Anda di halaman 1dari 70

PENGARUH WORK FAMILY CONFLICT TERHADAP STRES

KERJA, KINERJA PERAWAT DAN TURNOVER INTENTION:


SEBAGAI EFEK MODERASI DARI DUKUNGAN SOSIAL
PERAWAT LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN RUMAH
SAKIT SWASTA DI PEKANBARU RIAU

DIAJUKAN UNTUK UJIAN PRA PROPOSAL

OLEH

ERMINA RUSILAWATI
NPM. 20.1.08.23.0366

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA


STIESIA SURABAYA
2022
1
PENGARUH WORK FAMILY CONFLICT TERHADAP STRES
KERJA, KINERJA PERAWAT DAN TURNOVER INTENTION:
SEBAGAI EFEK MODERASI DARI DUKUNGAN SOSIAL
PERAWAT LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN RUMAH
SAKIT SWASTA DI PEKANBARU RIAU

DIAJUKAN UNTUK UJIAN PRA PROPOSAL

OLEH

ERMINA RUSILAWATI
NPM. 20.1.08.23.0366

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA


STIESIA SURABAYA
2022

2
3
LAMANENGESAHAN TIM PROPRA PROPOSAL DISERTASI

PENGARUH WORK FAMILY CONFLICT TERHADAP STRES KERJA,


KINERJA PERAWAT DAN TURNOVER INTENTION: SEBAGAI EFEK
MODERASI DARI DUKUNGAN SOSIAL PERAWAT LAKI-LAKI DAN
PEREMPUAN RUMAH SAKIT SWASTA DI PEKANBARU RIAU

Oleh

ERMINA RUSILAWATI
NPM 20108230366

Untuk memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Doktor

Promotor

Prof. Dr. Teddy Chandra, S.E., M.M.

Ko-Promotor

Dr. Suwitho, M.Si

Surabaya, April 2022


Mengetahui
Ketua Program Doktor
Ilmu Manajemen

Prof. Dr. Budiyanto, M. S.

DAFTAR ISI
4
HALAMAN SAMPUL....................................................................................... i
HALAMAN SAMPUL DALAM....................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN TIM PROMOTOR............................................. iii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iv

BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah....................................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian........................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian....................................................................................... 5

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA............................................................................... 7


2.1. Kajian Teori................................................................................................. 7
2.1.1 Work Family Conflict,............................................................................... 7
2.1.2. Border and Boundaring Theory................................................................ 11
2.1.3 Stres Kerja.................................................................................................. 14
2.1.4 kinerja......................................................................................................... 15
2.1.5 Dukungan Sosial........................................................................................ 16
2.1.6 Turnover..................................................................................................... 21
2.1.7 Research Gap............................................................................................. 22

BAB 3 RERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS................................ 27


3.1. Rerangka Konseptual................................................................................... 27
3.2. Pengembangan Hipotesis............................................................................. 38

BAB 4 METODE PENELITIAN........................................................................ 43


4.1. Rancangan Penelitian................................................................................... 43
4.2. Populasi dan Sampel.................................................................................... 46
4.3. Instrumen Penelitian..................................................................................... 48
4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................................ 50
4.6 Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data............................................ 52
4.7 Teknik Analisis Data................................................................................... 52
Daftar Pustaka.................................................................................................... 62

5
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Pada sebuah perusahaan tidak dipungkiri bahwa dalam suatu bidang

pekerjaan bukan hanya satu status saja yang bekerja melainkan individu yang

dengan berbagai status juga bekerja, selain sebagai karyawan disatu perusahaan

individu juga berstatus sebagai anak, suami, istri dan orang tua juga ada dengan

berbagai macam latar belakang status dan pekerjaan.

Individu memiliki keunikan masing-masing, sehingga permasalahan dan

konflik juga unik, terutama konflik pada pekerjaan dan konflik keluarga.

Berkaitan dengan konflik, setiap individu pasti memiliki konflik dalam pekerjaan-

keluarga, akan tetapi konflik pekerjaan-keluarga tiap individu pasti berbeda, ada

yang berat dan ringan. Dalam mengatasi konflik keluarga-pekerjaan individu

dituntut untuk cakap dalam mengelola pekerjaan dan keperluan keluarga yang

terjadi hampir setiap hari sehingga memiliki konsekuensi berbeda bagi diri

mereka masing-masing.

Konflik pekerjaan-keluarga merupakan bentuk dari interrole conflict

(konflik antar peran), baik itu peran individu dalam keluarga dan individu sebagai

karyawan.Greenhaus dan Beutell (1985) mengusulkan bahwa konflik pekerjaan-

keluarga diintensifkan ketika peran pekerjaan atau keluarga lebih menonjol dan

pusat konsep diri seseorang. Mereka berteori bahwa semakin penting peran bagi

6
seorang individu, semakin banyak waktu dan energi yang akan diinvestasikan

orang tersebut di dalamnya, yang akan memberikan lebih sedikit waktu dan

energi untuk peran lain. konflik antar peran terjadi ketika kedua peran tersebut

(peran keluarga dan karyawan) saling menuntut untuk dipenuhi sedangkan

individu semakin sulit untuk memenuhi peran tersebut karena adanya beban di

keluarga dan pekerjaan semakin banyak.

Banyaknya beban kerja yang ada menyebabkan stress kerja pada

karyawan sehingga tidak jarang menyebebakan kinerja perawat juga menurun.

Sebagai efek dari stress kerja dan kinerja yang menurun makan akan

menyebabkan kepuasan (job satisfaction) menurun, terjadinya keinginan pindah

tempat pada karyawan sehingga terjadinya turnover yang tinggi diperusahaan.

Kemudian Perawat merupakan salah satu pekerjaan yang memiliki tanggung

jawab besar kepada pasien. Oleh karena itu dibutuhkan kesehatan fisik dan psikis

dalam bekerja, kemdian bagi perawat yang sudah berkeluarga dan memiliki anak

tentu akan mudah terjadinya konflik keluarga-pekerjaan, sehingga individu

membutuhkan dukungan social dari orang disekitarnya baik itu dari sahabata,

rekan kerja maupun keluarga. Berkaitan dengan dukungan social, individu yang

menjalani pekerjaan yang memiliki tekanan berat, mengalami stress kerja, serta

mengalami konflik pekerjaan-keluarga akan berbeda dalam kinerja dan stress

kerja tergantung dari dukungan social yang didapat. Dimungkinkan individu yang

memiliki dukungan social yang baik dari lingkungan akan mudah menghadapi

7
permasalahan, dibandingakn dengan individu yang tidak didukung oleh

lingkungannya.

Fenomena yang terjadi pada perawat di pekanbaru ada beberapa seperti

tuntutan pekerjaan pada perawat yang banyak sehingga menyebabkan perawat

sering memotong waktu dengan keluarga untuk menyelesaikan pekerjaan,

terjadinya keterlambatan saat jam kerja sebagai akibat dari waktu yang dihabiskan

untuk keperluan keluarga dan tidak dipungkiri juga banyak perawat yang tepat

waktu, berkurangnya kinerja sebagai efek dari adanya kekhawatiran yang terjadi

karena perawat lebih memilih kerja cepat daripada kerja tepat akan tetapi juga

terdapat perawat yang memilih kerja tepat daripada cepat, dan perubahan perilaku

yang terjadi seperti tergesa-gesa dalam bekerja sehingga terjadinya

ketidaksesuaian pola perilaku pada aspek tersebut, banyak perawat yang

mengundurkan diri sebagai efek dan konsekuensi dari perubahan status seperti

hamil dan mengundurkan diri, perawat yang memilih mengundurkan diri karena

ikut pasangan sehingga secara tidak langsung terjadinya turnover pada

perusahaan, terjadinya stress kerja dan kinerja perawat menurun.

Dari penjelasan diatas perlu dikaji lebih lanjut tentang “Pengaruh Work

Family Conflict Terhadap Stres Kerja, Kinerja Perawat dan Turnovert Intention:

Sebagai Efek Moderasi Dari Dukungan Sosial Perawat Laki-Laki dan Perempuan

Rumah Sakit Swasta Di Pekanbaru Riau”. Berdasarkan masalah tersebut maka

8
rumusan masalah yang akan di jawab dalam penelitian ini secara rinci dijabarkan

sebagai berikut:

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh Work Family Conflict terhadap stress kerja perawat

Perawat Laki-Laki dan Perempuan Rumah Sakit Swasta Di Pekanbaru Riau?

2. Bagaimana pengaruh Work Family Conflict terhadap Kinerja Perawat Laki-

Laki dan Perempuan Rumah Sakit Swasta Di Pekanbaru Riau?

3. Bagaimana pengaruh Work Family Conflict terhadap Turnover Intention Pada

Perawat Laki-Laki dan Perempuan Rumah Sakit Swasta Di Pekanbaru Riau?

4. Bagaimana pengaruh Work Family Conflict terhadap stress kerja, kinerja,

dukungan social dan Turnover Intention secara bersamaan pada Perawat Laki-

Laki dan Perempuan Rumah Sakit Swasta Di Pekanbaru Riau?

5. Apakah Work Family Conflict berpengaruh terhadap stress kerja, kinerja dan

turnover perawat: sebagai efek moderasi dari dukungan sosial Perawat Laki-

Laki dan Perempuan Rumah Sakit Swasta Di Pekanbaru Riau?

6. Apakah Dukungan sosial mampu menentukan tinggi rendahnya work Family

Conflict, turnover, stress kerja serta kinerja Perawat Laki-Laki dan Perempuan

Rumah Sakit Swasta Di Pekanbaru Riau?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

9
1. Untuk mengetahui pengaruh Work Family Conflict terhadap stress kerja

perawat Perawat Laki-Laki dan Perempuan Rumah Sakit Swasta Di

Pekanbaru Riau

2. Untuk mengetahui pengaruh Work Family Conflict terhadap Kinerja Perawat

Laki-Laki dan Perempuan Rumah Sakit Swasta Di Pekanbaru Riau

3. Untuk mengetahui pengaruh Work Family Conflict terhadap Turnover

Intention Pada Perawat Laki-Laki dan Perempuan Rumah Sakit Swasta Di

Pekanbaru Riau

4. Untuk mengetahui pengaruh Work Family Conflict terhadap stress kerja,

kinerja, dukungan social dan Turnover Intention secara bersamaan pada

Perawat Laki-Laki dan Perempuan Rumah Sakit Swasta Di Pekanbaru Riau

5. Untuk mengetahui pengaruh Work Family Conflict terhadap stress kerja,

kinerja dan turnover perawat: sebagai efek moderasi dari dukungan sosial

Perawat Laki-Laki dan Perempuan Rumah Sakit Swasta Di Pekanbaru Riau

6. Untuk mengetahui apakah Dukungan sosial mampu menentukan tinggi

rendahnya work Family Conflict, turnover, stress kerja serta kinerja Perawat

Laki-Laki dan Perempuan Rumah Sakit Swasta Di Pekanbaru Riau.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan nilai positif baik secara langsung

maupun tidak langsung untuk pengembangan ilmu (teoritis) maupun tata guna

laksana (praktis):

10
1. Kontribusi Teoritis Dari sisi aspek teoritis. Hasil penelitian ini diharapkan

nantinya dapat berguna untuk hal-hal berikut:

a. Menegaskan kembali atau mengkonfirmasi kembali terkait dengan teori work

family conflict terhadap stres kerja, kinerja perawat dan turnovert intention:

sebagai efek moderasi dari dukungan sosial.

b. Memperbanyak teori yang terkait dengan teori work family conflict terhadap

stres kerja, kinerja perawat dan turnovert intention: sebagai efek moderasi dari

dukungan sosial dimana belum banyak teori tentang work family conflict

terhadap stres kerja, kinerja perawat dan turnovert intention serta belum ada

teori yang menghubungkan dengan faktor moderasi dukungan sosial.

2. Kontribusi Praktis dilihat dari sisi aspek praktisnya, diharapkan hasil

penelitian inii nantinya dapat berimplikasi bagi para karyawan dalam

mengatur batas dan batasan antara keluarga dengan pekerjaan atau pekerjaan

dengan keluarga, serta memberikan implikasi bagi karyawan bagaimana

mengatasi stress kerja, meningkatkan kinerja agar tidak mengalami turnovert

karyawan dimulai dengan adanya dukungan sosial baik antara sesama

karyawan, karyawan dengan atasan, maupun karyawan dengan keluarga. Serta

memberikan implikasi pada karyawan bagaimana mengatasi work family

conflik antara pekerjaan dan keluarga.

