Anda di halaman 1dari 48

Laporan Kasus

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. W


DENGAN MORBUS HANSEN
DI RSUD KOTA BANDUNG

Untuk memenuhi tugas Praktik Keperawatan Medikal Bedah


Program Studi Sarjana Keperawatan

Dosen Pembimbing:
Nina Gartika, M.Kep

Oleh
MAJID NUGRAHA
302018069

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

UNIVERISTAS ‘AISYIYAH BANDUNG


BANDUNG
2021
BAB I
KONSEP PENYAKIT MORBUS HANSEN

A. DEFINISI
Morbus Hansen (kusta/lepra) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh
M. leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu
kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali
susunan saraf pusat. Lepra merupakan infeksi bakteri granulomatosa kronis, terutama
mempengaruhi kulit dan saraf perifer yang disebabkan oleh M. leprae. (Hajar, 2017)
B. ETIOLOGI
Penyebab dari penyakit Morbus Hansen yaitu kuman Mycobacterium leprae yang tahan
asam (BTA) atau gram poitif, penemunya yaitu Armauer Hansen saat tahun 1874. Kuman
tersebut adalah kuman aerob, yang tidak terbentuk spora dan terbentuk basil. Ukuran
sendiri dengan panjang 1-8 micro dan lebarnya 0,2-0,5 micro biasanya berkelompok dan
juga menyebar.
Bakteri kusta banyak terdapat pada kulit tangan , daun telinga, dan daun mukosa. Bakteri
ini mengalami proses pembelahan cukup lama antara 12-21 hari. Kuman M.leprae masuk
kedalam tubuh, setelah itu menuju sel pada saraf tepi. Didalam sel, kuman berkembang
biak, sel tersebut pecah dan kemudian menginfeksi sel yang lain atau ke kulit. Daya tahan
hidup M. leprae mencapai 9 hari diluar tubuh manusia. Kusta memiliki masa inkubasi 2-5
tahun bahkan juga dapat memakan waktu lebih dari 5 tahun.
Kusta tampil dalam dua jenis bentuk klinis utama, yaitu kusta bentuk kering (tuberkuloid),
dan kusta bentuk basah (lepromatosa). Bentuk ketiga yaitu peralihan (borederline).
(Nurafif & Kusuma, 2015)
1. Kusta bentuk kering (tuberkuloid): tidak menular, kelainan kulit berupa bercak
keputihan sebesar uang logam atau lebih besar, sering timbul di pipi, punggung, pantat,
paha atau lengan. Bercak tampak kering, kulit kehilangan daya rasa sama sekali.
2. Kusta bentuk basah (lepromatosa): bentuk menular karena kumannya banyak terdapat
di selaput lender hidung, kulit dan organ tubuh lainnya, dapat berupa bercak
kemerahan, kecil-kecil tersebar diseluruh badan atau berupa penebalan kulit yang luas
sebagai infiltrate yang tampak mengkilap dan berminyak, dapat berupa benjolan merah
sebesar biji jagung yang tersebar di badan, muka dan daun telinga. Disertai rontoknya
alis, menebalnya daun telinga.
3. Kusta tipe peralihan (borederline): merupakan peralihan antara kedua tipe utama.
Pengobatan tipe ini di masukkan kedalam jenis kusta basah.
C. PATOFISIOLOGI
Kusta dikenal dengan penyakit yang dapat mengakibatkan kecacatan tubuh. Tanpa
komplikasi dalam penyakit kulit dengan terbentuknya makula, infiltrate, dan keduanya.
Pada saraf perifer akan merespon dan akan menjadi pembesaran juga terasa nyeri di
nervus aurikularis, nervus uralis, nervus popliteal lateralis, nervus tibialis posterior, nervus
medianus, nervus radialis, nervus facialis. Kerusakan pada saraf ulnaris memberikan
respon dalam manifestasi anastesia pada jari ujung kelingking anterior dan jari manis.
Apabila saraf medianus mengalami kerusakan lalu dapat merespon dan timbul gejala
seperti mati rasa pada jari interior, jari tengah, dan telunjuk serta tidak bisa di aduksi pada
jari telunjuk, jari kelingking, jari tengah. Apabila kerusakan yang terjadi di saraf radialis
maka akan terjadi merespondan muncul gejala mati rasa pada dorsum menus tangan yang
menggantung (wrist drop), tidak adanya kemampuan meekstensi jari dan pergelangan
tangan (Muttaqin & Sari, 2011).
Etiologi:
- Mycobacterium Leprae
- Penularan : Droplet Infection atau kontak dengan Masuk dalam pembuluh darah dermis dan sel Schwann saraf
kulit
D. PATHWAY
Pembentukan tuberkel Pembentukan sel epitel Fagositosis Makrofag aktif Sistem Imun Seluler (SIS)

MORBUS HANSEN

1. Lesi / bercak 1 – 5 1. Lesi / bercak > 5 Saraf. Sensorik Saraf Otonom Saraf Motorik
2. Penebalan saraf tepi dengan 2. Penebalan saraf tepi dengan gangguan
gangguan fungsi pada 1 saraf fungsi pada > 1 saraf
3. BTA (-) 3. BTA (-) / (+) Gg. kelenjar fibrosis
keringat, minyak
& aliran darah Penebalan saraf
Pausi Basiler (PB) Multi Basiler (MB)

anestesia
Kulit kering,
mengkilap
Gangguan saraf tepi
atau bersisik Terjadi trauma
atau cedera

Gatal-gatal
Terjadi luka
N. Ulnaris & N. N. Tibia posterior
medianus
MK: Kerusakan
MK: Resiko infeksi
Integritas
Paralisis jari kaki Kulit/jaringan
Paralisis

Claw toes
Claw hand atau
claw finger

MK: Hambatan mobilitas fisik


E. CARA PENULARAN
1. Penularan terjadi dari penderita kusta yang tidak diobati ke orang lain dengan kontak
lama melalui pernafasan.
2. Kontak langsung yang lama dan erat melalui kulit.
3. Tidak semua orang dapat tertular penyakit kusta, hanya sebagian kecil saja (sekitar
5%) yang tertular kusta.
4. Jadi dapat dikatakan bahwa penyakit kusta adalah penyakit menular yang sulit
menular.
5. Kemungkinan anggota keluarga dapat tertular kalau penderita tidak berobat oleh
karena itu seluruh anggota keluarga harus diperiksa (Widoyono, 2008).
F. TANDA DAN GEJALA
Gejala-gejala yang muncul menurut (Andareto Obi, 2015) adalah:
1. Demam
2. Mual muntah
3. Neuritis adalah gangguan penglihatan akibat peradangan pada saraf mata.
4. Cephalgia adalah suatu kondisi terdapatnya rasa sakit di dalam kepala, kadang sakit
di belakang leher atau punggung bagian atas.
5. Gejala kerusakan saraf seperti (sensorik, motorik, otonom).
6. Kerusakan jaringan (kulit, mukosa traktus respiatorius atas, tulang jari dan wajah).
G. KOMPLIKASI
Berikut ini komplikasi yang dialami penderita kusta yaitu:
1. Menyerang ekstremitas
Yang paling diserang yaitu pada saraf ulnaris dan mengakibatkan jari keempat dan
kelima seperti mencakar yang diakibatkan oleh kehilangan dari fungsi otot. Pada
saraf medianus apabila terinfeksi maka akan menyebabkan kelumpuhan pada jari
tangan.
2. Apabila pada hidung terinfeksi oleh bakteri maka akan menyebabkan perdarahan,
dan apabila tidak segera diobati akan merusak tulang rawan dan sampai kehilangan
hidungnya.
3. Indera penglihatan
Apabila penglihatan terinfeksi akan mengalami gangguan penglihatan seperti buram
dan terjadi keruh pada cairan mata, juga dapat menyerang bagian saraf penglihatan
dan dapat mengalami kebutaan.
4. Testis
Apabila testis diserang maka dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada salurannya,
dan jika tidak dilakukan terapi maka akan terjadi kerusakan yang permanen.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Bakteriologis
Pada pemeriksaan bakteriologis dilakukan pengambilan spesimen dengan cara:
a. Pertama diambil dari kulit yang bukan pasif
b. Sebaiknya menghindari pada area muka dikarenakan oleh kosmetik yang tidak
cocok, dan apabila tidak ditemukannya luka pada area tersebut.
c. Setelah ini diulang pada luka yang sama dan apabila perlu bisa ditambahkan luka
muncul baru
d. Tempat yang biasa untuk mengambil sediaan apus yaitu dalam memeriksa bakteri
lepra ialah:
1) Daun telinga kanan dan kiri
2) Sampai 2 tempat yang lain untuk luka kulit yang aktif
e. Sediaan selaput dalam lendir sebaiknya harus dihindari dikarenakan:
1) Pasien mengalami ketidaksenangan
2) Terjadinya positif palsu
3) Tidak pernah ditemukan Microbacterium Leprae pada selaput lendir hidug
apabila sediaan apus kulit negatif.
4) Pada pengobatan, pemeriksaan bakterioskopis selaput lendir hidung lebih
dahulu negatif daripada sediaan kulit ditempat lain.
Indikasi pengambilan apus kulit:
1) Semua orang dicurigai menderita kusta
2) Semua pasien baru yang di diagnosis secara klinis sebagai pasien kusta.
3) Pasien yang kebal terhadap obat maupun terjadi kekambuhan (Nurhidayat S,
2015)
2. Pemeriksaan Serologik
Kegunaan dari pemeriksaan ini bertujuan untuk mendiagnosis penyakit kusta
dianggap meragukan, karena tanda klinis dan bakterologik tidak jelas dan bisa
sebagai penentuan gejala kusta subklinis karena tidak terdapatnya luka pada kulit.
Pemeriksaan serologik terdiri dari :Uji MLPA, Uji ELISA , ML Flow test (Menaldi,
Bramono, dan Indriatmi, 2015).
3. Pemeriksaan Laboratorium lengkap: basil tahan asam. Apabila ditemukan adanya
mati rasa pada kulit dan kuman positif bisa didiagnosis pasti.

