Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH AGAMA ISLAM TENTANG TAUHID

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Pembahasan mengenai Tauhid merupakan hal yang paling urgen dalam Agama Islam, dimana
Tauhid mengambil peranan penting dalam membentuk pribadi-pribadi yang tangguh, selain juga
sebagai inti atau akar daripada ‘Aqidah Islamiyah. Kalimat Tauhid atau lebih dikanal dengan
kalimat Syahadat atau juga disebut Kalimah Thayyibah (Laailaahaillallah) begitu masyhur di
kalangan umat Islam. Dalam kesehariannya, seorang muslim melafalkan kalimat tersebut dalam
setiap shalat wajibnya yang lima waktu.

Namun rupanya saat ini pembahasan masalah 'Aqidah menjadi sesuatu yang terkesampingkan
dalam kehidupan, kencenderungan masyarakat yang hedonis dengan persaingan hidup yang
begitu ketat, sehingga urusan-urusan dunia menjadi suatu hal yang menyita perhatian manusia
daripada hal-hal lainnya, termasuk masalah keberagamaan, sehingga kita dapatkan banyak sekali
penyimpangan demi penyimpangan yang terjadi di tengah-tengah umat Islam, dengan keadaan
yang semakin hari semakin buruk ini rupanya lambat laun akan menyadarkan kita semua akan
pentingnya peran agama Islam sebagai agama paripurna yang tidak mengatur urusan ukhrawi
saja, namun juga dalam mengatur urusan-urusan duniawi, yang menjadikan 'aqidah sebagai
landasan berfikirnya.
Diharapkan dari penulisan makalah ini, selain pengetahuan yang lebih luas tentang Tauhid
sebagai intisari peradaban yang telah mengantarkan umat Islam menuju kejayaan demi kejayaan
yang tidak pernah tertandingi.

B.Rumusan Masalah
Dalam makalah ini rumusan makalah yang dapat kami paparkan adalah sbb:
1.Apa pengertian tauhid sebagai inti peradaban islam?
2.Bagaimana konsep ajaran tauhid ?
3.Bagaimana tauhid dipadang sebagai dimensi metodologis?
4.Apa saja dimensi isi tauhid?

C.Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas maka tujuan dari penulisan
makalah ini antara lain:
1. Memahami dan mempelajari pengertian tauhid.
2. Memahami dan mempelajari konsep-konsep ajaran tauhid
3. Memahami dan mempelajari dimensi metodologi tauhid
BAB II
PEMBAHASAN
1. PengertianTauhid sebagai intisari peradaban islam
Tauhid, dilihat dari segi Etimologis yaitu berarti ”Keesaan Allah”, mentauhidkan bearti
mengakui keesaan Allah; mengesakan Allah (Kamus besar Bahasa Indonesia, hal. 907).
Mempercayai bahwa Allah SWT adalah satu-satunya pencipta, pemelihara, penguasa,
dan pengatur Alam Semesta.(DR. Abdul Aziz, 1998, hal. 9), Tauhid adalah keyakinan
tentang adanya Allah Yang Maha Esa, yang tidak ada satu pun yang menyamai-Nya
dalam Zat, Sifat atau perbuatan-perbuatan-Nya. (Prof. Dr. M. Yusuf Musa, 1961, hal. 45)
Tauhid adalah mengesakan Allah SWT dari semua makhluk-Nya dengan penuh
penghayatan, dan keikhlasan beribadah kepada-Nya, meninggalkan peribadatan selain
kepada-Nya, serta membenarkan nama-nama-Nya yang Mulia (asma’ul husna), dan sifat-
sifat-Nya yang Maha Sempurna, dan menafikan sifat kurang dan cela dari-Nya. (Shalih
Fauzan bin Abdullah al Fauzan, hal. 15). Demikianlah pengertian Tauhid menurut para
ulama ternama, yang intinya adalah keyakinan akan Esa-nya ketuhanan Allah SWT, dan
ikhlasnya peribadatan hanya kepada-Nya, dan keyakinan atas nama-nama serta sifat-sifat-
Nya.
2. Bagaimana konsep ajaran tauhid
A. Konsep Ajaran Tauhid
Terkait dengan konsep ajaran tauhid ini, dapat kita lihat ayat-ayat Allah yang sedikit
banyak menyinggung ajaran tauhid ini.Di antaranya adalah :
“Katakanlah, Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu.Dia
tiada beranak dan tiada pula diperanakkan.Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan
Dia”.(TQS. Al Ikhlas: 1-4 )

"Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia; (demikianpula) para malaikat dan
orang-orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Maha
Perkasa, Maha Bijaksana." (TQS. Ali Imran: 18)

“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu
telah rusak binasa. Maka maha suci Allah yang mempunyai arasy dari apa yang mereka
sifatkan.”(TQS. Al Anbiya’: 22 )

Dari sini dapat kita lihat bahwa beriman kepada Allah SWT terwujud dalam empat
perkara: Beriman kepada Wujud Allah,Beriman kepada Rububiyah Allah,Beriman
kepada Uluhiyah Allah ,Beriman kepada Asma’ dan shifat Allah. Dari keempat perkara
tersebut hanya tiga perkara yang diuraikan dalam makalah ini yaitu :
1. TAUHID RUBUBIYAH
Mengenai tauhid rububiyah ini firman Allah mengatakan :

"Allah yang Meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian
Dia bersemayam di atas Arasy. Dia Menundukkan matahari dan Bulan; masing-masing
beredar menurut waktu yang telah ditentukan.Dia Mengatur urusan (makhluk-Nya), dan
menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), agar kamu yakin akan pertemuan dengan
Tuhanmu".(TQS. Ar-Ra'd: 2)
Rububiyah adalah kata yang dinisbatkan kepada salah satu nama Allah SWT, yaitu
‘Rabb’. Nama ini mempunyai beberapa arti, antara lain: al-Murabbi (pemelihara), al-
Nashir (penolong), al-Malik (pemilik), al-Mushlih (yang memperbaiki), al-Sayyid (tuan)
dan al-Wali (wali). Dan dalam terminologi syariat Islam, istilah Tauhid Rububiyah
berarti: “Percaya bahwa hanya Allah-lah satu-satunya Pencipta, Pemilik, pengendali alam
raya yang dengan takdir-Nya Ia menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam
dengan sunnah-sunnah-Nya.” (DR. Ibrahim bin Muhammad, hal. 141-142)
2. TAUHID ASMA’ dan SIFAT
Firman Allah :

“Dan Allah memiliki Asma’ul Husna (Nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah
kepada-Nya dengan menyebut Asma’ul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang
menyalahartikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa
yang telah mereka kerjakan.” (TQS. al-A’raf: 180)
Pengertian dari Tauhid Asma’ dan Sifat adalah mempercayai bahwa hanya Allah yang
memiliki segala sifat kesempurnaan dan terlepas dari sifat tercela atau dari segala
kekurangan. (Ensiklopedi Islam, jild. V, hal. 92) Atau menetapkan asma’ dan sifat Allah
berdasarkan apa yang ditetapkan oleh Allah untuk diri-Nya di dalam Al Qur’an maupun
sunnah Rasul-Nya. (DR. Abdul Aziz, hal. 24).

3.TAUHID ULUHIYAH

Tauhid Uluhiyah merupakan salah satu cabang Tauhid dari tiga macam Tauhid yang ada,
yaitu mempercayai bahwa hanya kepada Allah-lah manusia harus bertuhan, beribadah,
memohon pertolongan, tunduk, patuh, dan merendah serta tidak kepada yang lain. Makna
Uluhiyah adalah mengakui bahwa hanya Allah lah Tuhan yang berhak disembah, tidak
ada sekutu bagiNya.(DR. Abdul Aziz bin M. Alu Abdullatief, hal. 13).Tauhid Uluhiyah
merupakan ujung ruh Al Qur’an, yang karenanya para Rasul diutus, yang karenanya ada
pahala dan siksa, dan karenanya keikhlasan beragama kepada Allah terealisasi. (Ibnu
Taimiyah, Menghindari pertentangan Wahyu dan Akal, hal. 30). Ayat al Qur'an yang
menerangkan tentang Tauhid jenis ini adalah:
"Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu tidak
menyembah setan, Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu. Dan hendaklah
kamu menyembah-Ku, inilah jalan yang lurus."(TQS. Yasin: 60 - 61)

