tuberculosis adalah batang aerobik
tahan asam yang tumbu dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar
ultraviolet.
b. Mycobacterium bovis dan mycobacterium avium pernah, pada kejadian yang
jarang, berkaitan dengan terjadinya infeksi tuberkulosis.
4. Klasifikasi
Klasifikasi penderita TB paru adalah sebagai berikut:
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada
hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-
lain.
5. Patofisiologi
Ketika seorang pasien tuberkulosis paru batuk, bersin, atau berbicara,
maka secara tak sengaja keluarlah droplet nuclei dan jatuh ke tanah, lantai atau
tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas,
droplet nuclei tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu
dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung
dalam droplet nuklei terbang ke udara. Droplet kecil sekali dapat tetap beredar
diudara selama beberapa jam. Droplet nuklei yang sedikit mengandung satu
hingga tiga basili yang menghindari sistem pertahanan jalan napas untuk masuk
paru tertanam pada alveolus atau bronkiolus pernapasan, biasanya pada lobus
atas. Karena kuman memperbanyak diri, mereka menyebabkan respons
inflamasi lokal. Respons inflamasi membawa neutrofil dan makrofag ke tempat
tersebut. Mycobacterium tuberculosis terus memperbanyak diri secara lambat
beberapa masuk sistem limfatik untuk menstimulasi respons imun. Neutrofil dan
makrofag mengisolasi bakteri, tetapi tidak dapat menghancurkannya. Lesi
granulomatosa disebut tuberkel, koloni basil yang terlindungi, terbentuk. Dalam
tuberkel¸ jaringan terinfeksi mati, membentuk pusat seperti keju, proses yang
disebut nekrosis degenerasi jaringan mati.
Jika respons imun adekuat, terjadi jaringan parut sekitar tuberkel dan
basil tetap tertutup. Lesi ini pada akhirnya mengalami klasifikasi dan terlihat
pada sinar-X. Pasien, ketika terinfeksi oleh M. tuberculosis tidak terjadi penyakit
TB. Jika respons tidak adekuat untuk mengandung basili, penyakit TB akan
8. Manifestasi Klinis
Tuberculosis sering di juluki the great imitator yaitu suatu penyakit
yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan
gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang
timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik
(Saferi, 2013 : 140).
Gambaran klinik TB paru dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik dan gejala sistemik:
a. Gejala respiratorik, meliputi (Saferi, 2013 : 140):
1) Batuk: Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian
berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
2) Batuk darah: Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin
tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau
darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena
pecahnya pembuluh darah. Berat tinganya batuk darah tergantung dari
besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
3) Sesak nafas: Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah
luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothorak, anemia.
4) Nyeri dada: Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang
ringan. Gejal ini timbul apabila sistem persyarafan di pleura terkena.
b. Gejala sistemik, meliputi:
1) Demam: merupakan gejala yang sering dijumapai biasanya timbul pada
sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Bakteriologis
Pemeriksaan bakteriologis untuk menemukan kuman TB mempunyai
arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk
pemeriksaan bakteriologis ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, bilasan
bronkus, liquor cerebrospinal, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar,
urin, faeces, dan jaringan biopsi.
b. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan rutin adalah foto toraks PA. Pemeriksaan atas indikasi
seperti foto apikolordotik, oblik, CT Scan. Tuberkulosis memberikan
gambaran bermacam- macam pada foto toraks. Gambaran radiologis yang
ditemukan dapat berupa:
1) Bayangan lesi di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah
2) Bayangan berawan atau berbercak
3) Adanya kavitas tunggal atau ganda
4) Bayangan bercak milier
5) Bayangan efusi pleura, umumnya unilateral
6) Destroyed lobe sampai destroyed lung
7) Kalsifikasi
8) Schwarte.
Penelitian di Bangalore, India yang melibatkan 2.229 orang dengan
gejala respiratorik dan sistemik (batuk 2 minggu atau lebih, nyeri dada, panas
lebih dari 4 minggu dan batuk darah) yang kemudian dievaluasi secara
TB 227 122 20 4 81
S : Hapusan Sputum
C : Kultur Sputum
10. Penatalaksanaan
a. Terapi Farmakologi
1) Pengobatan TBC di Indonesia sesuai program nasional menggunakan
panduan OAT yang diberikan dalam bentuk kombipak, sebagai berikut :
a) Kategori I : 2 RHZE/4H3R3 Diberikan untuk Penderita baru TB Paru
dengan BTA (+), Penderita baru TB Paru, BTA (-), RO (+), dengan
kerusakan parenkim paru yang luas, Penderita baru TB dengan
kerusakan yang berat pada TB ekstra pulmonal.
b) Kategori II : 2 RHZES/HRZE/5R3H3E3 Diberikan untuk Penderita TB
Paru BTA (+) dengan riwayat pengobatan sebelumnya kambuh,
kegagalan pengobatan atau pengobatan tidak selesai.
c) Kategori III : 2 RHZ/4R3H3 Diberikan untuk Penderita baru BTA (-)
dan RO(+) sakit ringan, Penderita ekstra paru ringan, yaitu TB kelenjar
limfe, pleuritis eksudatif unilateral, TB Kulit, TB tulang.
11. Pencegahan
Beberapa cara dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan TB
paru ke orang lain (Depkes RI, 2007), diantaranya:
12. Komplikasi
Tb paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita TB paru
dibedakan menjadi dua (Sudoyo, 2009).
a. Komplikasi dini: plueuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus Poncet’s
arthropathy
b. Komplikasi stadium lanjut:
a. Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas atau syok
hipovolemik
b. Kolaps lobus akibat sumbatan duktus
c. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru
d. Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang pecah
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dan
sebagainya.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien dengan Tuberculosis Paru, diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan mokus dalam jumlah
berlebihan, eksudat dalam jalan alveoli, sekresi bertahan/sisa sekresi.