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Work Family Conflict

Work Family Conflict memiliki dua bentuk, yaitu konflik pekerjaan

keluarga serta konflik keluarga-pekerjaan (Frone dalam Yavas et al, 2008).

Work-Family Conflict didefinisikan sebagai ketidakcocokan antara tuntutan

peran kerja dan permintaan dari peran keluarga. L. T. Thomas and D. C.

Ganster & E. Galinsky, J. T. Bond, and D. E. Friedman (dalam Nurnazirah

Jamadin, dkk, 2015). Greenhouse dan Beutell (1985) konflik peran ganda

adalah sebuah konflik yang timbul akibat tekanan-tekanan yang berasal dari

pekerjaan dan keluarga.Work-Family Conflict memiliki dua bentuk, yaitu

konflik pekerjaan-keluarga serta konflik keluarga-pekerjaan (Frone dalam

Yavas et al, 2008).

Greenhaus dan Beutell (1985) mendefinisikan konflik

pekerjaankeluarga sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran

pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa

hal. Menurut Bagger dan Andrew (2012: 474), WFC adalah konflik yang

berasal dari pekerjaan yang mengganggu tanggung jawab dalam

keluarga.WFC berarti peran kerja seseorang mengganggu peran dan tanggung

jawab dalam keluarga (Karimi, et al. 2012: 1870). WFC merupakan

konsekuensi atas konflik yang terjadi terutama pada pekerjaan (Li et al. 2013:

1642). Tuntutan pekerjaan yang tinggi dan ketidakseimbangan seorang


12
karyawan dalam mengelola tugas atau tanggung jawab dalam keluarga akan

berdampak pada munculnya konflik pekerjaan-keluarga (Achour et al., 2011).

Work-Family Conflict adalah salah satu dari bentuk interrole conflict

tekanan atau ketidakseimbangan pe ran antara peran di pekerjaan dengan

peran didalam keluarga (Greenhaus & Beutell, 1985). Work family conflict

dapat didefinisikan sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran dari

pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa

hal. Hal ini biasanya terjadi pada saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan

perannya dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan

orang yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarganya atau

sebaliknya, dimana pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga dipengaruhi

oleh kemampuan orang tersebut dalam memenuhi tuntutan pekerjaannya

(Frone, 2000).

Konflik pekerjaan-keluarga terjadi saat partisipasi dalam

peran pekerjaan dan peran keluarga saling tidak cocok antara satu dengan

lainnya, karenanya partisipasi dalam peran pekerjaan terhadap keluarga dibuat

semakin sulit dengan hadirnya partisipasi dalam peran keluarga terhadap

pekerjaan, stres yang bermula dari satu peran yang spills over ke dalam peran

lainnya akan mengurangi kualitas hidup dalam peran tersebut, perilaku yang

efektif dan tepat pada satu peran, namun tidak efektif dan tidak tepat saat

ditransfer pada peran lainnya (Greenhaus & Beutell, 1985:77). Yue et al.

(2015) mengartikan work family conflict sebagai konflik peran dimana


13
karyawan tidak bisa menyeimbangkan antara kehidupan pribadi dan

kehidupan pekerjaan, dimana salah satu dari pekerjaannya atau

kehiduapan pribadi/ rumah tangganya saling mengganggu sisi

kehidupan yang lain.

Greenhaus dan Beutell (1985:77) mengidentifikasi tiga jenis utama

work family conflik, yang pertama berbasis waktu. Waktu yang dihabiskan

untuk kinerja peran di satu domain sering kali menghalangi waktu yang

dihabiskan di domain lain. Waktu yang dihabiskan untuk kinerja peran dapat

menguras 14tress atau menimbulkan ketegangan. Konflik pekerjaan keluarga

kedua, konflik berbasis ketegangan, muncul ketika ketegangan dalam satu

peran mempengaruhi kinerja seseorang dalam peran lain. Tipe terakhir adalah

konflik berbasis perilaku, yang mengacu pada ketidaksesuaian antara pola

perilaku yang diinginkan dalam dua domain.

Selain itu Tuntutan pekerjaan berhubungan dengan tekanan yang

berasal dari beban kerja yan g berlebihan dan waktu, seperti pekerjaan yang

harus dis elesaikan terburu-buru dan deadline. Sedangkan tuntutan keluarga

berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menangani tugas -tugas

rumah tangga dan menjaga anak. Tuntutan keluarga ini ditentukan oleh

besarnya keluarga, komposisi keluarga dan jumlah anggota keluarga yang

memiliki ketergantungan dengan anggota yang lain (Yang, Chen, Choi, &

Zou, 2000).

14
Menurut Dahrendrof (2002) salah satu jenis dari konflik adalah

konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan

dalam keluarga atau profesi (konflik peran/ role). Frone (1992) mengatakan

kehadiran salah satu peran (pekerjaan) akan menyebabkan kesulitan dalam

memenuhi peran tuntutan peran yang lain (keluarga), harapan orang lain

terhadap berbagai peran yang harus dilakukan seseorang dapat menimbulkan

konflik. Konflik terjadi apabila harapan peran mengakibatkan seseorang sulit

membagi waktu dan sulit untuk melaksanakan salah satu peran karena

hadirnya peran yang lain.

Kemudian berkaitan dengan pendapat yang dikemukakan Frone,

Russell dan Cooper (1997) bahwa pentingnya pengujian kedua sisi yakni

work-family conflict (WFC) dan family-work conflict (FWC). Hal ini karena

keterhubungan antara satu tipe konflik tidak berarti bahwa jenis konflik yang

lain juga harus selalu dihubungkan dengan hal tersebut. Ketidak jelasan antara

pekerjaan dan keluarga akan menyebabkan konflik antar peran sehingga

karyawan sulit untuk memisahkan keduanya dan menyebabkan masalah.

Pada saat melakukan pekerjaan karyawan bisa melakukan pekerjaan

dan mengurus keluarga dalam satu waktu ketika pekerjaan dilakukan di rumah

(Work from home) dan dapat mengurangi stress kerja, akan tetapi juga dapat

meningkatkan batas batas antara pekerjaan dan keluarga. Seperti dalam

penelitian (Ashforth et al., 2000) yang menejlaskan bahwa batas batasan

antara keluarga-pekerjaan menjadi tidak jelas adalah salah satu konsekuensi


15
yang mungkin dari pekerjaan yang sangat terintegrasi dan peran keluarga,

hanya segelintir penelitian yang secara khusus mengukur kekaburan ini.

Desrochers (2002) telah mengembangkan tiga item ukuran ambiguitas batas

pekerjaan-keluarga, ia menemukan bahwa ambiguitas batas pekerjaan-

keluarga yang lebih besar terkait dengan konflik pekerjaan-keluarga yang

lebih besar, lebih banyak jumlah transisi pekerjaan-keluarga yang dilakukan

saat melakukan pekerjaan berbayar di rumah, dan lebih banyak jam yang

dihabiskan untuk melakukan pekerjaan berbayar di rumah.

2.2. Border And Boundaring Theory

Teori perbatasan (border) merupakan teori dikhususkan hanya untuk

pekerjaan dan keluarga. Hasil yang menarik dalam teori ini (border) adalah

keseimbangan kerja-keluarga, yang mengacu pada "kepuasan dan fungsi yang

baik di tempat kerja dan di rumah, dengan minimal konflik peran" (Clark,

2000: 751). Ini juga berbeda dari teori batas (boundary) karena definisi

perbatasan tidak hanya mencakup kategori psikologis tersebut, tetapi juga

batas nyata yang membagi waktu, tempat, dan orang-orang yang terkait

dengan pekerjaan-keluarga.

Sebaliknya,Teori batas (boundaring) merupakan teori kognitif umum

dari klasifikasi sosial yang berfokus pada hasil seperti makna yang diberikan

orang ke rumah dan makna yang diberikan individu kepada tempat kerja

(Ashforth et. al., 2000). Secara sederhana bisa di artikan bagaimana individu

memknai perannya di rumah dan bagaimana perannya di tempat kerja.


16
Selain itu teori ini juga memiliki perbedaan kecil, teori ini juga

memiliki proposisi yang sama (Clark, 2000; Ashforth et al., 2000), yakni:

1. Jika karyawan memisahkan pekerjaan dan keluarga membuatnya lebih mudah

untuk mengelola batas pekerjaan-keluarga

2. Penyatuan pekerjaan dan keluarga ini memfasilitasi peralihan keadaan antara

dua keadaan. Artinya menyatukan antara pekerjaan dan keluarga secara tidak

langsung dapat mengubah keadaan.

3. Salah satu strategi dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan, tergantung

pada karakteristik karyawan (misalnya, keterampilan manajemen waktu, atau

pengaruh sosial di rumah dan tempat kerja), apabila seseorang pandai dalam

manajemen waktu, seseorang yang bisa mengatasi pengaruh sosial di rumah

dan tempat kerja serta batas-batas yang diizinkan oleh konteks sosial mereka

dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan.

Selanjutnya kedua teori tersebut memiliki focus yang berbeda, dimana:

Boundary teori berfokus pada cara orang membuat, mempertahankan, atau

mengubah batas dalam sebuah upaya untuk menyederhanakan, membagi atau

menggolongkan lingkungan di sekitar mereka (Ashforth et al. 2000, Zerubavel

1991). Teori Ini berkembang dari karya sosiologis klasik Nippert-Eng (1996)

dan didasarkan pada umum teori kognitif dari klasifikasi sosial yang berfokus

pada hasil seperti makna orang tugaskan untuk bekerja dan ke rumah serta

kemudahan transisi di antara keduanya. Seperti yang diterapkan pada literatur

pekerjaan-keluarga, teori batas menyangkut batasan kognitif, fisik, dan / atau


17
perilaku yang ada antara pekerjaan individu dan domain keluarga yang

mendefinisikan dua entitas sebagai yang berbeda satu sama lain (Ashforth et

al. 2000, Hall & Richter 1988 , Nippert-Eng 1996). Batasan dapat berkisar

dari tebal (terkait dengan memisahkan pekerjaan dan keluarga) hingga tipis

(terkait dengan pencampuran pekerjaan dan keluarga.

Teori boundary berfokus pada transisi yang terjadi lintas peran,

Ashforth dkk. (2000) menggambarkan transisi peran makro dan mikro.

Transisi makro adalah yang jarang dan sering melibatkan perubahan

permanen, sedangkan transisi mikro adalah transisi berulang yang sering

terjadi. Peneliti pekerjaan-keluarga berfokus terutama pada transisi peran

mikro.

Kemudian Border teori berfokus pada batasan membagi waktu,

tempat, dan orang-orang yang terkait dengan pekerjaan versus peran keluarga

(Clark 2000). Clark (2000) menyatakan bahwa teori perbatasan adalah teori

tentang keseimbangan pekerjaan-keluarga, menunjukkan bahwa

keseimbangan pekerjaan-keluarga dapat dicapai dengan berbagai cara

tergantung pada faktor-faktor seperti kesamaan pekerjaan dan keluarga dan

kekuatan batas-batas tersebut, apakah lebih kuat kepada pekerjaan atau kepada

keluarga.

Teori border menyatakan bahwa individu melintasi perbatasan setiap

hari, baik secara fisik maupun psikologis, saat mereka berpindah antara

pekerjaan dan rumah. Perbatasan adalah garis daridemarkasi antara domain


18
dan mengambil tiga bentuk utama: fisik, temporal, dan psikologis. Batas fisik

menentukan tempat terjadinya perilaku domain peran. Batas waktu

menentukan kapan pekerjaan khusus peran selesai. Batas psikologis adalah

aturan yang dibuat oleh individu terkait ketika pola berpikir, pola perilaku,

dan emosi sesuai untuk satu domain tetapi tidak untuk yang lain.

2.3. Stres Kerja

Stres kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya

ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berpikir,

dan kondisi seorang karyawan. Stres pada pekerjaan (Job stress) adalah

pengalaman stress yang berhubungan dengan pekerjaan (King, 2010: 277).

Stres kerja menurut Handoko (2011:200) adalah “kondisi ketegangan yang

mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang

Stres adalah kondisi dinamik yang di dalamnya individu menghadapi

peluang, kendala (constraints) atau tuntutan (demands) yang terkait dengan apa

yang sangat diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti

tetapi penting. Secara lebih khusus, stres terkait dengan kendala dan tuntutan.

Kendala adalah kekuatan yang mencegah individu dari melakukan apa yang

sangat diinginkan sedangkan tuntutan adalah hilangnya sesuatu yang sangat

diinginkan. (Robbins, 2002: 318).

Taylor (1991), menyatakan stress dapat menghasilkan berbagai respons.

Berbagai peneliti telah membuktikan bahwa respon-respon tersebut dapat

19
berguna sebagai stres terjadinya stres pada individu, dan mengukur tingkat stres

yang dialami. Respon stress dapat terlihat dalam berbagai aspek, yaitu:

1. Respon fisiologis, ditandai dengan meningkatnya tekanan darah, detak

jantung, detak nadi, dan system pernapasan.

2. Respon kognitif, terlihat melalui terganggunya proses kognitif seperti pikiran

kacau, menurunnya konsentrasi, pikiran berulang dan tidak wajar.

3. Respon emosi: seperti rasa takut, cemas, malu, marah, dan sebagainya.

4. Respon tingkah laku; dapat dibedakan menjadi fight yakni melawan situasi

yang menekan dan flight yakni menghindari situasi yang menekan.

2.4. Kinerja Karyawan

Kinerja pekerjaan didefinisikan sebagai nilai total yang diharapkan

organisasi dari perilaku diskrit (Sebuah perilaku yang memiliki awal dan akhir

discriminable jelas) yang dilakukan individu selama masa kerja. (walter at all,

2003). Definisi performance management menurut Amstrong (2004) adalah

pendekatan strategis dan terpadu untuk meraih kesuksesan pada organisasi.

Dilihat dari sudut pandang ahli yang lain, kinerja adalah banyaknya upaya

yang dikeluarkan individu pada pekerjaannya (Robbins, 2001). Sementara itu

menurut Bernandi & Russell 2001 (dalam Riani 2011) performansi adalah

catatan yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama

periode waktu tertentu. Menurut Moeheriono (2012), kinerja atau performance

merupakan sebuah penggambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan

suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi,
20
dan misi organisasi yang dituangkan dalam suatu perencanaan strategis suatu

organisasi. Menurut Withmore (1997 dalam Mahesa 2010) mengemukakan

kinerja merupakan ekspresi potensi seseorang dalam memenuhi tanggung

jawabnya dengan menetapkan standar tertentu. Kinerja merupakan salah satu

kumpulan total dari kerja yang ada pada diri pekerja.

2.5. Dukungan Sosial

Menurut Dalton et al (2001) dukungan sosial merupakan suatu kumpulan

proses sosial, emosional, kognitif, dan perilaku yang terjadi dalam hubungan

pribadi, dimana individu merasa mendapat bantuan dalam melakukan

penyesuaian atas masalah yang dihadapi.

Menurut Withmore (1997 dalam Mahesa 2010) mengemukakan kinerja

merupakan ekspresi potensi seseorang dalam memenuhi tanggung jawabnya

dengan menetapkan standar tertentu. Kinerja merupakan salah satu kumpulan

total dari kerja yang ada pada diri pekerja. Menurut Withmore (1997 dalam

Mahesa 2010) mengemukakan kinerja merupakan ekspresi potensi seseorang

dalam memenuhi tanggung jawabnya dengan menetapkan standar tertentu.

Kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada diri

pekerja.

Lingkungan sosial berpotensi untuk memberikan dukungan sosial bagi

individu. Dukungan sosial dapat diperoleh dari orang lain yang ada di sekitar

individu misalnya : keluarga, teman dan sahabat, tetangga, rekan kerja serta

individu masyarakat lainnya (Sarafino, 1994). Menurut Quick dan Quick (1984)
21
dukungan sosial bersumber dari jaringan sosial yang dimiliki oleh individu dari

lingkungan pekerjaan (atasan, rekan kerja) lingkungan keluarga (pasangan, anak

20 dan saudara).

Sedangkan menurut Kahn & Antonoucci (1992) membagi sumber

dukungan sosial menjadi 3 kategori, yaitu :

1. Sumber dukungan sosial yang berasal dari orang – orang yang selalu ada

dalam kehidupannya, selalu mendukungnya. Misalnya : keluarga dekat,

pasangan (suami atau istri)

2. Sumber dukungan yang berasal dari individu yang sedikit berperan dalam

hidupnya dan cenderung mengalami perubahan sesuai waktu. Sumber

dukungan ini meliputi teman kerja dan teman pergaulan.

3. Sumber dukungan yang berasal dari individu lain yang sangat jarang memberi

dukungan namun memiliki peran bagi perubahan individu. Dukungan ini

berasal dari saudara jauh.

Menurut Gregorio (2007) mengemukakan dua alasan penting keberadaan

dukungan social:

1. Individu membutuhkan orang lain bilamana tujuan atau aktifitas pekerjaan

demikian luas dan kompleks sehingga tidak dapat menyelesaikan sendiri.

2. Hubungan antara karyawan itu mempunyai nilai sebagai tujuan yaitu

pekerjaan yang menuntut saling membantu.

22
Dukungan sosial sebagai suatu transaksi interpersonal yang melibatkan

perhatian emosional, bantuan instrumental informasi dan penilaian, serta bantuan

yang diperoleh dalam hubungan interpersonal dibutuhkan dalam menunjang

kelancaran organisasi (Apollo, 2007).

Menurut House (1994 : 127) menyatakan bahwa dukungan sosial sebagai

suatu bentuk transaksi antar pribadi yang melibatkan:

1. Perhatian Emosional Individu membutuhkan empati. Bilamana seseorang

dapat menghargai mempercayai dan mengerti dirinya lebih baik, ia akan

menjadi terbuka terhadap aspek - aspek baru dari pengalaman hidupnya.

2. Bantuan Instrumental Penyediaan piranti guna menunjang kelancaran kerja,

secara langsung akan meringankan beban yang ditanggung seseorang.

3. Pemberian Informasi Pemberian informasi, maksudnya agar informasi dapat

di gunakan untuk mengatasi masalah pribadi maupun masalah pekerjaan. 4.

Adanya penilaian Penilaian meliputi dukungan pekerjaan, prestasi dan peran

sosial yang terdiri atas umpan balik, perbandingan sosial dan afirmasi.

Menurut Cohen & Hoberman (1985) menyatakan bahwa ada empat bentuk

dukungan sosial yaitu :

1. Apprasial Support Yaitu adanya bantuan yang berupa nasehat yang berkaitan

dengan pemecahan suatu masalah untuk membantu mengurangi stressor

2. Tangiable Support Yaitu bantuan yang nyata yang berupa tindakan atau

bantuan fisik dalam menyelesaikan tugas

23
3. Self esteem support Dukungan yang di berikan oleh orang lain terhadap

perasaan kompeten atau harga diri individu atau perasaan seseorang sebagai

bagian dari sebuah kelompok dimana para anggotanya memiliki dukungan

yang berkaitan dengan self – esteem seseorang.

4. Belonging support Menunjukkan perasaan diterima menjadi bagian dari suatu

kelompok dan rasa kebersamaan

Menurut Cohen dan Syme (1985) terdapat empat aspek dukungan sosial

yaitu :

1. Dukungan Emosional Seperti empati, cinta dan kepercayaan yang di

dalamnya terdapat pengertian rasa, percaya, penghargaan dan keterbukaan

2. Dukungan Informatif Berupa informasi, nasehat, dan petunjuk yang di berikan

untuk menambah pengetahuan seseorang dalam mencari jalan keluar

pemecahan masalah.

3. Dukungan Instrumental Seperti penyediaan sarana yang dapat mempermudah

tujuan yang ingin dicapai dalam bentuk materi, pemberian kesempatan waktu,

pekerjan, peluang serta modifikasi lingkungan.

4. Penilaian Positif Berupa pemberian penghargaan atas usaha yang telah

dilakukan, memberi umpan balik mengenai hasil atau prestasi, penghargaan

dan kritik yang membangun.

Cohen dan Syne, 1985 (Sunardi (2004:27) menyatakan ada beberapa

faktor yang mempengaruhi efektivitas dukungan sosial adalah :

24
1. Pemberian dukungan sosial. Dukungan yang diterima melalui dukungan yang

sama akan lebih memiliki arti daripada yang berasal dari sumber yang

berbeda. Pemberian dukungan di pengaruhi oleh adanya norma, tugas dan

keadilan.

2. Jenis Dukungan. Jenis dukungan yang diterima akan memiliki arti bila

dukungan itu bermanfaat dan sesuai atau tepat dengan situasi yang ada.

3. Penerimaan Dukungan. Karakteristik atau ciri - ciri penerima dukungan sosial

akan menemukan keaktifan dukungan. Karakteristik itu seperti kepribadian,

kebiasaan dan peran sosial. Proses yang terjadi dalam dukungan itu

dipengaruhi oleh kemampuan penerima dukungan untuk memberi dan

mempertahankan dukungan.

4. Permasalahan yang dihadapi. Dukungan yang tepat dipengaruhi oleh

kesesuaian antar jenis dukungan yang diberikan dan masalah yang ada.

Misalnya konflik yang terjadi dalam pernikahan dan pengangguran akan

berbeda dalam hal pemberian dukungan yang akan diberikan.

5. Waktu Pemberian dukungan. Dukungan sosial disatu situasi tetapi akan tidak

menjadi optimal dalam situasi lain. Misalnya saat seseorang kehilangan

pekerjaan, individu akan tertolong ketika mendapat dukungan sesuai dengan

masalahnya, tetapi bila telah bekerja, maka dukungan yang lainlah yang

diperlukan.

25
6. Lamanya pemberian dukungan. Lama atau singkatnya pemberian dukungan

tergantung pada kapasitasnya. Kapasitas adalah kemampuan dari pemberian

dukungan untuk memberi dukungan yang ditawarkan selain satu periode.

Pada penelitian ini dukungan sosial karyawan menjadi faktor moderasi.

Faktor moderasi adalah variabel yang memperkuat atau memperlemah hubungan

antara satu variabel dengan variabel lain. Seperti yang telah dijelaskan, bahwa

dalam penelitian ini dukungan sosial adalah variabel moderasi yang menentukan

kuat atau lemahnya variabel stress kerja, kinerja baik atau buruk, turnover

karyawan serta work family Conflict.

2.6. Turnover Intentions

Turnover Intentions merupakan Niat berpindah keinginan keluar

karyawan dari pekerjaannya sekarang (Maret & Simon; Moley 1977).

Ketidakpuasan pekerjaan atau kurangnya komitmen mendorong terjanina

pergantian karyawan. Komitmen memediasi pengaruh kepuasan misalnya (Price

& Mueller, 1986) menunjukkan kausalitas timbal balik antara dua sikap dengan

masing-masing memiliki hubungan langsung berpengaruh pada keinginan

berpindah (Mathieu, 1991).

Turnover didefinisikan sebagai penarikan diri secara sukarela (voluntary)

atau tidak sukarela (involuntary) dari suatu organisasi (Robbins, 2013).

Voluntary turnover atau quit, merupakan keputusan untuk meninggalkan

organisasi, disebabkan oleh dua faktor yaitu seberapa menarik pekerjaan yang

ada saat ini serta tersedianya alternatif pekerjaan lain (Shaw et al. 1998).
26
Sebaliknya, involuntary turnover atau pemecatan menggambarkan keputusan

pemberi kerja (employer) untuk menghentikan hubungan kerja dan bersifat

uncontrollable bagi karyawan yang mengalaminya.

Sebagian besar studi empiris menunjukkan bahwa kepuasan kerja

berpengaruh negatif terhadap absensi dan keinginan untuk berpindah

karyawan (Mc Clean& Andrew,2000). Penelitian yang telah dilakukan

Karabaya et al. (2013) menunjukkan bahwa “konflik keluargapekerjaan

mempengaruhi beban kerja, lingkungan kerja yang buruk dan peran yang buruk.

Kemudian sesuai dengan penelitian Kazmi et al. (2017) yang menejlaskan bahwa

masalah kerja dan keluarga menjadi semakin penting bagi individu maupun

organisasi, karena dampak negatifnya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa,

stres kerja secara signifikan terkait dengan konflik keluarga kerja rekomendasi

bagian dari penelitian menunjukkan bahwa, Bank harus perlu mendukung dan

tetap rileks pada stafnya, tanpa tekanan pada pekerjaan. Lu Yong et al. (2017),

“jam kerja seorang pegawai yang berlebih akan mengalami tekanan dimana ia

harus menghabiskan lebih banyak waktu dikantor dari pada bersama keluarga,

serta usia mereka yang sudah lanjut akan cepat mengalami kelelahan.