B. Tauhid sebagai dimensi metodologi


Sebagai intisari peradaban Islam, tauhid mempunyai dua segi atau dimensi : segi
metodologis dan konseptual. Yang pertama menentukan bentuk penerapan dan
implementasi prinsip pertama peradaban ; yang kedua menentukan prinsip pertama itu
sendiri.
Dimensi Metodologis
Dimensi metodologis meliputi tiga prinsip; yaitu kesatuan, rasionalisme, dan
toleransi.Ketiganya ini menentukan bentuk peradaban Islam.
Kesatuan.Tak ada peradaban tanpa kesatuan. Jika unsur-unsur peradaban tidak bersatu,
berjalin , dan selaras satu dengan lainnya, maka unsur-unsur itu bukan membentuk
peradaban, melainkan himpunan campur-aduk. Prinsip menyatukan berbagai unsur dan
memasukkan unsur-unsur itu di dalam kerangkanya sangat penting. Prinsip seperti ini
akan mengubah campuran hubungan unsur-unsur satu dengan lainnya menjadi bangunan
rapi dimana tingkat prioritas atau derajat kepentingan dapat dirasakan. Peradaban Islam
menempatkan unsur-unsur dalam bangunan rapi dan mengatur eksistensi serta
hubungannya berdasarkan pola yang seragam.Unsur-unsur itu sendiri ada yangasli dan
ada yang berasal dari luar.Tidak ada peradaban yang tidak mengambil unsur dari
luar.Yang penting adalah bahwa peradaban mencerna unsur itu, yaitu mempola kembali
bentuk dan hubungannya sehingga menyatu ke dalam sistemnya sendiri.“Membentuk”
unsur itu dengan bentuknya sendiri sebenarnya mengubahnya menjadi realitas baru
sehingga unsur itu tak lagi eksis sebagai unsur itu sendiri, namun sebagai komponen
integral peradaban baru.Ini bukanlah argumen menentang peradaban bila peradaban itu
semata-mata hanya menambah unsur-unsur asing. Atau bila peradaban melakukannya
dengan cara terpotong-potong, tanpa pembentukan ulang, penambahan, atau integrasi.
Persisny, unsur-unsur ini semata-mata ada bersama (co-exist) dengan peradaban.Secara
organis, unsur-unsur itu bukan bagian dari peradaban itu. Namun jika peradaban ini telah
berhasil mengubah mereka dan mengintegrasikannya ke dalam sistemnya, maka proses
integrasi menjadi indeks vitalitas, dinamisme dan kreativitasnya. Dalam setiap peradaban
integral, dan tentu saja dalam Islam, unsur-unsur pembentuknya, baik unsur material,
struktural atau relasional, semuanya diikat oleh satu prinsip utama.Dalam peradaban
Islam, prinsip utama ini adalah tauhid.Inilah tongkat pengukur utama orang Islam,
pembimbing dan pencarinya dalam berhadapan dengan agama dan peradaban lain,
dengan fakta atau situasi baru.Yang sejalan dengan prinsip ini diterima dan
diintegrasikan.Yang tidak sejalan ditolak atau dikutuk.
Tauhid atau doktrin keesaan, transenden, dan doktrin keutamaan Tuhan, mengandung arti
bahwa hanya Dia yang patut disembah dan dilayani. Orang yang taat akan hidup
berdasarkan prinsip ini. Dia akan berupaya menyelaraskan perbuatannya dengan pola ini,
melaksanakan maksud Ilahiah. Karena itu, kehidupannya harus menunjukkan kesatuan
pikiran dan kehendaknya, tujuan utama pengabdiannya. Kehidupannya tak akan
merupakan serangkaian peristiwa yang disatukan dengan kacau balau. Tetapi,
kehidupannya akan dihubungkan dengan satu prinsip utama, diikat oleh kerangka tunggal
yang menyatukan mereka menjadi kesatuan tunggal. Dengan demikian, kehidupannya
