Anda di halaman 1dari 110

SURVEI KETERSEDIAN DAN STANDARISASI ALAT PROTEKSI

RADIASI DI RUANG CT SCAN BERDASARKAN PERKA

BAPETEN NOMOR 4 TAHUN 2020 DI INSTALASI

RADIOLOGI RSUD dr. DORIS SYLVANUS

PALANGKA RAYA

KARYA TULIS ILMIAH

Untuk memenuhi sebagai persyaratan

Kelulusan Diploma III radiodiagnostik dan Terapi

DISUSUN OLEH :

AKBAR RAMADAN

NIM: 713001S19003

AKADEMIK TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI

CITRA INTAN PERSADA

BANJARMASIN

2022
HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Karya Tulis : Survei Ketersediaan Dan Standarisasi Alat Proteksi

Radiasi di Ruangan CT-Scan Berdasarkan PERKA

BAPETEN Nomor 4 Tahun 2020 Di Instalasi Radiologi

RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya

Nama : Akbar Ramadan

NIM : 713001S19003

Dinyatakan layak untuk mengikuti ujian Tugas Akhir dan Karya Tulis Ilmiah di

AKTEK Radiodiagnostik dan Radioterapi Citra Intan Persada Banjarmasin.

Banjarmasin, 25 Juni 2022

Pembimbing

( Misju Herlina, SKM,MSi)

i
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Karya Tulis :Survei Ketersediaan Dan Standarisasi Alat Proteksi

Radiasi di Ruangan CT-Scan Berdasarkan PERKA

BAPETEN Nomor 4 Tahun 2020 Di Instalasi Radiologi

RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya

Nama : Akbar Ramadan

NIM : 713001S19003

Telah diajukan pada ujian Tugas Akhir / Karya Tulis Ilmiah oleh dewan penguji

dan dinyatakan LULUS pada tanggal 25 bulan Juni Tahun 2022

DEWAN PENGUJI

1.Penguji I : Muh Amirul Mukminin M.Kes ( )

2.Penguji II : Hesti Andriyani Putri, M.Kes ( )

3.Penguji III : Misju Herlina, SKM,MSi ( )

Mengetahui

Akademik Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi

Citra Intan Persada Banjarmasin

Direktur,

DR. H. M. Mursyid, M.Si,M.Kes,Ph.D

ii
ABSTRAK

AKBAR RAMADAN (713001S19003) “Survei Ketersediaan Dan


Standarisasi Alat Proteksi Radiasi di Ruangan CT-Scan Berdasarkan
PERKA BAPETEN Nomor 4 Tahun 2020 Di Instalasi Radiologi RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangkaraya”. Karya Tulis Ilmiah Akademik Teknik
Radioagnostik dan Radioterapi Citra Intan Persada Banjarmasin (2022).
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan ketersedian dan standarisasi
alat proteksi radiasi di rungan CT-Scan, desain desain ruang CT-Scan dan serta
Pemantauan dosis pekerja radiasi di Instalasi Radiologi dr. Doris Sylavus
Palangkaraya
Penelitian Karya Tulis ini disusun dengan menggunakan Kualitatif melalui
observasi langsung di ruang CT-Scan, wawancara dengan fisika medis dan
petugas proteksi radiasi serta melakukan pengumpulan data berupa analisi untuk
menggambar kesimpulan yang telah dijelaskan
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diambil melalui
pengumpulan data dari dokumen-dokumen di ruangan CT-Scan Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Doris Sylavanus Palangkaraya. Hasil dari penelitian ini adalah
proteksi radiasi di ruang CT-Scan, desain ruang CT-Scan dan pemantauan dosis
pekerja radiasi di Intalasi Radiologi dr. Doris Sylavus Palangkaraya
Kesimpulan yang di dapat dari penelitian ini adalah desain ruang CT Scan
tidak sesuai menurut KMK No 1014 Tahun 2008 serta alat proteksi radiasi di
ruang CT Scan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Doris Sylvanus Palangkaraya
sudah memadai dan sesuai PERKA BAPETEN NO. Tahun 2020 dan Dosis radiasi
yang diterima pekerja radiasi telah sesuai dengan Peraturan Rumah Sakit Daerah
Kata Kunci : Proteksi Radiasi, Desain ruang CT-Scan, pemantauan dosis
pekerja radiasi

iii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi TuhanYang Maha Esa, yang telah memberikan segala rahmat

dan nikmatnya berupa kesehatan, kesempatan, kekuatan, keinginan, serta

kesabaran, sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul

“Survei Ketersediaan Dan Standarisasi Alat Proteksi Radiasi di Ruangan

CT-Scan Berdasarkan PERKA BAPETEN Nomor 4 Tahun 2020 Di Instalasi

Radiologi RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya”

dengan baik sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Walaupun menghadapi

banyak kendala dan kesulitan namun berkat adanya bimbingan, arahan dan

petunjuk dari pembimbing maka tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan tepat

waktu. Karena itu penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang

setinggi – tingginya kepada Bapak pembimbing.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, walaupun

penulis telah berusaha semaksimal mungkin. Hal ini semata – mata karena

terbatasnya kemampuan dan pengalaman penulis, namun karena dorongan dari

berbagai pihak hingga akhirnya tulisan ini dapat terwujud.