1
4. Indeks Morfologi
Digunakan untuk mengetahui daya penularan kuman, mengevaluasi hasil
pengobatan,dan membantu menentukan resistensi terhadap obat.
I. TERAPI
Tujuan utama program pemberantasan kusta yaitu untuk menyembuhkan penderita
kusta dan mencegah timbulnya cacat serta dapat memutuskan rantai penularan dari
pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden
penyakit (Saiful N, 2015).
Obat untuk menyembuhkan penyakit kusta dikemas dalam blister yang disebut MDT
(Multy Drug Therapy). Dimulainya diadakan terapi obat kusta ini saat tahun 1949,
sebagai obatnya yaitu dinamakan DDS sebagai obat tunggal (Monoterapi). Dan untuk
mengonsumsinya sendiri untuk tipe pauci basiler harus diminum dalam jangka waktu 3
sampai 5 tahun, dan sedangkan untuk tipe multibasiler diminum dalam jangka waktu 5
sampai 10 tahun atau bisa sampai seumur hidup. Dan untuk kekurangan nya pada
monoterapi Dapson yaitu dapat terjadinnya kebal terhadap kuman, maupun dapat juga
munculnya kuman persister dan pasien defaulter. Oleh karena itu telah
direkomendasikan pengobatan oleh WHO yaitu Multy Drug Therapy (MDT) untuk
kusta tipe Paubasiler maupun Multibasiler (Ditjen P2P, 2012). Pengobatan MDT
bertujuan yaitu:
a. Mencegah kebal terhadap obat dan memutuskan rantai sebuah penularan penyakit.
b. Mempersingkat atau memperpendek masa pengobatan.
c. Lebih meningkatkan dalam konsumsi obat secara teratur
d. Mencegah kecacatan yang sebelumnya sudah muncul
Dengan nantinya adanya kuman maka terjadi sumber penularan dari pasien, terutama
tipe MB ke orang lain terputus. Apabila penderita tidak mengonsumsi obat secara
teratur maka kuman tersebut akan kebal terhadap obat MDT, sehingga timbul gejala
yang tetap bahkan bisa jadi semakin memburuk.
Pengobatan MDT menggunakan kombinasi obat medikamentosa utama yaitu.
1. DDS (Dapson) atau Diamino Diphenyl Sulphane
a) Persediaannya obat berwarna putih dan berbentuk tablet 50 mg ada yang 100
mg
b) Bersifat menghambat tumbuhnya sebuah kuman
c) Pemberian dosis pada orang dewasa yaitu 100 mg/hari dan pada anak diberikan
dosis 50 mg/hari pada (umur 10-15 tahun).

2
2. Obat Lampren (B663) yaitu Klofazimin
a) Persediaan berwarna coklat berbentuk tablet 50 mg dan 100 mg.
b) Bersifat bakterisisdal, bakteriostastik, dan anti peradangan.
c) Diminum sesudah makan dan memberikannya secara oral agar tidak terjadi
gangguan pada lambung.
3. Rifampisin
a) Persediannya berbentuk dengan kapsul dengan 150 mg, ada yang 300 mg dan
ada yang 450 mg.
b) Sifatnya Bakterisidal yaitu kuman mati dalam 99 % dalam satu kali.
c) Pemberiannya melalui oral dan cara meminumnya yaitu setengah jam sebelum
makan agar penyerapan lebih bagus.
Dosis Regimen pengobatan MDT
Pengobatan yang direkomendasikan oleh WHO yaitu:
1. Pasien Pauci Basiler
a) Pasien Dewasa
 Setiap bulan: di hari awal (obat dikonsumsi di depan petugas medis): kapsul
rifampisin 2 yaitu 300 mg (600mg) dan satu dapson tablet yaitu 100 mg.
 Untuk masa pengobatannya harian yaitu : Pada hari ke 2 sampai 28 dengan
1 tablet Dapson/100 mg DDS. Untuk 1 blister dalam satu bulan. Dibutuhkan
enam blister yang diminum selama 6 sampai 9 bulan.
b) Pasien Anak umur 10-15 tahun
 Pengobatan bulanan: hari awal atau pertama (obat diminum di depan
petugas): 2 kapsul rifampisin 150 mg dan 300 mg dan 1 tablet dapson /DDS
50 mg.
 Pengobatan harian : hari ke 2-28 : 1 tablet dapson /DDS 50 mg
 Satu blister untuk satu bulan. Dibutuhkan 6 blister untuk diminum 6-9
bulan.
2. Pasien Multibasiler
a) Pasien Dewasa
 Pengobatan bulanan : hari pertama (obat diminum di petugas) :2 kapsul
rifampisin @300 mg (600 mg), 3 tablet lampren @100 mg (300 mg), dan 1
tabet dapson / DDS 100 mg.

3
 Pengobatan harian : hari ke 2-28 :1 tablet lampren 50 mg, 1 tablet
dapson/DDS 100 mg.
 Satu blister untuk 1 bulan. Dibutuhkan 12 blister yang diminum selama 12-
18 bulan.
b) Pasien Anak umur 10-15 tahun
 Pengobatan bulanan : hari pertama (obat diminum di depan petugas) : 2
kapsul rifampisin 150 mg dan 300 mg, 3 tablet lampren @50 mg (150 mg),
dan 1 tablet dapson/DDS 50 mg.
 Satu blister untuk satu bulan. Dibutuhkan 12 blister untuk diminum 12
hingga 18 bulan. Untuk dosisnya untuk anak disesuaikan dengan berat
badan: 10-15 mg/kgBB untuk Rifampisisn, 1-2 mg/kgBB untuk DDS, dan
Lampren 1 mg/kgBB
J. PENCEGAHAN
Ada pencegahan yang terdiri dari 3 macam yaitu pencegahan primer dan pencegahan
sekunder, dan pencegahan tersier, diantaranya.
1. Pencegahan Primer
Upaya sebuah pencegahan yang dapat dilakukan dalam proses sebelum mulainnya
pada periode sebelum patogenesis yang tujuannya agar tidak ada terjadinnya dalam
perjalanannya penyakit. Tujuannya untuk menguransi terjadinya penyakit dengan
upaya pengendalian faktor maupun faktor pemicunya. Upaya yang dilakukan dalam
memberhentikan rantai suatu infeksi “agent – host – environment” dengan melalui
pencegahan: Promosi kesehatan dan perlindungan khusus). Upaya yang dapat
dilakukan dalam kegiatan tersebut adalah:
a. Health Promotion (Promosi Kesehatan)
1) Melalui penyuluhan kesehatan atau pendidikan kesehatan
2) Gizi secara cukup sebagai tumbuh kembang atau perkembangan
3) Menyediakan rumah yang sehat dan bersih
4) Genetika atau keturunan
5) Pemeriksaan rutin secara berkala
b. Specific Protection (Perlindungan Khusus)
1) Kebersihan perorangan
2) Imunisasi

4
3) Sanitasi lingkungan
4) Penggunaan gizi tertentu
2. Pencegahan Sekunder
Sebuah upaya pencegahan terhadap proses penyakit yang sudah berlangsung namun
belum adanya gejala yang muncul. Tujuannya memberhentikan proses penyakit serta
menanggulangi komplikasinnya, yang terdiri dari:
a. Mendeteksi dini dengan cara memberikan obat. Kegiatan yang dilakukan dalam
upaya tersebut adalah.