2.7. Research GAP

N PENELITI JUDUL HASIL PENELITIAN


O
1 Nimitha Aboobaker, Workplace spirituality, Temuan penelitian menunjukkan bahwa di antara
Manoj Edward, K.A. work-family conflict generasi guru saat ini, pengalaman spiritualitas
Zakkariya -Journal and intention to stay: tempat kerja dan konflik kerja-keluarga (WFC)
of Applied Research An intrinsic memainkan peran penting dalam memprediksi

27
in Higher Education motivational niat untuk tinggal dengan organisasi.
perspective among Pengalaman karyawan dari dimensi spiritualitas
teachers tempat kerja memiliki pengaruh yang berbeda-
beda pada WFC dan niat untuk tinggal dengan
organisasi. WFC memediasi hubungan antara
dua dimensi spiritualitas tempat kerja (pekerjaan
yang bermakna dan rasa komunitas) dan niat
untuk tinggal, tetapi bukan hubungan antara
keselarasan dengan nilai-nilai organisasi dan niat
untuk tinggal.
2 Tzong‐Ru Lee, The relationship Makalah ini menemukan bahwa perbedaan
Shiou‐Yu Chen, between spiritual persepsi antara manajer dan karyawan ada
Saint‐Hei Wang and management and sehubungan dengan taktik manajemen spiritual
Agnieszka Dadura determinants of yang tepat; yang pertama lebih menekankan pada
turnover intention aspek tangibles; dan kemudian pada yang tidak
berwujud.
3 Nimitha Aboobaker, Analisis mengungkapkan bahwa spiritualitas
Manoj Edward and Workplace spirituality, tempat kerja memperkaya kesejahteraan dan
K.A. Zakkariya well-being at work and loyalitas karyawan terhadap organisasi dan bukti
employee loyalty in a juga ditemukan untuk efek tidak langsung.
gig economy: multi- Varians diamati dalam hubungan, sehubungan
group analysis across dengan status pekerjaan yang berbeda dari
temporary vs permanent personel. Perbedaan signifikan dalam hubungan
employment status tidak ditemukan pada status pekerjaan sementara
dan permanen. Menariknya, karyawan sementara
mengalami pengaruh yang lebih kuat antara
pekerjaan yang bermakna, kesejahteraan, dan
promosi dari mulut ke mulut. Hasil menunjukkan
relevansi pemahaman perbedaan pe6ngalaman
kerja dan sikap karyawan dan den7gan demikian
memfasilitasi strategi sumb8er daya manusia
yang sesuai
4 Atreya C, Shahbaz S Corporate governance Studi i9ni menyelidiki dampak mekanisme tata
- Institutional mechanisms and kelola perusahaan pada pergantian terkait
Approach to Global performance related kinerja. Hasil kami menunjukkan bahwa
Corporate CEO turnover organisasi yang kecil berhubungan positif
Government: dengan kemungkinan pergantian tenaga kerja.
bussiner and
Systems and beyond
5 Emmanuel Temuan mengungkapkan bahwa Pekerjaan
Twumasi Ampofo, O The effects of on the berhubungan negatif dengan niat berpindah.
sman M. Karatepe - job embeddedness and Selain itu, hubungan pekerjaan dan keinginan

28
International Journal berpindah sebagian dimediasi oleh AOC dan
of Contemporary its sub dimensions on WENG.
Hospitality small-sized hotel
Management employees’
organizational
commitment, work
engagement and
turnover intentions
Zhen Zhang, Min Mi Project manager Temuan mengungkapkan bahwa manager yang
6 n Journal of knowledge hiding, tertutup/tidak adanya keterbukaan secara positif
Knowledge subordinates’ work- berhubungan dengan niat berpindah bawahan,
Management related stress and stres kerja berhubungan dengan tantangan kerja
turnover intentions: dan stres kerja berhubungan dengan hambatan.
empirical evidence kemudian efek faktor mediasi stres kerja tidak
from Chinese NPD berhubungan dengan keinginan berpindah pada
projects karyawan.

7 Quan Lin, Wanchao  Konflik pekerjaan-keluarga memiliki efek


Guan, Nana Zhang Work–family conflict, negatif yang signifikan pada kesejahteraan
(International family well-being and keluarga dan efek ini dimoderatori oleh
Journal of Conflict organizational preferensi segmentasi pekerjaan-rumah. Konflik
Management) citizenship behavior: a pekerjaan-keluarga juga memiliki efek tidak
moderated mediation langsung yang signifikan pada perilaku
model kewargaan organisasi melalui kesejahteraan
keluarga dan efek tidak langsung ini ditingkatkan
dengan peningkatan tingkat preferensi untuk
segmentasi pekerjaan-rumah.
8 Ilhami Yucel, Muha The mediating effect of Penelitian ini menemukan hubungan negatif
mmed work engagement on yang signifikan dari konflik pekerjaan-keluarga
Sabri sirin, Murat B the relationship dengan keterlibatan kerja dan keterlibatan kerja
International Journal between work–family dengan niat berpindah. Sebuah hubungan positif
of Productivity and conflict and turnover yang signifikan ditemukan antara konflik
Performance intention and moderated pekerjaan-keluarga dan keinginan berpindah.
Management mediating role of Sementara itu, keterlibatan kerja memiliki efek
supervisor support mediasi parsial pada hubungan ini. Hasil penting
during global pandemic lainnya dari penelitian ini adalah bahwa
dukungan supervisor memiliki peran moderator
antara konflik pekerjaan-keluarga dan
keterlibatan kerja dan memiliki peran mediasi
yang dimoderasi pada model di mana konflik
pekerjaan-keluarga independen, niat berpindah
tergantung dan keterlibatan kerja sebagai
mediator.
29
9 Varsha Yadav, Hima Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan
ni Sharma (Vilaksha perusahaan yang ramah keluarga dan dukungan
n - XIMB Journal of atasan berpengaruh negatif terhadap konflik
Management) pekerjaan-keluarga. Juga, konflik pekerjaan-
keluarga sebagian menengahi antara kebijakan
ramah keluarga dan kepuasan kerja serta antara
dukungan supervisor dan kepuasan kerja. Selain
itu, dukungan supervisor secara langsung
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan.
10 Phyllis Moen, Anne  konflik pekerjaan-ke-keluarga secara sosial
Kaduk, Ellen berpola di seluruh tim, seperti kepuasan kerja
Ernst Kossek, Leslie  dan kelelahan emosional. Kondisi pekerjaan
Hammer, Orfeu tingkat tim memprediksi hasil tingkat tim,
M. Buxton, Emily O sementara persepsi individu tentang kondisi
’Donnell, David Alm pekerjaan mereka adalah prediktor yang lebih
eida, Kimberly Fox,  baik dari konflik pekerjaan-ke-keluarga individu
Eric Tranby, J. dan kesehatan mental. Konflik pekerjaan-ke-
Michael Oakes, Lyn keluarga beroperasi sebagai mediator parsial
ne Casper antara tuntutan pekerjaan dan hasil kesehatan
mental.
11 Mung Hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen
Khie Tsen, Manli Gu organisasi dan konflik pekerjaan-keluarga
, Chee sebagai mediator yang signifikan dalam semua
Meng Tan, See model, mendukung kedua teori. Penulis pertama-
Kwong Goh - tama menguji setiap mediator dalam model
International Journal terpisah. Dalam model mengenai teori
of Sociology and pertukaran sosial, semua FWA mengarah pada
Social Policy peningkatan komitmen organisasi sebelum
menurunkan niat berpindah, menyiratkan hasil
FWA yang menguntungkan. Namun, temuan
juga mendukung perspektif teori perbatasan di
mana waktu fleksibel dan pekerjaan rumah
meningkatkan niat berpindah melalui konflik
pekerjaan-keluarga yang meningkat. Mediasi
ganda paralel lebih lanjut menunjukkan bahwa
ketiga bentuk FWA memiliki kerangka teoretis
yang unik, yang memengaruhi niat berpindah
secara berbeda.
12 Katarina Katja pekerjaan-keluarga secara signifikan dan positif
Mihelic berhubungan dengan kepuasan kerja Pola serupa
Baltic Journal of diamati untuk konflik, di mana hanya konflik
Management pekerjaan-keluarga yang menunjukkan hubungan

30
positif dengan kepuasan kerja. Selain itu,
kepuasan kerja sebagian memediasi hubungan
antara antarmuka pekerjaan-keluarga dan niat
berpindah. Hasilnya mengungkapkan efek tidak
langsung dari pekerjaan-keluarga dan konflik
pekerjaan-keluarga pada niat berpindah.
Neuza Ribeiro, Dani Hasilnya mengungkapkan bahwa karyawan yang
el Gomes, Ana merasakan WFC (Work-family conflict) lebih
Rita Oliveira, Ana tinggi memiliki tingkat keterlibatan yang lebih
Suzete Dias rendah dan niat yang lebih besar untuk
Semedo - meninggalkan organisasi. WFC tidak
International Journal menunjukkan hubungan dengan kinerja.
of Organizational Keterlibatan mengambil peran mediasi dalam
hubungan antara WFC dan niat berpindah
Juliana D. Lilly, Jo Hasil menunjukkan pendahulu dari konflik
Ann Duffy, Meghna  pekerjaan-keluarga menunjukkan bahwa
Virick journal of individu memiliki dampak yang berbeda pada
Management konflik pekerjaan-keluarga untuk perempuan dan
laki-laki.
Timothy Hasil mengkonfirmasi bahwa Ketika kepuasan
David Ryan, Michae gaji dan WFC (work family conflict) digunakan
l Sagas -journal untuk memprediksi niat turnover kerja, mediator,
Performance maka diketahui WFC mempengaruhi turnover.
Management Namun, kepuasan dengan gaji tidak signifikan
dengan Turnover, menunjukkan hubungan yang
dimediasi.

31
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1. Rerangka Konseptual

Dalam penelitian ini dibentuk dari penelitian terdahulu (kajian empiris)

yang dilanjutkan dengan Research Gap, setelah adanya penelitian terdahulu

selanjutnya maka akan dilanjutkan dengan melakukan mapping theory untuk

menentukan teori yang akan digunakan dalam penelitian ini. Konsep ini dibentuk

untuk menetahui Pengaruh Work Family Conflict Terhadap Stres Kerja, Kinerja

Perawat Dan Turnover Intention: Sebagai Efek Moderasi Dari Dukungan Sosial

Perawat Laki-Laki Dan Perempuan Rumah Sakit Swasta Di Pekanbaru Riau.

Pada penelitian ini menggunakan Teori Border and Boundaring teori, yakni

Teori perbatasan (border) merupakan teori dikhususkan hanya untuk pekerjaan dan

keluarga. Hasil yang menarik dalam teori ini (border) adalah keseimbangan kerja-

keluarga, yang mengacu pada "kepuasan dan fungsi yang baik di tempat kerja dan

di rumah, dengan minimal konflik peran" (Clark, 2000: 751). Ini juga berbeda dari

teori batas (boundary) karena definisi perbatasan tidak hanya mencakup kategori

psikologis tersebut, tetapi juga batas nyata yang membagi waktu, tempat, dan

orang-orang yang terkait dengan pekerjaan-keluarga.

32
Sebaliknya,Teori batas (boundaring) merupakan teori kognitif umum dari

klasifikasi sosial yang berfokus pada hasil seperti makna yang diberikan orang ke

rumah dan makna yang diberikan individu kepada tempat kerja (Ashforth et. al.,

2000). Secara sederhana bisa di artikan bagaimana individu memknai perannya di

rumah dan bagaimana perannya di tempat kerja. Dalam teori ini jika karyawan

yang tidak bisa membedakan dan mengawali anatra pekerjaan dan keluarga maka

akan menyebabkan permasalahan yang berefek kepada stress kerja, kinerja yang

menurut serta menyebabkan mengakhiri masa kerjanya. Dari hal tersebut dapat

disajikan pengembangan konseptual sebagaimana disajikan pada Gambar 3.1

berikut:

Stres
Kerja
(Y1)

Work Dukunga Turnover


Family n Sosial Intention
Conflict (Y3) (Y4)
(X1)

Kinerja
(Y2)

3.2. Pengembangan Hipotesis


33
3.2.1 pengaruh Work Family Conflict terhadap stress kerja.

Beberapa peneliti telah melakukan penelitian dibidang tersebut, seperti

Penelitian yang telah dilakukan Karabaya et al. (2013) menunjukkan bahwa

“konflik keluargapekerjaan mempengaruhi beban kerja, lingkungan kerja yang

buruk dan peran yang buruk. Kemudian penelitian yang telah dilakukan

Karabaya et al. (2013) menunjukkan bahwa “konflik keluarga pekerjaan

mempengaruhi beban kerja, lingkungan kerja yang buruk dan peran yang buruk.