Dengan segala ketulusan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima

kasih dan penghargaan yang setinggi – tingginya kepada yang terhormat :

1. Tuhan Maha Esa yang telah memberikan kesehatan dan berkahnya.

2. DR. Hj. Pranaswati TD, M.Kep, Ph,D Selaku Ketua Yayasan ATRO Citra

Intan Persada Banjarmasin

iv
3. DR. H. M. Mursyid, M.Si,M.Kes,Ph.D Selaku Direktur AKTEK

Radiodiagnostik dan Radioterapi Citra Intan Persada Banjarmasin

4. Misju Herlina, SK.M.MSi selaku Dosen Pembimbing KTI Atro Citra Intan

Persada Banjarmasin

5. Seluruh Dosen beserta Staf Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi

Citra intan Persada Banjarmasin.

6. Direktur RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya Drg, Yayu Indriati, Sp.KGA

yang telah memberi ijin penelitian Karya Tulis Ilmiah ini.

7. Kepala Instalasi Radiologi Doris Sylvanus Palangkaraya Dr. UusSara, Sp. Rad

8. Kepala Ruangan, Radiografer serta staff instalasi radiologi RSUD Doris

Sylvanus Palangka Raya.

9. Orang Tua dan Keluarga Tercinta yang telah memberikan semangat, doa serta

dorongan spiritual dan material kepada penulis.

10. Rekan – rekan Mahasiswa Angkatan XI Akademik Teknik Radiodiagnostik

dan Radioterapi Citra Intan Persada Banjarmasin

11. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulisan sehingga

penelitian ini dapat terselesaikan.

Semoga segala bantuan, bimbingan, dukungan dan pengorbanan yang telah

diberikan dapat menjadi amal saleh dan memperoleh ganjaran yang berlipat ganda

dari Allah SWT. Besar harapan penulis agar tugas akhir ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi mahasiswa/mahasiswi Akademi Teknik Radiodiagnostik dan

Radioterapi Citra Intan Persada pada khususnya dan para pembaca pada mumnya.

v
Semoga dapat berguna dan menjadi bahan informasi untuk masa yang akan

datang.

Banjarmasin, 25 Juni 2022

Penulis

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ii

ABSTRAK.......................................................................................................iii

KATA PENGANTAR....................................................................................Iv

DAFTAR ISI...................................................................................................vii

DAFTAR GAMBAR......................................................................................x

DAFTAR TABEL...........................................................................................xii

BAB I

1.1 Latar Belakang...........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah......................................................................................4

1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................4

1.3.1 Tujuan Umum..................................................................................4

1.3.2 Tujuan Khusus.................................................................................5

1.4 Manfaat Penulisan.....................................................................................5

1.4.1 Bagi penulis......................................................................................5

1.4.2 Bagi Pembaca...................................................................................5

1.4.3 Bagi Institusi....................................................................................6

1.5 Sistem Penulisan.......................................................................................8

BAB II

2.1 Sinar-X .....................................................................................................8

2.2 CT-Scan......................................................................................................9

vii
2.3 Proteksi Radiasi.........................................................................................9

2.3.1 Penerapan Persyaratan Proteksi Radiasi..........................................10

2.3.2 Proteksi Radiasi Terhadap Paparan Kerja.......................................13

2.3.3 Proteksi Radiasi Terhadap Paparan Medik......................................23

2.4 Desain Ruangan CT-Scan..........................................................................26

2.5 Efek Biologi Radiasi..................................................................................28

2.5.1 Efek Stokastik..................................................................................29

2.5.2 Efek Non Stokastik..........................................................................29

2.6 Survey Meter.............................................................................................30

BAB III

3.1 Kerangka Konsep.......................................................................................31

3.2 Definisi Operasional..................................................................................31

3.2.1 Input.................................................................................................31

3.2.2 Proses...............................................................................................31

3.2.3 Output..............................................................................................32

3.3 Desain Penelitian.......................................................................................32

3.4 Sumber Data..............................................................................................32

3.4.1 Observasi.........................................................................................32

3.4.2 keperpustakaan................................................................................32

3.4.3 Wawancara......................................................................................33

3.5 Waktu Dan Tempat Penelitian...................................................................33

3.6 Analisi Data dan Pengolahan Data............................................................33

BAB IV

viii
4.1 Hasil Penelitian.........................................................................................43

4.1.1 Desain Ruang..................................................................................43

4.1.2 Paparan Radiasi...............................................................................50

4.1.3 Proteksi Radiasi...............................................................................55

4.1.4 Pemantauan Dosis Radiasi Perorangan...........................................59

4.1.5 Hasil Wawancara............................................................................76

4.2 Pembahasan..............................................................................................79

BAB V

5.1 Kesimpulan................................................................................................68

5.2 Saran..........................................................................................................68

5.2.1 Untuk RSUD dr Doris Sylvanus Palangkaraya..............................68

5.2.2 Untuk Radiografer..........................................................................68

5.2.3 Untuk Akademik.............................................................................69

5.2.4 Untuk Penulis..................................................................................69

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gantry.....................................................................................9

Gambar 2.2 Meja Pemeriksaan...................................................................10

Gambar 2.3 Sistem Konsul.........................................................................11

Gambar 2.4 Apron......................................................................................22

Gambar 2.5 Pelindung Tiroid.....................................................................23

Gambar 2.6 Pelindung Mata.......................................................................23

