Anda di halaman 1dari 25

CABANG FILSAFAT

OLEH :
PANGERAN PULUNGAN

FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM STUDI FILSAFAT
INSTITUT AGAMA ISLAM
DAAR AL ULUUM
KISARAN
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


kita kesehatan dan kesempatan dalam rangka menyelesaikan kewajiban kami
sebagai mahasiswa, yakni dalam bentuk tugas yang diberikan oleh bapak dosen
dalam rangka menambah ilmu pengetahuan dan wawasan kami.
Yang kedua shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi
besar Muhammad SAW, sahabat beserta keluarganya karena dengan perjuangan
beliau kita bisa berkumpul di tempat yang mulia ini.
Dengan membuat tugas kami ini, diharapkan mampu untuk lebih
mengenal tentang ciri-ciri kebudayaan yang kami sajikan berdasarkan informasi
dari berbagai sumber. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
jauh dari sempurna, baik dari penyusunan, bahasan, maupun penulisannya. Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun,
khususnya dari dosen mata kuliah guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman
bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.

Aek Songsongan, 19 Agustus 2022


Penulis,

PANGERAN PULUNGAN
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................3
A. LATAR BELAKANG..................................................................................3
B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................4
C. TUJUAN PENULISAN................................................................................4
BAB II......................................................................................................................5
PEMBAHASAN......................................................................................................5
A. Sejarah filsafat...............................................................................................5
B. CABANG-CABANG FILSAFAT................................................................5
1) Metafisika..................................................................................................6
2) Epistemologi............................................................................................12
3) Logika......................................................................................................17
4) Aksiologi.................................................................................................17
A. KESIMPULAN...........................................................................................23

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Seorang yang berfilsafat dapat diumpamakan bagai seorang yang
sedang berpijak di bumi sedang tengadah ke arah bintang-bintang di langit.
Dia ingin mengetahui hakikat dirinya dalam kesemestaan galaksi. Atau
seorang yang berdiri di puncak gunung yang tinggi memandang ke ngarai dan
lembah di bawahnya. Dia ingin menyimak kehadirannya dengan kesemestaan
yang ditatapnya.
Filsafat, mengikuti cara berfikir Will Durant, dapat diibaratkan pasukan
marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan
infanteri adalah sebagai pengetahuan dan filsafatlah yang memenangkan
tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan.
Namun, apakah sebenarnya fisafat itu?
Tulisan kali ini masuk pada pembahasan sistematika filsafat. Dilihat
dari judulnya cukup asing bagi orang yang belum mendalami mata kuliah
filsafat ilmu. Dari beberapa buku kami temukan bahwa yang dinamakan
sistematika filsafat terdiri dari tiga model: Ontologi (wujud/hakikat).
Epistemologi (teori pengetahuan) dan Aksiologi (nilai/guna). Terkadang tiga
model sistematika filsafat itu dimasukkan pula ke dalam aliran, madzhab atau
cabang-cabang dalam filsafat. Digabungkan dengan metafisika, etika, logika
dan lain-lain. Padahal tiga sistematika filsafat tersebut masih melahirkan
cabang-cabang dalam filsafat yang akan akan kami jelaskan dalam sub tema
di bawah ini.

3
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas, maka penulis akan membahas:
1. Apa pengertian Metafisika filsafat dan cabang-cabangnya?
2. Apa definisi Epistemologi filsafat dan aliran-alirannya?
3. Apa itu Logika filsafat?
4. Apa yang dimaksud Aksiologi filsafat dan aliran-alirannya?

C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan pembuatan makalah ini agar penulis dan pembaca lebih tahu
akan pentingnya mengetahui Cabang-cabang Filsafat.
1. Pembaca mengetahui pengertian tentang Metafisika Filsafat dan
cabang-cabangnya.
2. Pembaca tahu definisi dari Epistemologi Filsafat dan aliran-alirannya.
3. Pembaca mengetahui pengertian Logika Filsafat
4. Pembaca mengetahui definisi Aksiologi Filsafat dan aliran-alirannya.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah filsafat
Beberapa filsuf mengkhususkan diri dalam satu periode historis atau
lebih. Sejarah filsafat adalah studi tentang periode tertentu, individu, atau
aliran tertentu. Bidang ini masih berkaitan, tetapi tidak sama dengan filsafat
sejarah (aspek teoritis sejarah, yang berkaitan dengan pertanyaan seperti sifat
bukti sejarah dan kemungkinan objektivitas).
Tulisan Hegel Lectures on the Philosophy of History memengaruhi
banyak filsuf untuk menafsirkan kebenaran berdasarkan sejarah, melahirkan
sebuah pandangan yang disebut historisisme.