Kemudian sesuai dengan penelitian Kazmi et al. (2017) yang menjelaskan bahwa

masalah kerja dan keluarga menjadi semakin penting bagi individu maupun

organisasi, karena dampak negatifnya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa,

stres kerja secara signifikan terkait dengan konflik keluarga kerja rekomendasi

bagian dari penelitian menunjukkan bahwa, Bank harus perlu mendukung dan

tetap rileks pada stafnya, tanpa tekanan pada pekerjaan. Penelitian Veliana &

Jesslyn (2016) juga menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan

antara work family conflict pada stres kerja.

Novianti (2015), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa “jika ada WFC

dialami oleh karyawan dengan PsyCap rendah dapat meningkatkan stres kerja.

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk membantu karyawan mengembangkan

potensi mereka dalam mempersiapkan untuk mengatasi masalah itu muncul

karena adanya tuntutan di tempat kerja dan tanggung jawab keluarga. Lu Yong et

al. (2017), jam kerja seorang pegawai yang berlebih akan mengalami tekanan

dimana ia harus menghabiskan lebih banyak waktu dikantor dari pada bersama
34
keluarga, serta usia mereka yang sudah lanjut akan cepat mengalami kelelahan.

Selanjutnya pendapat Greenhaus & Beutell (1985) dalam Veliana & Jesslyn

(2016) juga menjelaskan mengenai multidimensi dari peran ganda, dimana baik

family work conflict maupun work family conflict masing-masing memiliki 3

dimensi yang sifatnya 1 arah pada time based conflict, strain based conflict, dan

behavior based conflict. Sehingga diformulasikan hipotesis:

Hipotesis 1: Work Family Conflict berpengaruh terhadap stress kerja perawat

Perawat Laki-Laki dan Perempuan Rumah Sakit Swasta Di Pekanbaru Riau.

3.2.2 Pengaruh Work Family Conflict terhadap kinerja

Beberapa penelitian yang telah dilakukan menejlaskan bahwa:

Hubungan pengaruhh work family conflict terhadap kinerja karyawan sesuai

dengan penelitian Jackson dan Ariyanto (2017), yakni Work-to-Family Conflict

memberikan pengaruh yang negatif terhadap kinerja karyawan. artinya Family-

to-Work Conflict memberikan pengaruh yang negatif terhadap kinerja

karyawan. Semakin tinggi work family conflict pada karyawan, semakin rendah

kinerjanya. Kemudian penelitian Irviana (2016), menunjukkan bahwa “beban di

tempat kerja menyebabkan responden mengalami emotional exhaustion

(kelelahan emosi). Selanjutnya Maslach, Schaufelli, dan Leiter (2001:399)

menjelaskan bahwa kelelahan emosi komponen utama yang mewakili dari

burnout. Merupakan kondisi dimana sumber kognitif dan emosi individu yang

bekerja terlalu berat dan melelahkan hingga terkuras. Berdasarkan penjelasan di

35
atas kelelahan emosi merupaka keadaan individu yang terkuras sumber kognitif

dan emosinya.

Sleanjutnya Edwars & Rothbard (2000) berpendapat bahwa pekerja

menghabiskan banyak energi karena adanya tekanan fisik dan psikologis

sehingga mempengaruhi kinerja. Hal ini memungkinkan dengan meminimalkan

dan mengantisipasi work family conflict dengan baik, akan terjadi

meningkatkan kinerja karyawan”. Akan tetapi pada penelitian Karatepe dan

Uludag (2018) menemukan bahwa Work family conflict tidak memiliki

hubungan yang signifikan dengan kinerja pekerjaan. Dari uraian di atas

tersebut, maka hipotesis penelitian ini adalah:

Hipotesis 2: Work Family Conflict berpengaruh terhadap Kinerja Perawat Laki-

Laki dan Perempuan Rumah Sakit Swasta Di Pekanbaru Riau

3.2.3 Pengaruh Work Family Conflict terhadap Turnover Intention

Beberapa penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan Work

Family Conflict terhadap Turnover Intention, seperti penelitian (Alsam et al.,

2013) dari hasil penelitian menejlaskan bahwa Work-family conflict yang

muncul dapat memicu terjadinya turnover intention. Hom et al. (2017)

mengartikan turnover intention sebagai keinginan berpindah yang secara sadar

dan disengaja untuk meninggalkan organisasi. Kemudian Beberapa literatur

yang berfokus terutama pada konflik pekerjaan-keluarga (WFC) dan konfliknya

efek negatif yang terdokumentasi dengan baik pada sikap dan kinerja, sekaligus

meningkatkan perilaku turnover intention karyawan (Ngo-Henha, 2017).


36
Selanjutnya Al-Zawahreh dan Al-Madi (2012), Rathakrishnan et al.

(2016) menyatakan bahwa turnover intention merupakan bentuk tidak eksplisit

serta mempunyai kaitan positif dengan turnover yang sebenarnya. Penelitian

tentang kekuatan hubungan antara konflik kerja-keluarga karyawan (work-

family conflict atau WFC) dan konflik keluarga-kerja (family-work conflict)

dan niat mereka untuk meninggalkan organisasi telah dilakukan oleh

Aboobaker et al. (2017). Aboobaker et al. (2017) menemukan bahwa 0,403,

menjelaskan 40,3 persen dari varians dalam turnover intention adalah variabel

konflik pekerjaan-keluarga dan konflik keluarga pekerjaan. Berkaitan dengan

hal tersebut maka ditarik fokuskan hipotesis yakni:

Hipotesis 3: Work Family Conflict berpengaruh terhadap Turnover Intention

Pada Perawat Laki-Laki dan Perempuan Rumah Sakit Swasta Di Pekanbaru

Riau

3.2.4 Work Family Conflict mempengaruhi stress kerja, kinerja dan Turnover

Intention secara bersamaan.

Pada bagian ini berhubungan dengan ketiga hipotesis di atas, diamana

jika pada ketika variabel tersebut secara bersama-sama dipoengaruhi oleh Work

Family Conflict, jika tidak dipengaruhi secara bersamaan maka perlu dijelaskan

faktor penyebabnya apa dan bagaimana. Salah satu penelitian menjelaskan

bahwa Karabaya et al. (2013) menunjukkan bahwa “konflik keluargapekerjaan

mempengaruhi beban kerja, lingkungan kerja yang buruk dan peran yang

buruk. Kemudian penelitian yang telah dilakukan Karabaya et al. (2013)


37
menunjukkan bahwa “konflik keluarga pekerjaan mempengaruhi beban kerja,

lingkungan kerja yang buruk dan peran yang buruk. Kemudian sesuai dengan

penelitian Kazmi et al. (2017) yang menjelaskan bahwa masalah kerja dan

keluarga menjadi semakin penting bagi individu maupun organisasi, karena

dampak negatifnya. Kemudin berkaitan dengan kienrja, penelitian Jackson dan

Ariyanto (2017), yakni Work-to-Family Conflict memberikan pengaruh yang

negatif terhadap kinerja karyawan. pada penelitian Karatepe dan Uludag (2018)

menemukan bahwa Work family conflict tidak memiliki hubungan yang

signifikan dengan kinerja pekerjaan. selanjutnya berkaitan dengan Turnover

intentions, Aboobaker et al. (2017) menemukan bahwa 0,403, menjelaskan 40,3

persen dari varians dalam turnover intention adalah variabel konflik pekerjaan-

keluarga dan konflik keluarga pekerjaan. Sehingga dari penjelasan tersebut

dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Hipotesis 4: Work Family Conflict mempengaruhi stress kerja, kinerja, dan

Turnover Intention secara bersamaan pada Perawat Laki-Laki dan Perempuan

Rumah Sakit Swasta Di Pekanbaru Riau

3.2.5 Work Family Conflict berpengaruh terhadap stress kerja, kinerja dan turnover

perawat: sebagai efek moderasi dari dukungan sosial

Pengaruh WFC terhadap stress kerja, kinerja, turnover intentions

sebagai efek moderasi dari dukungan sosial sebenarnya belum banyak

dilakukan, akan tetapi sudah ada beberapa yang meneliti. Seperti Pada

penelitian yang dilakukan oleh Rode, Y.A (2016) hasil penelitian menunjukkan
38
variabel dukungan sosial bukanlah variabel moderasi dengan kata lain variabel

dukungan sosial tidak akan memperkuat atau memperlemah pengaruh work

family conflict terhadap stres kerja.

Ada atau tidaknya dukungan sosial, work family conflict tetap

berpengaruh terhadap stres kerja, dengan arah yang positif yaitu semakin

rendah work family conflict maka semakin rendah stres kerja. Stres kerja yang

terjadi pada perawat wanita, disebabkan oleh faktor internal yang berasal dari

individu itu sendiri (Rode, Y.A, 2016). Ini berarti dukungan sosial tidak

berpengaruh terhadap stres stres kerja pada perawat wanita, stres kerja yang

terjadi disebabkan oleh faktor internal dari individu. Tidak semua masalah yang

dihadapi perawat dapat diselesaikan dengan dukungan sosial. Ada masalah

yang bersifat privasi sehingga tidak perlu diketahui oleh orang lain misalnya

dalam masalah keluarga, sehingga dukungan sosial dari rekan kerja dan atasan

tidak dapat menyelesaikan masalah tersebut. Kurangnya sikap bersosialisasi

antar perawat dan adanya sifat sungkan diantara perawat, sehingga merasa

sungkan saat ingin meminta bantuan dan sebaliknya jika tidak diminta memberi

bantuan tidak akan memberikan (Rode, Y.A, 2016). Perbedaannya pada

penelitiannya (Rode, Y.A, 2016) tidak menghubungkan dengan turnovert

intentions, serta setiap individu dan setiap daerah dan jenis kelamin menjadi

salah satu pembeda hasil penelitian. Berkaitan dengan hal tersebut peneliti

merumuskan hipotesis yakni:

39
Hipotesis 5: Work Family Conflict berpengaruh terhadap stress kerja, kinerja

dan turnover perawat: sebagai efek moderasi dari dukungan sosial Perawat

Laki-Laki dan Perempuan Rumah Sakit Swasta Di Pekanbaru Riau

Hipoteisis 6: Dukungan sosial mampu menentukan tinggi rendahnya work

Family Conflict, turnover, stress kerja serta kinerja Perawat Laki-Laki dan

Perempuan Rumah Sakit Swasta Di Pekanbaru Riau.

Adapun Indikator-indikator dari variable penelitian adalah sebagai berikut:

1. Indikator Work Family Conflik

Indikator
Time-Based
VARIABEL Conflict

Work Family 2. Strain-Based


Conflict Conflict

3. Behavior-Based
Conflict

Menurut Greenhaus dan Beutell (1985) work family conflict dapat

dilihat dari tiga indikator yang meliputi:

a. Time-based conflict (konflik berdasarkan waktu), merupakan konflik yang

terjadii karena waktu yang digunakan untuk memenuhi satu peran tidak

dapat digunakan untuk memenuhi peran lainnya, meliputi pembagian

waktu, energi dan kesempatan antara peran pekerjaan dan rumah tangga.
40
Dalam hal ini, menyusun jadwal merupakan hal yang sulit dan waktu

terbatas saat tuntutan dan perilaku yang dibutuhkan untuk memerankan

keduanya tidak sesuai.

b. Strain-based conflict (konflik berdasarkan tekanan), yaitu mengacu kepada

munculnya ketegangan atau keadaan emosional yang dihasilkan oleh salah

satu peran membuat seseorang sulit untuk memenuhi tuntutan perannya

yang lain.

c. Behavior Based Conflict (konflik berdasarkan perilaku), yaitu konflik yang

muncul ketika pengharapan dari suatu perilaku yang berbeda dengan

pengharapan dari perilaku peran lainnya. Ketidaksesuaian perilaku individu

ketika bekerja dan ketika dirumah, yang disebabkan perbedaan aturan

perilaku seorang wanita karir biasanya sulit menukar antara peran yang dia

jalani satu dengan yang lain.

2. Indikator Stres Kerja.

Menurut Robbins dan Judge (2017 : 597) menyatakan bahwa terdapat

tiga dimensi dan indikator yaitu sebagai berikut:

Stres Lingkungan
Indikator

VARIABEL
Stres Kerja 2. Stres Organisasi

41

3. Stres Individu
a. Stres Lingkungan, Ketidakpastian lingkungan mempengaruhi desain

organisasi, sehingga ketidakpastian menjadi beban tersendiri bagi

karyawan, terutama saat perubahan organisasi berlangsung. Dimensi

lingkungan adalah ketidakpastian ekonomi , ketidakpastian teknologi dan

ketidakpastian politik menyebabkan stres kerja karena karyawan merasa

tenaganya tidak lagi dibutuhkan

b. Stres Organisasi, Dimensi organisasi berkaitan dengan situasi dimana

karyawan mengalami tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan pribadi.