1) Menyembuhkan dan mencegah penyakit berlanjut


2) Mencegah penyebaran penyakit menular
3) Mencegah komplikasi dan akibat lanjutan
4) Memperpendek masa ketidakmampuan
b. Pemberian pengobatan
1) Pengobatan yang cukup untuk menghentikan proses penyakit
2) Mencegah komplikasi yang lebih parah
3) Penyediaan fassilitas khusus untuk membatasi ketidakmampuan dan mencegah
kematian
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersebut sedang berlanjutnya atau diakhir terjadinnya proses penyakit.
Tujuannya memperkecil sebuah penderitaan yang dialami, dan menurunkan angka
kecacatannya, serta membantu sebuah adaptasi kepada pebnderita dalam beradaptasi
dalam kesehariannya yang tidak bisa diobati, dengan dilakukan kegiatan terdiri dari:
a. Disabillity Limitation
1) Pengobatan lanjutan yang intens agar tidak menimbulkan terjadinya komplikasi
serta dilakukan penyempurnaan
2) Mencegah kecacatan pada penderita yang sudah sehat
3) Memperbaiki pada fasilitas kesehatan yang ada yang berguna dalam perawatan
yang intensif.
b. Rehabilitation
1) Pempekerjakan sepenuh mungkin
2) Memberikan pendidikan pada masyarakat dan para industriawan

5
3) Memberikan penyuluhan dan setelah itu memberikan usaha kecil-kecilan demi
mencukupi kebutuhan setelah sembuh

BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang sistematis memalu
pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengindentifikasi
status kesehatan klien. Kegiatan yang dilaksanakan dalam pengkajian adalah
pengumpulan data dan merumuskan prioritas masalah. Pada pengkajian – pengumpulan
data yang cermat tentang klien, keluarga, didapatkan melalui wawancara, observasi dan
pemeriksaan.
1. Biodata
Merupakan data subyektif yang didapat dari klien terhadap situasi dan kejadian,
informasi tersebut tidak dapat ditentukan oleh tenaga kesehatan secara independent
tetapi melalui suatu sistem interaksi atau komunikasi seperti nama, umur, agama,
suku, pendidikan, alamat dan pekerjaan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Kesehatan sekarang
Biasanya klien dengan penyakit kusta datang berobat dengan keluhan adanya lesi
dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada saraf) kadang-kadang
gangguan keadaan umum penderita (demam ringan) dan adanya komplikasi pada
organ tubuh.
b. Kesehatan masa lalu
Pada klien dengan reaksinya mudah terjadi jika dalam kondisi lemah, stres,
sesudah mendapat imunisasi
c. Riwayat kesehatan keluarga
Kusta merupakan penyakit menular yang menahun yang disebabkan olehkuman
kusta ( mikobakterium leprae) yang masa inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun.
Jadi salah satu anggota keluarga yang mempunyai penyakit morbus hansen akan
tertular.

6
d. Riwayat psikologi
Klien yang menderita penyakit kusta akan malu karena sebagian besarmasyarakat
akan beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit kutukan, sehingga
klien akan menutup diri dan menarik diri, sehingga klien mengalami gangguan
jiwa pada konsep diri karena penurunan fungsi tubuh dan komplikasi yang
diderita.
e. Pola aktivitas sehari-hari
Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan dan kaki
maupun kelumpuhan. Klien mengalami ketergantungan pada orang lain dalam
perawatan diri karena kondisinya yang tidak memungkinkan.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik tidak hanya dilakukan untuk pasien saja melainkan seluruh
anggota keluarga yang meliputi pemeriksaan Head to toe (Padila, 2012).
a. Keadaan Umum
Klien biasanya dalam keadaan demam karena adanya reaksi berat pada tipe I,
reaksi ringan, berat tipe II morbus hansen, lemah karena adanya gangguan saraf
tepi motorik. Mengkaji tingkat kesadaran (GCS) kehilangan sensasi yang
normalnya eye (4), verbal (5), dan motorik (6), susunan saraf dikaji (Nervus I-
XII), dan gangguan penglihatan.
b. Head To Toe
1) Kepala
a) Inspeksi: Kepala simetris atau tidak, kulit kepala; warna, bekas lesi ada atau
tidak, bekas trauma, hipopigmentasi, penonjolan tulang yang imobilisasi
parsial atau total, warna rambut, bentuk rambut, rambut kering atau lembab,
rontok atau tidak, dan kebersihan rambut.
b) Palpasi: Ada tidaknya Massa, ada pembengkakan atau tidak, ada nyeri tekan
atau tidak.
Hasil yang didapatkan pada penderita kusta yaitu rambut mengalami
kerontokan/alopesia dan perubahan bentuk wajah.
2) Pemeriksaan Mata
a) Inspeksi: Apakah simetris, cahaya atau respon cahaya, anemis atau warna
dari konjungtiva, dan sklera ikterik atau anikterik, Reflek pupil normal
tidak, katarak/tidak. Pergerakan bola mata normal atau tidak, penggunaan
alat bantu penglihatan atau tidak.

7
b) Palpasi: Ada nyeri tekan pada bola mata atau tidak, ada benjolan atau tidak.
Pada penderita kusta akan di dapatkan hasil pemeriksaan terjadi kekaburan
penglihatan, gangguan visus sampai kebutaan, adanya perubahan kelopak
mata, adanya edema dan lesi pada kornea mata, iritis, iridosiklitis dan
hilangnya reflek kedip mata, hilangnya rambut di kelopak mata dan bulu
mata.
3) Pemeriksaan Pada Hidung
a) Inspeksi: Simetris/tidak, mukosa lembab/keringg, adanya
pembengkakan/tidak, adanya epiktaksis atau tidak, kaji ada kelainan,
riwayat fraktur, hidung “pelana”.
b) Palpasi: Ada tidaknya nyeri tekan pada sinus, ada tidaknya benjolan.
Hasil yang didapatkan pemeriksaan ini ialah adanya epiktaksis, dan hidung
pelana/kehilangan penyangga hidung sehingga mengalami gangguan
pernafasan.
4) Telinga
a) Inspeksi: Kesimetrisan, Ada kotoran/tidak, dan ada luka/tidak, lihat bentuk
daun telinga.
b) Palpasi: Adanya benjolan atau tidak, adanya nyeri tekan di daerah telinga
atau tidak.
Pada pemeriksaan ini didapatkan adanya penebalan pada daun telinga.
5) Leher
a) Inspeksi: Ada pembesaran kelenjar tiroid atau tidak, ada struma atau tidak.
b) Palpasi: Ada tidaknya nyeri tekan bila ada struma , ada tidaknya
pembesaran tiroid, ada tidaknya nodul (keras atau lunak).
Pada pemeriksaan ini didapatkan adanya limfadenitis/benjolan pada kelenjar
limfe.
6) Pemeriksaan dada
a) Inspeksi: Simetris atau tidak
b) Palpasi: Vocal fremitus kanan/kiri sama atau tidak, adanya benjolan dan
nyeri tekan atau tidak.
c) Perkusi: Suara perkusi sonor, redup, pekak.
d) Auskultasi: Bunyi/suara nafas vesikular, wheezing, ronchi.
7) Jantung
a) Inspeksi : Simetris atau tidak dan iktus cordis tampak atau tidak.

8
b) Palpasi : Iktus cordis nampak atau tidak, denyut apeks.
c) Perkusi : Bunyi pekak/redup
d) Auskultasi:
1. Dengarkan BJ I dengan meletakkan stetoskop pada area mitral dan
trikuspidalis.
2. Dengarkan BJ II dengan meletakkan stetoskop pada area aorta dan
pulmonalis.
Pada pasien Kusta tidak ada bunyi jantung tambahan.
8) Abdomen
a) Inspeksi: Kesimetrisan dan warna kulit abdomen
b) Auskultasi: Bising usus normal atau tidak.
c) Palpasi: Adanya distensi abdomen atau tidak, adanya nyeri tekan atau tidak,
ada tidaknya bekas luka dan ada tidaknya benjolan.
d) Perkusi: Timpani
9) Ekstremitas
Pada pemeriksaan ini didapatkan kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi
lumpuh/lemah dan lama-lama ototnya mengecil (atropi) karena tidak
dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki menjadi bengkok dan akhirnya dapat
terjadi kekakuan pada sendi (kontraktur).
10) Integumen
Pada pemeriksaan ini didapatkan turgor kulit kering, menebal, dan pecah
pecah, keriput dikarenakan terjadi gangguan pada kelenjar minyak dan kelenjar
keringat.
11) Pemeriksaan Neurologis
a) Nervus 1 (Olfaktorius)
Klien pada Kusta biasanya dapat membedakan bau-bauan.
b) Nervus 2 (Optikus)
Klien pada Kusta biasanya mengalami gangguan penglihatan
c) Nervus 3 ( Okulomotorius)
Klien pada Kusta biasanya reflek pupil peka terhadap rangsangan cahaya
isokor
d) Nervus 4 (Toklearis)
Klien pada Kusta biasanya mampu menggerakan bola mata keatas dan
kebawah