memiliki gaya tunggal, bentuk yang integral – singkatnya Islam.
Rasionalisme.Sebagai prinsip metodologis, rasionalisme membentuk intisari peradaban
Islam. Rasionalisme terdiri atas tiga aturan atau hukum : pertama, menolak semua yang
tidak berkaitan dengan realitas; kedua, menafikan hal-hal yang sangat bertentangan;
ketiga, terbuka terhadap bukti baru dan/ atau berlawanan. Hukum pertama melindungi
seorang muslim dari membuat pernyataan yang tidak terujji, tidak jelas terhadap ilmu
pengetahuan.Pernyataan yang kabur, menurut Al-Qur’an, merupakan contoh zhann
(pengetahuan yang menipu) dan dilarang oleh Tuhan, sekalipun tujuannya dapat
diabaikan. Seorang muslim dapat didefinisikan sebagai orang yang pernyataannya
hanyalah kebenaran. Hukum kedua melindunginya dari kontradiksi di satu pihak, dan
paradoks di pihak lain.
Rasionalisme bukan berarti pengutamaan akal atas wahyu tetapi penolakan terhadap
kontradiksi puncak antara keduanya.
Rasionalisme mempelajari tesis-tesis yang bertentangan berulang-ulang, dengan
anggapan bahwa pasti ada segi pemikiran yang terlewat yang jika dipertimbangkan akan
mengungkapkan hubungan yang bertentangan. Rasionalisme juga menggiring pembaca
wahyu- bukan wahyu itu sendiri – kepada bacaan lain. Bila dia menangkap makna yang
tak jelas yang kemudian dipikirkannya kembali, maka akan menghapus kontradiksi yang
tampak. Perujukan pada akal atau pemahaman demikian akan memiliki pengaruh
penyelarasan bukan wahyu itu sendiri – wahyu tak dapat dimanipulasi manusia – tetapi
penafsiran atau pemahamann insani seorang muslim akan wahyu. Ini menjadikan
pemahamannya akan wahyu sejalan dengan bukti kumulatif yang disingkapkan akal.
Penerimaan terhadap sesuatu yang bertentangan atau paradoks sebagai suatu kebenaran
hanya menarik orang-orang berpandangan picik.Muslim yang cerdas adalah seorang
rasionalis karena dia menegaskan kesatuan dua sumber kebenaran yaitu wahyu dan akal.
Hukum ketiga, keterbukaan terhadap bukti baru atau yang bertentangan, melindungi
seorang muslim dari literalisme, fanatisme, dan konservatisme yang menyebabkan
stagnasi. Hukum ketiga ini mencontohkan dia kepada kerendahan hati
intelektual.Memaksanya menambahkan pada penegasan dan penyangkalannya ungkapan
“Allahu a’lam” (Allah yang lebih tahu).Karena dia yakin bahwa kebenaran lebih besar
daripada yang dapat dikuasainya.
Sebagai penegasan akan keesaan mutlak Tuhan, tauhid merupakan penegasan keesaan
kebenaran. Karena Tuhan, dalam Islam adalah kebenaran. Keesaan-Nya merupakan
keesaan sumber-sumber kebenaran.Tuhan adalah Pencipta alam dari mana manusia
mendapat pengetahuannya.Tujuan pengetahuan adalah pola-pola alam yang merupakan
karya Tuhan.Jelas Tuhan mengetahui semuanya karena Dialah penciptanya; dan Dialah
sumber wahyu.Dia memberi manusia pengetahuan-Nya; dan pengetahuan-Nya mutlak
dan universal.Tuhan tidak menipu, tidak dengki, tidak menyesatkan.Dia juga tidak
mengubah keputusan-Nya seperti yang dilakukan manusia ketika membetulkan
pengetahuan-Nya, kehendaknya, atau keputusannya.Tuhan adalah sempurna dan maha
tahu.Dia tak pernah salah. Kalau pernah, Dia tidak akan menjadi Tuhan trasenden agama
Islam.