Tuntutan tugas berkaitan dengan banyaknya pekerjaan yang harus

diselesaikan membuat karyawan merasa kelelahan untuk menyelesaikan

pekerjaannya. Tuntutan peran berkaitan dengan tekanan-tekanan yang

dialami karyawan ketika menyelesaikan pekerjaannya. Tuntutan pribadi

berkaitan kelompok kerja tidak memberikan bantuan teknis jika diperlukan.

c. Stres Individu, Dimensi ini mengenai kehidupan pribadi masing-masing

karyawan. adalah masalah keluarga, masalah ekonomi pribadi dan

kepribadian karyawan. Dapat disimpulkan bhawa terdapat tiga dimensi

dala stres kerja yaitu stres lingkkungan, stres organisasi, dan stres individu.
42
3. Indikator Kinerja Karyawan

Menurut Robbins (2016:260) indikator kinerja adalah alat untuk

mengukur sajauh mana pencapain kinerja karyawan. Berikut beberapa indikator

untuk mengukur kinerja karyawan adalah:

a. Kualitas Kerja, suatu hasil yang dapat diukur dengan efektifitas dan efisiensi

suatu pekerjaan yang dilakukan oleh sumber daya manusia atau sumber daya

lainnya dalam pencapaian tujuan atau sasaran perusahaan dengan baik dan

berdaya guna

b. Kuantitas kerja, merujuk pada jumlah kerja yang telah dicapai karyawan

karyawan

c. Ketepatan Waktu, merujuk pada karyawan menyelesaikan tugas sesuai dengan

waktu yang ditentukan

d. Efektifitas, merupakan tujuan suatu kelompok yang dapat dicapai sesuai

dengan kebutuhan yang direncanakan

e. Kemandirian, merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya akan dapat

menjalankan fungsi kerjanya sesuai komitmen kerja

43
Indikator

Kualitas Kerja

VARIABEL 2. Stres Organisasi

Kinerja
Karyawan
3. Ketepatan Waktu

4. Efektifitas

5. Kemandirian

4. Indikator Turnover Intentions

Mobley (1978) menyatakan indikator pengukuran turnover intention

terdiri atas:

44
Indikator

thinking of quitting

VARIABEL

Turnover 2. Intention to search


Intentions for alternatives

3. Intention to quit

Indicator Turnover Intentions yakni:

a. Thinking of Quitting (Memikirkan untuk keluar), mencerminkan individu

untuk berpikir keluar dari pekerjaan atau tetap berada di lingkungan

pekerjaan. Diawali dengan ketidakpuasan kerja yang dirasakan oleh

karyawan, kemudian karyawan mulai berfikir untuk keluar dari tempat

bekerjanya saat ini.

45
b. Intention to search for alternatives (mencari alternative pekerjaan lain ):

mencerminkan individu berkeinginan untuk mencari pekerjaan pada

organisasilain. Jika karyawan sudah mulai sering berpikir untuk keluar dari

pekerjaannya, karyawan tersebut akan mencoba mencari pekerjaan diluar

perusahaannya yang dirasa lebih baik

c. Intention to quit (Niat untuk keluar) mencerminkan individu yang berniat

untuk keluar. Karyawan berniat untuk keluar apabila telah mendapatkan

pekerjaan yang lebih baik dan nantinya akan diakhiri dengan keputusan

karyawan tersebut untuk tetap tinggal atau keluar dari pekerjaannya.

5. Indikator Dukungan Sosial

Beberapa aspek-aspek indicator dukungan social menurut sarafino

(1994), yakni:

Indikator Dukungan
Emosional

2. Dukungan
VARIABEL penghargaan

Dukungan
Sosial
3. Dukungan
Instrumental

4. Dukungan
Informasi
46

5. Dukungan
Jaringan Sosial
a. Dukungan emosional, merupakan dukungan yang melibatkan kedekatan,

jaminan dan keinginan untuk percaya terhadap orang lain, sehingga seseorang

percaya bahwa orang lain tersebut mampu dipercaya dan memberikan

perhatian.

b. Dukungan penghargaan yakni dukungan peran social yang meliputi umpan

balik yang bertujuan untuk membangkitkan perasaan berharga atas diri

seseorang

c. Dukungan instrumental, merupakan dukungan yang menyediakan sarana

untuk mempermudah dalam membantu orang lain dalam bentuk bantuan

material

d. Dukungan informasi, merupakan dukungan dalam pemberian informasi untuk

membantu memecahkan masalah pribadi, berupa nasehat atau pengarahan.

e. Dukungan Jaringan social, merupakan dukungan dengan memebrikan rasa

kebersamaan dalam kelompok, berbagi dalam hal minat dan aktifitas social.

47
BAB 4

METODE PENELITIAN

3.3 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitan kuantitatif, pendekatan yang akan

digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan analisis kuantitatif

berdasarkan informasi statistika. Pendekatan penelitian yang dalam menjawab

permasalahan penelitian memerlukan pengukuran yang cermat terhadap

variabelvariabel dari objek yang diteliti untuk menghasilkan kesimpulan yang

dapat digeneralisasikan terlepas dari konteks waktu, tempat dan situasi.

Menurut Sugiyono (2015) bahwa pendekatan kuantitatif merupakan

penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme untuk meneliti populasi

atau sampel tertentu dan pengambilan sampel secara random dengan

pengumpulan data menggunakan instrumen, analisis data bersifat statistik.

Menurut Sugiyono (2015) untuk pendekatan kualitatif adalah penelitian yang

berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan pada kondisi objek yang

alamiah, dan peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel

48
sumber data dilakukan secara purposive sample, yaitu pengambilan sampel

dengan cara memberikan ciri khusus yang sesuai tujuan penelitian.

Creswell (2017) menyatakan bahwa, pendekatan kuantitatif adalah

pengukuran data kuantitatif dan statistik objektif melalui perhitungan ilmiah

berasal dari sampel orang-orang atau penduduk yang diminta menjawab atas

sejumlah pertanyaan tentang survey untuk menentukan frekuensi dan prosentase

tanggapan mereka. Menurut Creswell (2017) dalam pendekatan kuantitatif ini

penelitian akan bersifat pre-determinded, analisis data statistik serta interpretasi

data statistik.

Arikunto (2006) mengemukakan tentang penelitian kuantitatif yakni

pendekatan penelitian yang banyak menggunakan angka-angka, mulai dari

mengumpulkan data, penafsiran terhadap data yang diperoleh, serta pemaparan

hasilnya. Emzir (2009), menjelaskan pengertian pendekatan kuantitatif adalah

suatu pendekatan yang secara pokok menggunakan postpositivist dalam

mengembangkan ilmu pengetahuan (seperti misalnya berkaitan sebab akibat,

reduksi kepada variabel, hipotesis serta pertanyaan spesifik dengan pengukuran,

pengamatan, serta uji teori), menggunakan strategi penelitian seperti survei dan

eksperimen yang memerlukan data statistik.

4.2. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

4.2.1. Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek

yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh


49
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,2016).

Populasi merupakan sekumpulan objek dengan karakteristik serupa, yang

menjadi pusat perhatian dalam sebuah penelitian (Ferdinand, 2014).

Bila populasi besar, dan penelitian tidak mungkin mempelajari semua

yang ada pada populasi, misalnya keterbatasan dana, tenaga dan waktu maka

penelitian dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi (Sugiyono,

2015). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Rumah Sakit swasta di kota

pekanbaru Riau, adapun daftar Rumah Sakit Swasta di Pekanbaru Riau yakni:

Tabel 4.1
Jumlah Populasi Penelitian

NO NAMA RUMAH SAKIT


1 RS Aulia Pekanbaru
2 Rs Bina Kasih
3 RS Eka Pekanbaru
4 RS Hermina Pekanbaru
5 RS Ibnu Sina
6 RS Awal Bros Pekanbaru
7 RS Awal Bros A. Yani
8 RS Awal Bros Panam
9 RS Lancang Kuning
10 RS UNRI
11 RS Pekanbaru Medical Center (PMC)
12 RS Prima Pekanbaru
13 RS Prof. Dr. Tabrani
14 RS Sansani
15 RS Santa Maria Pekanbaru
16 RS Syafira Pekanbaru
17 RSIA Andini
18 RSIA Annisa Pekanbaru
19 RSIA Budhi Mulia
20 RSIA Eria
21 RSIA Zainab

50
Berdasarkan data di atas jumlah Rumah Sakit swasta di kota Pekanbaru

pada tahun 2022 yakni berjumlah 22 Rumah Sakit, satu rumah sakit belum

ditentukan jumlah karyawan, sehingga belum diketahui berapa keseluruhan

populasi yang ada.

4.2.2 Sampel dan Ukuran Sampel

Sampel merupakan suatu bagian dari keseluruhan serta karakteristik yang

dimiliki oleh sebuah Populasi. Apabila Populasi tersebut besar, sehingga para

peneliti tentunya tidak memungkinkan untuk mempelajari keseluruhan yang ada

pada populasi tersebut beberapa kendala yang akan di hadapi di antaranya seperti

dana yang terbatas, tenaga dan waktu maka dalam hal ini perlunya menggunakan

sampel yang di ambil dari populasi itu (Sugiyono, 2008). Sampel adalah sebagian

atau sebagai wakil populasi yang kana diteliti.Apabila penelitian yang di lakukan

sebagian dari populasi maka bisa di bilang penelitian tersebut penelitian Sampel

(Arikunto 2006).

Sampel terdiri atas sejumlah angka yang dipilih dari populasi (Sekaran,

2011:43). Menurut Sekaran (2011:51) sampel adalah sebagaian untuk di ambil

dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.

Sampel dihitung menggunakan rumus Slovin (Sugiyono, 2011:37) sebagai

berikut:

51
Keterangan:

n = Jumlah sampel yang dicari

N= Jumlah populasi

d= Presisi atau kesalahan (5%)

Dari 22 jumlah rumah sakit tersebut akan ditetapkan jumlah sampel yang

mewakili setiap Rumah Sakit dengan menggunakan teknik pengambilan sampel

Proportional Sampling, yaitu proporsi strata sampel yang diambil identik

terhadap proporsi populasinya (Ahmed, 2009). Untuk menetapkan jumlah sampel

pada setiap rumah sakit maka menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

ni = Jumlah sampel yang dicari untuk strata i

Ni = Jumlah populasi untuk strata i

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

4.2.3 Teknik Pengambilan Sampel

Menurut Sugiyono (2001:57) teknik simple random sampling adalah

teknik pengambilan sampel dari anggota populasi yang dilakukan secara acak

tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Menurut Kerlinger

52
(2006:188), simple random sampling adalah metode penarikan dari sebuah

populasi dengan cara tertentu sehingga setiap anggota populasi atau semesta tadi

memiliki peluang yang sama untuk terpilih atau terambil.

Menurut Margono (2004: 126) menyatakan bahwa simple random

sampling adalah teknik untuk mendapatkan sampel yang langsung dilakukan

pada unit sampling. Dengan demikian setiap unit sampling sebagai unsur

populasi yang terpencil memperoleh peluang yang sama untuk menjadi sampel

atau untuk mewakili populasi. Cara demikian dilakukan bila anggota populasi

dianggap homogeny. Dalam penelitian ini penarikan sampel dilakukan dengan

pendekatan simple random sampling menggunakan bilangan acak dengan

bantuan program microsoft excel. Mengingat fokus penelitian ini yakni perawat

di Rumah Sakit, maka yang menjadi sampel dalam penelitian ini yakni perawat.

4.3. Instrumen Penelitian

4.3.1 Desain Instrumen Penelitian

Sugiyono (2017) menyebutkan bahwa instrument merupakan alat alat

yang memenuhi persyaratan akademis sehingga dapat digunakan sebagai alat

untuk mengukur suatu objek atau mengumpulkan data mengenai suatu variabel

penelitian. Instrument dapat berbentuk tes dan juga non tes, namun untuk

memperoleh sampel tingkah laku dari ranah kognitif digunakan tes. Instrumen

dalam penelitian ini menggunakan kuesioner. Instrumen penelitian dengan

menggunakan kuesioner dilakukan dalam 2 cara yaitu kuesioner yang diberikan

secara pribadi kepada responden (personality Administering Questionnaires to


53
Groups of Individuals) dan kuesioner yang diberikan melalui (Mail

Questionnaires).

Sedangkan pengukuran dalam kusioner dilakukan dengan menggunakan 5

poin skala likert. Responden diberikan pertanyaan mengenai seberapa besar

pendapat mereka atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan menggunakan skala

likert 1-5, dimana jawaban poin 1 menunjukkan skala yang sangat tidak baik dan

jawaban poin 5 menunjukkan skala yang sangat baik.