9
e) Nervus 5 (Trigeminus)
Pada pasien kusta reflek berkedip berkurang.
f) Nervus 6 (Abdusen)
Klien pada Kusta biasanya masih mampu menggerakan bola mata kanan
dan kiri.
g) Nervus 7 (Fasialis)
Klien pada Kusta biasanya menglami kehilangan ekspresi wajah dan
kegagalan menutup bibir.
h) Nervus 8 (Auditorius)
Fungsi pendengaran pada klien Kusta biasanya baik, klien mampu
mendengarkan detik jam.
i) Nervus 9 (Glosofaringeus)
Klien pada Kusta biasanya masih mampu menelan kelenjar saliva.
j) Nervus 10 (Vagus)
Biasanya penderita kusta masih bisa membuka mulut, dan ada reflek
muntah.
k) Nervus 11 (Aksesorius)
Klien pada Kusta biasanya masih mampu mengangkat kedua bahu dengan
atau tanpa tahanan.
l) Nervus 12 (Hipoglosus)
Klien Kusta biasanya biasanya masih mampu menjulurkan lidah dan terlihat
simetri
m)Nervus Rasialis
Klien pada Kusta biasanya mengalami kecacatan dan penurunan rasa rabaan
dan nyeri pada pergelangan tangan dan jari-jari, serta ujung proksimal jari
telunjuk.
n) Nervus Ulnaris
Pada klien Kusta biasanya mengalami penurunan terhadap rasa rabaan,
nyeri, dan lesi dan telapak tangan, ujung jari anterior kelingking dan jari
manis.
o) Nervus Medianus
Pada klien Kusta biasanya mengalami penurunan rasa rabaan, nyeri pada
lengan bawah, jari bagian anterior, ibu jari dan tengah.
p) Nervus Tibialis Posterior

10
Pada klien Kusta biasanya mengalami penurunan terhadap rasa pada telapak
kaki.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Bakteriologis
Peraturan dalam pengambilan sediaan yaitu:
1) Diambil dari kulit yang masih aktif bukan pasif
2) Sebaiknya menghindari area pada kulit muka
3) Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan secara berulang pada tempat luka yang
sama dan ditambah dengan luka yang baru muncul
4) Tempat yang bisa dibuat pengambilan sediaan apus dalam pemeriksaan
bakteri:
a) Cuping pada telinga kanan maupun kiri
b) Dua sampai tempat lesi kulit yang aktif di tempat lain
c) Sediaan dari selaput lendir hidung sebaiknya dihindari
5) Yang diperbolehkan dalam ambil sediaan apus:
a) Orang yang mencurigakan menderita kusta
b) Pasien semua yang baru terkena kusta
c) Pasien semua yang kebal terhadap obatnya (Nurhidayat S, 2015)
b. Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan ini untuk membantu diagnosis kusta yang meragukan, karena tanda
klinis dan bakterologik tidak jelas dan membantu mengetahui penyakit kulit
subklinis karena, tidak terdapat luka pada kulit, seperti nerakontak di rumah. Jenis
pemeriksaan ini:
1) Uji Mlpa (Mycobacterium Leprae Particle Aglutination).
2) Uji ELISA(Enzyme Linked Immunosorbent Assay).
3) ML Dipstik test (Mycobacterium Leprae dipstick).
4) ML Fow Test (Menaldi, Bramono, dan Indriatmi, 2015).
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan basil tahan asam (BTA). Diagnosa pasti apabila adanya mati rasa
dan kuman tahan asam pada kulit yang (+) (positif).
B. Diagnosa Keperawatan
Masalah yang muncul pada penderita kusta antara lain (Nurafif & Kusuma, 2015).
1. Nyeri akut/kronik berhubungan dengan agens cedera biologis (infeksi).
a. Nyeri Akut
11
Nyeri akut adalah Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lamat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang 3 bulan. (PPNI, 2017)
Penyebab:
a. Agen pencedera fisiologis (mis. infarmasi, lakemia, neoplasma)
b. Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
c. Agen pencedera fisik (mis.abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat,
prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
a. Mengeluh Nyeri
Objektif
a. Tampak meringis
b. Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri)
c. Gelisah
d. Frekuensi nadi meningkat
e. Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
a. Tekanan darah meningkat
b. pola napas berubah
c. nafsu makan berubah
d. proses berpikir terganggu
e. Menarik diri
f. Berfokus pada diri sendiri
g. Diaforesis
b. Nyeri Kronis
Nyeri Kronis adalah Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
keruskan jaringan aktual tau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat dan konstan, yang berlangsung lebih dari 3 bulan.
(PPNI, 2017)
Penyebab

12
a. Kondisi muskuloskeletal kronis
b. Kerusakn sistem saraf
c. Penekanan saraf
d. Infiltrasi tumor
e. Ketidakseimbangan neurotransmiter, neuromodulator, dan reseptor
f.Gangguan imuntas (mis. neuropati terkait HIV, virus varicella-zoster)
g. Gangguan fungsi metabolik
h. Riwayat posisi kerja statis
i. Peningkatan indeks massa tubuh
j. kondisi pasca trauma
k. Tekanan emosional
l. Riwayat penganiayaan (mis. fisik, psikologis, seksual)
m. Riwayat penyalahgunaan obat/zat
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
a. Mengeluh nyeri
b. Merasa depresi (tertekan)
Objektif
a. Tampak meringis
b. Gelisah
c. Tidak mampu menuntaskan aktivitas
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
a. Merasa takut mengalami cedera berulang
Objektif
a. Bersikap protektif (mis. posisi menghindari nyeri)
b. Waspada
c. Pola tidur berubah
d. Anoreksia
e. Fokus menyempit
f. Berfokus pada disi sendiri
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik (daya gesek) dan proses
inflamasi

13
Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membran
mukosa,kornea,fasia,otot,tendon,tulang,kartilago,kapsul sendi dan /atau ligamen.
Penyebab
1. Perubahan sirkulasi
2. Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
3. Kelebihan/kekurangan volume cairan
4. Penuruna mobilitas
5. Bahan kimia iritatif
6. Suhu lingkungan yang ekstrem
7. Faktor mekanis (mis. penekanan pada tonjolan tulang, gesekan)
8. Efek samping terapi radiasi
9. Kelembaban
10. Proses penuaan
11. neuropati perifer
12. Perubahan pigmentasi
13. Perubahan hormonal
14. Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi integritas
jaringan
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1. Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1. Nyeri
2. Perdarahan
3. Kemerahan
4. Hematoma
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan otot.
Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari hari.
Penyebab:

14
1. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
2. Tirah baring
3. Kelemahan
4. Imobilitas
5. Gaya hidup monoton
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. Mengeluh lelah
Objektif
1. Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1. Dispnea saat/setelah aktivitas
2. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
3. Merasa lemah
Objektif
1. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
2. Gambaran EKG menunjukan aritmia saat/setelah aktivitas
3. Gambaran EKG menunjukan iskemia
4. Sianosis
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan dan kehilangan fungsi
tubuh.
Perubahan presepsi tentang penampilan, struktur dan fungsi fisik individu
Penyebab
1. Perubahan struktur/bentuk tubuh (mis. amputasi, trauma, luka bakar, obesitas,
jerawat)
2. Perubahan fungsi tubuh (mis. proses penyaakit, kehamilan, kelumpuhan)
3. Perubahan fungsi kognitif
4. Ketidaksesuain budaya, keyakinan atau sistem nilai
5. Transisi perkembangan
6. Gangguan psikososial
7. Efek tindakan/pengobatan (mis. pembedahan, kemoterapi, terapi radiasi)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif

15
1. Mengungkapkan kekacauan/kehilangan bagian tubuh
Objektif
1. Kehilangan bagian tubuh
2. Fungsi/struktur tubuh berubah/hilang
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1. Tidak mau mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian tubuh
2. Mengungkapkan perasaan negatif tentang perubahan tubuh
3. Mengungkapkan kekhawatiran pada penolakan/reaksi orang lain
4. Mengungkapkan perubahan gaya hidup
Objektif
1. Menyembunyikan/menunjukan bagian tubuh secara berlebihan
2. Menghindari melihat dan/atau menyentuh bagian tubuh
3. Fokus berlebihan perubahan tubuh
4. Respon nonverbal pada perubahan dan presepsi tubuh
5. Fokus pada penampilan dan kekuatan masa lalu
6. Hubungan sosial berubah
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Kondisi emosi dan pengalaman subyektif terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik
akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk
menghadapi ancaman.
Penyebab
1. Krisis situasional.
2. Kebutuhan tidak terpenuhi.
3. Krisis maturasional.
4. Ancaman terhadap konsep diri.
5. Ancaman terhadap kematian.
6. Kekhawatiran mengalami kegagalan.
7. Disfungsi sistem keluarga.
8. Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan.
9. Faktor keturunan (temperamen mudah teragitasi sejak lahir)
10. Penyalahgunaan zat.
11. Terpapar bahaya lingkungan (mis. toksin, polutan, dan lain-lain).
12. Kurang terpapar informasi.