Gambar 2.7 Sarung Tangan........................................................................24

Gambar 2.8 Pelindung Gonad.....................................................................25

Gambar 2.9 Tabil........................................................................................26

Gambar 2.10 Film Badge............................................................................28

Gambar 2.11 TLD Badge...........................................................................29

Gambar 2.12 OSL Badge............................................................................29

Gambar 2.13 RPL Badge...........................................................................29

Gambar 2.14 Desain Ruang CT Scan.........................................................34

Gambar 2.15 Surveimeter...........................................................................38

Gambar 4.1 Denah Lokasi Ruang Pemeriksaan CT Scan..........................43

Gambar 4.2 Ruang Pemeriksaan CT Scan..................................................44

Gambar 4.3 Ruang Operator.......................................................................45

Gambar 4.4 Ruang Administrasi................................................................45

Gambar 4.5 Ruang Tunggu Pasien.............................................................46

Gambar 4.6 Ruang Ganti Pasien.................................................................47

x
Gambar 4.7 Pesawat CT Scan....................................................................51

Gambar 4.8 Serveymeter............................................................................52

Gambar 4.9 Titik Pengukuran Paparan Radiasi..........................................53

Gambar 4.10 Hasil Pengukuran Radiasi CT Scan......................................55

Gambar 4.11 Apron ...................................................................................56

Gambar 4.12 Shielding...............................................................................57

Gambar 4.13 Lampu Indikator Radiasi......................................................57

Gambar 4.14 TLD.......................................................................................61

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kerangka Konsep............................................................................20

Tabel 4.1 Kesesuain Desain Ruang Pemeriksaan............................................49

Tabel 4.2 Hasil uji dosis radiasi.......................................................................61

Tabel 4.3 Kesesuain Peraturam dan Hasil Penelitian......................................63

xii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang menghasilkan

gambar bagian dalam tubuh manusia untuk tujuan diagnostik yang dinamakan

pencitraan diagnostik (Yueniwati, 2014).

Beberapa modalitas pencitraan radiograti sangat memungkinkan untuk

mendeteksi suatu penyakit pada tahap awal sehingga meningkatkan

keberhasilan pengobatan yang dilakukan, modalitas pencitraan dengan

menggunakan radiasi pengion seperti sinar-X, Fluoroscopy, Computed

Tomography Scanner (CT Scan) dan Kedokteran Nuklir. Sedangkan

modalitas pencitraan dengan menggunakan radiasi non pengion yaitu

Ultrasonography (USG) dan Magnetik Resonance Imaging (MRI) (Abdallah,

2016).

Pelayanan radiodiagnostik adalah salah satu Instalasi penunjang di

Rumah Sakit yang bertujuan untuk melakukan pemeriksaan dengan sinar

untuk menentukan diagnosa suatu penyakit, salah satunya adalah pesawat

(Computed Tomografi Scanning) CT Scan (Bapeten, 2020).

CT Scan merupakan pesawat radiologi sinar-X dengan menggunakan

metode pencitraan tomografi yang dilakukan dengan menggunakan proses

digital untuk membuat gambar tiga dimensi pada organ dalam tubuh manusia

13
14

Gambar yang dihasilkan merupakan hasil dari data dasar dua dimensi yang

telah dimanipulasi sesuai dengan pencitraannya (Bapeten, 2020)

Alat diagnostik yang memiliki teknik radiografi atau yang biasa disebut

Computed Tomography (CT) Scanner adalah sebuah alat yang menghasilkan

gambaran potongan tubuh atau bagian organ dalam tubuh secara melintang

berdasarkan serapan dari Sinar X kedalam irisan tubuh atau objek yang

hasilnya akan disajikan dan terlihat pada monitor hitam putih.. (Haq &

Teknik, 2019)

CT Scan menggunakan radiasi sinar-X yang cukup besar dan memiliki

efek bahaya radiasi bagi tubuh manusia yakni efek genetik dan efek somatik.

Untuk memastikan agar pasien dan pekerja radiasi tidak menerima dosis

berlebih yang dapat mengakibatkan efek genetik dan efek somatik maka

diperlukan penerapan optimasi proteksi serta kesehatan dan keselamatan kerja

di ruang pemeriksaan CT Scan. CT Scan dibedakan dengan jumlah irisan

yang dimilikinya, dan jumlah potongannya. Seperti, CT Scan 64 Slice mampu

memperoleh 64 gambar per putaran gantry (Seeram, 2011).

Proteksi radiasi merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan atau teknik

yang mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan dan

berkaitan dengan pemberian perlindugan kepada seseorang atau kelompok

orang ataupun keturunannya terhadap suatu kemungkinan yang dapat

merugikan kesehatan akibat paparan radiasi (Akhadi, 2000). Upaya proteksi

radiasi harus dilakukan dengan menerapkan 3 asas meliputi justifikasi,


15

optimisasi dan limitasi. Asas justifikasi ini setiap kegiatan yang berhubungan

dengan paparan radiasi harus dilakukan pengkajian yang cukup mendalam.

Sedangkan asas optimisasi sering dikenal juga dengan prinsip ALARA (As

Low As Reasonably Achievable) serta asas limitasi agar dosis yang telah di

tetapkan dan semua resiko paparan radiasi yang cukup tinggi dapat ditangani.

