Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN KESEHATAN REPRODUKSI

PADA WANITA USIA SUBUR NY. F UMUR 27 TAHUN

DI PUSKESMAS KEBAKKRAMAT I KARANGANYAR

Disusun oleh:

1. Maria Kristiana ( P27224018029 )

2. Mawar Besta Tri A ( P27224018030 )

3. Mayang Fabiola W ( P27224018031 )

D III Kebidanan Semester VI

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA

JURUSAN KEBIDANAN 2021

i
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
laporan kasus yang berjudul “Asuhan Kebidanan Kesehatan Reproduksi Wanita
pada Ny. F Umur 27 tahun P1A0 di Puskesmas Kebakkramat I Karanganyar”.
Dalam proses penyusunan laporan kasus ini ada banyak pihak yang
membantu, oleh karena itu sudah sepantasnya penulis dengan segala kerendahan
dan keikhlasan hati mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Satino, SKM, MSc selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Surakarta
2. Ibu KH Endah Widhi Astuti, M.Mid selaku Ketua Jurusan Kebidanan
3. Ibu Anik Kurniawati, S.SiT, M.Keb selaku Ketua Program Studi D-III
Kebidanan
4. Ibu Henik Istikhomah, S.S.T., M.Keb selaku Pembimbing Institusi
5. Bapak dan Ibu Pembimbing dari Dinas Kesehatan Karanganyar
6. Ibu Retno Sawartuti M.Kes selaku Kepala Puskesmas Kebakkramat I
Karanganyar
7. Ibu Wuni Ernawati, S.Tr.Keb selaku Bidan Koordinator Puskesmas
Kebakkramat I Karanganyar

Kami menyadari, Laporan kasus yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan Laporan kasus ini.

Penulis

iii
DAFTAR ISI
COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 2
B. Tujuan 2
C. Manfaat 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
A. Konsep Dasar Konsep Dasar Ca Cerviks 3
1. Pengertian Kanker Serviks 3
2. Penyebab Kanker Serviks 3
3. Tanda dan Gejala Kanker Serviks 4
4. Klasifikasi Kanker Serviks 4
5. Pemeriksaan Diagnostik Kanker Serviks 6
6. Penatalaksanaan Kanker Serviks 8
B. Konsep Dasar Leukorrhe 10
1. Pengertian Leukorrhea 10
2. Klasifikasi Leukorrhea 10
3. Penyebab Leukorrhea 11
4. Dampak Leukorrhea 15
5. Gejala Leukorrhea 16
6. Penatalaksanaan Leukorrhea 17
7. Komplikasi Leukorrhea 18
C. Konsep Dasar IVA Test 18
1. Pengertian IVA Test 18
2. Tujuan IVA Test 18
3. Keuntungan IVA Test 18
4. Indikasi IVA Test 18
5. Kontraindikasi IVA Test 18
6. Persiapan dan Syarat IVA Test 19
7. Teknik atau Prosedur IVA Test 19
8. Cara Penggunaan IVA Test20
9. Kategori IVA Test 20
10. Orang-orang yang dirujuk untuk IVA Test 21

iv
11. Tempat Pelayanan IVA Test 21
D. Standar Asuhan Kebidanan 21
E. Model Dokumentasi Kebidanan (SOAP) 24
BAB III TINJAUAN KASUS 26
A. Judul Kasus 26
B. Pelaksanaan Asuhan 26
C. Identitas Pasien 26
D. Managemen Asuhan Kebidanan 26
1. Subjektif (Pengumpulan Data Subjektif) 26
2. Objektif (Pengumpulan Data Objektif) 30
3. Assement (Diagnosis Kebidanan) 31
4. Planning (Perencanaan tindakan, Pelaksanaan dan Evaluasi) 31
BAB IV PEMBAHASAN 36
BAB V PENUTUP 38
A. Kesimpulan 38
B. Saran 38
DAFTAR PUSTAKA 39

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Leukorrhea biasa diistilahkan dengan keputihan/ flour albus/ aliran
putih. Leukorrhea merupakan suatu bentuk vaginal discharge yaitu suatu
kejadian keluarnya cairan berlebih namun bukanlah darah yang berasal
dari vagina, sedangkan keputihan sendiri merupakan istilah lazim yang
digunakan masyarakat umum untuk menyebut penyakit Candidiasis
vaginal yang terjadi didaerah kewanitaan (Manuaba, 2009).
Kanker serviks merupakan kanker yang banyak menyerang
perempuan. Saat ini kanker serviks menduduki urutan kedua dari penyakit
kanker yang menyerang perempuan di dunia dan urutan pertama bagi
negara sedang berkembang (Marmi, 2013). Kanker serviks merupakan
pertumbuhan sel-sel abnormal pada serviks. Kanker serviks terjadi di
daerah organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke rahim.
Penyebab utama kanker serviks adalah Human Papilloma Virus (HPV).
Risiko penderita kanker serviks adalah wanita yang sudah berumur lebih
dari 35 tahun karena pada usia tersebut fungsi sistem reproduksi mulai
berkurang, namun studi epidemiologik menunjukkan faktor risiko juga
terjadi pada wanita yang aktif berhubungan seks sejak usia sangat dini
(<20 tahun), sering berganti pasangan seks (Solekhah, 2012).
Keputihan dan kanker merupakan salah satu gangguan dalam
kesehatan reproduksi wanita. Oleh karenanya dapat dilakukan
pemeriksaan untuk deteksi dini kanker seviks dan keputihan. Pemeriksaan
deteksi dini kanker serviks di Indonesia dianjurkan bagi semua wanita
berusia 30-50 tahun. Kasus kejadian kanker serviks paling tinggi terjadi
pada usia 40-50 tahun, sehingga Ibu PUS dianjurkan melakukan
pencegahan secara dini untuk mengurangi faktor risiko seperti deteksi
inspeksi IVA (Kemenkes RI, 2015).
Cakupan deteksi dini kanker serviks di Indonesia masih rendah,
yaitu sebesar 2,45% sehingga memerlukan upaya lebih kuat untuk
mencapai target deteksi dini terhadap 50% perempuan usia 30-50 tahun
selama 5 tahun (Kemenkes RI, 2016). Oleh karena itu penulis tetrtarik
untuk melakukan pemeriksaan IVA Test.

1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan kebidanan kesehatan reproduksi
pada wanita usia subur Ny. F umur 27 tahun dengan keputihan di
Puskesmas Kebakkramat I Karanganyar
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan Pengumpulan Data Subjektif dan Objektif pada

asuhan kebidanan kesehatan reproduksi pada wanita usia subur Ny.

F umur 27 tahun dengan keputihan

b. Mampu melakukan Perumusan Diagnosa dan atau Masalah

Kebidanan pada wanita usia subur Ny. F umur 27 tahun dengan

keputihan

c. Mampu menyusun Perencanaan pada pada wanita usia subur Ny. F

umur 27 tahun dengan keputihan

d. Mampu melakukan Implementasi / Penatalaksanaan Asuhan

Kebidanan pada pada wanita usia subur Ny. F umur 27 tahun

dengan keputihan

e. Melakukan evaluasi tindakan yang telah diberikan pada pada

wanita usia subur Ny. F umur 27 tahun dengan keputihan

f. Melakukan Pencatatan Asuhan Kebidanan dengan metode SOAP


C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Penulisan laporan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan mahasiswa, sehingga dapat mengaplikasikannya dalam
memberikan asuhan kebidanan kesehatan reproduksi
2. Bagi Petugas Kesehatan
Penulisan laporan ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
informasi serta memberikan manfaat bagi petugas kesehatan
khususnya bidan dalam penanganan kepada pasien

2
3. Bagi Institusi Pendidikan
Penulisan laporan ini diharapkan dapat meningkatkan ilmu, wawasan
dan menambah pembelajaran pendidikan.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Ca Cerviks


1. Pengertian Kanker Serviks
Kanker serviks merupakan kanker yang menyerang area serviks
atau leher rahim, yaitu area bawah pada rahim yang menghubungkan
rahim dan vagina (Rozi, 2013).
Kanker leher rahim atau kanker serviks (cervical cancer)
merupakan kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada
organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim
yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina)
(Purwoastuti, 2015).
2. Penyebab Kanker Serviks
Penyebab terjadinya kelainan pada sel - sel serviks tidak diketahui
secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang berpengaruh
terhadap terjadinya kanker serviks yaitu:
1) HPV (Human papilloma virus)
HPV adalah virus penyebab kutil genetalis (Kandiloma
akuminata) yang ditularkan melalui hubungan seksual. Varian
yang sangat berbahaya adalah HPV tipe 16, 18, 45, dan 56.
2) Merokok
Tembakau merusak sistem kekebalan dan mempengaruhi
kemampuan tubuh untuk melawan infeksi HPV pada serviks.
3) Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini.
4) Berganti-ganti pasangan seksual.
5) Suami/pasangan seksualnya melakukan hubungan seksual
pertama pada usia di bawah 18 tahun, berganti - berganti
pasangan dan pernah menikah dengan wanita yang menderita
kanker serviks.
6) Pemakaian DES (Diethilstilbestrol) pada wanita hamil untuk
mencegah keguguran (banyak digunakan pada tahun 1940-1970).
7) Gangguan sistem kekebalan
8) Pemakaian Pil KB.
9) Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamidia menahun.

4
10) Golongan ekonomi lemah (karena tidak mampu melakukan pap
smear secara rutin) (Nurarif, 2016).
3. Tanda dan Gejala Kanker Serviks
Menurut (Purwoastuti, 2015), gejala kanker leher rahim adalah
sebagai berikut:
1) Keputihan, makin lama makin berbau busuk.
2) Perdarahan setelah senggama yang kemudian berlanjut menjadi
perdarahan abnormal, terjadi secara spontan walaupun tidak
melakukan hubungan seksual.
3) Hilangnya nafsu makan dan berat badan yang terus menurun.
4) Nyeri tulang panggul dan tulang belakang.
5) Nyeri disekitar vagina
6) Nyeri abdomen atau nyeri pada punggung bawah
7) Nyeri pada anggota gerak (kaki).
8) Terjadi pembengkakan pada area kaki.
9) Sakit waktu hubungan seks.
10) Pada fase invasif dapat keluar cairan kekuning-kuningan, berbau
dan bercampur dengan darah.
11) Anemia (kurang darah) karena perdarahan yang sering timbul.
12) Siklus menstruasi yang tidak teratur atau terjadi pendarahan
diantara siklus haid.
13) Sering pusing.
14) Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang
gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus
besar bagian bawah (rectum), terbentuknya fistel vesikovaginal
atau rectovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis
jauh.
4. Klasifikasi Kanker Serviks
Stadium klinis menurut FIGO membutuhkan pemeriksaan pelvic,
jaringan serviks (biopsi konisasi untuk stadium IA dan biopsi jaringan
serviks untuk stadium kliniknya), foto paru-paru, pielografi, intravena,
(dapat digantikan dengan foto CT-scan). Untuk kasus stadium lanjut
diperlukan pemeriksaan sistoskopi, protoskopi dan barium enema
(Prawirohardjo, 2011).

5
Tabel 2.1 Stadium kanker serviks

Stadium 0 Karsinoma insitu, karsinoma intraepitel


Stadium I Karsinoma masih terbatas pada daerah serviks
(penyebaran ke korpus
uteri diabaikan)
Stadium I A Invasi kanker ke stroma hanya dapat didiagnosis
secara mikroskopik. Lesi yang dapat dilihat secara
makroskopik walau dengan invasi yang
superficial dikelompokkan pada stadium IB
Stadium I A1 Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih 3
mm dan lebar
horizontal tidak lebih 7 mm.
Stadium I A2 Invasi ke stroma lebih dari 3 mm tapi kurang dari 5
mm dan perluasan
horizontal tidak lebih 7 mm.
Stadium I B Lesi yang tampak terbatas pada serviks atau secara
mikroskopik lesi
lebih dari stadium I A2
Stadium I B1 Lesi yang tampak tidak lebih dari 4 cm dari dimensi
terbesar.
Stadium I B2 Lesi yang tampak lebih dari 4 cm dari diameter terbesar
Stadium II Tumor telah menginvasi di luar uterus, tetapi belum
mengenai dinding
panggul atau sepertiga distal/ bawah vagina
Stadium II A Tanpa invasi ke parametrium
Stadium II B Sudah menginvasi ke parametrium
Stadium III Tumor telah meluas ke dinding panggul dan/ atau
mengenai sepertiga bawah vagina dan/ atau
menyebabkan hidronefrosis atau tidak
berfungsinya ginjal
Stadium III A Tumor telah meluas ke sepertiga bagian bawah
vagina dan tidak
menginvasi ke parametrium tidak sampai dinding
panggul
Stadium III B Tumor telah meluas ke dinding panggul dan/ atau
menyebabkan
hidronefrosis atau tidak berfungsinya ginjal
Stadium IV Tumor telah meluas ke luar organ reproduksi
Stadium IV A Tumor menginvasi ke mukosa kandung kemih atau
rectum dan/ atau
keluar rongga panggul minor
Stadium IV B Metastasis jauh penyakit mikroinvasif: invasi stroma
dengan kedalaman 3 mm atau kurang dari membrane
basalis epitel tanpa invasi ke rongga pembuluh
darah/ limfe atau melekat dengan lesi kanker
serviks.

6
5. Pemeriksaan Diagnostik Kanker Serviks
Preinvasive kanker serviks biasanya tanpa gejala dan sudah diderita
selama ±10-15 tahun. Pada tahap awal, kanker dapat terdeteksi selama
prosedur skrining, namun sebagian besar perempuan memiliki
kesadaran yang rendah untuk melakukan pemeriksaan baik melalui test
paps smear maupun inspeksi visual dengan asam asetat (IVA). Hasil
penelitian, bahwa dari 171 perempuan yang mengetahui tentang
kanker serviks, hanya 24,5 % (42 perempuan) yang melakukan
prosedur skrining (Wuriningsih, 2016).
1) IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
Sesuai dengan namanya, IVA merupakan pemeriksaan
leher rahim (serviks) dengan cara melihat langsung (dengan mata
telanjang) leher rahim setelah memulas leher rahim dengan larutan
asetat 3-5%. Apabila setelah pulasan terjadi perubahan warna asam
asetat yaitu tampak bercak putih, maka kemungkinan ada kelainan
tahap prakanker serviks. Jika tidak ada perubahan warna, maka
dapat dianggap tidak ada infeksi pada serviks (Wijaya, 2010).
Proses skrining dengan IVA merupakan pemeriksaan yang
paling disarankan oleh Departemen Kesehatan. Salah satu
pertimbangannya karena biayanya yang sangat murah. Namun
perlu diingat, pemeriksaan ini dilakukan hanya untuk deteksi dini.
Jika terlihat tanda yang mencurigakan, maka metode deteksi
lainnya yang lebih lanjut harus segera dilakukan (Wijaya, 2010).
Laporan hasil konsultasi WHO menyebutkan bahwa IVA
dapat mendeteksi lesi tingkat atas prakanker (High-Grade
Precancerous Lesions) dengan sensitivitas sekitar 66-96% dan
spesifitas 64-98%. Sedangkan nilai prediksi positif (positive
predictive value) dan nilai prediksi negatif (negative predictive
value) masing-masing antara 10-20% dan 92-97% (Wijaya, 2010).
Secara umum, berbagai penelitian menunjukkan bahwa
sensitivitas IVA sejajar dengan pemeriksaan secara sitologi, akan
tetapi spesifitasnya lebih rendah. Keunggulan secara skrinning ini
ialah cukup sederhana, murah, cepat, hasil segera diketahui, dan
pelatihan kepada tenaga kesehatan lebih mudah dilakukan.(Wijaya,
2010).

7
2) Tes Pap Smear
Tes Pap Smear merupakan cara atau metode untuk
mendeteksi sejak dini munculnya lesi prakanker serviks.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cepat, tidak sakit, dan dengan
biaya yang relatif terjangkau serta hasil yang akurat (Wijaya,
2010).
Pemeriksaan Pap smear dilakukan ketika wanita tidak
sedang masa menstruasi. Waktu yang terbaik untuk skrining adalah
antara 10 dan 20 hari setelah hari pertama masa menstruasi. Selama
kira- kira dua hari sebelum pemeriksaan, seorang wanita sebaiknya
menghindari douching atau penggunaan pembersih vagina, karena
bahan-bahan ini dapat menghilangkan atau menyembunyikan sel-
sel abnormal (Wijaya, 2010).
Pemeriksaan Pap Smear dilakukan di atas kursi periksa
kandungan oleh dokter atau bidan yang sudah ahli dengan
menggunakan alat untuk membantu membuka kelamin wanita.
Ujung leher rahim diusap dengan spatula untuk mengambil cairan
yang mengandung sel-sel dinding leher rahim. Usapan ini
kemudian diperiksa jenis sel-selnya di bawah mikroskop (Wijaya,
2010).
Hasil pemeriksaan Pap smear biasanya akan keluar setelah
dua atau tiga minggu. Pada akhir pemeriksaan Pap smear, setiap
wanita hendaknya menanyakan kapan dia bisa menerima hasil
pemeriksaan pap smear-nya dan apa yang harus dipelajari darinya
(Wijaya, 2010).
Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis
adanya kanker serviks. Jadi, apabila hasil pemeriksaan positif yang
berarti terdapat sel-sel abnormal, maka harus dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut dan pengobatan oleh dokter ahli
kandungan. Pemeriksaan tersebut berupa kalposkopi, yaitu
pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang
digunakan untuk mengamati secara langsung permukaan serviks
dan bagian serviks yang abnormal. Dengan kalposkopi, akan
tampak jelas lesi-lesi pada permukaan serviks. Setelah itu,
dilakukan biopsi pada lesi-lesi tersebut (Wijaya, 2010).

8
6. Penatalaksanaan Kanker Serviks
1) Penatalaksanaan Medis
Menurut (Wijaya, 2010) ada berbagai tindakan klinis yang
bisa dipilih untuk mengobati kanker serviks sesuai dengan tahap
perkembangannya masing-masing, yaitu:
a) Stadium 0 (Carsinoma in Situ)
Pilihan metode pengobatan kanker serviks untuk stadium 0
antara lain:
(1) Loop Electrosurgical Excision Procedure
(LEEP) yaitu presedur eksisi dengan menggunakan
arus listrik bertegangan rendah untuk menghilangkan
jaringan abnormal serviks,
(2) Pembedahan Laser,
(3) Konisasi yaitu mengangkat jaringan yang
mengandung selaput lendir serviks dan epitel serta
kelenjarnya,
(4) Cryosurgery yaitu penggunaan suhu ekstrem (sangat
dingin) untuk menghancurkan sel abnormal atau
mengalami kelainan,
(5) Total histerektomi ( untuk wanita yang tidak bisa atau
tidak menginginkan anak lagi),
(6) Radiasi internal (untuk wanita yang tidak bisa dengan
pembedahan).
b) Stadium I A
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium IA meliputi:
(1) Total histerektomi dengan atau tanpa bilateral
salpingoophorectomy,
(2) Konisasi yaitu mengangkat jaringan yang
mengandung selaput lendir serviks dan epitel serta
kelenjarnya,
(3) Histerektomi radikal yang dimodifikasi dan
penghilangan kelenjar getah bening,
(4) Terapi radiasi internal.