16
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. Merasa bingung.
2. Merasa khawatir dengan akibat.
3. Sulit berkonsenstrasi.
Objektif
1. Tampak gelisah.
2. Tampak tegang.
3. Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1. Mengeluh pusing.
2. Anoreksia.
3. Palpitasi.
4. Merasa tidak berdaya.
Objektif
1. Frekuensi napas meningkat.
2. Frekuensi nadi meningkat.
3. Tekanan darah meningkat.
4. Diaforesis.
5. Tremos.
6. Muka tampak pucat.
7. Suara bergetar.
8. Kontak mata buruk.
9. Sering berkemih.
10. Berorientasi pada masa lalu.
6. Defisit pengetahuan berhubungan dengan informasi in adekuat.
Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu
Penyebab
1. Keteratasan kognitif
2. Gangguan fungsi kognitif
3. Kekeliruan mengikuti anjuran
4. Kurang terpapar informasi
5. Kurang minat dalam belajar

17
6. Kurang mampu mengingat
7. Ketidaktahuan menemukan sumber informasi
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. Menanyakan masalah yang dihadapi
Objektif
1. Menunjukan perilaku tidak sesuai anjuran
2. Menunjikan presepsi yang keliru terhadap masalah
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1. Menjalani pemeriksaan yang tepat
2. Menunjikan perilaku berlebihan (mis. apatis, bermusuhan, agitasi, histeria)
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1: Nyeri akut/kronik berhubungan dengan agens cedera biologis (infeksi).
NOC : Pain level (Level nyeri), Pain control (Kontrol nyeri) dan Comfort level (Level
kenyamanan) dengan Kriteria hasil:
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang normal
NIC :
1. Pain management (Manajemen nyeri)
2. Analgesic Administration (Administrasi analgesic)
Diagnosa 2: Kerusakan integritas kulit berhubungan factor mekanik (daya gesek) dan
proses inflamasi
NOC: Integritas jaringan kulit dan membrane mukosa, yaitu : keutuhan struktur dan
fungsi fisiologis kulit dan selaput lendir secara normal.
NIC:
1. Lakukan pemeriksaan untuk mengidentifikasi terjadinya kerusakan integritas kulit.
2. Tentukan penyebab dari terjadinya kerusakan integritas kulit.

18
3. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.
4. Hindari kerutan pada tempat tidur.
5. Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan kulitnya agar tetap bersih dan kering.
6. Monitor kulit akan adanya kemerahan.
7. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan.
8. Anjurkan pasien untuk mandi dengan menggunakan sabun dan air hangat.
9. Gunting kuku dan bersihkan kuku yang kotor.
Diagnosa 3: Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan otot.
NOC: Energy conservation (Konservasi energi), Self Care : ADLs (Perawatan diri:
Kegiatan sehari-hari) dengan Kriteria Hasil:
1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi
dan RR
2. Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
NIC:
1. Energy Management (Manajemen energy)
2. Activity Therapy (Terapi aktivitas)
Diagnosa 4: Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan dan
kehilangan fungsi tubuh.
NOC: Body image (Citra tubuh), Self esteem Outcome/dengan klriteria hasil:
1. Body image (citra tubuh) positif
2. Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
3. Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh
4. Mempertahankan interaksi sosial
NIC: Body image enhancement (Peningkatan Citra Tubuh)
Diagnosa 5: Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan. NOC : Anxiety
control (Kontrol cemas), Coping (Koping), Impulse control (Kontrol kemauan/dorongan
hati) dengan Kriteria Hasil:
1. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas
3. Vital sign dalam batas normal
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan
NIC: Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
Diagnosa 6: Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi in adekuat.

19
NOC : Knowledge : disease process (Pengetahuan proses penyakit) dan Knowledge :
health Behavior (Pengetahuan : tingkah laku kesehatan) dengan Kriteria Hasil:
1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis
dan program pengobatan.
2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar.
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya.
NIC: Teaching : disease Process (Pengajaran : proses penyakit)
D. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan bagian dari proses keperawatan. Tujuan
implementasi adalah mengatasi masalah yang terjadi pada manusia. Setelah rencana
keperawatan disusun, maka rencana tersebut diharapkan dalam tindakan nyata untuk
mencapai tujuan yang diharapkan, tindakan tersebut harus terperinci sehingga dapat
diharapkan tenaga pelaksanaan keperawatan dengan baik dan sesuai dengan waktu yang
ditentukan Implementasi ini juga dilakukan oleh perawat dan harus menjunjung tinggi
harkat dan martabat sebagai manusia yang unik (Djuanda Adhi, 2010).
E. Evaluasi
Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan. Evaluasi menyediakan nilai
informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan
perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap
perencanaan (Djuanda Adhi, 2010).

20
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS

Tn. W, 49 tahun, berobat ke RSUD Kota Bandung dengan keluhan muncul bercak baal
berwarna putih kehitaman dan bersisik yang menyebar pada hampir seluruh tubuh yang
didirasakan sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit. Sejak 2 bulan sebelum masuk
rumah sakit pasien sulit makan sehingga badan terasa lemas.
Pasien mengatakan tidak ada kesulitan dalam, mengancing baju, ke kamar mandi, makan
dan lain-lain meskipun badan terasa lemah untuk melakukan aktivitas, tetapi saat
menggunakan sendal jepit sering terlepas. 4 hari sebelum masuk RS kondisi pasien
memburuk. Badan pasien terasa sangat lemas sehingga tidak mampu melakukan aktivitas
sehari-hari secara mandiri. Oleh karena itu keluarga pasien membawa pasien ke Puskesmas
kemudian di rujuk ke rumah sakit.
Awalnya keluhan pertama kali muncul pada 2 tahun yang lalu berupa bercak berbentuk
bulat, berwarna sedikit kemerahan di wajah. Bercak yang muncul tidak gatal, panas
ataupun baal. Namun seiring dengan perjalanan penyakit pasien merasa kedua telapak kaki
mulai terasa baal, memakai sendal sering terlepas. 1 bulan kemudian keluhan semakin
bertambah parah sehingga pasien di bawa ke RSHS dan di diagnosis kusta serta
mendapatkan pengobatan untuk penyakit kusta.
Pasien menjalani pengobatan selama 8 bulan, setelah meminum obat tersebut pasien
mengalami perbaikan, bercak pada wajah dan seluruh badan mulai membaik tetapi baal
pada kedua telapak kaki tetap ada.

21
Pasien mengalami putus obat selama 18 bulan dan tidak mengkonsumsi obat apapun
kemudian 4 bulan sebelum masuk rumah sakit muncul bercak baal berwarna putih dan
bersisik yang menyebar pada hampir seluruh tubuh. Pasien merasakan baal pada kedua
kaki dan tangan.
Hasil pemeriksaan fisik kesadaran kompos mentis, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 84
x/menit, suhu 36,7C, dan pernapasan 22 x/menit. Sklera ikterik (+/+), konjuntiva anemis
(+/+), pada supersilia terdapat madarosis (+/+), pada auricula infiltrat eritematosa (+/+).
Pemeriksaan thorax didapatkan normothorax, simetris, abdomen datar. Pada pemeriksaan
ekstremitas atas didapatkan atrofi otot-otot intrinsik pada kanan dan kiri. Pada ekstremitas
inferior terdapat atrofi pada otot-otot intrinsik disertai anestesi pada kanan dan kiri.
Pemeriksaan sensoris pada wajah tidak terdapat perbedaan pada wajah bagian kanan
maupun kiri. Terdapat pembesaran pada nervus auricularis magnus kanan dan kiri yang
disertai dengan nyeri tekan, pembesaran nervus peroneus communis kanan dan kiri yang
disertai dengan nyeri tekan. Sistem integument pada regio generalisata terdapat macula
hingga plak hipopigmentasihiperpigmentasi ukuran plakat multipel difus dengan skuama
(Gambar ).
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin 2,9 gr/dl, leukosit 15.500/L,
trombosit 665.000/L, SGOT 50U/L, SGPT 19 U/L , ureum 55 mg/dL, kreatinin 1,20
mg/dL. Pemeriksaan Bakterioskopik pada cuping telinga kanan BTA +1, cuping telinga
kiri BTA +1, lesi aktif pada jari tangan kanan BTA +1, lesi aktif pada jari tangan kiri
BTA+1, lesi aktif pada tungkai kanan bawah BTA +1, lesi aktif pada tungkai kiri bawah
BTA +1.
Diagnosis pasien ini adalah Morbus Hansen tipe lepromatosa dengan neuritis akut dan
cacat derajat dua. Penatalaksanaan berupa pemberian Multidrug Therapy (MDT) tipe
multibasilar selama 12-18 bulan. MDT-MB terdiri dari obat yaitu hari 1 rifamfisin 600
mg/bulan, klofazimin 300 mg/bulan dan dapson 100 mg/bulan. Selanjutnya hari 2-28 obat
berisi klofazimin 50 mg/hari dan dapson 100 mg/hari. Selain itu pasien juga diberikan
metilprednisolon 32 mg/hari dengan dosis 2 kali sehari dan vitamin B1, B6 dan B12 1 kali
sehari. Pada pasien juga diberikan antibiotik berupa ceftriaxone intravena 1g/12 jam dan
transfusi Packed Red Cell (PRC) sebanyak 1400 ml