4.3.2 Uji Kelayakan Instrumen Penelitian

Menurut Neuman (2007) dalam sebuah penelitian, peneliti perlu memilih

item-item pertanyaan untuk alat ukur, lalu menguji konsistensi internal dan

stabilitas alat ukur melalui suatu uji coba (pilot study). Dan dalam penelitian ini

akan ditentukan jumlah pernyataan pada kuesioner dan kuesioner tersebut

dilakukan uji coba pada sejumlah orang perawat. Tahapan selanjutnya setelah

dilakukannya pilot study tersebut adalah melakukan pengujian validitas dan

reliabilitas dengan program SPSS Versi IBM sebagai berikut :

1. Uji Validitas

Menurut Sugiyono (2017: 125) menunjukkan derajat ketepatan antara data

yang sesungguhnya terjadi pada objek dengan data yang dikumpulkan oleh

peneliti. Uji validitas ini dilakukan untuk mengukur apakah data yang telah

didapat setelah penelitian merupakan data yang valid atau tidak, dengan

menggunakan alat ukur yang digunakan (kuesioner). Kuesioner dikatakan valid

jika pertanyaan atau pernyataan dari angket tersebut mampu mengungkapkan


54
sesuatu yang akan diukur oleh angket tersebut. Untuk menilai valid tidaknya

instrumen, maka dalam menentukan keabsahan (valid) jawaban kuesioner atau

responden, syarat minimal suatu butir dikatakan valid apabila nilai r ≥ 0,30

(Sugiyono, 2017).

Seperti yang telah dijelaskan di atas pengujian ini dilakukan

menggunakan SPSS IBM dengan kriteria berikut :

a. Jika r hitung > r tabel maka pernyataan tersebut dinyatakan valid.

b. Jika r hitung < r tabel maka pernyataan tersebut dinyatakan tidak valid.

c. Nilai r hitung dapat dilihat pada kolom corrected item total correlation.

2. Uji Reliabilitas

Menurut Sugiyono (2017: 130) menyatakan bahwa uji reliabilitas adalah

sejauh mana hasil pengukuran dengan menggunakan objek yang sama, akan

menghasilkan data yang sama. Uji reliabilitas ini dilakukan menggunakan

program SPSS IBM.

Variabel dinyatakan reliabel dengan kriteria berikut:

a. Jika r-alpha positif dan lebih besar dari r-tabel maka pernyataan tersebut

reliabel.

b. Jika r-alpha negatif dan lebih kecil dari r-tabel maka pernyataan tersebut tidak

reliable: Jika nilai Cronbach’s Alpha > 0,6 maka reliable. Jika nilai

Cronbach’s Alpha < 0,6 maka tidak reliable Variabel dikatakan baik apabila

memiliki nilai Cronbach’s Alpha > dari 0,6 (Priyatno, 2013: 30).

55
4.4. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitin ini dilakukan di Rumah Sakit Swasta di Kota Pekanbaru. Waktu

penelitian dilakukan selama 6 bulan.

4.5. Jenis dan Pengumpulan Data

4.5.1. Jenis data

Adapun dalam penelitian ini Jenis data yang digunakan terdiri dari data

primer dan data sekunder. Menurut Sugiyono (2018:456) Data primer yaitu

sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data

dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau tempat objek

penelitian dilakukan. Peneliti menggunakan hasil wawancara yang didapatkan dari

informan mengenai topik penelitian sebagai data primer. Data primer yaitu data

yang diperoleh langsung dari responden melalui jawaban dari kuesioner dan

observasi, sumber data primer adalah responden individu, kelompok fokus,

internet juga dapat menjadi sumber data primer jika kuesioner disebarkan melalui

internet (Sekaran, 2011). Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah

data tentang tanggapan responden yang berhubungan dengan variabel variabel

yang diteliti yaitu jawaban tentang:

a. Identitas responden yang berupa usia, jenis kelamin, dan pendidikan terakhir.

b. Jawaban responden atas pernyataan yang terkait dengan variabel yang diteliti

yaitu Stres kerja, kinerja, Work Family Conflict, Turnover Intention dan

Dukungan sosial.

56
Kemudian Menurut Sugiyono (2018:456) data sekunder yaitu sumber data

yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat

orang lain atau lewat dokumen. Dalam penelitian ini data sekunder yang

digunakan yakni data sekunder yang berasal dari atasan atau pihak HRD baik itu

berupa wawancara maupun data atau dokumen.

4.5.2. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yakni melalui penyebaran

kuesioner dan wawancara. Metode menunjuk suatu cara sehingga dapat

diperlihatkan penggunaannya melalui angket, wawancara, pengamatan, tes,

dokumentasi dan sebagainya. Angket / kuesioner adalah teknik pengumpulan data

yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan

kepada orang lain yang dijadikan responden untuk dijawabnya. Penyebaran

kuesioner ini dilakukan baik secara langsung maupun melalui media google form

kepada perawat yang menjadi sampel di RS Swasta di Pekanbaru.

4.6 Teknik Analisis Data

4.7.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif penelitian ini menguraikan demografi responden dalam

bentuk tabel distribusi frekuensi dan tanggapan responden tentang indikator dari

setiap variabel penelitian dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan rata-rata.

Kemudian untuk mengetahui tingkat pencapaian responden pada variabel

penelitian adalah berdasarkan rata-rata hitung pada 5 (lima) tingkat pemetaan

sebesar (5-1)/5 = 0,8. Adapun tingkat pemetaan adalah sebagai berikut :


57
Tabel 4.1
Penilaian Tanggapan Responden
Interval Kesimpulan Interval Kesimpulan
1,00 1,80 Sangat Tidak Baik
>1,80 2,60 Tidak Baik
>2,60 3,40 Cukup Baik
>3,40 4,20 Baik
>4,20 5,00 Sangat Baik
Sumber : Umar (2011:130)

4.7.2 Analisis Statistik Inferensial (SEM AMOS)

Pemodelan penelitian melalui SEM memungkinkan seorang peneliti dapat

menjawab pertanyaan penelitian yang bersifat regresif maupun dimensional (yaitu

mengukur apa dimensidimensi dari sebuah konsep). Data inferensial dalam

penelitian ini menganalisis pengaruh antar variabel menggunakan metode SEM

(Structural Equation Modeling).

Pada saat seorang peneliti menghadapi pertanyaan penelitian berupa

identifikasi dimensi - dimensi sebuah konsep atau kostruk (seperti yang biasanya

dilakukan dalam analisis faktor) dan pada saat yang sama peneliti ingin mengukur

pengaruh atau tingkat hubungan antar faktor yang telah diidentifikasikan dimensi-

dimensinya itu.

Structural Equation Modeling (SEM) cocok digunakan untuk penelitian

ini karena teknik multivariat ini yang menggabungkan aspek dari regresi berganda

(meneliti hubungan ketergantungan) dan analisis faktor untuk mengestimasi

rangkaian hubungan ketergantungan yang saling berhubungan secara simultan

(Hair et al., 2010:621).

58
SEM merupakan alternatif jawaban yang layak dipertimbangkan. Oleh

karena itu dapat dikatakan bahwa pada dasarnya SEM adalah kombinasi antara

analisis faktor dan analisis regresi berganda (Ferdinand, 2014:7). Penelitian akan

menggunakan dua macam teknik analisis, yaitu:

a) Regression Weight Analysis, digunakan untuk menganalisis pengaruh

antarvariabel yang diteliti

b) Analisis Faktor Konfirmatori (Confirmatory Faktor Analysis), digunakan

untuk mengkonfirmasikan faktor-faktor yang paling dominan dalam satu

kelompok variabel Berikut adalah langkah analisis data menggunakan SEM-

AMOS di antaranya:

1) Mengkontruksi Diagram Jalur

Langkah pertama yang dilakukan adalah mengembangkan sebuah

model penelitian dengan dukungan teori yang kuat melalui berbagai telaah

pustaka dari sumber-sumber ilmiah yang berhubungan dengan model yang

sedang dikembangkan. Tanpa dasar teoritis yang kuat, SEM tidak dapat

digunakan. SEM tidak digunakan untuk membentuk sebuah teori kausalitas

yang sudah ada teorinya. Pengembangan sebuah teori yang berjustifikasi

ilmiah merupakan syarat utama menggunakan permodelan SEM. (Ferdinand,

2014:46-47).

Model penelitian yang sedang dikembangkan akan digambarkan dalam

Path. Diagram untuk mempermudah melihat hubungan-hubungan kausalitas

yang sedang diuji. Bahasa program dalam SEM akan mengkonversi gambar
59
Path Diagram tersebut menjadi persamaan kemudian persamaan menjadi

estimasi. Di dalam SEM dikenal Construct atau Faktor yaitu konsep-konsep

dengan dasar teoritis yang kuat untuk menjelaskan berbagai construct yang

akan digunakan dan atas dasar itu variabel untuk mengukur construct itu akan

dicari (Ferdinand, 2014a:51-52). Konstruk dalam diagram alur dapat

dibedakan dalam dua kelompok konstruk yaitu konstruk eksogen dan

konstruk endogen yang diuraikan sebagai berikut: Konstruk eksogen

(exogenous constructs) atau disebut juga independen variabel yang tidak

diprediksi oleh variabel yang lain dalam model. Secara diagramatis konstruk

eksogen adalah konstruk yang dituju oleh garis dengan satu ujung panah.

Konstruk endogen (endogenous construct), Konstruk endogen merupakan

faktor-faktor yang diprediksi oleh satu atau beberapa konstruk. Konstruk

endogen dapat memprediksi satu atau beberapa konstruk eksogen, tetapi

konstruk eksogen hanya dapat berhubungan kausal dengan konstruk endogen.

2) Model Pengukuran

Model pengukuran merupakan model yang menghubungkan variabel laten

dengan variabel manifestnya

3) Identifikasi Model

Didalam model persamaan struktural (SEM), persoalan identifikasi

model menjadi penting untuk diketahui apakah model yang dibangun dengan

data empiris yang dikumpulkan itu memiliki nilai yang unik atau tidak

sehingga model tersebut dapat diestimasi. Jika model yang dibentuk tidak
60
memiliki nilai yang unik, maka model tersebut tidak dapat diidentifikasi

(unidentified) oleh program AMOS sehingga model tidak dapat diestimasi

(Latan 2013:43). Adapun model yang diinginkan dalam SEM adalah model

yang overidentified.

4) Confirmatory Factor Analysis (CFA)

Evaluasi model bertujuan untuk mengevaluasi model secara

keseluruhan melalui analisis faktor konfirmatori atau Confirmatory Factor

Analysis (CFA) dengan menguji validitas dan reliabilitas konstruk laten.

Menurut Sugiyono (2017:121) menyatakan bahwa Instrumen yang baik harus

memenuhi dua syarat yang penting yaitu valid dan reliabel.

Syarat untuk dapat menganalisis model dengan SEM, indikator

masingmasing konstruk harus memiliki loading factor yang signifikan

terhadap konstruk yang diukur maka dalam penelitian ini pengujian validitas

instrument yang digunakan adalah Confirmatory Factor Analisys (CFA)

dengan bantuan menggunakan software AMOS versi 22, konstruk dikatakan

valid jika memiliki nilai factor loading (Estimate) di atas 0,5 (λ=0,5),

(Ghozali, 2013). Hair et al.,(2010) menyatakan bahwa nilai Cronbach Alpha

dapat dikatakan reliable (andal) apabila nilainya Construct reliability ≥ 0,70

menunjukkan reliabilitas yang baik, sedangkan reliabilitas 0,60 – 0,70 masih

dapat diterima dengan syarat validitas indikator dalam model baik.