9
c) Stadium I B
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium IB meliputi:
(1) Kombinasi terapi radiasi internal dan
eksternal,
(2) Radikal histerektomi dan pengangkatan
kelenjar getah bening,
(3) Radikal histerektomi dan pengangkatan
kelenjar getah bening diikuti terapi radiasi
dan kemoterapi,
(4) Terapi radiasi dan kemoterapi.
d) Stadium II
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium II meliputi:
(1) Kombinasi terapi radiasi internal dan
eksternal serta kemoterapi,
(2) Radikal histerektomi dan pengangkatan
kelenjar getah bening,
(3) Radikal histerektomi dan pengangkatan
kelenjar getah bening diikuti terapi radiasi
dan kemoterapi,
e) Stadium II B
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium II B meliputi
terapi radiasi internal dan eksternal yang diikuti dengan
kemoterapi.
f) Stadium III
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium III meliputi
terapi radiasi internal dan eksternal yang dikombinasikan
dengan kemoterapi.
g) Stadium IV A
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium IV A meliputi
terapi radiasi internal dan eksternal yang dikombinasikan
dengan kemoterapi.
h) Stadium IV B
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium IVB meliputi:
(1) Terapi radiasi sebagai terapi paliatif untuk
mengatasi gejala- gejala yang disebabkan

10
oleh kanker dan untuk meningkatkan
kualitas hidup,
(2) Kemoterapi,
(3) Tindakan klinis dengan obat-obatan anti
kanker baru atau obat kombinasi.
B. Konsep Leukorrhea
1. Pengertian Leukorrhea
Leukorrhea atau keputihan adalah keluarnya cairan selain darah dari
liang vagina di luar kebiasaan, baik berbau ataupun tidak, serta disertai
rasa gatal setempat (Kusmiran, 2012).
Keputihan merupakan pengeluaran cairan alat genetalia yang bukan
darah. Keputihan bukan penyakit tersendiri, tetapi merupakan
manifestasi gejala dari hampir semua penyakit kandungan (Manuaba,
2010).
Leukorrhea atau fluor albus atau keputihan adalah cairan yang keluar
berlebihan dari vagina dan bukan darah. Leukorrhea dibedakan
menjadi dua macam, yaitu leukhorrea normal dan leukorrhea abnormal
(Sibagariang, 2010).
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa leukorrhea
atau keputihan adalah cairan bukan darah yang keluar melalui vagina,
dapat merupakan kejadian yang normal atau tidak normal.
2. Klasifikasi Leukorrhea
Menurut beberapa ahli, ada dua jenis leukorrhea, yaitu leukorrhea
normal (fisiologis) dan leukorrhea abnormal (patologis).
a. Leukorrhea normal (fisiologis) Keputihan fisiologis terdiri atas
cairan yang kadang-kadang berupa mukus yang mengandung
banyak epitel dengan leukosit yang jarang. 8 Keputihan nomal
dapat terjadi pada masa menjelang dan sesudah menstruasi, saat
terangsang, hamil, kelelahan, stress, dan sedang mengkonsumsi
obat-obat hormonal seperti pil KB. Keputihan normal memiliki
ciri-ciri seperti tidak berwarna atau jernih, tidak berbau dan tidak
menimbulkan rasa gatal (Sibagariang, 2010).
Keputihan tidak melulu mendatangkan kerugian atau masalah jika
keputihan ini wajar dan tidak menunjukan bahaya lain. Cairan
keputihan dapat berfungsi sebagai sistem pelindung alami saat

11
terjadi gesekan di dinding vagina saat berjalan dan melakukan
hubungan seksual. Keputihan juga merupakan salah satu
mekanisme pertahanan tubuh dari bakteri yang menjaga kadar
keasaman pH wanita. Cairan ini selalu berada di dalam alat
genetalia tersebut. Keasaman pada vagina wanita harus berkisar
antara 3,8 – 4,2, maka sebagian besar bakteri adalah bakteri
menguntungkan. Bakteri menguntungkan ini hampir mencapai 95
% sedangkan yang lain adalah bakteri merugikan dan
menimbulkan penyakit (patogen).
Jika keadaan ekosistem seimbang, artinya wanita tidak mengalami
keadaan yang membuat keasaman tersebut bertambah dan
berkurang, maka bakteri yang menimbulkan penyakit tersebut tidak
akan mengganggu (Iswati, 2010).
Pada keadaan normal, jenis flora normal pada vagina antara lain,
Doderleins, Lactobacillus, E.Coli, Enterobacter Aerogenes, 9
Stafilokokus, Streptokokus, Yeast (ragi), Vellonella, Neiseria Sicca
(Tim Mikrobiologi Universitas Brawijaya, 2003).
b. Leukorrhea abnormal (patologis) Merupakan cairan eksudat dan
cairan ini mengandung banyak leukosit. Eksudat eksudat terjadi
akibat reaksi tubuh terhadap adanya jejas (luka). Jejas ini dapat
diakibatkan oleh infeksi mikroorganisme, benda asing, neoplasma
jinak, lesi, prakanker dan neoplasma ganas. Kuman yang
menginfeksi vagina seperti jamur kandida albikan, parasit
tricomonas, E.coli, Staphylokokus, Treponema Pallidum,
Kondiloma Aquminata dan Herpes, serta luka di daerah vagina,
benda asing yag tidak sengaja atau sengaja masuk ke vagina dan
kelainan serviks. Akibatnya timbul gejala-gejala yang sangat
mengganggu, seperti berubahnya cairan yang berwarna jernih
menjadi kekuningan sampai kehijauan, jumlahnya berlebihan,
kental, berbau tak sedap, terasa gatal atau panas dan menimbulkan
luka di daerah kewanitaan (Tim Mikrobiologi Universitas
Brawijaya, 2003).
3. Penyebab Leukorrhe
Keputihan yang fisiologis dapat disebabkan oleh:

12
a. Pengaruh sisa estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina
janin sehingga bayi baru lahir sampai umur 10 hari mengeluarkan
keputihan.
b. Pengaruh estrogen yang meningkat pada saat menarche.
c. Rangsangan saat koitus sehingga menjelang persetubuhan seksual
menghasilkan sekret, yang merupakan akibat adanya pelebaran
pembuluh darah vagina atau vulva, sekresi kelenjar sekviks yang
10 bertambah sehingga terjadi pengeluaran transudasi dari dinding
vagina. Hal ini diperlukan untuk melancarkan persetubuhan dan
koitus.
d. Adanya peningkatan produksi kelenjar-kelenjar pada mulut rahim
saat masa ovulasi.
e. Mukus serviks yang padat pada masa kehamilan sehingga menutup
lumen serviks yang berfungsi mencegah kuman masuk ke rongga
uterus.
Keputihan yang patologis terjadi karena disebabkan oleh:
a) Infeksi
1. Jamur
2. Bakteri
b) Kelainan alat kelamin didapat atau bawaan
Seperti rektovaginalis atau fistel vesikovaginal, cedera
persalinan dan radiasi kanker genetalia.
c) Benda asing
Misalnya pesarium untuk penderita hernia, tertinggal kondom
atau prolaps uteri.
d) Neuplasma jinak
Tumor jinak yang ada pada lumen akan mengakibatkan
peradangan dan akhirnya mengalami keputihan.
e) Kanker
f. Fisik
Akibat adanya tampon, penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam
Rahim (AKDR) dan kejadian trauma pada alat genetalia.
g. Menoupause
Hormon estrogen akan menurun pada masa menopause sehingga
vagina kering, juga disertai penipisan pada lapisan sel, ini