22
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN. W DENGAN MORBUS HANSEN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn. W
Tanggal Lahir : 49 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat :
Pekerjaan :
Agama :
Pendidikan :
Status :
Nomor RM :
Diagnosa Medis : Morbus Hansen
Tanggal Pengkajian : 28 Desember 2021
Tanggal Masuk RS : 27 Desember 2021

2. Identitas Penanggung Jawab Pasien


23
Nama :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
Hubungan dengan Pasien :
Alamat :

3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh muncul bercak baal berwarna putih dan bersisik
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
4 hari sebelum masuk RS kondisi pasien memburuk. Badan pasien terasa
sangat lemas sehingga tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara
mandiri. Oleh karena itu keluarga pasien membawa pasien ke Puskesmas
kemudian di rujuk ke rumah sakit.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Awalnya keluhan pertama kali muncul pada 2 tahun yang lalu berupa bercak
berbentuk bulat, berwarna sedikit kemerahan di wajah. Bercak yang muncul tidak
gatal, panas ataupun baal. Namun seiring dengan perjalanan penyakit pasien
merasa kedua telapak kaki mulai terasa baal, memakai sendal sering terlepas. 1
bulan kemudian keluhan semakin bertambah parah sehingga pasien di bawa ke
RSHS dan di diagnosis kusta serta mendapatkan pengobatan untuk penyakit kusta.
Pasien menjalani pengobatan selama 8 bulan, setelah meminum obat tersebut
pasien mengalami perbaikan, bercak pada wajah dan seluruh badan mulai
membaik tetapi baal pada kedua telapak kaki tetap ada.
Pasien mengalami putus obat selama 18 bulan dan tidak mengkonsumsi obat
apapun kemudian 4 bulan sebelum masuk rumah sakit muncul bercak baal
berwarna putih dan bersisik yang menyebar pada hampir seluruh tubuh. Pasien
merasakan baal pada kedua kaki dan tangan.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang sama
4. Riwayat Psikososial Spiritual
a. Data Psikologis
Pasien merasa malu terhadap penyakit yang dialaminya
b. Data Sosial

24
Pasien memiliki hubungan baik degan anggota keluarga dan orang orang
dilingkungan rumahnya.
c. Data Spiritual
a. Praktik ibadah saat di rumah
Pasien mengatatakan di rumah rajin melaksanakan solat 5 waktu
b. Praktik ibadah saat di rumah sakit
Di rumah sakit pasien masih melakukan solat dengan duduk
5. Riwayat Activity Daily Living (ADL)
No Kebiasaan di rumah di rumah sakit
1 Nutrisi
Makan
 Jenis  Nasi,sayur dan lauk pauk  Nasi,telur,Susu
 Frekuensi  3x sehari  3x sehari
 Porsi  1/2 mangkuk  1 piring
 Keluhan  Tidak ada  Tidak ada
Minum
 Jenis  Air putih, Susu  Air putih dan susu
 Frekuensi  5x sehari  Air putih 1x susu 3x
 Jumlah (cc)  5 gelas  600+1200=1800cc
 Keluhan  Tidak ada  Tidak ada
2 Eliminasi
BAB
 Frekuensi  1 hari sekali  Belum BAB sudah 2 hari
 Warna  Coklat  Coklat
 Konsistensi  Lunak  Lunak
 Keluhan  Tidak ada  Sulit untuk BAB
BAK
 Frekuensi  2x sehari  4x
 Warna  Kuning jernih  Kuning jernih
 Jumlah (cc)  Kurang lebih  400 cc/24 jam
 Keluhan  Tidak ada  Kurang nyaman karena
menggunakan kateter
3 Istirahat dan tidur
 Waktu tidur
o Malam, pukul  10:00- 4:00  10:00-4:00
o Siang, pukul  11:00-12:00  12:00-1:00
 Lamanya  8jam  8 jam
 Keluhan  Tidak ada  Sering terbangun

4 Kebiasaan diri
 Mandi  2 kali sehari  1 kali sehari (di washlap)
 Perawatan kuku  1 minggu sekali  belum
 Perawatan gigi  2 kali sehari  1 kali sehari
 Perawatan rambut  2 hari sekali  Belum keramas
 Ketergantungan  Mandiri  Ketergantungan
 Keluhan/gangguan  Tidak ada  Badan terasa lengket dan
rambut kusam

6. Pemeriksaan Fisik

25
a. Status Kesehatan Umum
Penampilan umum :
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda vital : TD = 110/80 mmHg
HR = 84 x/menit
RR = 22 x/menit
S = 36,7 OC

b. Sistem Pernapasan
Pemeriksaan thorax didapatkan normothorax, simetris.
c. Sistem Kardiovaskular
Sklera ikterik (+/+), konjuntiva anemis (+/+), pada supersilia terdapat
madarosis (+/+), auricula infiltrat eritematosa (+/+)
d. Sistem Pencernaan
Abdomen datar
e. Sistem Endokrin
Tidak Terkaji
f. Sistem Perkemihan
Tidak ada gangguan pada sistem perkemihan
g. Sistem Persarafan
Terdapat pembesaran pada nervus auricularis magnus kanan dan kiri yang
disertai dengan nyeri tekan, pembesaran nervus peroneus communis kanan
dan kiri yang disertai dengan nyeri tekan.
h. Sistem Muskuloskeletal
Ekstremitas atas didapatkan atrofi otot-otot intrinsik pada kanan dan kiri.
Pada ekstremitas inferior terdapat atrofi pada otot-otot intrinsik disertai
anestesi pada kanan dan kiri.
i. Sistem Integumen
Pada regio generalisata terdapat macula hingga plak hipopigmentasi
hiperpigmentasi ukuran plakat multipel difus dengan skuama
j. Sistem Reproduksi
Tidak ada gangguan pada sistem reproduksi

7. Pemeriksaan Diagnostik

26
a. Pemeriksaan CT Scan
-
b. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan Ket


Tanggal 22 Desember 2021
Hematologi
- Hemoglobin 2,9 13,5 ~ 17,5 g/dL R
- Lekosit 15.500 4400 ~ 11300 /mm3 T
- Trombosit 665.000 150000 ~ 450000 /mm3 T

Kimia Klinik
- Ureum 55 15 ~ 50 mg/dL T
- Kreatinin 1,2 0,7 ~ 1,2 U/L N

Kimia Darah
SGOT 50 <21 U/L T
SGPT 19 <23 U/L N

Keterangan:
T: Tinggi
N: Normal
R: Rendah
c. Pemeriksaan Bakterioskopi
Pemeriksaan Hasil BTA
Cuping telinga kanan +1
Cuping telinga kiri +1
lesi aktif pada jari tangan kanan +1
lesi aktif pada jari tangan kiri +1
lesi aktif pada tungkai kanan bawah +1
lesi aktif pada tungkai kiri bawah +1

27
d. Program Terapi
Tanggal 22 Deseember 2021
 MDT tipe Multi Basilar
- Hari ke 1: rifamfisin 600 mg/bulan, klofazimin 300 mg/bulan dan dapson
100 mg/bulan
- Hari ke 2-28: klofazimin 50 mg/hari dan dapson 100 mg/hari
 Metilprednisolon 32 mg/hari 2x1
 Vitamin B1, B6 dan B12 1x1
 Ceftriaxone 1g/12 jam IV
 Transfusi Packed Red Cell (PRC) 1400 ml

B. ANALISA DATA
No. Data Fokus (Data Senjang) Etiologi Masalah
1. DS: Morbus Hansen Gangguan Integritas
Pasien mengeluh muncul bercak Kulit
baal berwarna putih kehitaman Multi Basiler (lesi/bercak
dan bersisik yang menyebar pada >5, penebalan pada saraf
hampir seluruh tubuh tepi dengan gangguan
DO: fungsi > 1 saraf, BTA (+))
- Pada regio generalisata
terdapat macula hingga plak Gangguan Saraf Tepi
hipopigmentasi
hiperpigmentasi ukuran Gangguan Pada Saraf
plakat multipel difus dengan Sensorik dan otonom
skuama
- Pemeriksaan Bakterioskopik: Gangguan pada kelenjar
pada cuping telinga kanan keringat, minyak
BTA +1, cuping telinga kiri
BTA +1, lesi aktif pada jari Bercak berwarna putih
tangan kanan BTA +1, lesi kehitaman dan bersisik,
aktif pada jari tangan kiri xerosis, rasa baal
BTA+1, lesi aktif pada
tungkai kanan bawah BTA
28
+1, lesi aktif pada tungkai Kulit kekurangan melanin
kiri bawah BTA +1.
Terjadi hipopigmentasi

Gangguan Integritas Kulit

2 DS: Morbus Hansen Gangguan Mobilitas


Pasien mengatakan tidak ada Fisik
kesulitan dalam mengancing Multi Basiler (lesi/bercak
baju, ke kamar mandi, makan >5, penebalan pada saraf
dan lain-lain meskipun badan tepi dengan gangguan
terasa lemah untuk melakukan fungsi > 1 saraf, BTA (+))
aktivitas, tetapi saat
menggunakan sendal jepit sering Gangguan Saraf Tepi
terlepas
DO: Gangguan Pada Saraf
- Pada pemeriksaan Motorik
ekstremitas atas didapatkan
atrofi otot-otot intrinsik pada Terjadi atrofi pada otot-
kanan dan kiri. Pada otot ekstremitas atas dan
ekstremitas inferior terdapat bawah
atrofi pada otot-otot intrinsik
disertai anestesi pada kanan Terjadi Kelemahan pada
dan kiri. otot ekstremitas
- Hasil Pemeriksaan Fisik:
Kesadaran kompos mentis, Gangguan pada N. Ulnaris
TD: 110/80 mmHg, N: 84 dan N. Medianus
x/menit, S: 36,7C, dan RR:
22 x/menit Claw Hand

Gangguan Mobilitas Fisik

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS


29
1) Kerusakan integritas kulit b.d gangguan pada saraf otonom
2) Gangguan mobilitas fisik b.d atrofi pada otot-otot ekstremitas

30
D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. W Ruangan : Anggrek
No. Medrek : Diagnosa Medis : Morbus Hansen

Diagnosa
No. Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Integritas Kulit
kulit b.d gangguan selama 3x24 jam kerusakan integritas Observasi 1) Mengubah posisi miring
pada saraf otonom kulit dapat teratasi, dengan kriteria: 1. Identifikasi gangguan integritas kulit kanan dan kiri selama 2
a. Kulit tidak bersisik Terapeutik jam sekali untuk
b. Kulit tidak kering 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring mencegah terjadinya
c. Tidak ada lesi atau bercak-bercak 2. Lakukan hidroterapi dan massage decubitus, mengurangi
d. Tidak terdapat hipopigmentasi dan 3. Gunakan minyak zaitun pada kulit tekanan pada area
hiperpigmentasi kering trokanter, mengurangi
e. Mampu merespon sensasi atau Edukasi kelembaban kulit pada
rangsangan 1. Anjurkan menggunakan pelembab area punggung,
2. Anjurkan mandi dan menggunakan mengurangi gesekan
sabun secukupnya antara kulit dan tempat
tidur. (Kristin & Manik,
2013)
2) Pemberian modalitas
hydroterapi dapat

31
mengurangi kulit yang
kering pada kasus xerosis
karena hydroterapi
bermanfaat untuk
membantu meningkatkan
sirkulasi pada jaringan
kulit dan di bawah kulit,
sehingga fungsi hidrasi
pada lapisan kulit stratum
corneum meningkat
sehingga kulit kering
berkurang. Terapi
dilakukan selama 2 kali
sehari selama 15 menit.
(Jayani & Ruffaida, 2020)
3) Kandungan yang terdapat
pada minyak zaitun adalah
vitamin E yang berperan
sangat penting bagi
kesehatan kulit, yaitu
dengan menjaga dan
meningkatkan elastisitas

32
dan kelembapan kulit dan
mencegah proses penuaan
dini. (Jayani & Ruffaida,
2020)
2 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan Mobilisasi 1) Pemberian modalitas terapi
fisik b.d atrofi pada selama 3x24 jam gangguan mobilitas Observasi latihan dapat
otot-otot ekstremitas fisik dapat teratasi, dengan kriteria: 1. Identifikasi adanya keluhan fisik lainnya meningkatkan lgs kedua
a. Kekuatan otot meningkat 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan ankle. Terapi latihan yang
b. Tubuh tidak terasa lemah pergerakan diberikan berupa Gerakan
c. Tidak ada claw hand 3. Monitor kondisi umum selama melakukan pasif dorsi flexi, Gerakan
d. Mampu bergerak bebas mobilisasi aktif plantar flexi, dorsi
Terapeutik flexi, inversi, dan eversi,
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat dan Gerakan aktif resisted
bantu (mis. Bed plank) plantar flexi melawan
2. Fasilitasi melakukan pergerakan dengan tahanan. Ankle yang
terapi latihan selama 20 menit sebanyak 2x terkena kontraktur dapat
sehari perlahan-lahan bertambah
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien lgs nya. Adanya
dalam meningkatkan pergerakan peningkatan lgs (lingkup
Edukasi gerak sendi)
1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi mempengaruhi
peningkatan elastisitas

33
2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini kulit pada kedua ankle.
Serta dengan diberikan
terapi latihan, atrofi pada
kaki kiri menjadi
berkurang. (Jayani &
Ruffaida, 2020)

34
E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Nama Pasien : Tn. W Ruangan : Anggrek
No. Medrek : Diagnosa Medis : Morbus Hansen

Hari/Tanggal DX Waktu Implementasi dan Catatan Perkembangan Evaluasi Paraf


SHIFT PAGI I,II 07:00 Melakukan pemantauan integritas kulit, keluhan fisik, Diagnosa Keperawatan 1 MN
Selasa, 28 memantau toleransi fisik melakukan pergerakan dan S : Pasien mengeluh muncul bercak baal
Desember memonitori keadaan umum. berwarna putih kehitaman dan bersisik yang
2021 menyebar pada hampir seluruh tubuh.
R: Pasien mengeluh muncul bercak baal berwarna putih O : Pada regio generalisata terdapat macula
kehitaman dan bersisik yang menyebar pada hampir hingga plak hipopigmentasihiperpigmentasi
seluruh tubuh. Pasien mengatakan tidak ada kesulitan ukuran plakat multipel difus dengan skuama.
dalam mengancing baju, ke kamar mandi, makan dan Kulit tidak terasa kering seperti sebelumnya tapi
lain-lain meskipun badan terasa lemah untuk masih terlihat bersisik dan berwarna hitam.
melakukan aktivitas, tetapi saat menggunakan sendal A : Masalah belum teratasi
jepit sering terlepas. Pada regio generalisata terdapat P : Lanjutkan intervensi
macula hingga plak hipopigmentasihiperpigmentasi

35
Hari/Tanggal DX Waktu Implementasi dan Catatan Perkembangan Evaluasi Paraf
ukuran plakat multipel difus dengan skuama. Pada
pemeriksaan ekstremitas atas didapatkan atrofi otot- Diagnosa Keperawatan 2
otot intrinsik pada kanan dan kiri. Pada ekstremitas S : Pasien mengatakan tidak ada kesulitan dalam
inferior terdapat atrofi pada otot-otot intrinsik disertai mengancing baju, ke kamar mandi, makan dan
anestesi pada kanan dan kiri. lain-lain meskipun badan terasa lemah untuk
Hasil Pemeriksaan Fisik: melakukan aktivitas, tetapi saat menggunakan
Kesadaran kompos mentis, TD: 110/80 mmHg, N: 84 sendal jepit sering terlepas. Pasien mengatakan
x/menit, S: 36,7C, dan RR: 22 x/menit. merasa nyaman ketika posisi d tidur di ubah.
O : Pada pemeriksaan ekstremitas atas
I,II 09:00 Mengubah posisi pasien dari miring kanan ke kiri dan didapatkan atrofi otot-otot intrinsik pada kanan
memasang bed plank. Pemberian obat MDT (rifamfisin, dan kiri. Pada ekstremitas inferior terdapat atrofi
klofazimin dan dapson) dan metilprednisolon pada otot-otot intrinsik disertai anestesi pada
R: Pasien mengeluhkan kulit terasa kering dan bersisik. kanan dan kiri. Kesadaran kompos mentis, TD:
Pasien mengatakan merasa nyaman ketika posisi d tidur 110/80 mmHg, N: 84 x/menit, S: 36,7C, dan
di ubah. RR: 22 x/menit
A : Pasien mengalami kelemahan pada tubuh
I 11.00 Melakukan hidroterapi merendam kaki selama 15 menit dan kekuatan otot kaki lemah ditandai dengan
dan massage dengan minyak zaitun. Menganjurkan atrofi pada otot kaki. Masalah belum teratasi.
pasien menggunakan pelembab. Menganjurkan pasien P : Lanjutkan Intervensi
mandi dengan sabun cair.