Toleransi.Sebagai prinsip metodologis, toleransi adalah penerimaan terhadap yang


tampak sampai kepalsuannya tersingkap.Dengan demikian toleransi relevan dengan
epistemologi.Ia juga relevan dengan etika sebagai prinsip menerima apa yang
dikehendaki sampai ketaklayakannya tersingkap. Yang pertama disebut sa’ah; yang
kedua yusr. Keduanya melindungi seorang muslim dari menutup diri terhadap dunia dari
konservatisme. Keduanya mendesaknya untuk menegaskan dan mengatakannya terhadap
kehidupan, terhadap pengalaman baru.Keduanya mendorongnya untuk menyampaikan
data baru dengan pikirannya yang tajam, usaha konstruktifnya.Dan dengan demikian
memperkaya pengalaman dan kehidupannya, dan selalau memajukan budaya dan
peradabannya.
Sebagai prinsip metodologis di dalam intisari peradaban Islam, toleransi adalah
keyakinan bahwa Tuhan tidak membiarkan umat-Nya tanpa mengutus rasul dari mereka
sendiri. Rasul yang akan mengajarkan bahwa tak ada Tuhan kecuali Allah, dan bahwa
mereka patut menyembah dan mengabdi kepada-Nya, untuk memperingatkan mereka
bahaya kejahatan dan penyebabnya. Dalam hubungan ini, toleransi adalah kepastian
bahwa semua manusia dikaruniai sensus communis, yang membuat manusia dapat
mengetahui agama yang benar, mengetahui kehendak dan perintah Tuhannya.Toleransi
adalah keyakinan bahwa keanekaragaman agama terjadi karena sejarah dengan semua
faktor yang mempengaruhinya, kondisi ruang dan waktunya yang berbeda, prasangka,
keinginan, dan kepentingannya.Di balik keanekaragaman agama berdiri al-din al-hanif,
agama fitrah Allah, yang mana manusia lahir bersamanya sebelum akulturasi membuat
manusia menganut agama ini atau itu.Toleransi menuntut seorang Muslim untuk
mempelajari sejarah agama-agama.Tujuannya untuk menemukan di dalam setiap agama
karunia awal Tuhan, yang diajarkan oleh rasul-rasul yang diutus-Nya di segenap tempat
dan waktu.
Dalam agama-dan hampir tak ada yang lebih penting dalam hubungan manusia-toleransi
mengubah konfrontasi dan saling kutuk antar agama menjadi kerjasama penelitian ilmiah
tentang asal-usul dan perkembangan agama.Tujuannya memisahkan penambahan historis
dari wahyu awal yang diterima.Dalam etika, semua bidang penting berikutnya, yusr;
mengebalkan seorang Muslim dari kecenderungan menolak kehidupan.Yusr membuatnya
memiliki optimisme yang diperlukan untuk menjaga kesehatan, keseimbangan, dan
kebersamaan, meski kehidupan manusia ditimpa berbagai tragedy dan penderitaan.Tuhan
menjamin makhluk-Nya bahwa “dengan kesulitan, Kami menetapkan kemudahan
[yusr]”.Dan karena Dia memerintahkan mereka untuk menguji setiap pernyataan dan
memastikannya sebelum menilai, maka kaum ushuli (ahli fiqih) melakukan
eksperimentasi sebelum menilai kebaikan atau keburukannya, yang tidak bertentangan
dengan perintah Ilahiah yang pasti.
Sa’ah dan yusr langsung berasal dari tauhid sebagai prinsip metafisika etika.Tuhan, yang
menciptakan manusia agar manusia dapat membuktikan dirinya berguna, telah
membuatnya bebas dan mampu bertindak positif di dunia. Menurut Islam, melaksanakan
hal itu adalah maksud eksistensi manusia di bumi.
D.Dimensi isi tauhid
Tauhid mempunyai beberapa dimensi isi tauhid sbb:
1. Tauhid sebagai prinsip pertama metafisika
Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah berarti berpendapat bahwa Dialah Pencipta
yang mewujudkan segalanya. Dialah sebab utama setiap kejadian, dan tujuan akhir segala
yang ada, bahwa Dialah Yang Pertama dan Terakhir. Bersaksi dengan kebebasan dan
keyakinan, secara sadar memahami isinya, berarti menyadari bahwa segala di sekitar kita,
baik benda atau kejadian, semua yang terjadi di bidang alam, sosial, atau psikis, adalah
tindakan Tuhan, pelaksanaan dari satu atau lebih tujuan-Nya. Begitu tercipta, realisasi
seperti itu menjadi hakikat kedua manusia, yang tak dapat dipisahkan darinya selama
terjaga. Sehingga manusia akan hidup di bawah bayang-bayangnya. Dan dimana manusia
mengetahui perintah dan tindakan Tuhan dalam setiap objek dan peristiwa, maka dia
mengikuti inisiatif Tuhan karena ini semua perintah Tuhan.Mengamati inisiatif Tuhan
dalam alam ebrarti melaksanakan ilmu alam. Karena inisiatif Ilahiah dalam alam tak lain
daripada hukum-hukum yang tak berubah yang diaugerahkan Tuahn kepada alam.
Mengamati inisiatif Ilahiah dalam diri seseorang atau dalam masyarakat berarti
mempelajari ilmu kemanusiaan dan ilmu-ilmu sosial.Dan jika seluruh alam semesta
sendiri benar-benar menyingkapkan atau memenuhi hukum alam in, yang adalah