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, keletihan,
keletihan otot pernapasan.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-
kapiler.
Pemantauan Respirasi
Observasi
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
2. Monitor pola napas (seperti : bradipnea, takipnea,
Terapi oksigen
Obeservasi
1. Monitor kecepatan aliran oksigen
2. Monitor posisi alat terapi oksigen
3. Monitor aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi
yang diberikan cukup
4. Monitor efektifitas terapi oksigen (missal nya: oksimetri,
analisa gas darah), jika itu perlu
5. Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
6. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
7. Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen danatelektasis
8. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
Klien Tn. R berusia 37 tahun dirawat diruang Penyakit Dalam RS Kuningan dengan
keluhan sesak nafas dan batuk darah ang dirasakan sejak kemarin malam. Darah yang
keluar berwarna merah segar bercampur dengan dahak, tidak disertai dengan campuran
sisa makanan dan berjumlah ± satu gelas kecil. Darah yang keluar ini didahului dengan
batuk. Sejak kemarin malam klien mengaku batuk darah dialami hanya sekali saja. Saat
ini klien hanya batuk disertai dahak dengan bercak darah sedikit.
Klien mengeluh batuk sejak tiga bulan yang lalu dan tidak pernah hilang sampai saat
ini. Batuk disertai dengan dahak kental berwarna kuning kehijauan dengan jumlah ±
satu sendok tiap kali batuk. Klien sudah sering berobat ke puskesmas namun batuknya
tidak pernah hilang. Saat ini, klie merasa betuknya susah keluar dan sangat mengganggu
terutama pada malam hari.
Klien juga mengeluhkan sesak napas sejak empat bulan yang lalu. Sesak napas sering
dikeluhkan oleh klien terutama jika banyak melakukan aktivitas. Sejak dua hari ini
sesak nafas dirasakan semakin memberat. Sesak nafas ini sediikit berkurang jika klien
sudah beristirahat. Sesak nafas disertai dengan bunyi ngik. Sesak tidak dipengaruhi oleh
suhu, cuaca maupun debu. Selain itu klien pernah merasakan nyeri sebelah kiri seperti
ditusuk-tuduk sejak beberapa minggu yang lalu.
Klien mengeluh nafsu makan berkurang sejak satu bulan terakhir, sehingga badannya
semakin kurus. Saat pengkajian klien merasa mual namun klien menyangkal adanya
nyeri pada ulu hati. Klien juga mengeluh kepalanya terasa pusing dan badannya terasa
lemas sehingga klien tidak dapat melakukan pekerjaannya lagi
Hasil pengkajian BAK normal dengan freuensi 3-4x/hari, warna kuning jernih, nyeri
saat BAK (-), darah (-). Sejak seminggu yag lalu klien mengalami BAB encer namun
tidak disertai lendir maupun darah. Frekuensi BAB 1-2x/hari dengan konsistensi encer
warnanya kekuningan.
Hasil pemeriksaan fisik sistem respirasi: bentuk dada: simetris barel chest (-),
pergerakan dinding dada simetris, penggunaan otot bantu pernafasan
Stemocleidomastoideus (+), pemeriksaan Vocal Premitus raba: Lobus superior:D/S
sama, lobus medius dan lingua: D/S sama, lobus inferior: D/S sama, nyeri tekan (-),
edema (-), krepitasi(-).
Hasil pemeriksaan auskultasi: suara nafas vesikuler (+/+), suara tambahan ronkhi basah
(-/+), suara tambahan whezeeng (-/-), suara gesek dada (-/-).
Parameter Hasil
HGB 9,1
HCT 28,2
Terapi yang digunakan:
RBC 3,68
WBC 23,14 1. O2 3 lpm
PLT 329 2. IVFD RL 20 tetes/menit
MCV 76,6 3. Cobiven nebu/8jam
MCH 24,7 4. Cefotaxim 125mg/12jam
MCHC 32,3 5. Sabutamol 2mg tab 2x1
GDS 124 6. Metil prednisolon 12,5mg 1 A/8jam
Kreatinin 0,5 7. Terapi obat kategori 1
Ureum 28
SGOT 32
SGPT 48
GOOD LUCK
Alie, Y., & Rodiyah. (2013). Pengaruh Batuk Efektif Terhadap Pengeluaran Sputum
Pada Pasien Tuberkulosis Di Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang.
Pengaruh Batuk Efektif Terhadap Pengeluaran Sputum Pada Pasien
Tuberkulosis Di Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang , 15-21.
Amin, & Bahar, A. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Giovanni D, M. Sali, F. Giovanni. 2013. The Biology of Mycobacterium tuberculosis
Infection. Rome: Mediterranean Journal of Hematology and Infection Disease.
Hurst, M. (2015). Belajar Mudah Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA international Nursing
Diagnoses: Definitions & classification, 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell.
Kemenkes RI. 2011. Profil Data Kesehatan Indonesia. Jakarta.
Kemenkes RI. (2015). Profil Kesehatan Indonesia . Jakarta: Kemenkes RI.
Lewis, SL., Dirksen, SR., Heitkemper, MM, and Bucher, L.(2014).Medical surgical
Nursing. Mosby: ELSIVER
Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Priscillia LeMone, K. M. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Saferi, W. 2013. Asuhan Keperawatan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika
Sinaga. 2014. Asuhan Keperawatan. Yogyakarta : Nuha Medika
Somantri Irman. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan.Jakarta: Salemba Medika.
Sudoyo, A. W. (2009). Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: FKUI.
Syaifuddin. 2016. Anatomi Fisiologi. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia