Anda di halaman 1dari 7

NAMA Ilam Maolani, S.Ag., M.Pd.

NO. ABSEN 38, Angkatan 3

INSTANSI SMPN 19 Kota Tasikmalaya

MATA PELATIHAN Identifikasi Masalah Pembelajaran

Petunjuk:
1. Bacalah materi tentang Pendalaman Materi Kepengawasan yang sudah peserta
pelatihan unduh! Jawablah pertanyaan yang diberikan berdasar berbagai
sumber referensi yang relevan!.
2. Jawaban diunggah ke LMS (pjjtekniskemenag.net) dalam bentuk PDF.
3. Berilah nama file jawaban LK dengan format: Nama_Judul Sub Materi.
Misal: Budi_nama materi pelatihan

Buatlah Identifikasi Permasalahan-Permasalahan Pembelajaran yang diambil dari 8


STANDAR PENDIDIKAN pada tabel berikut:

NO 8 STANDAR PENDIIDKAN PERMASALAHAN


1 SKL 1. Capaian konten SKL yang terlalu tinggi
bagi peserta didik di setiap jenjang atau
jalurnya. Terutama SKL yang berkaitan
dengan pengetahuan dan keterampilan.
2. Tolok ukur ketercapaian atau
keberhasilan SKL belum jelas
kriterianya. Terkadang pendidik belum
mampu mengejewantahkan dan
mengorelasikan antara SKL dengan
standar yang lainnya, terutama dengan
standar isi, proses, dan penilaian.
3. Untuk mengejar dan menggapai
Standar Komptensi Lulusan, terkadang
ada saja beberapa kasus pengelola
pendidikan mengupayakan segala cara,
walaupun cara tersebut agak kurang
elegan dan kurang pas.
4. SKL ini bagi pendidik kadangkala
kurang begitu diperhatikan. Bagi
pendidik yang penting dia ngajar dan
peserta didik dapat berubah sikap,
pengetahuan, dan ketarmpilannya.
2 Standar Isi 1. Beban struktur kurikulum terlalu berat
dan “gemuk’ bagi guru dan peserta
didik. Daya tamping pikiran guru dan
peserta didik tidak berbanding lurus
dengan beban struktur kurikulum yang
ada.
2. Muatan materi dalam standar isi juga
ada yang terlalu luas dipelajari oleh
peserta didik. Harusnya missal di
jenjang SMP, ini malah dipelajari di
jenjang SD, atau harusnya dipelajari di
jenjang SMA, ini malah dipelajari di
jenjang SMP.
3. Aktivitas dalam memahami materi di
buku-buku sumber terjadang juga
terlalu banyak dan membuat peserta
didik tidak enjoy dalam memahami dan
mengrjakannya. Ada sikap malas pada
diri peserta didik karena saking terlaluy
banyak.
4. Terkadang ada kesan materi
pembelajaran yang ada dalam Standar
Isi, terutama yang tergambar dalam
Kompetensi Dasar (KD) tidak
sistematis atau tidak berurutan secara
gradual. Sepertinya ada yang loncat
atau tidak sesuai.
5. Terkadang muatan materi tidak
berkesinambungan antara satu kelas
dengan kelas di atasnya atau satu
jenjang dengan jenjang di atasnya.

3 Standar Proses 1. Kesiapan guru terkadang ‘rendah’


dalam merencanakan dan melaksanakan
proses pembelajaran, baik kesiapan
dalam mnyusun RPP, menyediakan
media atau alat pembelajaran, maupun
kesiapan semangat dalam berbagi ilmu
dengan peserta didik. Rendahnya
kesiapan guru tersebut perlu dianalisis
faktor penyebabnya dan harus dicari
solusi terbaiknya.
2. Komponen RPP terlalu banyak
sehingga terkadang menyebabkan guru
malas dalam membuat RPP. Perlu
dibuat RPP yang sederhana atau simpel.
3. Kemampuan guru dalam melaksanakan
pembelajaran, terutama dalam
menggunakan model dan metode
pembelajaran perlu ditingkatkan. Tidak
sedikit peserta didik yang jenuh atau
bosan dengan model dan metode yang
digunakan guru. Guru seringkali
menerapkan model chalk and talk alias
selalu menulis dan ceramah, yang
membuat siswa ‘boring’ dalam belajar.
Tidak ada kreativitas guru dalam
memilih, memilah, menetapkan dan
menerapkan model serta metode yang
membuat peserta didik antusias, aktif,
kreatif, dan menyenangkan.
4. Strategi atau pendekatan pembelajaran
yang digunakan guru terlalu kaku
sehingga tidak membuat guru kreatif
dalam mengajar.
5. Sekolah tidak menyediakan media
pembelajaran yang seharusnya oleh
para guru dibutuhkan, sehingga guru
seringkali tidak menggunakan media,
otomatis ada kejenuhan dari peserta
didik dalam belajar plus kejenuhan guru
dalam mengajar.
6. Kemampuan guru dalam penguasaan
Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK) perlu ditingkatkan. Masih banyak
guru yang GAPTEK (Gagap
Teknologi) atau yang GATAL (Gagap
Digital). Guru seharusnya METEK
(Melek Teknologi) atau METAL
(Melek Digital). Apalagi era sekarang
era revolusi 4.0, wajib bagi guru cepat
beradaptasi dengan situasi dan kondisi
terkini, Jangan sampai penguasaan
teknologi kalah oleh peserta didik, dan
memang kenyataannya masih ada guru
yang ‘kalah’ dalam penguasaan
teknologi oleh peserta didik. Itu secara
jujur kita akui. Kondisi dan situasi
tersebut memotivasi para guru untuk
segera menguasai dunia digital, apalagi
penguasaan itu akan sangat mendukung
terhadap proses dan hasil pembelajaran
di sekolah. Bantuan alat-alat teknologi
yang digelontorkan oleh pemerintah
terhadap suatu sekolah, harus
diberdayakan dan dimanfaatkan guru
semaksimal mungkin dalam upaya
menunjang kesuksesan pembelajaran.
4 Standar Pendidik dan Tenaga 1. Kualifikasi pendidik yang belum S-1
Kependidikan atau D-4. Kualifikasi tenaga
kependidikan juga belum sesuai dengan
yang diharapkan.
2. Masih ada guru yang belum
disertifikasi sehingga kurang
bersemangat dalam mengajar.
3. Syarat untuk memperoleh sertifikat
pendidik adalah guru harus lulus seleksi
pre-test PPG dan lulus PPG. Ini terasa
memberatkan bagi guru yang belum
disertifikasi.
4. Syarat-syarat memperoleh tunjangan
profesi dipandang oleh sebagian guru
agak ribet, tidak praktis atau tidak
simpel. Semuanya sudah masuk data
digital, tapi tetap saja pemberkasan
yang sifatnya manual selalu ada.
5. Pendidik kurang bersemangat untuk
menambah wawasan dan pengalaman,
seperti tidak bersemangat dalam
mengikuti pelatihan, workshop atau
seminar.
6. Faktor senioritas masih ada di sekolah.
Guru senior seringkali dengan
seenaknya menyuruh guru yunior untuk
membantu atau melakukan sesuatu
yang itu sebetulnya harus dikerjakan
oleh guru senior.
7. Kompetensi guru perlu ditingkatkan,
terutama dalam kompetensi pedagogik
dan profesional.
8. Idealnya harus ada penilaian yang
berkesinambungan terhadap guru-guru
yang sudah disertifikasi. Penilaian itu
dilakukan secara obyektif dan dapat
dipertanggungjawabkan. Bukan karena
faktor kasihan sudah tua misalnya atau
faktor kedekatan yang menyebabkan
penilaian subyektif.
5 Standar Sarana Prasarana 1. Banyak sekolah yang sarana dan
prasarananya tidak memadai bahkan
memprihatinkan.
2. Tidak ada upaya sekolah yang
maksimal untuk mendayagunakan atau
memanfaatkan potensinya dalam