B. CABANG-CABANG FILSAFAT
Jika kita mengamati karya-karya besar filsuf, seperti Aristoteles (384-
322 SM) dan Immanuel Kant (1724-1804), ada tiga tema besar yang menjadi
fokus kajian dalam karya-karya mereka, yakni kenyataan, nilai, dan
pengetahuan. Ketiga tema besar tersebut masing-masing dikaji dalam tiga
cabang besar filsafat. Kenyataan merupakan bidang kajian metafisika, nilai
adalah bidang kajian aksiologi, dan pengetahuan merupakan bidang kajian
epistemologi.
Namun ada juga yang membagi cabang filsafat berdasarkan
karakteristik objeknya. Berdasarkan karakteristik objeknya filsafat dibagi dua,
yaitu:
1. Filsafat Umum/Murni
a. Metafisika, objeknya adalah hakikat tentang segala sesuatu yang ada.
b. Epistemologi. Objeknya adalah pengetahuan/kenyataan.
c. Logika. Merupakan studi penyusunan argumen-argumen dan
penarikan kesimpulan yang valid. Namun ada juga yang memasukkan
Logika ke dalam kajian epistemologi.
d. Aksiologi. Objek kajiannya adalah hakikat menilai kenyataan.

5
2. Filsafat Khusus/Terapan, yang lebih mengkaji pada salah satu aspek
kehidupan. Seperti misalnya filsafat hukum, filsafat pendidikan, filsafat
bahasa, dan lain sebagainya.
Pembagian cabang-cabang filsafat di atas tidak kaku. Seorang filsuf
yang mengklaim bahwa pemikiran filsafatnya berupa kajian ontologis
sering kali pula membahas masalah-masalah eksistensi manusia,
kebudayaan, kondisi masyarakat, bahkan etika. Ini misalnya tampak dari
filsafat Heidegger. Dalam bukunya yang terkenal, Being and Time
(1979), dia menulis bahwa filsafatnya dimaksudkan untuk mencari dan
memahami “ada”. Akan tetapi dia mengakui bahwa “ada” hanya dapat
ditemukan pada eksistensi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Oleh
sebab itu, dalam bukunya itu dia membahas mengenai keotentikan,
kecemasan, dan pengalaman-pengalaman manusia dalam kehidupan
sehari-hari.

1) Metafisika
Koestenbaum (1968) mendefinisikan metafisika sebagai studi
mengenai karakteristik-karakteristik yang sangat umum dan paling dasar
dari kenyataan yang sebenarnya (ultimate reality). Metafisika menguji
aspek-aspek kenyataan seperti ruang dan waktu, kesadaran, jiwa dan
materi, ada (being), eksistensi, perubahan, substansi dan sifat, aktual dan
potensial, dan lain sebagainya.
Metafisika pada asasnya meneliti perbedaan antara penampakan
(appearance) dan kenyataan (reality). Ada sejumlah aliran yang mencoba
mengungkap hakikat kenyataan di balik penampakan tersebut. Misalnya
aliran naturalism dan materialism percaya bahwa kenyataan paling dasar
pada prinsipnya sama dengan peristiwa material dan natural.
Sejak zaman Yunani kuno sebagian besar filsafat diwarnai oleh
pemikiran-pemikiran metafisik, kendati cukup banyak juga filsuf yang
meragukan dan menolak metafisika. Para filsuf yang menolak metafisika
beralasan bahwa metafisika tidak mungkin karena melampui batas-batas
kemampuan indera untuk membuktikan kebenaran-kebenarannya.

6
Kebenaran-kebenara yang dikemukakan oleh metafisika terlalu luas dan
spekulatif, sehingga tidak dapat dibuktikan dan diukur kebenarannya.
Dalam perkembangannya, metafisika kemudian dibagi lagi menjadi tiga
sub cabang, yaitu:
a) Ontology
Menurut bahasa, ontology berasal dari bahasa Yunani yaitu:
On/Ontos (ada), dan Logos (ilmu). Jadi, ontologi adalah ilmu tentang
yang ada.
Menurut istilah, ontologi adalah ilmu yang membahas tentang
hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang
berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat tentu juga akan mengalami
dinamika dan perkembangan sesuai dengan dinamika dan
perkembangan ilmu-ilmu yang lain, yang biasanya mengalami
percabangan. Filsafat sebagai suatu disiplin ilmu telah melahirkan tiga
cabang kajian. Ketiga cabang kajian itu ialah teori hakikat (ontologi),
teori pengetahuan (epistemologi), dan teori nilai (aksiologi).
Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk
menjawab “apa” yang menurut Aristoteles merupakan The First
Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda. Kata
ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu On (being), dan Logos
(logic). Jadi, ontologi adalah The Theory of Being Qua Being (teori
tentang keberadaan sebagai keberadaan).
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh
satu perwujudan tertentu. Membahas tentang yang ada, yang
universal, dan menampilkan pemikiran semesta universal. Berupaya
mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, dan menjelaskan
yang ada dan yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.
Sedangkan Jujun S. Suriasamantri mengatakan bahwa ontologi
membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu,
atau dengan perkataan lain suatu pengkajian mengenai yang “ada”.