13
mengakibatkan mudah terjadi luka dan disertai infeksi. McCathie
(2006), menjelaskan penyebab dari keputihan patologis salah
satunya adalah infeksi, yaitu:
1) Vaginosis Bakteri
Vaginosis Bakteri adalah penyebab paling umum dari keputihan
pada wanita usia produktif. Ditemukan pada prevalensi di
Inggris bervariasi antara 9% dalam praktik umum dan 30%
dalam klinik pengobatan genitourinary. Vaginosis Bakteri
terjadi akibat dari pertumbuhan berlebih dari jumlah spesies
bakteri dengan penuran atau tidak adanya laktobasilus. Berbagai
bakteri tumbuh berlebihan termasuk bakteri anaerob Gardnerella
vaginalis dan mycoplasma genital. Vaginosis bakteri ditandai
dengan keputihan yang berbau busuk. Vaginosis Bakteri juga
dapat menimbulkan peradangan pada vulva dan vagina.
2) Kandidiasis (Jamur)
Kandidisasis vagina terjadi setidaknya sekali dalam 75% dari
perempuan selama hidup. Organisme penyebab pada 90% kasus
adalah infeksi jamur Candida Akbicans, spesies Candida lainnya
yang terlibat termasuk Candida glabrata. Gatal pada vulva
adalah yang paling banyak ditemukan pada 50% kasus. Terdapat
juga tanda dan gejala 12 seperti nyeri, keputihan dadih tanpa
bau. Menurut Louise, (2010) vulvovaginalis kandidiasis
ditemukan dalam 10-20 persen dari wanita tanpa gejala. Faktor
pencetus dapat dikarenakan ieitasi lokal (sabun atau spermisida)
dan pemakaian celana dalam sintesis yang ketat.
3) Chlamydia trachomatis
Prevalensi Chlamydia trachomatis di Inggris dilaporkan 3-5%
wanita yang aktif secara seksual terkena Chlamydia trachomatis.
Barubari ini, sebuah studi percontohan scrining klamidia
menunjukkan angka lebih tinggi 10-14% pada kelompok
dibawah 25 tahun (McCathie, 2006). Organisme penyebab
Chlamydia trachomatis memiliki siklus hidup yang mirip
dengan virus, pertumbuhannya pada intraseluler. Daerah yang
terinfeksi pada wanita adalah leher rahim dan uretra sekitar 50%
kasus. Penelitian mengatakan juga terdapat pada rektum, faringi,

14
dan konjungtiva. Resiko komulatif transmisi antara pasangan
seksual yaitu 60-70% kasus. Gejala keputihan biasanya berupa
purulen, namun 80% dari mereka yang terinfeksi tidak
menunjukkan gejala. Tanda dan gejala termasuk perdarahan
pasca coital, perdarahan intermenstrual, servisitis mukopurulen,
nyeri perut bagian bawah.
4) Neisseria gonorrhoea
Frekuensi Neisseria gonorrhoea telah meningkat selama 10
tahun terakhir. Kasus terjadi pada kelompok tertinggi usia 16-19
tahun terjadi sekitar 200 per 100.000. Neisseria gonorrhoea
adalah diplokokus 13 intraseluler gram negatif. Menginfeksi
daerah wanita yaitu pada serviks ( 85-95%), uretra (65-75%),
rectum (20-50%). Gonore termasuk IMS dan sekitar 30-40%
dari wanita dengan Neisseria gonorrhoea juga akan terinfeksi
klamidia. Gejala yang paling umum adalah keputihan, namun
50% wanita dengan infeksi serviks dapat asimtomatik. Gejala
lainnya termasuk disuria servisitis mukopurulen dan nyeri perut
bagian bawah.
5) Trichomonas vaginalis
Infeksi Trichomonas vaginalis cukup jarang di Inggris,
meskipun di Afrika dan Asia cukup tinggi angka kejadiannya,
yaitu penyebab utama keputihan. Prevalensi hingga 35% telah
ditemukan beberapa bagian Afrika, dimana itu adalah biasanya
yang paling umum pada infeksi menular seksual (IMS).
Trichomonas vaginalis jika tidak ditangani akan sering
mengalami gejala. Keluhan yang paling umum adalah keputihan
berwarna kehijauan, berbusa, berbau busuk dan memiliki pH 4-
4,5. Tanda dan gejala lainnya termasuk gatal pada vulva dan
vagina.
6) Gardenerella
Gardenerella menyebabkan peradangan liang senggama yang
tidak spesifik dan kadang-kadang dianggap sebagai bagian dari
jasad renik normal dalam liang senggama akibat kerapnya
ditemukan. Kuman ini biasanya mengisi penuh sel-sel epitel
liang senggama dengan membentuk bentukan khas dan disebut

15
sebagai clue cell. Gardenerella menghasilkan asam amino yang
akan diubah menjadi senyawa amin 14 yang menimbulkan bau
amis yang tidak sedap seperti ikan. Cairan liang senggama ini
tampak berwarna keabu-abuan (Djuanda, 2011).
7) Triponema Pallidium
Kuman tersebut merupakan penyebab penyakit kelamin yang
terkenal dengan sifilis. Penyakit ini pada perkembangannya
dapat terlihat sebagai kulit-kulit kecil diliang senggama dan
bibir kemaluan dan disebut dengan kondiloma talata. Kuman ini
berbentuk spiral dan tampak bergerak aktif (Benson, 2009;
Djuanda, 2011). Kaur dan Kapoor (2014), keputihan patologis
dapat dikarenakan oleh infeksi (terjadi karena salah satu infeksi
atau beberapa infeksi) dan yang tidak infeksi seperti akibat dari
alergi detergen, benda asing, preparat herbal, atau beberapa
kanker.
Penyebab lain yang diutarakan oleh Kusmiran (2011) adalah
kurangnya tentang personal hygiene, memakai celana dalam
yang ketat dari bahan sintesis, memakai pantyliner (pembalut
mini) dan jarang menggantinya, membilas vulva dengan arah
yang salah yaitu daria arah belakang ke depan. Penyebab lain
seperti sering bertukar celana dalam atau handuk dengan orang
lain, kelelahan yang amat sangat, mengalami stress, memakaim
sembarang sabun untuk membersihkan vulva, tidak menjalani
pola hidup sehat (makan tidak teratur, tidak pernah olahraga,
kurang tidur), stress, lingkungan sanitasi yang kotor, sering
berganti pasangan dalam berhubungan seksual, frekuensi
kehamilan, dan hormon yang tidak seimbang.
4. Dampak Leukorrhea
Keputihan akan menimbulkan kuman yang dapat menimbulkan infeksi
pada daerah yang dilalui mulai dari muara kandung kemih, bibir
kemaluan sampai uterus dan saluran indung telur sehingga
menimbulkan penyakit radang panggul dan dapat menyebabkan
infertilitas (Bahari, 2012). Akibat yang sering ditimbulkan karena
keputihan adalah infeksi.
Menurut Aulia (2012), macam-macam infeksi alat genital, antara lain :

16
a. Vulvitis sebagian besar dengan gejala keputihan dan tanda infeksi
lokal. Penyebab secara umum jamur vaginitis.
b. Vaginitis merupakan infeksi pada vagina yang disebabkan oleh
berbagai bakteri parasite atau jamur. Infeksi ini sebagian besar
terjadi karena hubungan seksual. Tipe vaginitis yang sering
dijumpai adalah vaginitis karena jamur.
b. Serviksitis merupakan infeksi dari servik uteri. Infeksi servik
sering terjadi karena luka kecil bekas persalinan yang tidak dirawat
dan infeksi karena hubungan seksual. Keluhan yang dirasakan
terdapat keputihan, mungkin terjadi kontak berdarah (saat
berhubungan seksual terjadi perdarahan).
c. Penyakit radang panggul (Pelvic Inflammatory Discase)
merupakan infeksi alat genetal bagian atas wanita, terjadi akibat
hubungan seksual. Penyakit ini dapat bersifat akut atau menahun
atau akhirnya menimbulkan berbagai penyulit yang berakhir
dengan terjadinya perlekatan sehingga dapat menyebabkan
kemandulan. Tanda-tandanya 17 yaitu nyeri menusuk-nusuk,
mengeluarkan keputihan bercampur darah, suhu tubuh meningkat
dan nadi meningkat, pernafasan bertambah, dan tekanan darah
dalam batas normal.
5. Gejala Leukhorrea
Menurut Saydam (2012), gejala yang dapat diamati adalah cairan atau
lendir yang berwarna putih atau kekuning-kuningan pada vagina.
Jumlah lendir ini bisa tidak begitu banyak namun adakalanya banyak
sekali. Kadang-kadang diikuti oleh rasa gatal yang amat mengganggu
kenyamanan wanita itu. Bisa saja cairan yang keluar dari vagina
sedikit, jernih dan tidak berbau. Namun adakalanya berbau tidak
sedap. Jika cairan dari vagina berlebihan keadaan tersebut biasanya
sering disebut dengan keputihan. Selama kehamilan, menjelang
menstruasi, pada saat ovulasi, dan akibat dari rangsangan, vagina
cenderung lebih banyak cairan. Namun gejala tersebut masih dianggap
normal dan biasa saja bagi wanita.
Ada beberapa gejala yang ditimbulkan oleh kuman penyakit yang
berbeda-beda, yaitu keluarnya cairan berwarna putih kekuningan atau
putih kelabu dari saluran vagina, cairan ini dapat encer atau kental, dan

17
kadangkadang berbusa, mungkin gejala ini merupakan proses normal
sebelum atau sesudah menstrusasi pada wanita tertentu; pada penderita
tertentu, terdapapat rasa gatal yang menyertainya; biasanya keputihan
yang normal tidak disertai rasa gatal, keputihan juga dialami oleh
wanita yang terlalu lelah atau yang daya tahan tubuhnya lemah
maupun sedang stress, sebagian besar cairan tersebut berasal dari leher
rahim, walaupun ada yang berasal dari vagina yang terinfeksi (Manan,
2011).
6. Penatalaksanaan Leukhorrea
Untuk menghindari komplikasi yang serius dari keputihan, sebaiknya
penatalaksanaan dilakukan sedini mungkin sekaligus untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab lain seperti kanker
leher rahim, yang juga memberikan gejala keputihan berupa sekret
encer, berwarna merah muda, coklat mengandung darah atau hitam
serta berbau busuk.
Penatalaksanaan keputihan tergantung dari penyebab infeksi seperti
jamur, bakteri atau parasit. Umumnya diberikan obat-obatan untuk
mengatasi keluhan dan menghentikan proses infeksi sesuai dengan
penyebabnya. Obat-obatan yang digunakan dalam mengatasi keputihan
biasanya berasal dari golongan flukonazol untuk mengatasi candida
dan golongan metronidazol untuk mengatasi infeksi bakteri dan
parasit. Sediaan obat dapat berupa sediaan oral yaitu tablet, kapsul
(Indriani, 2012).
Tindakan pencegahan secara non farmakologi atau dapat digunakan
sebagai pencegahan keputihan menurut Oxorn dan Forte (2010) adalah
sebagai berikut:
a. Lendir normal tidak perlu diobati, tetapi dengan menjaga
kebersihan dan mencegah kelemaban yang berlebihan pada
daerah organ kelamin terutana saat terjadi peninkatan jumlah
lendir normal. Bersihkan diri sebaik-baiknya setiap kali selesai
buang air besar dan cebok dengan arah muka ke belakang.
Basuhlah secara secara rutin daerah kewanitaan ketika mandi.
c. Menggunakan antiseptik yang sesuai dengan petunjuk dokter
untuk membersihkan vulva dari lendir keputihan yang
berlebihan.

