Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tauhid merupakan landasan Islam yang paling penting. Seseorang
yang benar tauhidnya, maka dia akan mendapatkan keselamatan di dunia
dan akhirat. Tauhid yang tidak benar, akan menjatuhkan seseorang ke
dalam kesyirikan. Kesyirikan merupakan dosa yang akan membawa
kecelakaan di dunia serta kekekalan di dalam azab neraka. Allah SWT
berfirman dalam Al Qur‟an surat An-Nisa‟ ayat 48, “Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan mengampuni yang lebih
ringan daripada itu bagi orang-orang yang Allah kehendaki”. (Al Qur‟an
Tarjamah Tafsiriyah, 2013: 101).
Mengajarkan tauhid kepada anak, mengesakan Allah dalam hal
beribadah kepada-Nya, menjadikannya lebih mencintai Allah daripada
selain-Nya, tidak ada yang ditakutinya kecuali Allah merupakan hal
pokok yang harus dilakukan seorang pendidik. Seorang pendidik harus
menekankan bahwa setiap langkah manusia selalu dalam pengawasan
Allah SWT. Penerapan konsep tersebut adalah dengan berusaha menaati
peraturan dan menjauhi larangan-Nya. Seorang pendidik harus mampu
menyesuaikan tingkah lakunya dengan nilai-nilai yang diajarkan dalam
Islam. Pendidikan tauhid ini adalah pendidikan yang paling pokok di
atas hal-hal penting lainnya. Allah memerintahkan hal ini secara jelas di
dalam Al Qur‟an melalui kisah Luqman dengan anaknya yang tertuang
dalam QS.Luqman ayat 13, “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata
kepada anaknya, di waktu ia memberikan pelajaran kepadanya: “Hai
anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang amat
besar” (Al Qur‟an Tarjamah Tafsiriyah, 2013:513).
Panggilan “anakku” merupakan kalimat singkat untuk menunjukan
kasih sayang. Nasehat ini tidak diawali dengan perintah ibadah. Allah
tidak mengawali firman-Nya dengan “beribadahlah kepada Allah”, akan
tetapi dengan “janganlah menyekutukan Allah”. Kalimat tersebut
menyimpulkan bahwa ibadah tidak akan bisa diterima selama masih
dalam keadaan musyrik. (Lukluk Sismiati, 2012: 1).
Rasulullah SAW memberikan contoh penanaman aqidah yang
kokoh ketika beliau mengajari anak paman beliau, Abdullah bin Abbas
ra. Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi dengan sanad
yang hasan, Ibnu Abbas bercerita “Pada suatu hari aku pernah
berboncengan di belakang Nabi (di atas kendaraan), beliau berkata
kepadaku: “Wahai anak, aku akan mengajari engkau beberapa kalimat :
Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya
engkau akan dapati Allah di hadapanmu. Jika engkau memohon,
mohonlah kepada Allah. Jika engkau meminta tolong, minta tolonglah
kepada Allah”. (Shahih At-Tirmidzi nomor 2516).

Pengertian Tauhid

Ditinjau dari buku Teologi Islam Ilmu Tauhid karya Drs Hadis
Purba dan Drs. Salamuddin, terdapat beberapa pengertian tauhid yang
telah dikemukakan oleh para ahli. Beberapa definisi atau pengertian
tauhid tersebut antara lain;

1. Menurut Syaikh Muhammad Abduh (1926:4), dikemukakan bahwa


"Ilmu tauhid adalah suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah,
tentang sifat-sifat yang wajib disifatkan kepada-Nya, sifat-sifat yang
sama sekali wajib dilenyapkan daripada-Nya, juga membahas tentang
rasul-rasul-Nya, meyakinkan kerasulan mereka, sifat-sifat yang boleh
ditetapkan kepada mereka, dan apa yang terlarang dinisbatkan kepada
mereka."

2. Husain Affandi al-Jisr (tt:6) mengemukakan bahwa "Ilmu tauhid


adalah ilmu yang membahas tentang hal-hal yang menetapkan akidah
agama dengan dalil-dalil yang meyakinkan."

3. Ibnu Khaldun (tt:458) mengemukakan bahwa "Ilmu tauhid berisi


alasan-alasan dari aqidah keimanan dengan dalil-dalil aqliyah dan
alasan-alasan yang merupakan penolakan terhadap golongan bid'ah yang
dalam bidang aqidah telah menyimpang dari mazhab salaf dan ahlus
sunnah."
4. M.T. Thair Abdul Muin (tt:1) menyampaikan bahwa "Tauhid adalah
ilmu yang menyelidiki dan membahas soal yang wajib, mustahil dan jaiz
bagi Allah dan bagi sekalian utusan-Nya; juga menguoas dalil-dalil yang
mungkin cocok dengan akal pikiran sebagai alat bantu untuk
membuktikan adanya Zat yang mewujudkan."

Jenis-Jenis Tauhid

Tauhid merupakan bagian paling penting dari keseluruhan


substansi aqidah ahlus sunnah wal jamaah. Bagian ini harus dipahami
secara utuh agar maknanya yang sekaligus mengandung klarifikasi jenis-
jenisnya, dapat terealisasi dalam kehidupan.