7
Menurut Sidi Gazalba, ontologi mempersoalkan sifat dan
keadaan terakhir dari kenyataan. Karena itu, disebut ilmu hakikat yang
bergantung pada pengetahuan. Dalam agama, ontologi
mempersoalkan tentang Tuhan Amsal Bakhtiar dalam bukunya
Filsafat Agama I mengatakan ontologi berasal dari kata yang
berwujud. Ontologi adalah teori/ilmu tentang wujud tentang hakikat
yang ada. Ontologi tak banyak berdasar pada alam nyata tetapi
berdasar pada logika semata-mata.
 Aliran-aliran Ontologi
Dalam mempelajari ontologi muncul bebrapa pertanyaan
yang kemudian melahirkan aliran-aliran dalam filsafat. Dari
masing-masing pertanyaan menimbulkan beberapa sudut pandang
mengenai ontologi. Pertanyaan itu berupa “Apakah yang ada itu?
(What is being?)”, “Bagaimanakah yang ada itu? (How is being?)”,
dan “Dimanakah yang ada itu? (What is being?)”.
Apakah yang ada itu? (What is being?). Dalam memberikan
jawaban masalah ini lahir lima filsafat, yaitu sebagai berikut:
1) Aliran Monoisme
Aliran ini berpendapat bahwa yang ada itu hanya satu,
tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber
yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun merupakan
sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan
yang lainnya. Plato adalah tokoh filsuf yang bisa
dikelompokkan dalam aliran ini, karena ia menyatakan bahwa
alam ide merupakan kenyataan yang sebenarnya. Istilah
monoisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block
Universe. Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran:
 Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu
adalah materi, bukan rohani. Aliran ini sering juga

8
disebut dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati
merupakan kanyataan dan satu-satunya fakta.
Aliran pemikiran ini dipelopori oleh bapak filsafat
yaitu Thales (624-546 SM). Ia berpendapat bahwa unsur
asal adalah air, karena pentingnya bagi kehidupan.
Anaximander (585-528 SM) berpendapat bahwa unsur
asal itu adalah udara, dengan alasan bahwa udara
merupakan sumber dari segala kehidupan. Demokratis
(460-370 SM) berpendapat bahwa hakikat alam ini
merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya, tak dapat
dihitung dan amat halus. Atom-atom itulah yang
merupakan asal kejadian alam.
 Idealisme
Idealisme diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu
yang hadir dalam jiwa. Aliran ini menganggap bahwa
dibalik realitas fisik pasti ada sesuatu yang tidak tampak.
Bagi aliran ini, sejatinya sesuatu justru terletak dibalik
yang fisik. Ia berada dalam ide-ide, yang fisik bagi aliran
ini dianggap hanya merupakan bayang-bayang, sifatnya
sementara, dan selalu menipu. Eksistensi benda fisik
akan rusak dan tidak akan pernah membawa orang pada
kebenaran sejati.
Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui dalam
ajaran Plato (428-348 SM) dengan teori idenya.
Menurutnya, tiap-tiap yang ada di dalam mesti ada
idenya yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam
nyata yang menempati ruangan ini hanyalah berupa
bayangan saja dari alam ide itu. Jadi, idelah yang
menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.

9
2) Aliran Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa terdiri dari dua macam
hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan
hakikat rohani, benda dan roh, jasad dan spirit. Kedua macam
hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-
sama azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan
kehidupan dalam alam ini Tokoh paham ini adalah Descartes
(1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern.
Ia menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia
kesadaran (rohani) dan dunia ruang (kebendaan). Ini tercantum
dalam bukunya Discours de Ia Methode (1637) dan
Meditations de Prima Philosophia (1641). Dalam bukunya ini
pula, Ia menerapkan metodenya yang terkenal dengan Cogito
Descartes (metode keraguan Descartes/Cartesian Doubt).
Disamping Descartes, ada juga Benedictus de Spinoza (1632-
1677 M), dan Gitlifried Wilhelm von Leibniz (1646-1716M).

3) Aliran Pluralisme
Aliran ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk
merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan
dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya
nyata. Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy and Religion
di katakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan
alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua
identitas.
Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah
Anaxagoras dan Empedocles, yang menyatakan bahwa
sustansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur,
yaitu tanah, air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah
William James (1842-1910 M), yang mengemukakan bahwa
tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang

10
bersifat tetap, yang berdiri sendiri, dan lepas dari akal yang
mengenal.