18
d. Melakukan perawatan pemeriksaan kesehatan organ intim 6
bulan sekali pada wanita yang pernah melakukan hubungan
seksual.
e. Melakukan deteksi dini kemungkinan adanya kanker serviks
dengan tes pap smear.

7. Komplikasi Leukhorrea
a. Infeksi saluran kencing
b. Abses bartholini di bibir kemaluan
c. Peradangan rongga panggul
d. Gangguan haid
e. Kemandulan
f. Depresi
C. Konsep Dasar IVA Test
1. Pengertian IVA Test
IVA Test merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks) dengan
cara melihat langsung (dengan mata telanjang) leher rahim setelah
memulas leher rahim dengan larutan asam asetat 3-5%. Apabila setelah
pulasan terjadi perubahan warna asam asetat yaitu tampak bercak
putih, maka kemungkinan ada kelainan tahap prakanker serviks. Jika
tidak ada perubahan warna, maka dapat dianggap tidak ada infeksi
pada kanker serviks (Wijaya, 2015).
Tes visual menggunakan larutan asam cuka (asam asetat 2%)
dan larutan iodium lugol pada serviks dan melihat perubahan warna
yang terjadi setelah dilakukan olesan. Tujuannya untuk melihat
adanya sel yang mengalami displasia sebagai salah satu metode
skrining kanker mulut rahim (Rasjidi, 2015).
2. Tujuan IVA Test
Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas dari penyakit dengan
pengobatan dini terhadap kasus-kasus yang ditemukan. Untuk
mengetahui kelainan yang terjadi pada leher rahim (Nugroho, 2014).
3. Keuntungan IVA Test
Keuntungan IVA test adalah Mudah, praktis, dapat dilaksanakan oleh
seluruh tenaga kesehatan, alat-alat yang dibutuhkan sederhana, sesuai
untuk pusat pelayanan sederhana (Nugroho, 2014).

19
4. Indikasi IVA Test
Skrining kanker mulut rahim (Rasjidi, 2015)
5. Kontraindikasi IVA Test
Tidak direkomendasikan pada wanita pasca menopause, karena daerah
zona transisional seringkali terletak kanalis servikalis dan tidak tampak
dengan pemeriksaan inspikulo (Rasjidi, 2015).
6. Persiapan dan Syarat IVA Test
a. Persiapan alat dan bahan, sebagai berikut :
1) Sabun dan air untuk cuci tangan
2) Lampu yang terang untuk melihat serviks
3) Spekulum dengan desinfeksi tingkat tinggi
4) Sarung tangan sekali pakai atau desinfeksi tingkat tinggi
5) Meja ginekologi
6) Lidi kapas
7) Asam asetat 3-5% atau anggur putih
8) Larutan iodium lugol
9) Larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi instrumen dan
sarung tangan
10) Format pencatatan (Rasjidi, 2015).
b. Persiapan tindakan
1) Menerangkan prosedur tindakan, bagaimana dikerjakan, dan
apa artinya hasil tes positif. Yakinlah bahwa pasien telah
memahami dan menandatangani informed consent.
2) Pemeriksaan inspekulo secara umum meliputi dinding vagina,
serviks, dan forniks (Rasjidi, 2015).
3) Alat untuk melakukan IVA Test
c. Alat untuk melakukan test IVA
1) Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi
litotomi
2) Meja atau tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien
berada pada posisi litotomi.
3) Terdapat sumber cahaya untuk melihat serviks.
4) Spekulum vagina
5) Asam asetat (3-5%)
6) Swab atau lidi kapas

20
7) Sarung tangan (Sukaca, 2011:100).
7. Teknik atau Prosedur IVA Test
a. Sesuaikan pencahayaan untuk mendapatkan gambaran terbaik dari
serviks
b. Gunakan lidi kapas untuk membersihkan darah, mukus, dan
kotoran lain pada serviks
c. Identifikasi daerah sambungan skuamo-columnar (zona
transformasi) dan area disekitarnya.
d. Oleskan larutan asam cuka atau lugol, tunggu 1-2 menit untuk
terjadinya perubahan warna. Amati setiap perubahan pada serviks,
perhatikan dengan cermat daerah disekitar zona transformasi.
e. Lihat dengan cermat SCJ dan yakinkan area ini dapat semuanya
terlihat. Catat bila serviks mudah berdarah. Lihat adanya plaque
warna putih dan tebal atau epitel acetowhite bila menggunakan
larutan lugol. Bersihkan segala daran dan debris pada saat
pemeriksaan.
f. Bersihkan sisa larutan asam asetat dan larutan lugol dengan lidi
kapas atau kasa bersih.
g. Lepaskan spekulum dengan hati-hati.
h. Catat hasil pengamatan, dan gambar denah temuan (Rasjidi, 2015).
8. Cara Penggunaan IVA Test
Cara penggunaan IVA test adalah, sebagai berikut :
a. IVA test dilakukan dengan cara mengoleskan asam asetat 3-5%
pada permukaan mulut rahim. Pada lesi prakanker akan
menampilkan warna bercak putih.
b. Hasil dari pemeriksaan ini adalah bercak putih dapat disimpulkan
bahwa tes IVA positif. Maka jika hal itu terjadi maka dapat
dilakukan biopsi.
c. Untuk mengetahui hasilnya langsung pada saat pemeriksaan.
d. Pemeriksaan dengan metode ini bisa dilakukan oleh bidan atau
dokter di puskesmas atau di tempat praktek bidan dengan biaya
yang cenderung lebih ekonomis (Aminati, 2013).
9. Kategori IVA Test
Ada beberepa kategori yang dapat dipergunakan, salah satu kategori
yang dapat dipergunakan adalah, sebagai berikut :

21
a. Iva negatif, maka akan menunjukkan leher rahim normal
b. Iva radang, adalah serviks dengan radang (servisitis) atau kelainan
jinak lainnya (polip serviks).
c. Iva positif, adalah ditemukannya bercak putih inilah gejala pra
kanker. Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan skrining
kanker serviks dengan metode IVA. Sebab temuan ini
mempengaruhi pada diagnosis serviks pra kanker (dispalsia ringan-
sedang-berat atau kanker serviks in situ).
d. Iva kanker serviks, pada tahap ini pun sangat sulit untuk
menurunkan temuan stadium kanker serviks. Walaupun begitu
akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat kanker serviks
bila ditemukan masih pada stadium invasif dini (stadium IB-IIA)
(Sukaca, 2015).
10. Orang-orang yang dirujuk untuk IVA Test
Jika hasilnya adalah positif maka pemeriksaan sebaiknya dilanjutkan
dengan pap smear di laboratorium atau dokter ahli kandungan.
Orang-orang yang dirujuk untuk test IVA adalah, sebagai berikut :
a. Setiap wanita yang sudah atau pernah menikah
b. Wanita yang beresiko tinggi terkena kanker serviks seperti
perokok, menikah muda, sering bergonta-ganti pasangan.
c. Memiliki banyak anak
d. Mengidap penyakit infeksi menular seksual (Aminati, 2013).
11. Tempat Pelayanan IVA Test
IVA test bisa dilakukan ditempat-tempat pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pemeriksaan dan yang bisa melakukan pemeriksaan
IVA diantaranya: Perawat terlatih, Bidan, Dokter Umum, dan Dokter
spesialis obsgyn (Samadi, 2014).
D. Standar Asuhan Kebidanan
Manajemen asuhan kebidanan yang digunakan dalam kasus ini sesuai
dengan KEPMENKES Nomor 938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang standar
asuhan kebidanan yang meliputi :
1. Standar I : Pengkajian
a. ernyataan Standar
Bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat, relevan, dan
lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.

22
b. Kriteris Pengkajian
1) Data tepat, akurat, dan lengkap
2) Terdiri dari data subjektif (hasil anamnesis : biodata, keluhan
utama, riwayat obstetrik, riwayat kesehatan dan latar
belakang sosial budaya)
3) Terdiri dari data objektif (hasil pemeriksaan fisik, psikologis,
dan pemeriksaan penunjang)
2. Standar II : Perumusan Diagnosis dan atau Masalah Kebidanan
a. Pernyataan Dasar
Bidan menganalisa data yang diperoleh pada klien.
b. Kriteria Perumusan
1) Diagnosis sesuai dengan nomenlaktur kebidanan
2) Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien
3) Dapat diselesaikan dengan asuhan kebidanan secara mandiri,
kolaborasi, dan rujukan
3. Standar III : Perencanaan
a. Pernyataan Standar
Bidan merencanakan asuhan kebidanan berdasarkan diagnosis
dan masalah yang ditegakkan
b. Kriteria Perencanaan
1) Rencana tindakan disusun berdasarkan prioritas masalah dan
kondisi klien, tindakan segera, tindakan antisipasi, dan
asuhan secara komprehensif
2) Melibatkan klien/pasien dan atau keluarga
3) Mempertimbangkan kondisi psikologi, sosial budaya klien
atau keluarga
4) Memilih tindakan yang aman sesuai kondisi dan kebutuhan
klien berdasarkan evidence based dan memastikan bahwa
asuhan yang diberikan bermanfaat untuk klien
5) Mempertimbangkan kebijakan dan peraturan yang berlaku,
sumberdaya serta fasilitas yang ada
4. Standar IV : Implementasi
a. Pernyataan Standar
Bidan melakukan rencana asuhan kebidanan secara komprehensif,
efektif, efisien, dan aman berdasarkan evidence based kepada

23
klien/pasien dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif. Dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi, dan
rujukan.
b. Kriteria Implementasi
1) Mempertahankan keuikan klien sebagai makhluk bio-psiko-
sosial-spiritual-kultural

2) Setiap tindakan asuhan harus mendapat persetujuan dari klien


dan atau keluarganya (informed consent)
3) Melaksanakan tindakan asuhan berdasarkan evidence based
4) Melibatkan klien/pasien dalam setiap tindakan
5) Menjaga privasi klien/pasien
6) Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi
7) Mengikuti perkembangan kondisi klien secara
berkesinambungan
8) Menggunakan sumber daya, sarana, dan fasilitas yang ada
dan sesuai
9) Melakukan tindakan sesuai standar. Mencatat semua tindakan
yang telah dilakukan
5. Standar V : Evaluasi
a. Pernyataan Standar
Bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan
berkesinambungan untuk melihat keefektifan dari asuhan yang
sudah diberikan, sesuai dengan perubahan perkembangan kondisi
klien.
b. Kriteria Evaluasi
1) Penilaian dilakukan segera setelah selesai melaksanakan
asuhan sesuai kondisi klien
2) Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan
3) Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar
4) Hasil evaluasi ditindak lanjuti sesuai dengan kondisi
klien/pasien
6. Standar VI : Pencatatan Asuhan Kebidanan
a. Pernyataan Standar
Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat dan

24
jelas mengenai keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan
dalam memberikan asuhan kebidanan
b. Kriteria Pencatatan
1) Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan
pada formulir yang tersedia (Rekam medis/Status
pasien/buku KIA)
2) Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP
S adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesa
O adalah data objektif, mencatat hasil pemeriksaan
A adalah hasil analisa, mencatat diagnosis dan masalah
kebidanan
P adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan
penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan
antisipatif, tindakan segera, tindakan secara komprehensif;
penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi/follow up dan
rujukan
E. Dokumentasi Asuhan Kebidanan (hanya SOAP)
1. Definisi SOAP
SOAP adalah catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis, dan
tertulis. Metode 4 langkah yang dinamakan SOAP ini disarikan dari
proses pemikiran penatalaksaan kebidanan. Dipakai untuk
mendokumenkan asuhan pasien dalam rekaman medis pasien sebagai
catatan kemajuan. Model SOAP sering digunakan dalam catatan
perkembangan pasien. Seorang bidan hendaknya menggunakan SOAP
setiap kali dia bertemu dengan pasiennya. Selama antepartum, seorang
bidan bisa menulis satu catatan SOAP untuk setiap kunjungan,
sementara dalam masa intrapartum, seorang bidan boleh menulis lebih
dari satu catatan untuk satu pasien dalam satu hari. Bentuk
penerapannya adalah sebagai berikut (Mufdlilah, 2009).
Metode 4 langkah yang dinamakan SOAP ini disarikan dari proses
pemikiran penatalaksanaan kebidanan. Dipakai untuk
mendokumenkan asuhan pasien dalam rekaman medis pasien sebagai
catatan kemajuan. Bentuk SOAP umumnya digunakan untuk
pengkajian awal pasien, dengan cara penulisannya adalah sebagai
berikut :

25
a. S (Subjektif) : Data subektif, berisi data dari pasien melalui
anamnesis (wawancara) yang merupakan ungkapan langsung.
b. O (Objektif) : Data objektif, data dari hasil observasi dan
pemeriksaan fisik.
c. A (Assesment) : Analisis dan interpretasi, berdasarkan data yang
terkumpul kemudian dibuat kesimpulan yang meliputi diagnosis,
antisipasi diagnosis atau masalah potensial, serta perlu tidaknya
dilakukan tindakan segera.
d. P (Penatalaksanaan) merupakan rencana, implementasi dan
evaluasi dari tindakan yang akan diberikan termasuk asuhan
mandiri, kolaborasi, diagnosis atau labolatorium, serta konseling
untuk tindak lanjut.
2. Pentingnya melakukan pendokumentasian SOAP
a. Menciptakan catatan permanen tentang asuhan kebidanan yang
diberikan kepada pasien
b. Kemungkinan berbagai informasi diantara para pemberi asuhan
c. Memfasilitasi pemberian asuhan yang berkesinambungan
d. Memungkinkan pengevaluasian dari asuhan yang diberikan
e. Memberikan data untuk catatan nasional, riset, dan statistic
mortalitas morbiditas
f. Meningkatkan pemberian asuhan yang lebih aman, bermutu tinggi
pada klien
3. Alasan SOAP digunakan sebagai pendokumentasian
a. Pembuatan grafik metode SOAP merupakan progresi informasi
yang systematis yang mengorganisir penemuan dan konklusi
bidan menjadi suatu rencana asuhan
b. Metode ini merupakan penyulingan inti sari dari proses
penatalaksanaan kebidanan untuk tujuan penyediaan dan
pendokumentasian asuhan

26
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Judul Kasus
Judul kasus yang diambil dalam asuhan kebidanan tentang kesehatan
reproduksi adalah Asuhan Kebidanan Kesehatan Reproduksi Pada Wanita
Usia Subur Ny. F umur 27 tahun dengan Keputihan di Puskesmas
Kebakkramat I Karanganyar
B. Pelaksanaan Asuhan
Asuhan Kebidanan Kesehatan reproduksi dilaksanakan pada hari Kamis, 08
April 2021 di Puskesmas Kebakkramat I, dengan 3 orang pengkaji yaitu
Maria Kristiana, Mawar Besta T A, Mayang Fabiola W
C. Identitas Pasien

Nama Ibu : Ny. F Nama Suami : Tn. L

Umur : 27 tahun Umur : 30 tahun

Agama : Islam Agama : Islam

Suku Bangsa : Jawa, Indonesia Suku Bangsa : Jawa, Indonesia

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : Swasta

Alamat : Jangganan RT 01 RW 13

D. Managemen Asuhan Kebidanan


1. Data Subjektif
a. Keluhan Utama
Ibu mengatakan sering mengalami keputihan dan ini merupakan
kunjungan pertama
b. Status Perkawinan
Kawin/tidak kawin : Kawin
Pernikahan ke : 1 (satu)
Umur saat menikah : 26 tahun
Lama Pernikahan : 1,5 tahun

27
c. Data Kebidanan
1) Riwayat Menstruasi
Menarche : 13 tahun
Siklus menstruasi : 30 hari
Keteraturan : Teratur
Lama menstruasi : 5-6 hari
Sifat darah : Encer
Banyaknya : 3-4x ganti pembalut
Bau : Amis khas darah
Warna darah : Merah
Flour albus : Tidak
Dismenorea : Tidak
Amenorrhea : Tidak
Haid terakhir : Senin, 05 April 2021
2) Riwayat Kehamilan, Persalinan, Nifas yang lalu

Ham Persalinan Nifas


il
Tgl UK Jenis Penolon Kom J BB Laktas Kom
Ke-
Lahir Persalin g p. K L i p,
an

1 3 Ater Spontan Bidan Tidak ♂ 310 ASI Tidak


Janua m ada 0 gr Ekslus ada
ri if
2020

3) Riwayat Kontrasepsi yang digunakan

No Jenis Mulai Keluhan Berhenti Alasan


Berhenti
(Kapan, oleh, di) (Kapan)

1 IUD Mulai Maret 2020 Sering - -


keputiham

4) Deteksi Dini Kanker Leher Rahim

Faktor Resiko YA TIDAK

Menstruasi <12 tahun √

Usia pertama berhubungan seksual <17 tahun √

28
Sering keputihan √

Merokok √

Terpapar asap rokok >1 jam sehari √

Sering konsumsi buah dan sayur (5 porsi/hari) √

Sering konsumsi makanan berlemak √

Sering konsumsi makanan berpengawet √

Kurang aktivitas fisik (30 menit/hari) √

Pernah Pap Smear √

Sering berganti pasangan √

Riwayat keluarga kanker √

Kehamilan pertama >35 tahun √

Pernah menyusui √

Pernah melahirkan √

Melahirkan normal >=4 kali √

Menikah > 1 kali √

KB Hormonal *KB : IUD

*Pil > 5 tahun

*Suntik > 5 tahun

Riwayat tumor jinak payudara √

Menopause > 50 tahun √

Obesitas (IMT > 27 kg/m2) √

d. Data Kesehatan
1) Penyakit yang pernah atau sedang diderita
Ibu mengatakan dirinya sehat saat ini, tidak pernah atau sedang
menderita penyakit apapun seperti penyakit menurun (hipertensi,
asma, DM), menular (TBC, HIV/AIDS), menahun (jantung).