perintahdan kehendak Tuhan, maka alam semesta, menurut orang Muslim merupakan
teater hidup yang digerakkan oleh perintah Tuhan.Teater itu sendiri, dan segala isinya,
dapat dijelaskan dengan istilah-istilah ini.Keesaan Tuhan berarti bahwa Dialah Sebab
segalanya.
2. Tauhid sebagai prinsip pertama etika
Tauhid menegaskan bahwa Tuhan Maha Esa menciptakan manusia dalam bentuk terbaik,
untuk menyembah dan mengabdi kepada-Nya. Ini berarti bahwa seluruh keberadaan
manusia di muka bumi bertujuan mematuhi Tuhan, menjalankan perintah-Nya.Tauhid
juga menegaskan bahwa tujuan ini termasuk kekhalifahan manusia di muka bumi.Karena,
menurut Al-Qur’an, Tuhan telah memberikan amanat-Nya kepada manusia, amanat yang
tak mampu dipikul langit dan bumi, dan yang mereka hindari dengan ketakutan.Amanat
tuhan adalah pelaksanaan bagian etika dari kehendak Tuhan.Hakikatnya menuntut bahwa
amanat itu diwujudkan dalam kebebasan dan manusia adalah satu-satunya makhluk yang
mampu melakukannya.Dimanapun kehendak Tuhan diwujudkan sesuai kebutuhan hukum
alam, perwujudannya bukan moral, tetapi mendasar (elemental) atau bermanfaat
(utilitarian). Hanya manusia yang mampu mewujudkannya dengan kemungkinan
melakukan atau tidak melakukannya sama sekali, atau melakukan sebaliknya atau
sebagian. Kemerdekaan manusia untuk mematuhi perintah Tuhanlah yang menjadikan
pelaksanaan perintah moral.
Tauhid menegaskan bahwa Tuhan, yang pemurah dan bertujuan, tidak
menciptakanmanusia secara main-main, atau sia-sia.Dia menganugerahkan manusia
dengan panca indera, akal dan pemahaman, menjadikannya sempurna – dan meniupkan
ke dalamnya ruh-Nya- untuk mempersiapkannya menunaikan tugas besar ini.
3. Tauhid sebagai prinsip pertama aksiologi
Tauhid menegaskan bahwa Tuhan telah menciptakan umat manusia agar manusia dapat
membuktikan diri bernilai secara moral melalui perbuatannya. Sebagai Hakim agung dan
akhir,Dia memperingatkan bahwa semua perbuatan manusia akan diperhitungkan ; bahwa
perbuatan baik mereka akan diberi pahala, dan perbuatan buruk mereka akan diberi
hukuman. Tauhid selanjutnya menegaskan bahwa Tuhan menempatkan manusia di muka
bumi agar manusia mendiaminya.Agar manusia dapat bekerja di atas bumi, memakan
buah-buahnya, menikmati kebaikan dan keindahannya, dan memakmurkan bumi dan
dirinya. Inilah penegasan dunia : menerima dunia karena dunia tidak berdosa dan baik,
diciptakan oleh Tuhan dan diatur oleh-Nya untuk dimanfaatkan manusia. Segala yang ada
di dunia ini, termasuk matahari dan bulan, tunduk kepada manusia.Semua ciptaan
merupakan teater bagi manusia untuk melakukan perbuatan etikanya sehingga
mewujudkan bagian yang lebih tinggi dari kehendak Ilahi. Manusia bertanggung jawab
untuk memuaskan naluri dan kebutuhannya, dan setiap orang bertanggung jawab satu
sama lain. Manusia berkewajiban mengembangkan sumber daya manusia ke tingkat yang
tertinggi yang mungkin, sehingga semua karunia alam dapat sepenuhnya dimanfaatkan.
Dia berkewajiban mengubah bumi menjadi kebun buah yang produktif dan taman indah.
Dalam proses ini dia dapat mengeksplorasi matahari dan bulan jika perlu. Tentu saja
manusia harus menemukan dan mempelajari pola-pola alam, jiwa manusia, masyarakat.
Dia harus mengindustrikan dan mengembangkan dunia agar dunia menjadi taman dimana
Firman Allah diagungkan.
4. Tauhid sebagai prinsip pertama masyarakat
Tauhid menegaskan bahwa “umatmu ini umat yang satu, yang Tuhannya adalah Allah.
Karena itu sembah dan mengabdilah pada-Nya” Tauhid berarti bahwa orang orang-orang
beriman adalah bersaudara , yang anggotanya saling mencintai dalam Tuhan, mereka
saling menasihati untuk berlaku adil dan sabar. Mereka semua berpegang pada tali Allah,
dan tidak berpisah satu sama lain, mereka saling berurusan, menganjurkan kebaikan dan
melarang kejahatan; mereka menaati Allah dan Nabi-Nya.
5. Tauhid sebagai prinsip pertama estetika
Tauhid berarti menyingkirkan Tuhan dari segenap bidang alam. Segala yang diciptakan
adalah makhluk, nontrasenden, tunduk kepada hukum ruang dan waktu.Semuanya ini tak
mungkin Tuhan dalam arti apapun, khususnya arti ontologis yang dinafikan tauhid,
sebagai intisari monoteisme. Tuhan sama sekali bukan ciptaan, sama sekali bukan alam,
dan karena itu Tuhan transenden. Dialah satu-satunya wujud yang trasenden.Tauhid
selanjutnya menegaskan bahwa tak ada yang menyerupai-Nya, sehingga tidak ada ciptaan
yang menyerupai atau melambangkan Tuhan, tak ada yang dapat mewakili-Nya.Jelas
secara definisi Dia tak tergambarkan.Tuhan adalah Dia yang tak ada lembaga estetis
apapun yang mungkin.