Dalam kaitan ini tercakup dua hal. Pertama, memahami ajaran


tauhid secara teoritis berdasarkan dalil-dalil al-Qur’an, sunnah dan akal
sehat. Kedua, mengaplikasikan ajaran tauhid tersebut dalam kenyataan
sehingga ia menjadi fenomena yang tampak dalam kehidupan manusia.

Secara teoritis, tauhid diklarifikasikan dalam tiga jenis, yakni;

1. Tauhid Rububiyah
2. Tauhid Uluhiyah
3. Tauhid Asma’Wash-Shifat

Berikut penjelasan selengkapnya mengenai masing-masing jenis tauhid


tersebut.

1. Tauhid Rububiyah

Jenis tauhid yang pertama adalah tauhid Rubibiyah. Rububiyah


adalah kata yang dinisbatkan kepada salah satu nama Allah Swt, yaitu
‘Rabb’. Nama ini mempunyai beberapa arti antara lain: al-murabbi
(pemelihara), an-nasir (penolong), al-malik (pemilik), al-mushlih (yang
memperbaiki), as-sayyid (tuan) dan al-wali (wali).

Dalam terminologi syari’at Islam, istilah tauhid rububiyah berarti:


“percaya bahwa hanya Allah-lah satu-satunya pencipta, pemilik,
pengendali alam raya yang dengan takdir-Nya ia menghidupkan dan
mematikan serta mengendalikan alam dengan sunnah-sunnah-Nya”,
dilansir dari Tauhid rububiyah mencakup dimensi-dimensi keimanan
berikut ini;

● Beriman kepada perbuatan-perbuatan Allah yang bersifat umum.


Misalnya, menciptakan, memberi rizki, menghidupkan,
mematikan, menguasai.
● Beriman kepada takdir Allah.
● Beriman kepada zat Allah.

2.  Tauhid Uluhiyah

Jenis tauhid yang kedua adalah tauhid Uluhiyah. Kata Uluhiyah


diambil dari akar kata 'ilah' yang berarti 'yang disembah' dan 'yang
ditaati'. Karena ini digunakan untuk menyebut sembahan yang hak dan
yang batil. Pemakaian kata lebih dominan digunakan untuk menyebut
sembahan yang hak sehingga maknanya berubah menjadi: Dzat yang
disembah sebagai bukti kecintaan, penggunaan, dan pengakuan atas
kebesaran-Nya.

Dengan demikian kata ilah mengandung dua makna: pertama


adalah ibadah; kedua adalah ketaatan, dikutip dari buku Filsafat
Pendidikan Islam oleh Hasan Basri.Pengertian tauhid Uluhiyah dalam
terminologi syari’at Islam sebenarnya tidak keluar dari kedua makna
tersebut. Maka definisinya adalah: “Mengesakan Allah dalam ibadah
dan ketaatan”.

Oleh sebab itu realisasi yang benar dari tauhid uluhiyah hanya bisa
terjadi dengan dua dasar; Pertama, memberikan semua bentuk ibadah
hanya kepada Allah SWT, semata tanpa adanya sekutu yang lain. Kedua,
hendaklah semua ibadah itu sesuai dengan perintah Allah dan
meninggalkan larangan-Nya melakukan maksiat.

3. Tauhid Asma’Wash-Shifat
Jenis tauhid yang ketiga adalah tauhid Asma’Wash-Shifat. Definisi
tauhid al-asma wa ash-shifat artinya pengakuan dan kesaksian yang
tegas atas semua nama dan sifat Allah yang sempurna, masih dikutip
dari buku Pengantar Studi Aqidah Islam oleh Muhammad Ibrahim Bin
Abdullah Al-Buraikan.

Allah Swt menetapkan sifat-sifat bagi diri-Nya secara rinci. Yaitu


dengan menyebut bagian-bagian kesempurnaan itu satu persatu.
Menetapkan sifat mendengar dan melihat bagi diri-Nya sendiri. Tetapi
Allah SWT juga menafikan sifat-sifat kekurangan dari diri-Nya. Hanya
saja penafikan itu bersifat umum.

Artinya, Allah SWT menafikan semua bentuk sifat kekurangan


bagi dirinya yang bertentangan dengan kesempurnaan-Nya secara umum
tanpa merinci satuan-satuan dari sifat-sifat kekurangan tersebut.
Terkadang memang terjadi sebaliknya, yaitu bahwa Allah SWT
menetapkan sifat-sifat bagi dari-Nya secara global dan merinci sifat-sifat
kekurangan yang ingin dinafikan.

Oleh sebab itu realisasi yang benar dari tauhid uluhiyah hanya bisa
terjadi dengan dua dasar; Pertama, memberikan semua bentuk ibadah
hanya kepada Allah SWT, semata tanpa adanya sekutu yang lain. Kedua,
hendaklah semua ibadah itu sesuai dengan perintah Allah dan
meninggalkan larangan-Nya melakukan maksiat.