4) Aliran Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing
atau tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas
alternatif yang positif. Istilah nihilisme diperkenalkan oleh
Ivan Turgeniev pada tahun 1862 di Rusia.
Doktrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada
semenjak zaman Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Gorgias
(485-360 SM) yang memberikan tiga proposisi tentang relitas.
Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis. Kedua, bila sesuatu
itu ada, ia tidak dapat diketahui. Ketiga, sekalipun realitas itu
dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada
orang lain. Tokoh lain aliran ini adalah Friedrich Nietzche
(1844-1900 M). Dalam pandangannya dunia terbuka untuk
kebebasan dan kreativitas manusia. Mata manusia tidak lagi
diarahkan pada suatu dunia di belakang atau di atas dunia di
mana ia hidup.

5) Aliran Agnotisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk
mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun
hakikat rohani. Kata agnostisisme berasal dari bahasa Grik
Agnostos, yang berarti unknown. A artinya not, gno artinya
know. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang
mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan
adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal.
Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi
dengan tokoh-tokohnya seperti, Soren Kierkegaar (1813-1855
M) yang terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat

11
Eksistensialisme, yang menyatakan bahwa manusia tidak
pernah hidup sebagai suatu aku umum, tetapi sebagai aku
individual yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke
dalam sesuatu orang lain. Berbeda dengan pendapat Martin
Heidegger (1889-1976 M), yang mengatakan bahwa satu-
satunya yang ada itu ialah manusia, karena hanya manusialah
yang dapat memahami dirinya sendiri. Tokoh lainnya adalah,
Jean Paul Sartre (1905-1980 M), yang mengatakan bahwa
manusia selalu menyangkal. Hakikat beradanya manusia bukan
entre (ada), melainkan a entre (akan atau sedang). Jadi,
agnostisisme adalah paham pengingkaran/penyangkalan
terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda baik
materi maupun rohani.
b) Kosmologi
Mengkaji persoalan-persoalan tentang alam semesta, asal-usul,
dan unsur-unsur yang membentuk alam semesta.
c) Humanologi
Mengkaji persoalan-persoalan tentang hakikat manusia, hubungan
antara jiwa dan tubuh, kebebasan dan keterbatasan manusia.
d) Teologi
Mengkaji persoalan-persoalan tentang Tuhan/agama.

2) Epistemologi
Istilah “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu “episteme”
yang berarti pengetahuan dan “logos” berarti perkataan, pikiran, atau ilmu.
Kata “episteme” dalam bahasa Yunani berasal dari kata kerja epistamai,
artinya menundukan, menempatkan, atau meletakkan. Maka, secara
harfiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk
menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya. Bagi suatu ilmu
pertanyaan yang mengenai definisi ilmu itu, jenis pengetahuannya,

12
pembagian ruang lingkupnya, dan kebenaran ilmiahnya, merupakan
bahan-bahan pembahasan dari epistemologinya.
Epistemologi sering juga disebut teori pengetahuan (theory of
knowledge). Epistemologi lebih memfokuskan kepada makna pengetahuan
yang berhubungan dengan konsep, sumber, dan kriteria pengetahuan, jenis
pengetahuan, dan lain sebagainya.
Beberapa ahli yang mencoba mengungkapkan definisi dari pada
epistemologi adalah P. Hardono Hadi. Menurut beliau epistemologi adalah
cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan
skope pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta
pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Tokoh lain yang mencoba mendefinisikan epistemologi adalah D.W
Hamlyin, beliau mengatakan bahwa epistemologi sebagai cabang filsafat
yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan
pengandaian-pengandaian serta secara umum hal itu dapat diandalkannya
sebagai penegas bahwa orang memiliki pengetahuan.
Runes dalam kamusnya menjelaskan bahwa epistemologiy is the
branch of philosophy which invetigates the origin, structure, methods and
validity of knowledge. Itulah sebabnya kita sering menyebutnya dengan
istilah epistemologi untuk pertama kalinya muncul dan digunakan oleh J.F
Ferrier pada tahun 1854 (Runes, 1971-1994).
 Aliran-aliran Epistemologi
Ada beberapa aliran yang berbicara tentang ini, diantaranya:
a. Empirisme
Kata empiris berasal dari kata Yunani empieriskos yang berasal
dari kata empiria, yang artinya pengalaman. Menurut aliran ini
manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila
dikembalikan kepada kata Yunaninya, pengalaman yang dimaksud
adalah pengalaman inderawi. Manusia tahu es dingin karena manusia
menyentuhnya, gula manis karena manusia mencicipinya.