36
Hari/Tanggal DX Waktu Implementasi dan Catatan Perkembangan Evaluasi Paraf
R: Pasien mengatakan kulit tidak terasa kering seperti
sebelumnya tapi masih terlihat bersisik dan berwarna
hitam.

Melakukan Terapi Latihan


R. Pasien mengatakan hanya mampu melakukan
II 13.00 gerakan pasif sementara aktif tidak sepenuhnya.

Operan dinas siang (Lanjutkan terapi hydroterapi dan


massage menggunakan minyak zaitun, miring kanan-
kiri 2 jam sekali, Terapi Latihan)
14.00
SHIFT I,II 15:00 Memantau integritas kulit. Memonitor Kondisi umum Diagnosa Keperawatan I
SIANG pasien. Mengubah posisi pasien. S: Pasien mengatakan kulitnya masih kering dan
selasa, 28 R: Pasien mengatakan kulitnya masih kering dan kehitaman. Pasien mengatakan kulitnya sudah
Desember kehitaman. Pasien mengatakan masih merasa lemah. agak lembab dan tidak kering seperti
2021 Pasien mampu melakukan aktivitas mandiri namun sebelumnya. Pasien mengatakan kulitnya masih
badan masih terasa lemah. Masih terlihat kulit terdapat sisik.
kehitaman dan bersisik, namun sedikit kering. O: Masih terlihat kulit kehitaman dan bersisik,

37
Hari/Tanggal DX Waktu Implementasi dan Catatan Perkembangan Evaluasi Paraf
namun sedikit kering.
I 17.00 Melakukan Hydroterapy dan Massage menggunakan A: Kulit sudah mulai ada perbaikan sebagian
minyak zaitun. namun belum teratasi ditandai dengan kulit
R: Pasien mengatakan kulitnya sudah agak lembab dan mulai lembab dan masih bersisik. Masalah
tidak kering seperti sebelumnya. Pasien mengatakan belum teratasi
kulitnya masih terdapat sisik. Terlihat kulit masih P: Lanjutkan Intervensi
berwarna kehitaman dan masih ada sisik.
II 19.00 Melakukan Terapi Latihan
R: Pasien mengatakan kaki dan tangan bisa digerakkan Diagnosa Keperawatan II
dan . Pasien tidak mampu melakukan tahanan pada S: Pasien mengatakan masih merasa lemah
ekstremitas. O: Pasien mampu melakukan aktivitas mandiri
namun badan masih terasa lemah. Pasien tidak
20.00 Pemberian obat metilprednisolon dan vitamin B1, B6 mampu melakukan tahanan pada ekstremitas.
dan B12 A: Kekuatan otot pasien masih melemah
R: Kulit pasien masih terdapat bersisik namun sudah ditandai kelemahan ketika tahanan pada
terlihat lembab. Warna kulit kehitaman. ekstremitas. Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan Intervensi
21.00 Operan dinas malam (Monitor pasien menggunakan
pelembab, monitor pasien mengubah posisi 2 jam
sekali)

38
Hari/Tanggal DX Waktu Implementasi dan Catatan Perkembangan Evaluasi Paraf
SHIFT I,II 21.30 Memantau integritas kulit. Memonitor Kondisi umum Diagnosa Keperawatan I
MALAM pasien. Mengubah posisi pasien. S: Pasien mengatakan masih terdapat sisik pada
Selasa, 28 kulit dan wartan kehitaman.
Desember R: Pasien mengatakan masih merasa badan lemah O: Terlihat kulit sudah mulai lembab pada kaki
2021 namun aktivitas mandiri bisa dilakukan. Pasien A: Kulit sudah mulai menunjukan perbaikan
mengatakan masih terdapat sisik pada kulit dan wartan sebagian ditandai dengan kulit lembab pada kaki
kehitaman. Terlihat kulit sudah mulai lembab pada namun masih ada sisik dan warna kehitaman.
kaki. Terlihat otot-otot ekstremitas atrofi. Masalah belum teratasi.
P: Lanjutkan Intervensi

Diagnosa Keperawatan II
S: Pasien mengatakan masih mengalami
kelemahan pada otot namun aktivitas mandiri
bisa dilakukan.
O: Terlihat otot-otot ekstremitas atrofi
A: Masih terdapat kelemahan pada badan
namun aktivitas mandiri bisa dilakukan.
Masalah belum teratasi.
P: Lanjutkan Intervensi

39
Analisa Jurnal

No Penulis dan Tahun Tujuan Metode Sampel Temuan


1 (Jayani & Ruffaida, 2020) untuk mengetahui Penatalakanaan pasien Tn. M.S usia 32 V1:
manfaat dari Hydroterapi, fisioterapi dilakukan tahun dengan diagnosis Penelitian ini
Judul: PENATALAKSANAAN Massage dan Terapi sebanyak 4 kali terapi medis xerosis et causa menggunakan responden
FISIOTERAPI PADA XEROSIS Latihan pada kasus di Unit Rehabilitasi morbus Hansen multi penelitian pasien Tn.
ET CAUSA MORBUS HANSEN Xerosis Et Causa Morbus Kusta RSUD Kelet basiler reaksi. M.S usia 32 tahun
MULTI BASILER REAKSI Hansen Multi Basiler pada pasien Tn. M.S dengan diagnosis medis
DENGAN MODALITAS Reaksi. usia 32 tahun dengan xerosis et causa morbus
HYDROTERAPI, MASSAGE diagnosis medis xerosis Hansen multi basiler
DAN TERAPI LATIHAN DI et causa morbus Hansen reaksi.
UNIT REHABILITASI KUSTA multi basiler reaksi. V2:
RSUD KELET Dalam penanganan Pada penelitian ini
modalitas fisioterapi prosedur yang digunakan
yang diberikan adalah adalah intervensi

40
hydroterapi, massage langsung kepada pasien.
dan terapi latihan. V3:
Metode tersebut Teknik pengambilan
digunakan untuk sampel yang digunakan
melembapkan kulit adalah Penatalakanaan
yang kering dan fisioterapi dilakukan
menghaluskan kulit sebanyak 4 kali terapi di
yang kasar disertai Unit Rehabilitasi Kusta
pecah-pecah. Selain RSUD Kelet pada pasien
terapi diatas, Tn. M.S usia 32 tahun
diharapkan pasien dapat dengan diagnosis medis
mengulangi latihan xerosis et causa morbus
seperti yang telah Hansen multi basiler
diajarkan oleh reaksi.
fisioterapis serta pasien V4:
dapat melaksanakan Analisa data dilakukan
edukasi di rumah yang dengan intervensi
telah diajarkan oleh langsung sebanyak 4 kali
fisioterapis seperti terapi dengan 2 kali
sering merendam kedua sehari selama 15 menit
kakinya ke dalam lalu disimpulkan.
ember 2 kali sehari

41
selama 15 menit dan V5:
sering mengoleskan Pembahasan
minyak baby oil atau menyebutkan interpretasi
minyak zaitun pada hasil penelitian dapat
kedua kaki yang dijadikan sebagai terapi
mengalami xerosis. menghaluskan kulit yang
kasar dan pecah-pecah
pada keluhan Xerosis e.c
MHMB Reaksi. Terapi
latihan dapat
meningkatkan elastisitas
kulit dengan
meningkatnya lgs pada
ankle yang terkena
xerosis.

42
DAFTAR PUSTAKA

Hajar, S. (2017). MORBUS HANSEN Biokimia dan Imunopatogenesis. Jurnal Kedokteran


Syiah Kuala, 17(3), 190–194.
Jayani, I., & Ruffaida, F. S. (2020). PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA
XEROSIS ET CAUSA MORBUS HANSEN MULTI BASILER REAKSI DENGAN
MODALITAS HYDROTERAPI, MASSAGE DAN TERAPI LATIHAN DI UNIT
REHABILITASI KUSTA RSUD KELET. FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA, 8, 274–282.
Kristin, D., & Manik, S. (2013). Hubungan Peran Keluarga Pasien dalam Mencegah
Terjadinya Bahaya Pada Pasien Stroke. 2000.
Nurafif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Medis &
NANDA NIC-NOC. Mediaction.
PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st ed.). Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

43

Anda mungkin juga menyukai