Prinsipnya adalah untuk mencegah bahaya radiasi, membatasi waktu

penyinaran dengan sesingkat mungkin dan menggunakan alat pelindung diri

(Akhadi, 2000).

Alat pelindung diri (APD) adalah kelengkapan yang harus digunakan

oleh pekerja radiasi untuk mengurangi resiko kerja dan menjaga keselamatan

pekerja dan orang di sekelilingnya. Alat pelindung diri yang biasa digunakan

oleh pekerja radiasi adalah lead apron, thyroid shield, gonad shield, gloves,

dan kaca mata google (Grover , 2002).

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir

(BAPETEN) Nomor 4 Tahun 2020, proteksi radiasi adalah tindakan yang

dilakukan untuk mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan

radiasi. Program proteksi radiasi bertujuan untuk melindungi pekerja radiasi

serta masyarakat umum dari bahaya radiasi. Pekerja radiasi adalah setiap

orang yang bekerja di instalasi nuklir atau instalasi radiasi yang diperkirakan

menerima dosis radiasi tahunan melebihi dosis radiasi untuk masyarakat

umum. Evaluasi penerapan proteksi radiasi dan pemantauan laju dosis radiasi

perorangan secara berkala diperlukan untuk meminimalisir kemungkinan efek

radiasi dan meningkatkan keselamatan pekerja radiasi


16

Dari pemaparan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai "Survei Ketersediaan Dan Standarisasi Alat Proteksi Radiasi di

Ruangan CT-Scan Berdasarkan PERKA BAPETEN Nomor 4 Tahun 2020 Di

Instalasi Radiologi RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya” untuk

terciptanya pelayanan yang efektif, konduktif dan produktif.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kesesuaian desain ruangan CT Scan di instalasi radiologi

RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya ?

2. Apakah proteksi radiasi di RSUD dr. Doris Sylvanus sesuai Perka Bapeten

nomor 4 tahun 2020 ?

3. Bagaimana pemantauan dosis radiasi bagi pekerja di instalasi radiologi

RSUD dr. Doris Sylavuns Palangkaraya ?

1.3 Batasan Masalah

Pada Penulisan Karya Ilmiah (KTI) ini penulis membatasi masalah hanya

pada Survei Ketersediaan Dan Standarisasi Alat Proteksi Radiasi di Ruangan

CT-Scan Berdasarkan PERKA BAPETEN Nomor 4 Tahun 2020.

1.4 Tujuan Penulisan

1.4.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum penulisan Karya Tulis Ilmiah ini yakni untuk

mendeskripsikan Survei Ketersediaan Dan Standarisasi Alat Proteksi

Radiasi di Ruangan CT-Scan Berdasarkan PERKA BAPETEN Nomor


17

4 Tahun 2020 Di Instalasi Radiologi RSUD dr. Doris Sylvanus

palangkaraya

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengevaluasi ketersediaan alat proteksi radiasi di ruangan

CT Scan di instalasi radiologi RSUD dr. Doris Sylvanus

Palangkaraya.

2. Untuk mengidentifikasi desain ruangan CT Scan di RSUD dr.

Doris Sylvanus Palangkaraya

3. Untuk mengidentifikasi pemantauan dosis pekerja radiasi di

instalasi instalasi radiologi di RSUD dr. Doris Sylvanus

Palangkaraya

1.5 Manfaat penulisan

Adapun manfaat yang diambil pada karya tulis ilmiah ini adalah sebagai

berikut :

1.5.1 Untuk Penulis

Diharapkan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini dapat menambah

pengetahuan dan keterampilan serta memperluas wawasan mengenai

Survei Ketersediaan Dan Standarisasi Alat Proteksi Radiasi di Ruangan

CT-Scan Berdasarkan PERKA BAPETEN Nomor 4 Tahun 2020 Di

instalasi radiologi RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya


18

1.5.2 Untuk Pembaca

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

kepada pembaca tentang Survei Ketersediaan Dan Standarisasi Alat

Proteksi Radiasi di Ruangan CT-Scan Berdasarkan PERKA BAPETEN

Nomor 4 Tahun 2020 Di Instalasi Radiologi RSUD dr. Doris Sylvanus

Palangkaraya

1.5.3 Untuk Akademik

Menambah wawasan pengetahuan dari koleksi pustaka bagi

Mahasiswa ATRO Citra Intan Persada Banjarmasin yang membutuhkan

refrensi materi menggenai Survei Ketersediaan Dan Standarisasi Alat

Proteksi Radiasi di Ruangan CT-Scan Berdasarkan PERKA BAPETEN

Nomor 4 Tahun 2020 Di Instalasi Radiologi RSUD dr. Doris Sylvanus

Palangkaraya.

1.5.3 Untuk Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan bagi institusi pelayanan kesehatan

khususnya di bidang radiologi dalam Survei Ketersediaan dan

Standarisasi Alat Proteksi Radiasi di Ruangan CT-Scan Berdasakan

PERKA BAPETEN Nomor 4 tahun 2020 di rumah sakit dr. Doris

Sylvanus Palangka Raya.