13
John Locke (1632-1704) bapak aliran ini pada zaman modern
mengemukakan teori tabula rusa yang secara bahasa berarti meja lilin.
Maksudnya adalah bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari
pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu,
lantas ia memiliki pengetahuan. Mula-mula tangkapan indera yang
masuk itu sederhana, lama-lama sulit, lalu tersusunlah pengetahuan.
Berarti, bagaimanapun kompleks (sulit) pengetahuan manusia, ia
selalu dapat dicari ujungnya pada pengalaman indera. Sesuatu yang
tidak dapat diamati dengan indera bukan pengetahuan yang benar.
Jadi, pengalaman indera itulah sumber pengetahuan yang benar.
Karena itulah metode penelitian yang menjadi tumpuan aliran
ini adalah metode eksperimen. Kesimpulannya bahwa aliran
empirisme lemah karena keterbatasan indera manusia. Misalnya benda
yang jauh kelihatan kecil, sebenarnya benda itu kecil ketika dilihat
dari jauh, sedangkan kalau dilihat dari dekat benda itu besar.
b. Rasionalisme
Secara singkat aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar
kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur
dengan akal. Manusia, menurut aliran ini, memperoleh pengetahuan
melalui kegiatan akal menangkap objek. Bapak aliran ini adalah
Descartes (1596-1650). Descartes seorang filosof yang tidak puas
dengan filsafat scholastik yang pandangannya bertentangan, dan tidak
ada kepastian disebabkan oleh kurangnya metode berpikir yang tepat.
Dan ia juga mengemukakan metode baru, yaitu metode keragu-
raguan. Jika orang ragu terhadap segala sesuatu, dalam keragu-raguan
itu jelas ia sedang berpikir. Sebab, yang sedang berpikir itu tentu ada
dan jelas ia sedang erang menderang. Cogito Ergo Sun (saya berpikir,
maka saya ada).
Rasio merupakan sumber kebenaran. Hanya rasio sajalh yang
dapat membawa orang kepada kebenaran. Yang benar hanya tindakan
akal yang terang benderang yang disebut Ideas Claires el Distictes

14
(pikiran yang terang benderang dan terpilah-pilah). Ide terang
benderang inilah pemberian tuhan kepada seorang yang dilahirkan
(idea innatae = ide bawaan). Sebagai pemberian tuhan, maka tak
mungkin tak benar. Karena rasio saja yang dianggap sebagai sumber
kebenaran, aliran ini disebut rasionalisme. Aliran rasionalisme ada dua
macam, yaitu dalam bidang agama dan dalam bidang filsafat. Dalam
bidang agama, aliran rasionalisme adalah lawan dari otoritas dan
biasanya digunakan untuk mengkritik ajaran agama. Adapun dalam
bidang filsafat, rasionalisme adalah lawan dari empirisme dan sering
berguna dalam menyusun teori pengetahuan.
a. Positivisme
Tokoh aliran ini adalah August Compte (1798-1857). Ia
menganut paham empirisme. Ia berpendapat bahwa indera itu sangat
penting dalam memperoleh pengetahuan. Tetapi harus dipertajam
dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan
indera akan dapat dikoreksi lewat eksperimen. Eksperimen
memerlukan ukuran-ukuran yang jelas. Misalnya untuk mengukur
jarak kita harus menggunakan alat ukur misalnya meteran, untuk
mengukur berat menggunakan neraca atau timbangan misalnya kiloan.
Dan dari itulah kemajuan sains benar benar dimulai. Kebenaran
diperoleh dengan akal dan didukung oleh bukti empirisnya. Dan alat
bantu itulah bagian dari aliran positivisme. Jadi, pada dasarnya
positivisme bukanlah suatu aliran yang dapat berdiri sendiri. Aliran ini
menyempurnaka em[irisme dan rasionalisme.
b. Intuisionisme
Henri Bergson (1859-1941) adalah tokoh aliran ini. Ia
menganggap tidak hanya indera yang terbatas. Akal juga terbatas.
Objek yang selalu berubah, demikian bargson. Jadi, pengetahuan kita
tentangnya tidak pernah tetap. Intelektual atau akal juga terbatas. Akal
hanya dapat memahami suatu objek bila ia mengonsentrasikan dirinya
pada objek itu, jadi dalam hal itu manusia tidak mengetahui