61
5) Evaluasi SEM

Dalam mengevaluasi model, terdapat asumsi-asumsi SEM yang harus

dipenuhi sebagai berikut::

a. Ukuran sampel Ukuran sampel untuk permodelan SEM direkomendasikan

menurut Hair et al. (2010) minimal berkisar 100-300 dengan maksud agar

dapat digunakan dalam mengestimasi interpretasi dengan SEM, dalam

penelitian ini jumlah sampel yang digunakan sebanyak jumlah ketentuan

maksimal yaitu 300 responden.

b. Uji Normalitas Uji normalitas untuk mengetahui distribusi data apakah

mengikuti atau mendekati distribusi normal. Uji dilakukan baik normalitas

untuk data tunggal (univariate) maupun normalitas seluruh data

(multivariate). Pada output AMOS, uji normalitas dilihat dengan

membandingkan nilai cr (critical ratio) pada assessment of normality dengan

nilai kritis ± 2,58 pada level 0,01 (Ferdinand, 2014a). Jika ada nilai c.r yang

lebih besar dari ± 2,58 maka distribusi data tersebut tidak normal.

c. Uji Outlier Uji outlier pada AMOS dapat dilakukan dengan melihat menu

output

Observations farthest from the centroid (Mahalanobis distance), yang

memuat tiga nilai penting, yaitu nilai Mahalanobis d-squared, nilai p1 dan

nilai p2.

d. Uji Multikolinearitas Indikasi adanya multikolinieritas atau singularitas dapat

diketahui melalui nilai determinan matriks kovarians yang sangat kecil, atau
62
mendekati nol. Jika nilai determinan matrik kovarian lebih besar dari 0, maka

dapat dikatan bahwa data bebas dari masalah multikolinieritas sehingga data

layak untuk digunakan dalam analisis (Ferdinand, 2014: 289). Selain itu

pendapat lain mengatakan bahwa jika Jika antar variabel prediktor terdapat

korelasi yang tinggi (umumnya di atas 0,9) maka hal ini merupakan indikasi

adanya multikolinearitas (Ghozali, 2013: 95).

e. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Pengujian model SEM adalah pengujian

model overall yang melibatkan model struktural dan model pengukuran secara

terintegrasi yang merupakan keseluruhan dari model. Model yang bisa

dikatakan baik (fit) adalah jika model yang secara konseptual maupun teoritis

didukung dengan data empirik Uji goodness of fit untuk model overall

menggunakan ukuran sebagai berikut :

Tabel 4.6
Kriteria Goodness of Fit

Goodness of Fit Index Cut off Goodness of Fit Index Cut off
Value Value
Chi Square Diharapkan kecil

s ignifikan Probability ≥ 0.05


CMIND/DF ≤ 2,00
GFI ≥ 0.90
AGFI ≥ 0.90
TLI ≥ 0.90
CFI ≥ 0.90
NFI ≥ 0.90
IFI ≥ 0.90
RMSEA 0.05 - 0.08
Sumber : (Hair et al., 2010)

63
Dalam analisis SEM, tidak ada alat uji statistik tunggal untuk menguji

hipotesis mengenai model (Hair et al, 2010). Tetapi berbagai fit index yang

digunakan untuk mengukur derajat kesesuaian antara model yang disajikan

dan data yang disajikan. Menurut Ferdinand (2006:214) ada beberapa fit index

yang digunakan untuk pengujian hipotesis, antara lain : Chi Square (Χ2), Alat

uji paling fundamental unruk mengukur overall fit adalah likehood ratio Chi-

square statistic.. CMIN/DF adalah The Minimum Sample Discrepancy

Function yang dibagi dengan degree of freedom. Goodness Of Fit Indices

(GFI) merupakan suatu ukuran mengenai ketepatan model dalam

menghasilkan observed matriks kovarians. Adjusted Goodness Fit of Index

(AGFI), indeks ini merupakan pengembangan dari Goodness Fit Of Index

(GFI) yang telah disesuaikan dengan ratio dari degree of freedom model

(Ghozali dan Fuad, 2013:31). Tucker Lewis Index (TLI) digunakan untuk

mengatasi permasalahan yang timbul akibat kompleksitas model (Ghozali dan

Fuad, 2013:34). Normal Fit Index (NFI), Indeks ini juga merupakan indeks

kesesuaian incremental dan dapat dijadikan alternatif untuk menentukan

model fit. Nilai yang direkomendasikan adalah NFI ≥ 0,90. Nilai Incremental

Fit Index (IFI) digunakan untuk mengatasi masalah parsimoni dan ukuran

sampel, di mana hal tersebut berhubungan dengan NFI (Ghozali dan Fuad,

2013:34). Batas cut off value IFI adalah sebesar > 0,90. Root Mean Square

Error of Approximation (RMSEA) adalah ukuran yang mencoba memperbaiki

64
kecenderungan statistik Chi-squares menolak model dengan jumlah sampel

yang besar (Ghozali, 2013).

5. Uji Hipotesis

Setelah melakukan berbagai evaluasi, baik outer model maupun inner model

maka selanjutnya melakukan pengujian hipotesis. Hipotesis 1 hingga hipotesis

5 menggunakan statistik uji t (t-statistics). Suatu hipotesis dapat diterima atau

ditolah secara statistik dapat dihitung tingkat signifikansinya. Tingkat

signifikansi yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebesar 5%. Apabila

tingkat signifikan yang dipilih sebesar 5% maka tingkat signifikansi atau

tingkat kepercayaan 0,05 untuk menolak suatu hipotesis. Dalam penelitian ini

ada kemungkinan mengambil keputusan yang salah sebesar 5% dan

kemungkinan mengambil keputusan yang benar sebesar 95%.

6. Evaluasi Pengaruh Tidak Langsung

Evaluasi pengaruh tidak langsung dalam penelitian ini digunakan untuk

menelusuri lebih lanjut apakah terdapat pengaruh tidak langsung antara

variabel eksogen terhadap variabel endogen melalui variabel endogen.

65
DAFTAR PUSTAKA

A. King, Laura. 2010. Psikologi Umum Sebuah pandangan APRESIATTIF. Jakarta:


Salemba Humanika.
Achour, M., & Boerhannoeddin, A. –B. (2011). The role of religiosity as a coping
strategy in coping with work-family conflict: the case of Malaysian women in
academia. International Journal of Social Science and Humanity 1(1), 80-85.
Amstrong, Michael. 2004. Performance Management. Yogyakarta: Tugu Publish.
Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT. Rineka
Cipta.
Apollo & Andi Cahyadi.( 2012). Konflik Peran Ganda Perempuan Menikah yang
Bekerja Ditinjau dari Dukungan Sosial Keluarga dan Penyesuaian Diri. Madiun
: Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Widya
Mandala Madiun.
Cohen & Hoberman (1985), positive event and social support as buffers of life
change stress. Journal off affried social physcologi, 13. 99-125.
Cohen, S. & Syme, L. (1985). Issues in the Study and Application of Social Support
dalam S. Cohen & S. L. Syme (Eds). Social Support and Health (hlm 3-20). San
Fransisco: Academic Press.
Emzir. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Pt Raja Grafindo Persada.
Kahn & Antonoucci Kahn R (1992). The metabolic syndrome: timefor a critical
appraisal: joint statement from the American DiabetesAssociation and the
European Association for the Study of Diabetes.Diabetes Care28, 2289– 2304
Apollo, S. 2007. Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Perasaan Malu pada
Remaja. Jurnal Ilmiah Universitas Katoik Widy

66
Bagger dan Andrew. 2012. “The Working Hours of Hospital Staff Nurses and Patient
Safety”. Health Affairs. Vol. 23 No.4. 202–212.
Bernardine and Russel (1993). Human Resaources Management, New York Prantice
Hall.
Clark, S.C.(2000). Work/family border theory : A new theory of work/family
balance.Human Relations, 53(6), 747-770.
Creswell, John W. 2017. Research Design; Qualitative, Quantitative, and Mixed
Methods Approaches. Thousand Oaks, CA: SAGE Publications
Dalton, J. H., Elias, M. J., Wandersman, A. 2001. Community Psychology:
Linking Individuals and Communities. Belmont, CA: Wadsworth.
Frone et al. 1992. Model Of The Antecedents And Work Conflict.
Gregorio. 2007. Conciliating Work and Family: a Catholic Social Teaching
Perspective.Jurnal of Business Ethic,No. 88
Greenhaus, JH, & Beutell, NJ 1985. Sumber konflik antara pekerjaan dan peran
keluarga. Review Manajemen Akademi, 10: 76-88.
Karimi, Qumart., et al. 2012. “Consequence of Conflict between Work and Family
among Iranian Female Teacher”. Dalam Journal of Basic and Applied Scientific
Research, 2(2)1869-1875.
Karabaya, M.E., Bulent, A., and Meral elci. 2013. Effects of Family-Work Conflict,
Locus of Control, Self Confidence and Extraversion Personality on Employee
Work Stress. Procedia - Social and Behavioral Science,(235), (2016), 269 –
280.
King, L, A. (2010). Psikologi Umum. Sebuah Pandangan Apresiatif. Buku 2. Alih
Bahasa: Brian Marwensdy. Jakarta: Salemba Humanika
Yong Lu,Xiao-Min Hu,Xiao-Liang Huang,Xiao-Dong Zhuang,Pi Guo,Li-Fen
Feng,Wei Hu,Long Chen,Huachun Zou,Yuan-Tao Hao. (2017).The relationship
between job satisfaction, work stress, work–family conflict, and turnover
intention among physicians in Guangdong, China: a cross-sectional study. L u
Y, et al. BMJ Open 2017;7
67
Fake Li, et al. (2012). Does risk for ovarian malignancy algorithm excel human
epididymis protein 4 and Ca125 in predicting epithelial ovarian cancer: A meta-
analysis. BMC Cancer , 1-18.
Ferdinand, Augusty. 2014. Metode Penelitian Manajemen. BP Universitas
Diponegoro. Semarang
Moeheriono. 2012. “Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi”. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Nurnazirah Jamadin, Samsiah Mohamad, Zurwina Syarkawi, and Fauziah Noordin.
(2015). Work - Family Conflict and Stress: Evidence from Malaysia. Journal of
Economics, Business and Management, Vol. 3, No. 2
Robbins, P. Stephen. (2002). Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi. Edisi Kelima.
Diterjemahkan oleh: Halida, S.E dan Dewi Sartika, S.S. Erlangga, Jakarta
Sarafino. E. P. 1997. Health Psychology: Biosychosocial Interactions. New York:
John Wiley & Sons . Inc.
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: PT
Alfabet.
Sugiyono (2015). Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung: Alfabeta.
Taylor, S.E. (1991). Health Psychology 2nd Edition. University of California, Los
Angeles: MGraw-Hill, Inc.
Walter C, B., Daniel R, I., Richard J, K. Handbook and Psychology, Industrian and
Ogranizational Psychology. Simultaneusly: Canada.
Yavas, U & Babakus, E. 2008. “Attitudinal And Behavioral Consequences of Work-
Family Conflict And Family-Work Conflict: Does Gender Matter?”,
International Journal of Service Industry Management. Vol 19, No.1.

68
Yang, N., Chen, C., Choi, J., and Zou, Y. (2000). Sources Of Work-Family Conflict:
A Sino-U.S. Comparison Of The Effects Of Work And Family Demands.
Academy of Management Journal, 43(1):113-123.

PERBEDAAN PENELITIAN DENGAN PENELITIAN TERDAHULU

Peneliti konflik Work stres kinerja Dukun Turnover


Family Conflict gan Intention
Sosial
Ermine Rusilawati √ √ √ √ √

Quan Lin, Wanchao Guan, Na √ X X X X
na Zhang 
International Journal of
Conflict Management (2021)
Ilhami Yucel, Muhammed √ X X X √
Sabri Şirin and Murat Baş
(2021)
Neuza Ribeiro, Daniel √ X √ √
Gomes, Ana Rita
Oliveira and Ana Suzete Dias
Semedo (2021)
Kenneth J. Harris, Ranida B. X X X X √
Harris, Matthew Valle, John
Carlson, Dawn S.
Carlson, Suzanne
Zivnuska and Briceön Wiley
(2021)
Talat Islam, Rashid √ X X X √
Ahmad, Ishfaq
Ahmed and Zeshan Ahmer
(2019)
√ X X X √
Ifrah Harun, Rosli
Mahmood and Hishamuddin
Md. Som (2020)
I-An Wang, Bi-Wen √ X X X √
Lee and Shou-Tsung Wu
(2017)
Irwan Cahyadi (2021) √ √ √ X X

69
Arfina M (2005) √ √ X √ X

M. Hasby x √ x x X

Ahmad (2010) √ x x x X

Trisna Jayati (2020) x √ x x X

Endang Ruswanti (2013) √ √ √ x X

Ni Made Rai Christina dan X √ X X √


Putu Saroyeni Piartini (2016)
Ni Made Yudhaningsih √ √ √ X X
(2021)
Aeni Husniah (2015) √ √ X X X

Azazah Indriyani (2009) √ √ √ X X

Keyko Asri SeptianI (2016) √ √ X √ X

Wahyuni Awalya Nahwi √ √ √ X X


(2017)
Tri Suryaningrum (2015) X √ X √ X

Dewa Gede Andika dan √ X X X √


Desak Ketut Sintaasih (2015)
Anisah Amelia (2017) √ X √ X √

Ni Wayan M, Gede A,S, √ X √ X √


Agoes Ganesha Rahyuda
(2016)

70

Anda mungkin juga menyukai