1.6 Sistematika Penelitian

Sistematika penulis pada karya tulis ilmiah ini di bagi dalam lima bab,

sehingga memeberikan gambaran sekilas tentang karya tulis ilmiah ini bab

demi bab, sebagai berikut


19

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis membahas tentang latar belakang,

rumusan masalah, Batasan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian dan sistematika penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis menguraikan dasar-dasar tentang

Sanar-X, CT Scan, Proteksi Radiasi, Perlengkapan

Proteksi Radiasi, Desain Ruangan CT Scan, Efek Biologis

Radiasi, Nilai Batas Radiasi, Survey Meter

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Pada baba ini penulis menguraikan tentang kerangka

konsep, definisi operasional, desain penelitian, sumber

data, waktu dan tempat penelitian, metode penelitian,

metode pengumpulan data, dan analisis data.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis menguraikan hasil penelitian yang

terdiri dari Desain ruangan CT Scan, Proteksi Radiasi,

Paparan Radiasi, Pemantauan Dosis Radiasi

BAB V : PENUTUP

Pada bab ini berisi tentang kesimpulan yang didapat dari

penelitian dan saran berdasarkan hasil yang didapat dalam

penelitian.
20

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB II

TUJUAN PUSTAKA

2.1 CT Scan

Semakin pesatnya perkembangan ilmu kedokteran ditandai dengan

ditemukannya jenis pemeriksaan secara radiologis terhadap organ tubuh guna

mendukung diagnosa suatu penyakit dengan menggunakan Computed

Tomography Scan (CT- Scan) merupakan suatu pencitraan diagnosa yang

memanfaatkan komputer sebagai pengolah data sinar-X tersebut ditangkap

oleh beberapa detektor yanng dikonversikan dalam bentuk digit selanjutnya

dikirim di komputer. Data ini oleh komputer dapat diolah, direkonstruksi dan

ditampilkan dalam bentuk anatomis tipis yang dikenal dengan slice thickness

(seeram, 2009).

Multislice Computed Tomography (MSCT) merupakan suatu teknik

untuk menghasilkan gambar (radiograf) secara tomografi (irisan) digital dari

pergerakan tabung sinar-X secara kontinyu. MSCT adalah generasi CT Scan

yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan informasi, kecepatan

pemeriksaan yang cukup singkat, dan menghasilkan gambar dengan resolusi

yang baik dan lebih akurat. MSCT mampu menghasilkan citra secara detail

dari bagian tubuh manusia seperti abdomen, kepala, dan sebagainya

(Bontrager, 2014).

Pemanfatan kecanggihan alat MSCT dalam radiologi diagnostik disertai

dengan penerimaan dosis radiasi yang jauh lebih besar (Alatas, 2014)

21
22

Menurut Schauer dan Linton (2009), bahwa sekitar 48% kontribusi

penerimaan dosis radiasi akumulatif pertahun dari masyarakat Amerika

Serikat adalah berasal dari radiasi medik, dan sekitar 28% atau setengahnya

diperoleh dari tindakan medik penggunaan CT scan. Hal ini dikarenakan

untuk mendapatkan citra satu irisan (slice), pasien harus dieksposi paling

tidak 360 kali yaitu dari sudut 1º hingga 360º.

2.1.1 Komponen CT Scan

a. Gantry

Gantry berbentuk lingkaran merupakan tempat dari tabung

sinar-X, DAS, dan rangkaian detektor. Gantry dapat disudutkan

kearah depan ataupun kearah belakang sampai mencapai 30º sebagai

kompensasi dari letak anatomis organ atau bagian tubuh. Bagian

tengah gantry disebut dengan gantry aperture yang menjadi daerah

terbuka dari gantry. Bagian tertutup dari gantry terdiri dari beberapa

perangkat keras diantaranya tabung sinar-X, kolimator, dan detektor

(Seeram, 2009).

Gambar 2.1 Gantry

(Siemens-healthineers.com)
23

b. Meja Pemeriksaan

Meja pemeriksaan merupakan tempat pasien diposisikan untuk

dilakukannya pemeriksaan CT-Scan. Bentuknya kurva dan terbuat

dari Carbon Graphite Fiber. Setiap scanning satu slice selesai, maka

meja pemeriksaan akan bergeser sesuai ketebalan slice (Seeram,

2009).

Gambar 2.2 Meja Pemeriksaan

(rsudkendal.kendalkab.go.id)

c. Sistem Konsul

Konsul untuk meja kontrol operator adalah bagiaan dimana

radiografer dapat mengontrol parameter yang berhubungan dengan

beroperasinya CT-Scan seperti pengaturan kV, mA, waktu scanning,

pitch, ketebalan irisan, table index, dan rekontruksi algorithma serta

windowing. Konsul untuk kontrol operator juga dilengkapi dengan

keyboard untuk memasukkan data pasien dan pengontrolan fungsi

tertentu dalam komputer


24

Gambar 2.3 Sistem Konsul

(mountelizabeth.com.sg)

2.1.2 Parameter CT Scan

Gambar pada CT Scan dapat terjadi sebagai hasil dari berkas sinar-
X yang mengalami perlemahan setelah menembus objek, ditangkap
detektor dan dilakukan pengolahan dalam komputer. Penampilan
gambar yang baik tergantung kualitas gambar yang dihasilkan sehingga
aspek klinis dari gambar tersebut dapat dimanfaatkan untuk
menegakkan diagnosis. Menurut Bontrager (2010) ada beberapa
parameter yang mengontrol output gambar pada CT-Scan, antara lain:
a. Slice Thikness

Slice Thikness adalah tebalnya irisan atau potongan dari objek

yang diperiksa. Nilainya dapat dipilih antara 0,5 mm- 10 mm sesuai

dengan keperluan klinis. Ukuran yang tebal akan menghasilkan

gambaran dengan keperluan klinis. Ukuran yang tebal akan

menghasilkan gambaran dengan detail yang rendah. Sebaliknya

dengan ukuran yang tipis akan menghasilkan detail-detail yang

tinggi. Bila ketebalan meninggi akan timbul gambaran yang

mengganggu seperti garis dan bila terlalu tipis gambaran akan

terlihaat tidak halus (Bontrager, 2010).