15
keseluruhan (unique), tidak dapat memahami sifat-sifat yang tetap
pada objek. Misalnya manusia mempunyai pemikiran yang berbeda-
beda. Dengan menyadari kekurangan dari indera dan akal maka
Bergson mengembangkan satu kemampuan tingkat tinggi yang
dimiliki manusia, yaitu intuisi.
c. Kritisme
Aliran ini muncul pada abad ke-18 suatu zaman baru dimana
seseorang ahli pemikir yang cerdas mencoba menyelesaikan
pertentangan antara rasioanalisme dengan empirisme. Seorang ahli
pikir Jerman Immanuel Kant (1724-1804) mencoba menyelesaikan
persoalan diatas, pada awalnya, Kant mengikuti rasionalisme tetapi
terpengaruh oleh aliran empirisme. Akhirnya Kant mengakui peranan
akal harus dan keharusan empiris, kemudian dicoba mengadakan
sintesis. Walaupun semua pengetahuan bersumber pada akal
(rasionalisme) tetapi adanya pengertian timbul dari pengalaman
(empirisme). Jadi, metode berpikirnya disebut metode kritis.
Walaupun ia mendasarkan diri dari nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia
tidak mengingkari bahwa adanya persoalan-persoalan yang melampui
akal.
d. Idealisme
Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat
dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kaitan dengan jiwa dan roh.
Istilah idealisme diambil dari kata idea yaitu suatu yang hadir dalam
jiwa. Pandangan ini dimiliki oleh Plato pada filsafat modern.
Idealisme mempunyai argumen epistemologi tersendiri. Oleh
karena itu, tokoh-tokoh yang mengajarkan bahwa materi tergantung
pada spirit tidak disebut idealisme karena mereka tidak menggunakan
menggunakan argumen epistemologi yang digunakan oleh idealisme.
Idealisme secara umum berhubungan dengan rasionalisme. Ini adalah
madzhab epistemologi yang mengajarkan bahwa pengetahuan apriori

16
(masa bodoh) atau deduktif dapat diperoleh dari manusia dengan
akalnya.

3) Logika
Logika sebagai salah satu cabang filsafat pada dasarnya adalah cara
untuk menarik kesimpulan yang valid. Secara luas logika dapat
didefinisikan sebagai pengkajian untuk berfikir secara sahih. Ada banyak
cara menarik kesimpulan. Namun secara garis besar, semua itu
digolongkan menjadi dua cara yaitu logika induktif dan logika deduktif.
Logika induktif erat hubungannya dengan penarikan kesimpulan dari
kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum.
Sedangkan logika deduktif berhubungan dengan penarikan kesimpulan
dari kasus-kasus yang umum menjadi kesimpulan yang bersifat khusus
atau individual. Bail logika induktif maupun logika deduktif, dalam proses
penalarannya mempergunakan premis-premis yang berupa pengetahuan
yang dianggap benar. Ketepatan penarikan kesimpulan tergantung dari tiga
hal, yakni kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor dan
keabsahan pengambilan keputusan. Sekiranya salah satu dari ketiga unsur
tersebut tidak terpenuhi maka kesimpulan yang ditariknya akan salah.

4) Aksiologi
Aksiologi menurut bahasa berasal dari bahasa Yunani “axios” yang
berarti bermanfaat dan “logos” berarti ilmu pengetahuan atau ajaran.
Secara istilah, aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki
hakikat nilai yang ditinjau dari sudut kefilsafatan. Sejalan dengan itu,
Sarwan menyatakan bahwa aksiologi adalah studi tentang jakikat tertinggi,
realitas, dan arti dari nilai-nilai (kebaikan, keindahan, dan kebenaran).
Dengan demikian aksiologi adalah studi tentang hakikat tertinggi
dari nilai-nilai etika dan estetika. Dengan kata lain, apakah yang baik atau
bagus itu.
Definisi lain mengatakan bahwa aksiologi adalah suatu pendidikan
yang menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan
manusia dan menjaganya, membinanya di dalam kepribadian peserta didik.

17
Dengan demikian aksiologi adalah salah satu cabang filsafat yang
mempelajari tentang nilai-nilai atau norma-norma terhadap sesuatu ilmu.
Berbicara mengenai nilai itu sebndiri dapat kita jumpai dalam
kehidupan seperti kata-kata adil dan tidak adil, jujur dan curang. Hal itu
semua mengandung penilaian karena manusia yang dengan perbuatannya
berhasrat mencapai atau merealisasikan nilai. Nilai yang dimaksud adalah
sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan
tentang apa yang dinilai.
Secara singkat dapat dikatakan, perkataan “nilai” kiranya
mempunyai macam-macam makna seperti: mengandung nilai (berguna),
merupakan nilai ( baik/benar/indah, mempunyai nilai (merupakan objek
keinginan), mempunyai kualitas yang dapat menyebabkan orang
mengambil sikap menyetujui (mempunyai sifat nilai tertentu), memberi
nilai (menanggapi sesuatu sebagai hal yang diinginkan atau sebagai hal
yang menggambarkan nilai tertentu). Nilai ini terkait juga dengan etika
dan nilai estetika. Nilai etika adalah teori perbuatan manusia yang
ditimbang menurut baik atau buruk dan tentang hak dan kewajiban moral.
Sedangkan nilai estetika adalah telaah manusia terhadapnya. Di dalam
etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan
karena menyangkut tanggung jawab, baik tanggung jawab pada diri
sendiri, masyarakat, alam maupun terhadapa Tuha.
Ilmu pengetahuan pun mendapatkan pedoman untuk bersikap penuh
tanggung jawab, baik tanggung jawab ilmiah maupun tanggung jawab
moral. Tanggung jawab ilniah adalah sejauh mana ilmu pengetahuan
melalui pendekatan metode dan sistem yang dipergunakan untuk
memperoleh pendekatan metode dan sistem yang dipergunakan untuk
memperoleh kebenaran objektif, baik secara koheren-idealistik,
koresponden realistis maupun secara pragmatis-empirik. Jadi, berdasarkan
tanggung jawab ini, ilmu pengetahuan tidak dibenarkan untuk
mengejarkan kebohongan, dan hal-hal negatif lainnya.