29
2) Penyakit yang penah atau sedang diderita keluarga
Ibu mengatakan keluarga dalam keadaan sehat saat ini, tidak
pernah atau sedang menderita penyakit apapun seperti penyakit
menurun (hipertensi, asma, DM), menular (TBC, HIV/AIDS),
menahun (jantung).
3) Riwayat penyakit ginekologi
Ibu mengatakan ibu dan keluarga tidak pernah atau sedang
menderita penyakit ginekologi seperti kanker serviks, kanker
endometrium, serta radang panggul
4) Riwayat Penyakit sekarang
Ibu mengatakan saat ini tidak sedang menderita penyakit apapun
serta tidak pernah menjalani oprasi dan opname.
e. Data Kebutuhan Dasar

Kebutuhan Sehari-hari

Pola Makan
Frekuensi : 3x sehari
Porsi : 1 piring
Jenis Makanan : Nasi, sayur, lauk
Makanan : Tidak Ada
Pantangan
Merokok : Tidak
Minuman Keras : Tidak
Minuman Jamu : Tidak

Pola Minum
Frekuensi : 6-8x sehari
Porsi : 1 gelas
Jenis : Air putih, the

Istirahat
Tidur Siang : Jarang
Tidur Malam : 7 jam sehari
Keluhan : Tidak Ada

Personal Hygiene
Mandi : 2x sehari
Keramas : 3 hari sekali
Gosok gigi : 2x sehari

30
Eliminasi
Frekuensi BAK : 4-5 x sehari
Warna : Putih kekuningan khas urine
Bau : Khas urine
Keluhan : Tidak Ada

Frekuensi BAB : 1x sehari


Warna : Kuning kecoklatan khas feses
Bau : Khas feses
Konsistensi : Lembek

f. Data Psikososial
1) Pengetahuan ibu tentang kesehatan reproduksi
Ibu mengatakan sedikit mengetahui tentang kesehatan reproduksi
seperti pengetian kesehatan reproduksi dan cara menjaga
kesehatan reproduksi secara umum
2) Dukungan suami/keluarga
Ibu mengatakan suami menyetujui serta memberikan dukungan
agar ibu menjalani pemeriksaan IVA Test
2. Data Objektif
a. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Berat Badan : 58 kg
Tinggi Badan : 160 cm
b. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36,4oC
c. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala dan Muka
Rambut : bersih, hitam, tidak ada ketombe, tidak terdapat
oedema di kepala
Muka : simetris, tidak oedema, tidak ada chloasma
gravidarum
Mata : simetris, konjungtiva merah muda, sklera putih,
tidak terdapat secret

31
Hidung : simetris, bersih, tidak ada polip, tidak ada secret
Mulut : bersih, bibir lembab, tidak ada stomatitis, dan tidak
ada caries
2) Leher
Kelenjar thyroid : tidak ada pembesaran
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
3) Payudara
Bentuk : simetris
Puting susu : menonjol
Massa : tidak ada massa/benjolan
Nyeri tekan : tidak ada
4) Abdomen
Bekas operasi : tidak ada
Massa : tidak ada
Nyeri tekan : tidak ada
5) Genetalia
Oedema : tidak ada
Varices : tidak ada
Kelenjar Bartholini : tidak ada pembesaran
Kelenjar Scene : tidak ada pembesaran
Pengeluaran : sedikit fluor albus
6) Anus : tidak ada hemoroid
7) Ekstremitas
Atas : tidak ada oedema, tidak varices
Bawah : tidak oedema, tidak varices, reflek patella positif
d. Pemeriksaan Ginekologi
Inspekulo : dilakukan
3. Assement
Ny. F umur 27 tahun dengan Keputihan
4. Planning
a. Perencanaan
Hari, tanggal : Kamis, 08 April 2021
Waktu : 10.15 WIB
1) Beritahu ibu hasil pemeriksaan yang telah dilakukan meliputi
tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik

32
2) Beri KIE tentang Ca Cerviks
3) Beri tahu ibu tentang pelaksanaan IVA Tesr
4) Minta ibu mengisi informed consent
5) Siapkan alat, bahan, ruangan, serta petugas
6) Lakukan pemeriksaan IVA Test
7) Jelaskan hasil pemeriksaan IVA Test yang telah dilakukan
8) Anjurkan ibu untuk melakukan kunjungan ulang sesuai dengan
hasil pemeriksaan
9) Beri KIE tentang personal hygiene
10) Dokumentasi hasil pemeriksaan
b. Penatalaksanaan dan Evaluasi
Hari, tanggal : Kamis, 08 April 2021
Waktu : 10.20 WIB
1) Memberitahu ibu hasil pemeriksaan yang telah dilakukan yaitu
tekanan darah /70 mmHg, suhu 36,40C, nadi 80x/mt, respirasi
110

20x/mt, pemeriksaan fisik dalam keadaan normal.


E/ Ibu memahami hasil pemeriksaan bahwa ia dalam keadaan
sehat
2) Memberikan konseling tentang Ca Cerviks
a) Pengertian Ca Cerviks
merupakan keganasan yang terjadi pada leher rahim yang
merupakan bagian terendah dari rahim yang menonjol ke
puncak liang senggama (vagina).
b) Tanda dan gejala
(1) keputihan yang semakin lama semakin berbau busuk dan
tidak sembuh, terkadang tercamput darah
(2) Perdarahan kontak setelah senggama (75-80%) gejala Ca
cerviks)
(3) Perdarahan spontan
(4) Rasa nyeri saat berhubungan seksual, nyeri saat berkemih,
nyeri di daerah sekitar panggul.
E/ Ibu memahami penjelasan yang diberikan dan akan segera
melakukan pemeriksaan ke fasilitas pelayanan terdekat bila
mengalami tanda dan gejala yang telah disebutkan
3) Memberikan pendidikan kesehatan tentang pemeriksaan IVA Test

33
IVA Test merupakan deteksi dini kanker leher rahim dilakukan
oleh tenaga kesehatan menggunakan asam asetat yang sudah
diencerkan, melihat leher rahim dengan mata telanjang untuk
mendeteksi abnormalitas setelah pengolesan asam asetat 3-5%.
Tes IVA dapat tilakukan kapan saja dalam siklus menstruasi,
termasuk saat menstruasi, dan saat asuhan nifas atau paska
keguguran. Daerah yang tidak normal akan berubah warna dengan
batas yang tegas menjadi putih (acetowhite) yang
mengindikasikan bahwa leher rahim mungkin memiliki lesi
prakanker.
E/ Ibu mengerti tentang pemeriksaan IVA Test
4) Meminta ibu untuk mengisi informed consent
E/ Ibu bersedia mengisi informed consent
5) Menyiapkan alat dan bahan, ruangan, serta petugas
a) Persiapan alat dan bahan :
Sabun dan air untuk cuci tangan, lampu yang terang untuk
melihat serviks, spekulum dengan desinfeksi tingkat tinggi
dalam bak instrument steril, sarung tangan sekali pakai atau
desinfeksi tingkat tinggi, Meja ginekologi, meja tempat alat,
lidi kapas, larutan asam asetat 3-5% dalam wadah tertutup ,
kassa steril, jelly, larutan iodium lugol, larutan klorin 0,5%
untuk dekontaminasi instrumen dan sarung tangan, masker,
format pencatatan, tempat sampah
b) Persiapan ruangan
Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi
litotomi. Ruangan dalam kondisi telah terdesinfeksi
c) Persiapan petugas
Petugas dalam keadaan sehat dan bersih (sudah cuci tangan),
petugas yang berada di dalam ruangan minimal 2 orang,
petugas memakai APD level 2 (memakai penutup kepala,
masker, handscoon, gown, alas kaki tertutup)
E/ alat, bahan, serta petugas telah siap
6) Melakukan tindakan pemeriksaan IVA Test
a) Pasien diminta untuk berbaring dengan posisi kaki terbuka
(litotomi)