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari yang telah teruraikan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa tauhid merupakan inti
pokok agama islam sebagai pengakuan umat islam terhadap pencipta yang mutlak dan
tidak ada yang dituju selainya.Untuk itu dalam firman Allah dan sabda Nabi Muhammad
SAW dikatakan :
“orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan
kezaliman(syirik), mereka itulah oarng yang mendapat keamanan. Mereka itu adalah
orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-An-nam:82)
Rosullullah bersabda,
“Allah ta’ala berfirman, “Wahai anak Adam, seandainya enkau datang kepada-Ku dengan
membawa dosa sepenuh jagad, lantas engkau menemuiku dalam keadaan tidak
menyekutukan-Ku dengan suatu apa pun, maka Aku akan memberimu ampunan sepenuh
jagad itu pula,” (HR.Tirmidzi 3540)

B.Saran
Semoga setelah mempelajari dan memahami pembahasan ini kita dapat mengambil
hikmah betapa pentingnya ajaran tauhid ini bagi umat islam dan merupakan faktor
terpenting untuk mengembalikan kejayaan islam pada umat ini.. Untuk itu, kita sebagai
generasi penerus perjuangan Islam harus berusaha sekuat tenaga untuk
mengimplementasikan konsep tauhid dalam semua segi kehidupan kita.Pada akhirnya
kita berharap dan berdo'a kepada Allah SWT supaya mengembalikan kejayaan ummat ini
dengan konsep tauhid yang kita amalkan.

DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar, Surin. 1979. Terjemah & Tafsir Al-Qur'an. Bandung: Penerbit Fa. Sumatra.
Tim Penyusun Kamus. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Fauzan, Abd. Fauzan.1998 at-Ta’liq al-mukhtashar al-Mufid 'ala kitabi at-Tauhid
lissyaikh muhammad ibn 'abdul Wahhab.Ponorogo : Darussalam Press
Musa, Prof. Dr. M. Yusuf. 1961 Islam suatu kajian komprehensif (Terj.). Jakarta:
Rajawali Press.
2002 Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT Ikrar Mandiri Abadi
Abdul Latief, M. Alu, DR. Abdul Aziz. 1998 Pelajaran Tauhid Untuk Tingkat Lanjutan,
Jakarta: Darul Haq.
Taimiyah, Ibnu. 2004 Menghindari Pertentangan Akal dan Wahyu. Malang: Pustaka
Zamzami.
Al-Faruqi, Ismail R dan Lois Lamiyah. 1998. Atlas Budaya Islam, Menjelajah Khazanah
Peradaban Gemilang (terjemahan). Bandung: Mizan.

http://makalahcyber.blogspot.com/2012/04/makalah-agama-islam-tentang-tauhid.html.29 Apr 2012

Anda mungkin juga menyukai