18
Berdasar dari apa yang telah diuraikan dipahami ilmu pengetahuan
mengandung nilai, dan kebenaran nilai ilmu pengetahuan yang
dikandungnya bukan untuk kebesaran ilmu pengetahuan semata yang
berdiri hanya mengejar kebenaran objektif yang bebas nilai melainkan
selalu terikat dengan kemungkinan terwujudnya kesejahteraan dan
kebahagiaan umat manusia.
 Aksiologi dalam Pandangan Aliran-aliran Filsafat
Aksiologi dalam pandangan aliran filsafat dipengaruhi oleh
cara pandang dan pemikiran filsafat yang dianut oleh masing-masing
aliran filsafat, yakni:
1. Pandangan Aksiologi Progresivisme
Tokoh yang berpengaruh dalam aliran ini adalah William
James (1842-1910), Hans Vahinger, Ferdinant Sciller, Georger
Santayana, dan Jhom Dewey. Menurut progressivisme, nilai
timbul karena manusia mempunyai bahasa. Dengan demikian,
adanya pergaulan dalam masyarakat dapat menimbulkan nilai-
nilai. Bahasa adalah sarana ekspresi yang berasal dari dorongan,
kehendak, perasaan, dan kecerdasan dan individu-individu.
Dalam hubungan ini kecerdasan merupakan faktor utama yang
mempunyai kedudukan sentral. Kecerdasan adalah faktor yang
dapat mempertahankan adanya hubungan antara manusia dan
lingkungannya, baik yang terwujud sebagai lingkungan fisik
maupun kebudayaan atau manusia.
2. Pandangan Aksiologi Essensialisme
Tokoh yang berpengaruh dalam aliran ini adalah
Desiderius Erasmus, John Amos Comenius (1592-1670), John
Locke (1632-1704), John Hendrick Pestalalozzi (1746-1827),
John Frederich Frobel (1782-1852), Johann Fiedirich Herbanth
(1776-1841), dan William T. Horris (1835-1909). Bagi aliran
ini, nilai-nilai berasal dari pandangan-pandangan idealisme dan
realisme karena aliran essensialisme terbina dari dua pandangan-

19
pandangan idealisme dan realisme karena aliran essensialisme
terbina dari dua pandangan tersebut.
a. Teori Nilai Menurut Idealisme
Idealisme berpandangan bahwa hukum-hukum etika
adalah hukum kosmos karena itu seseorang dikatakan
baik, jika banyak berinteraksi dalam pelaksanaan hukum-
hukum itu. Menurut idealisme, sikap, tingkah laku, dan
ekspresi perasaan juga mempunyai hubungan dengan
kualitas baik dan buruk. Orang yang berpakaian serba
formal seperti dalam upacara atau peristiwa lain yang
membutuhkan suasana tenang haruslah bersikap formal
dan teratur. Untuk itu, ekspresi perasaan yang
mencerminkan adanya serba kesungguhan dan kesenangan
terhadap pakaian resmi yang dikenakan dapat
menunjukkan keindahan pakaian dan suasana
kesungguhan tersebut.
b. Teori Nilai Menurut Realisme
Menurut realisme, sumber semua penegtahuan manusia
terletak pada keteraturan lingkungan hidupnya. Realisme
memandang bahwa baik dan buruknya kedaan manusia
tergantung pada keturunan dan lingkungannya. Perbuatan
seseorang adalah hasil perapduan antara pembawa-
pembawa fisiologis dan pengaruh-pengaruh
lingkungannya. George Santayana memadukan pandangan
idealisme dan realisme dalam suatu sintesa dengan
menyatakan bahwa “nilai” itu tidak dapat ditandai dengan
suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian, dan
pengalaman seseorang turut menentukan adanya kualitas
tertentu. Walaupun idealisme menjunjung tinggi asa
otoriter atau nilai-nilai, namun tetap mengakui bahwa