25

b. Range

Range adalah perpaduan atau kombinasi dari beberapa slice

thickness. Pemanfaatan range adalah untuk mendapatkaan ketebalan

irisan yang berbeda pada satu lapangan pemeriksaan (Bontrager,

2010).

c. Volume Invertigasi

Keseluruhan lapangan dari objek yang diperiksa. Lapaangan ini

diukur dari batas awal objek hingga batas akhir objek yang akan

diiris semakin besar (Bontrager, 2010).

d. Faktor Eksposi

Faktor eksposi adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

eskposi, meliputi tegangan tabung (kV), arus tabung (mA), dan waktu

(s). Besarnya tegangan tabung dapat dipilih secara anatomis pada

setiap pemeriksaan.

e. Field Of View (FOV)

FOV adalah diameter maksimal dari gambaran yang akan

direkontruksi. Rentang besarnya antara 12 cm - 50 cm. FOV yang

kecil maka akan mereduksi ukuran pixel (picture element). Sehingga

dalam proses rekontruksi matriks hasil gambarannya akan menjadi

lebih teliti. Namun jika ukuran FOV terlalu kecil, maka area yang

dibutuhkan untuk keperluan klinis menjadi sulit untuk di deteksi.


26

f. Gantry Tilt

Gantry Tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang vertikal

dengan gantry (tabung sinar-Xdengan detektor). Rentang penyudutan

antara ˗30º sampai +30º. Penyudutan gantry bertujuan untuk

keperluan diagnosa dari masing-masing kasus yang dijumpai

(Bontrager, 2010).

g. Rekonstruksi Matriks

Rekonstruksi matriks adalah deretan baris dan kolom dari

picture element (pixel) dalam proses perekonstruksian gambar. Pada

umumnya matriks yang digunakan berukuran 512×512. Semakin

tinggi matriks yang dipakai, maka semakin tinggi detail gambar yang

dihasilkan (Bontrager, 2010).

h. Rekonstruksi Algorithma

Rekonstruksi algorithma adalah prosedur matematis

(algorithma) yang digunakan dalam merekonstruksi gambar.

Semakin tinggi resolusi algorithma yang dipilih, maka semakin

tinggi pula resolusi citra yang akan dihasilkan. Dengan adanya

metode ini maka gambaran seperti tulang, soft tissue dan jaringan

yang lain dapat dibedakan dengan jelas pada layar monitor.

i. Window Width

Window Width adalah nilai computed tomography yang

dikonversi menjadi gray scale untuk ditampilkan ke TV monitor.

Setelah komputer menyelesaikan pengolahan gambar melalui


27

rekonstruksi matriks dan algoritma. Maka hasilnya akan dikonversi

menjadi skala numeric yang dikenal dengan nama computed

tomography. Nilai ini mempunyai satuan HU (Hounsfield Unit)

(Bontrager, 2010).

j. Window Level

Window Level adalah nilai tengah dari window yang digunakan

untuk menampilkan gambar. Nilainya dapat dipilih dan tergantung

pada karakteristik perlemahan dari struktur objek yang diperiksa.

Window Level ini menentukan densitas gambar yang akan

dihasilkan.

k. Increment

Increment dapat didefinisikan sebagai jarak/gap antar slice. Jika

increment nilainya lebih kecil dari slice thickness maka dikatakan

sebagai overlapping. Jika nilainya sama dengan dengan slice

thickneess, maka tidak ada jarak antara slice atau berimpit. Nilai

increment berkisar pada rentang 0,1-10 mm (Bontrager, 2010).

l. Scan Time

Waktu scanning dapat diartikan sebagai waktu yang dibutuhkan

selama sinar-X keluar dalam durasi waktu tertentu. CT Scan mampu

melakukan scanning continue tanpa putus sampai dengan 100 detik.

sedangakan scan time per rotation untuk masing-masing pesawat

berbeda tetapi berkisar dari 0,3-3 detik (Bontrager, 2010).


28

m. Pitch

Pitch merupakan komponen penting pada scan protokol dan

secara fundamental mempengaruhi dosis pasien, image quality, dan

scan time. Karena pada single slice CT, slice thickness dan x-ray

beam width adalah equivalen maka nilai pitch memegang peranan

penting bagi informasi x-ray beam

n. Kolimasi Sinar (Beam Collimation)

Pada pemeriksaan MSCT, kolimasi sinar yang lebih sempit akan

menghasilkan resolusi dan axis yang lebih besar pada data

volumetric/ tiga dimensi dan juga akan memberikan kebebasan

pengaturan ketebalan irisan yang diinginkan pada gambar

rekonstruksinya.