34
E/ pasien dalam posisi litotomi
b) Menyesuaikan pencahayaan untuk mendapatkan gambaran
terbaik dari serviks
E/ cahaya telah disesuaikan
c) Melakukan vulva hygiene pada area genetalia
Vulva hygiene dilakukan menggunakan kassa steril dengan
membersihkan labia mayora (kanan dan kiri), labia minora
(kanan dan kiri), vestibulum, perineum sampai anus.
E/ vulva hygiene telah dilakukan
d) Melakukan inspeksi dan palpasi pada area genetalia
E/ tidak ada oedema, tidak ada varices, sedikit keputihan tidak
berwarna dan tidak berbau
e) Memasukkan speculum yang telah diolesi jelly ke dalam
genetalia. Spekulum berfungsi untuk menahan mulut vagina
agar terbuka sehingga leher dan mulut rahim dapat terlihat.
E/ Leher dan mulut rahim dapat terlihat jelas
f) Menggunakan lidi kapas untuk membersihkan darah, mukus,
dan kotoran lain pada serviks
E/ serviks dalam keadaan bersih
g) Mengidentifikasi daerah sambungan skuamo-columnar (zona
transformasi) dan area disekitarnya.
E/ daerah SSK telah teridentifikasi
h) Mengoleskan larutan asam cuka 3-5% dengan lidi kapas
searah jarum jam, tunggu 1-2 menit untuk terjadinya
perubahan warna serta mengamati setiap perubahan pada
serviks, ,memperhatikan dengan cermat daerah disekitar zona
transformasi.
E/ Larutan asam asetat telah dioleskan, tidak terdapat lesi
epitel putih pada daerah SSK
i) Membersihkan sisa larutan asam asetat dengan kassa steril.
E/ telah dilakukan pembersihan pada area serviks
j) Melepaskan spekulum dengan hati-hati
E/ speculum telah dilepas
k) Melakukan Vaginal Toucher untuk meraba dinding rahim
apakah ada kelainan, memastikan ada tidaknya pembesaran

35
kelenjar batholini maupun scene, memastikan ada tidaknya
nyeri goyang (tangan sambal menekan abdomen untuk
memastikan tidak ada nyeri goyang)
E/ tidak ada pembesaran kelenjar batholini maupun scene,
tidak ada nyeri goyang
l) Mencatat hasil pengamatan, dan menggambar denah temuan
E/ Telah didokumentasikan pada form pencatatan IVA Test
E/ pemeriksaan IVA test telah dilakukan, tindakan berjalan sesuai
prosedur, klien kooperatif.

7) Menjelaskan hasil pemeriksaan IVA Test yang telah dilakukan


Hasil pemeriksaan Ny. F tidak terdapat lesi pada area serviks,
normal, IVA Negatif
E/ Ibu paham dengan hasil pemeriksaan yang disampaikan
8) Menganjurkan ibu untuk melakukan kunjungan ulang sesuai
dengan hasil pemeriksaan
E/ Ibu bersedia melakukan kunjungan ulang 1 tahun berikutnya
9) Memberikan pendidikan kesehatan tentang personal hygiene untuk
mengurangi terjadinya keputihan.
Keputihan yang terjadi pada Ny. F merupakan keputihan yang
tegolong fisiologis karena tidak berwarna dan berbau serta tidak
terjadi dalam jangka waktu panjang.
Cara menjaga kebersihan genetalia antara lain :
a) Membersihkan vagina setelah BAK maupun BAB dengan cara
membasuh dengan air bersih, dari arah depan ke belakang atau
dari vagina ke anus, lalu mengeringkan dengan handuk bersih
b) Menghindari pemakaian sabun yang mengandung parfum
karena dapat menganggu keseimbangan pH dan bakteri baik di
vagina serta dapat menimbulkan iritasi
c) Menghindari pemakaian bahan-bahan tradisional yang belum
teruji efektif digunakan dalam bidang kesehatan untuk
membersihkan area vagina
d) Menggunakan pakaian dalam berbahan katun yang mudah
menyerap keringat dan tidak terlalu ketat untuk menghindari
kelembapan berlebih

36
10) Dokumentasi hasil pemeriksaan
E/ Hasil pemeriksaan telah di dokumentasikan di RM, format hasil
IVA Test, serta register.

37
BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah penulis melakukan pengkajian pada Ny. F didapatkan bahwa Ny. F


umur 27 tahun dengan keputihan, dilakukan pemeriksaan IVA Test untuk deteksi
dini pencegahan Kanker Serviks seperti teori dari (Wulandari, 2015) Pemeriksaan
deteksi dini merupakan pemeriksaan sederhana, efektif dan murah dalam biaya
pemeriksaan merupakan pendekatan deteksi untuk pencegahan kanker serviks
dengan deteksi Inspeksi IVA. Dalam proses pengkajian data subjektif tidak
ditemukan kesenjangan antara data-data kebidanan dengan teori.
Asuhan dilakukan dengan pemeriksaan dalam Ny. F tidak ditemukan
adanya tanda gejala CA Serviks seperti, mengalami keputihan yang lama dan
berbau, adanya perdarahan kontak setelah senggama, adanya perdarahan spontan,
rasa nyeri data berhubungsn seksual, berkemih, dan nyeri di sekitar panggul. Alat
dan bahan untuk pemeriksaan IVA Test berupa ruangan tertutup, tempat tidur
periksa, lampu sorot, spekulum vagina, asam asetat (3-5%), lidi kapas, sarung
tangan. Hal ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh (Sukaca, 2011) tentang
alat untuk melakukan IVA Test. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan teori cara
penggunaan IVA Test yaitu dilakukan dengan cara mengoleskan asam asetat 3-
5% pada permukaan mulut rahim. Pada lesi prakanker akan menampilkan warna
bercak putih. (Aminati, 2013). Berdasarkan pemeriksaan IVA Test yang telah
dilakukan pada Ny. F ditemukan tidak adanya bercak putih atau lesi pada leher
rahim dinyatakan bahwa IVA Negatif. Hal ini sesuai dengan teori tentang kategori
IVA Test yaitu Iva negatif, maka akan menunjukkan leher rahim normal (Sukaca,
2015).
Pelaksanaan IVA Test berjalan lancar dan pasien dapat bekerjasama
dengan baik (kooperatif). Bidan telah menganjurkan Ny.F untuk melakukan
kembali melakukan pemeriksaan dengan jangka waktu 1 tahun. Asuhan yang
diberikan didokumentasikan dengan model dokumentasi SOAP.

38
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penulis telah mendapatkan pengalaman nyata dalam melakukan
asuhan kebidanan pada Kesehatan Reproduksi dengan keputihan pada Ny. F di
Puskesmas Kebakkramat I. Hasil pengkajian yang penulis dapatkan yaitu Ny. F
umur 27 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan keputihan. Riwayat
menstruasi normal, pasien belum pernah memakai kontrasepsi apapun, riwayat
kesehatan sekarang Ny. F tidak mempunyai penyakit menurun dan menahun.
Data kebiasaan sehari hari dalam batas normal, pemeriksaan fisik dalam batas
normal, diagnosa kebidanan Ny. F umur 27 tahun dengan hasil pemeriksaan
normal, IVA Negatif, tidak ada lesi, tidak ada kelainan pada leher Rahim.
Intervensi yang dilakukan diantaranya, Beritahu ibu hasil pemeriksaan yang
telah dilakukan meliputi tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik, Beri KIE
tentang Ca Cerviks, Beri tahu ibu tentang pelaksanaan IVA Test, Jelaskan hasil
pemeriksaan IVA Test yang telah dilakukan, Anjurkan ibu untuk melakukan
kunjungan ulang sesuai dengan hasil pemeriksaan, Beri KIE tentang personal
hygiene pada area genetalia. Evaluasi pasien sudah mengetahui hasil
pemeriksaannya normal, ibu bersedia melaksanakan apa yang dianjurkan,
pasien bersedia kontrol kembali.

Dalam pelaksanaan asuhan kebidanan pada kesehatan reproduksi pada


Ny. F dengan keputihan tidak ada kesenjangan antara teori dengan praktek.
Penulis dapat mendokumentasikan hasil asuhan kebidanan pada Ny. F dengan
keputihan dengan model dokumentasi SOAP.

B. Saran
1. Bagi tenaga kesehatan
a. Hendaknya mampu memberikan konseling dan informasi mengenai
keputihan, personal hygiene, dan pemeriksaan IVA Test sebagai
bentuk deteksi dini kanker leher rahim.
b. Hendaknya dapat melaksanakan asuhan kebidanan kesehatan
reproduksi wanita dengan IVA Test.
2. Bagi pasien
a. Hendaknya bersedia menjaga kebersihan terutama daerah
kemaluannya

39
b. Hendaknya melaksanakan nasehat bidan dan melakukan pemeriksaan
untuk deteksi dini penyakit.

40
DAFTAR PUSTAKA

Aditama, H.A. (2013) Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Adhi Djuanda, dkk. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 6. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Ali. I., Setiyaningrum, E., Aziz, Z. B. (2015). Pelayanan Keluarga Berencana


dan Kesehatan Reproduksi. Jakata Timur: Trans Info Media.

Aminati, D (2013). Apa Itu Kanker Leher Rahim Dalam Buku Cara Bijak
Menghadapi dan Mencegah Kanker Serviks. Yogyakarta: Briliant Books.

Bahari. 2012. Cara Mudah Atasi Keputihan . Jakarta : Buku Biru

Imam, Ulfiana, Suparmi, (2011) Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Berbasis


Kompetensi. Jakarta: EGC.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2015) Panduan Program Nasional


Gerakan Pencegahan Dan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim Dan Kanker
Payudara, Kemenkes RI. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016) Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia No 34 tahun 2015 tentang Penanggulangan
Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim. Kemenkes RI. Direktorat Jendral
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Direktorat Pengendalian
Penyakit Tidak Menular

Nugroho (2014) Deteksi Kanker Serviks Dengan Metode Iva. Jakarta: Niaga
Swadaya.

Nugroho, T dan Utama I.B. 2014. Masalah Kesehatan Reproduksi Wanita.


Yogyakarta : Nuha Medika
Rahayu, D. S. (2015) Asuhan Ibu Dengan Kanker Serviks. Jakarta: Salemba
Medika.

Sibagariang. 2010. Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : Trans Info Media

41

Anda mungkin juga menyukai