20
pribadi secara aktif menentukan nilai-nilai itu atas dirinya
sendiri.
3. Pandangan Aksiologi Perenialisme
Tokoh utama ini diantaranya Aristoteles (394 SM) St.
Thomas Aquinas. Perenialisme memandang bahwa keadaan
sekarang adalah sebagai zaman yang menpunyai kebudayaan
yang terganggu oleh kekacauan, kebingungan dan
kesimpangsiuran. Berhubung dengan itu dinilai sebagai zaman
yang membtutuhkab usaha untuk mengamankan lapangan
moral, intelektual dan lingkungan sosial dan kultural yang lain.
Sedangkan menyangkut nilai aliran ini memandangnya
berdasarkan asas-asas “supernatural”, yakni menerima universal
yang abadi. Dengan asas seperti itu, tidak hanya ontologi, dan
epistemologi yang didasarkan pada teologi dan supernatural,
tetapi juga aksiologi. Tingkah laku manusia dipengaruhi oleh
potensi kebaikan dan keburukan yang ada pada dirinya. Masalah
nilai merupakan hal yang utama dalam perenialisme, karena ia
berdasarkan pada asas supernatural yaitu menerima universal
yang abadi, khususnya tingkah laku manusia. Jadi, hakikat
manusia terletak pada jiwanya. Oleh karena itulah hakikat
manusia itu juga menentukan hakikat perbuatan-perbuatannya.
4. Pandangan Aksiologi Rekonstruksionisme
Aliran rekonstruksionalisme adalah aliran yang berusaha
merombak kebudayaan modern. Sejalan dengan pandangan
perenialisme yang memandang bahwa kedaan sekarang
merupakan zaman kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran,
kebingungan, dan kesimpangsiuran. Aliran
rekonstruksionalisme dalam memecahkan masalah,
mengembalikan kebudayaan yang serasi dalam kehidupan
manusia yang memerlukan kerja sama.

21
 Nilai yang menjadi kajian aksiologi ada dua, itu sebabnya aksiologi
dibagi menjadi dua sub cabang yaitu:
1. Etika.
Kajian filsafat mengenai baik dan buruk, lebih kepada
bagaimana seharusnya manusia bersikap dan bertingkah laku,
apa makna etika atau moralitas dalam kehidupan manusia.
2. Estetika.
Nilai yang berhubungan dengan keindahan (indah dan
buruk). Mengkaji mengenai keindahan, kesenian, kesenangan
yang disebabkan oleh keindahan.

22
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Filsafat terlahir pada awalnya adalah dikarenakan oleh keingintahuan
manusia akan hakikat kehidupannya dan hakikat suatu kebenara. Filsafat
menelaah segala masalah yang dapat dipikirkan oleh manusia. Oleh karena
itu filsafat dikenal juga sebagai induk dari semua ilmu “the mother of the
sciences” Hal ini sesuai dengan arti filsafat secara bahasa yaitu cinta akan
hikmat.
Dalam mencari hakikat kebenaran tersebut setiap filsuf belum tentu
menitikberatkan pada satu kajian yang sama. Dan berdasarkan objek kajian
tersebut, filsafat dibagi dalam beberapa cabang, yakni:
1. Metafisika, yaitu dibagi menjadi:
 Ontology
 Kosmologi
 Humanologi
 Teologi
2. Epistemologi
3. Logika
4. Aksiologi, terbagi menjadi dua, yaitu:
 Etika
 Estetika

Metafisika merupakan cabang filsafat yang mempelajari penjelasan asal atau


hakekat objek (fisik) di dunia
Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang
sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang
sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali

23
yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan di jalan yang
tidak benar.
Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang
mempelajariasal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya)
pengetahuan.
Pengertian paling umum pada ontologi adalah bagian dari bidang filsafat
yang mencoba mencari hakikat dari sesuatu. Pengertian ini menjadi melebar dan
dikaji secara tersendiri menurut lingkup cabang-cabang keilmuan tersendiri.
Pengertian ontologi ini menjadi sangat beragam dan berubah sesuai dengan
berjalannya waktu.
Sebuah ontologi memberikan pengertian untuk penjelasan secara eksplisit
dari konsep terhadap representasi pengetahuan pada sebuah knowledge base.
Sebuah ontologi juga dapat diartikan sebuah struktur hirarki dari istilah untuk
menjelaskan sebuah domain yang dapat digunakan sebagai landasan untuk sebuah
knowledge base. Dengan demikian, ontologi merupakan suatu teori tentang
makna dari suatu objek, property dari suatu objek, serta relasi objek tersebut yang
mungkin terjadi pada suatu domain pengetahuan. Ringkasnya, pada tinjauan
filsafat, ontologi adalah studi tentang sesuatu yang ada.

24

Anda mungkin juga menyukai