2.2 Sinar-X

Sinar-X pertama kali ditemukan oleh Wilhelm Conrad Rontgen, pada

tahun 1895. Sinar-X dihasilkan oleh tabung sinar-X yaitu tabung gelas hampa

udara dimana terdapat dua buah elektroda, yaitu anoda dan katoda (Bushong,

2013).

Jenis-jenis sinar-X yaitu:

a. Sinar-X Karakteristik terjadi jika proyektil elektron

berinteraksidengan elektron lintasan terdalam atom target kemudian

terjadi ionisasi, atom elektron bagian dalam yang terionisasi


29

tergantikan electron pada lintasan terluarnya sambal memancarkan

sinar-X Karakteristik (Bushong, 2013).

b. Sinar-X Bremstrahlung ditimbulkan setelah berkas elekton melintasi

medan inti atom dan dipengaruhi oleh gaya tarik coulom sehingga

mengalami perlambatan, pada peristiwa perlambatan tersebut disertai

dengan pembentukan spektrum radiasi sinar-X yang bersifat continue

(Bushong, 2013).

Berdasarkan dengan hal tersebut di atas maka fungi dari arus listrik yang

dialirkan pada filamen yang pada gilirannya mengatur panasnya permukaan

filamen akan menemukan banyaknya produksi elektron yang ke luar dari

filamen berarti menentukan besarnya energi sinar-X yang dihasilkan

disamping intensitas sinar-X (Batan, 2005).

2.3 Proteksi Radiasi

Proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi

pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan radiasi. Tindakan proteksi

radiasi yang diperlukan untuk bekerja di daerah pengendalian sebagaimana

dimaksud dalam pasal 19 ayat 2 meliputi:

1. Menandai dan membatasi daerah pengendalian yang ditetapkan dengan

tanda fisik yang jelas atau tanda lainnya.

2. Memasang atau menempatkan tanda peringatan atau petunjuk pada titik

akses dan lokasi lain yang dianggap perlu di dalam daerah pengendalian.

3. Menyediakan perlatan pemantau dan peralatan proteksi radiasi.


30

4. Menyediakan sarana pada pintu keluar daerah pengendalian (BAPETEN,

2020).

Untuk menjamin agar semua jaringan dan organ tubuh kita tidak terkena

efek-efek dari radiasi, maka selalu diperhatikan proteksi radiasi dengan

menggunakan beberapa teknik adalah :

a) Waktu

Pengaturan waktu adalah metode penting untuk mengurangi penerimaan

dosis radiasi. Dengan mengurangi waktu bekerja dengan radiasi, maka

dosis yang diterima pun dapat diminimalkan.

b) Jarak

Laju dosis di suatu tempat dipengaruhi oleh faktor jarak, dimana semakin

besar jarak dari sumber radiasi, laju dosis di tempat tersebut semakin

berkurang.

c) Penahan Radiasi

Teknik proteksi radiasi selanjutnya adalah dengan menggunakan penahan

radiasi yang terbuat dari Pb, beton, batu bata dan lain-lain. Dosis radiasi

tersebut dapat dikurangi dengan memasang penahan radiasi diantara

sumber radiasi dan orang yang bekerja disekitarnya (BAPETEN, 2020).

2.3.1. Penerapan Persyaratan Proteksi Radiasi

1. Justifikasi

(1) Justifikasi harus didasarkan pada pertimbangan bahwa

manfaat yang diperoleh jauh lebih besar dari risiko bahaya


31

radiasi yang ditimbulkan, justifikasi yang diberlakukan

dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang meliputi:

a) adanya penerapan teknologi lain dimana risiko yang

ditimbulkan lebih kecil daripada jenis Pemanfaatan

Tenaga Nuklir yang sudah ada sebelumnya

b) ekonomi dan sosial

c) kesehatan dan keselamatan

d) pengelolaan limbah radioaktif dan dekomisioning

(Bapeten, 2013)

2. limitasi dosis

Nilai Batas Dosis berlaku untuk:

(1) Radiografer

a) Dosis Efektif rata-rata sebesar 20 mSv (duapuluh

milisievert) per tahun dalam periode 5 (lima) tahun,

sehingga Dosis yang terakumulasi dalam 5 (lima) tahun

tidak boleh melebihi 100 mSv (seratus milisievert)

b) Dosis Efektif sebesar 50 mSv (limapuluh milisievert) dalam

1 (satu) tahun tertentu

c) Dosis Ekivalen untuk lensa mata rata-rata sebesar 20 mSv

(duapuluh milisievert) per tahun dalam periode 5 (lima)

tahun dan 50 mSv (limapuluh milisievert) dalam 1 (satu)

tahun tertentu
32

d) Dosis Ekivalen untuk kulit sebesar 500 mSv (limaratus

milisievert) per tahun

e) Dosis Ekivalen untuk tangan atau kaki sebesar 500 mSv

(limaratus milisievert) per tahun (Bapeten, 2013)

(2) Nilai Batas Dosis mahasiswa magang untuk pelatihan kerja,

pelajar, atau mahasiswa yang berumur 16 (enambelas) tahun

sampai dengan 18 (delapanbelas) tahun ditetapkan dengan

ketentuan:

a) Dosis Efektif sebesar 6 mSv (enam milisievert) per tahun

b) Dosis Ekivalen untuk lensa mata sebesar 50 mSv

(limapuluh milisievert) pertahun

c) Dosis Ekivalen untuk kulit sebesar 150 mSv (seratus

limapuluh milisievert) pertahun

d) Dosis Ekivalen untuk tangan atau kaki sebesar 150 mSv

(seratus limapuluh milisievert) pertahun. (Bapeten, 2013)

(3) Anggota masyarakat.