menggali dana guna membuat dan
menyediakan sarana dan prasarana
yang representatif.
3. Masih terdapat jurang perbedaan yang
jauh atau sangat kentara bedanya antara
ketersediaan sarana dan prasarana
sekolah di perkotaan dengan sekolah di
pedesaan. Sekolah di perkotaan relatif
bagus sarana dan prasarananya,
sedangkan sekolah di pedesaan masih
perlu ditingkatkan dan kurang begitu
bagus. Hal ini berkaitan dengan
bagaimana pemerintah dan masyarakat
berjibaku dan bersatu padu dalam
mewujudkan pendidikan yang merata di
semua daerah, terutaam merata
ketersediaan sarana dan prasarana.
4. Ketersediaan sarana dan prasarana yang
terbatas ini menimbulkan efek yang
kurang baik dalam menunjang
keefektifan proses pembelajaran,
termasuk media-media yang tidak ada
atau tidak tersedia di suatu sekolah. Hal
ini sangat menyulitkan guru ketika
harus menyajikan materi pelajaran
dengan bantuan media.
6 Standar Pengelolaan 1. Kulitas kompetensi pengelola sekolah,
terutama kepala sekolah terkadang
masih perlu ditingkatkan, sehingga
kualitas kompetensi seorang kepsek ini
akan mempengaruhi terhadap mutu
manajemen atau pengelolaan sekolah.
2. Masih ada sekolah yang belum
menerapkan manajemen berbasis mutu,
sehingga orientasi sekolah tersebut
tidak jelas dan tidak terarah. Mau
dibawa kemana sekolah tersebut,
kurang begitu dipedulikan.
3. Pengelolaan semua komponen
pendidikan tidak saling terkait, tidak
komporehensif dan integral, masih
dikelola secara parsial.
4. Kualitas pengelola selain kepala
sekolah pun sangat diperlukan sebab
butuh sinergi semua pengelola dalam
memajukan sekolah.
5. Integritas para pengelola sekolah
terkadang patut dipertanyakan.
Berbagai penyalahgunaan atau
penyelewengan sering terjadi di
sekolah.
7 Standar Pembiayaan 1. Keterlambatan BOS yang cair dari
pemerintah seringkali menyebabkan
sekolah kalang kabut dalam membiayai
segala hal, tidak jarang meminjam dana
talang dari pihak lain yang
menyebabkan ketidaktenangan dan
ketidaknyamanan pengelola sekolah.
2. Ada sekolah yang bendahara dan kepala
sekolahnya menyelewengkan dana
BOS. Dana BOS tidak diperuntukkan
sesuai dengan pedoman dan aturannya.
Tidak jarang mereka diperiksa lalu
ditangkap aparat penegak hukum,
diadili dan akhirnya dipenjara.
3. Sumber-sumber pendapatan dana
idealnya tidak melulu mengandallan
BOS, tetapi ada sumber usaha lain
yang menunjukkan sekolah kreatif
menggali dana. Sekolah jangan hanya
mengandalkan pemasukan dana dari
BOS atau orangttua, tapi cobalah untuk
kreatif dengan mendayagunakan
potensi sekolah yang ada sehingga
dapat menghasilkan tambahan uang
atau dana.
8 Standar Penilaian 1. Seringkali dalam melakukan penilaian,
guru tidak memperhatikan prinsip-
prinsip penilaian, seperti: obyektif,
reliabel, valid, dan lain-lain. Masih ada
guru yang dengan mudahnya
mengkatrol nilai anak, tidak
berdasarkan apa adanya, tetapi sering
mempertimbangkan kepraktisan dan
kasih sayang pada peserta didik.
2. Guru malas dalam membuat kisi-kisi-
kisi soal, butir soal, dan dalam
menganalisis butir soal.
3. Aspek yang dinilai belum utuh
menyeluruh, masih parsial. Tidak
menilai semua aspek, baik sikap,
pengetahuan, maupun keterampilan.
4. Instrumen penilaian yang terlalu
banyak membuat guru malas dalam
membuatnya. Guru ingin instrumen
penilaian simpel dan mudah dipahami
serta tidak sulit menerapkannya.
5. Peran pengawas dalam membimbing,
mengecek dan menganalisis hasil
penilaian guru terhadap peserta didik,
juga sangat diperlukan. Jangan sampai
guru melakukan penilaian tidak sesuai
dengan pedoman atau standar.
Pengawas harus mengecek aspek hasil
penilaian ini. Jika ditemukan aspek
penilaian yang kurang baik, maka
kewajiban pengawas untuk
membimbing atau membina guru
tersebut. Pengawas tidak boleh bosan,
harus tetap bersemangat dalam
membimbing guru, termasuk
membimbing dalam merencanakan,
melaksanakan, dan melaporkan hasil
penilaian.

Anda mungkin juga menyukai