3. Tauhid Asma’Wash-Shifat

Jenis tauhid yang ketiga adalah tauhid Asma’Wash-Shifat. Definisi


tauhid al-asma wa ash-shifat artinya pengakuan dan kesaksian yang
tegas atas semua nama dan sifat Allah yang sempurna, masih dikutip
dari buku Pengantar Studi Aqidah Islam oleh Muhammad Ibrahim Bin
Abdullah Al-Buraikan.

Allah Swt menetapkan sifat-sifat bagi diri-Nya secara rinci. Yaitu


dengan menyebut bagian-bagian kesempurnaan itu satu persatu.
Menetapkan sifat mendengar dan melihat bagi diri-Nya sendiri. Tetapi
Allah SWT juga menafikan sifat-sifat kekurangan dari diri-Nya. Hanya
saja penafikan itu bersifat umum.

Artinya, Allah SWT menafikan semua bentuk sifat kekurangan


bagi dirinya yang bertentangan dengan kesempurnaan-Nya secara umum
tanpa merinci satuan-satuan dari sifat-sifat kekurangan tersebut.
Terkadang memang terjadi sebaliknya, yaitu bahwa Allah SWT
menetapkan sifat-sifat bagi dari-Nya secara global dan merinci sifat-sifat
kekurangan yang ingin dinafikan.

BAB II

PENUTUP

A.Simpulan

Tauhid merupakan bagian paling penting dari keseluruhan


substansi aqidah ahlus sunnah wal jamaah.

Secara teoritis, tauhid diklarifikasikan dalam tiga jenis, yakni;

4. Tauhid Rububiyah
5. Tauhid Uluhiyah
6. Tauhid Asma’Wash-Shifat

Berikut penjelasan selengkapnya mengenai masing-masing jenis tauhid


tersebut.

1. Tauhid Rububiyah

Dalam terminologi syari’at Islam, istilah tauhid rububiyah berarti:


“percaya bahwa hanya Allah-lah satu-satunya pencipta, pemilik,
pengendali alam raya yang dengan takdir-Nya ia menghidupkan dan
mematikan serta mengendalikan alam dengan sunnah-sunnah-Nya”,

2.  Tauhid Uluhiyah


Jenis tauhid yang kedua adalah tauhid Uluhiyah. Kata Uluhiyah
diambil dari akar kata 'ilah' yang berarti 'yang disembah' dan 'yang
ditaati'.

3. Tauhid Asma’Wash-Shifat

Jenis tauhid yang ketiga adalah tauhid Asma’Wash-Shifat. Definisi


tauhid al-asma wa ash-shifat artinya pengakuan dan kesaksian yang
tegas atas semua nama dan sifat Allah yang sempurna.

B. Saran

Berdasarkan isi dari makalah ini, penulis mengajukan beberapa saran,


sebagai berikut.

1. Bagi pendidik, secara khusus materi pendidikan Tauhid sangatlah


penting bagi para pelajar, dan dalam agama Islam pun tidak ada batasan
dalam menggali ilmu pengetahuan. Secara umum materi pendidikan
Tauhid juga mencerminkan ketaatan seorang hamba dalam menggali
pengetahuan tentang Yang Maha Kuasa yang telah di wajibkan bagi
hamba untuk mengetahuinya, agar terjauh dari segala fitnah dunia.

2. Bagi pembaca dan masyarakat lainnya, dimasa sekarang nilai


ketauhidan dapat dirasakan kekurangannya, yang mana tidak
tertanamnya suatu nilai ketauhidan dalam diri para pelaku, sehingga
perlu kiranya ada penanggulangan dalam hal ini. Yang mana aspek yang
paling intinya adalah keyakinan, hal ini karena apabila keyakinan
seseorang hilang, maka akan mudah terjerumus dalam pengaruh hawa
nafsu. Namun sebaliknya apabila keyakinan seseorang itu kuat, terjaga,
terpenuhi kebutuhannya. Maka akan senantiasa berpegang teguh pada
keyakinan yang diyakininya, meskipun banyak rintangan yang
menghadangnya. Dari sinilah peranan tauhid supaya bisa tertanam dalam
hati setiap manusia untuk mencegah jatuhnya nilai keimanan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.ums.ac.id/27670/2/BAB_I.pdf
https://www.merdeka.com/jatim/pengertian-tauhid-dan-jenis-jenisnya-
dalam-islam-wajib-dipelajari-kln.html
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://
repository.upi.edu/29825/8/
S_PAI_0706805_Chapter5.pdf&ved=2ahUKEwjSlouP_ej5AhUqUWw
GHTEOBVIQFnoECAoQAQ&usg=AOvVaw2GBqqisXc5SLl1HOuQq
9yN
Drs. Hadis Purba dan Drs. Salamuddin
Syaikh Muhammad Abdullah (1926:4)
Husain Affandi Al-jisr (tt:6)
Ibnu khuddun (tt:458)
M.T. Thair Abdul Muin (tt:1)
Lukluk Sismiati (2012:1)
Shahih At Tirmizi Nur (2516)
Tafsyiriah (2013:101)
Tafsyiriah (2013:513)

Anda mungkin juga menyukai