Nilai Batas Dosis untuk anggota masyarakat ditetapkan

dengan ketentuan:

a) Dosis Efektif sebesar 1 mSv (satu milisievert) pertahun

b) Dosis Ekivalen untuk lensa mata sebesar 15 mSv (seratus

limapuluh milisievert) pertahun

c) Dosis Ekivalen untuk kulit sebesar 50 mSv (limapuluh

milisievert) pertahun (Bapeten, 2013)


33

3. optimisasi Proteksi dan Keselamatan Radiasi

Optimisasi Proteksi dan Keselamatan harus dilaksanakan oleh

Pemegang Izin melalui penetapan:

(1) Pembatas Dosis sebagaimana untuk:

a) Radiografer

Pembatas Dosis untuk Radiografer ditetapkan oleh Pemegang

Izin dengan persetujuan Kepala BAPETEN.

b) anggota masyarakat.

Pembatas Dosis untuk anggota masyarakat ditetapkan tidak

melebihi 0,3 mSv (tiga persepuluh miliSievert) pertahun

(Bapeten, 2013)

(2) tingkat panduan untuk Paparan Medik

a) Tingkat panduan untuk Paparan Medik hanya diperuntukkan

bagi Paparan Medik dalam radiologi diagnostik dan

intervensional, dan kedokteran nuklir.

b) Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat panduan untuk

Paparan Medik sesuai dengan jenis Pemanfaatan Tenaga

Nuklir (Bapeten, 2013)

2.3.2. Proteksi Radiasi Terhadap Paparan Kerja

Untuk memastikan Nilai Batas Dosis bagi pekerja dan masyarakat

tidak terlampaui, Pemegang Izin wajib melakukan Proteksi Radiasi

terhadap Paparan Kerja sebagaimana meliputi:


34

1. Pembagian daerah kerja

Pemegang Izin dalam melaksanakan pembagian daerah kerja

sebagaimana wajib menetapkan:

a. Daerah Pengendalian

(1) Daerah Pengendalian sebagaimana dimaksud dalam

meliputi:

a) Ruangan pesawat sinar-X

b) Daerah pengoperasian Pesawat Sinar-X Mobile dan

pesawat sinar-X CT-Scan mobile.

(2) Pemegang Izin wajib melakukan tindakan proteksi dan

keselamatan Radiasi di Daerah Pengendalian antara lain:

a) Memasang tanda peringatan atau petunjuk pada titik

akses dan lokasi lain yang dianggap perlu

b) Menyediakan perlengkapan Proteksi Radiasi

c) memastikan bahwa Pekerja Radiasi yang berada di

Daerah Pengendalian memakai perlengkapan

Proteksi Radiasi

(2) Perlengkapan Proteksi Radiasi meliputi:

a) peralatan pemantauan dosis perorangan

b) peralatan protektif radiasi.


35

(3) Peralatan protektif radiasi meliputi:

a) Apron

Apron harus memiliki ketebalan yang setara

dengan 0,25 mm (nol koma dua lima milimeter) Pb

(timah hitam) untuk Radiologi Diagnostik, dan 0,35

mm (nol koma tiga lima milimeter) Pb, atau 0,5 mm

(nol koma lima milimeter) Pb untuk Radiologi

Intervensional. Tebal kesetaran Pb harus diberi

tanda secara permanen dan jelas pada apron tersebut

(Bapeten, 2020).

Gambar 2.4 Apron

(https://readyexpose.com)

b) Pelindung tiroid

Pelindung tiroid harus terbuat dari bahan

dengan ketebalan yang setara dengan 0,35 mm (nol


36

koma tiga lima milimeter) Pb atau 0,5 mm (nol

koma lima milimeter) Pb (Bapeten, 2020)

Gambar 2.5 Pelindung tiroid

(https://readyexpose.com)

c) pelindung mata

Pelindung mata harus terbuat dari bahan

dengan ketebalan yang setara dengan 0,35 mm (nol

koma tiga lima milimeter) Pb atau 0,5 mm (nol

koma lima milimeter) Pb. (Bapeten, 2020)

Gambar 2.6 pelindung mata

(https://readyexpose.com)
37

d) Sarung tangan.

Sarung tangan protaksi yang digunakan untuk

fluorosicopi harus memberikan kesetaraan atenuasi

paling kurang 0,25 mm Pd pada 150 kVp. Proteksi

ini harus dapat melindungi sacara kasaluruhan,

mercakup jari, dan pergalangan tangan. (Bapetan,

2020)

Gambar 2.7 Sarung tangan

(https://readyexpose.com)

e) Pelindung gonad

Pelindung gonad yang setara dengan 0,2 mm

Pb, atau 0,25 mm Pb untuk penggunaan pesawat

sinar-X Radiologi Diagnostik, dan 0,35 mm Pb, atau

0,5 mm Pb untuk pesawat sinar-X Radiologi

Intervensional. Tebal kesetaraan Pb harus diberi

tanda secara permanen dan jelas pada pelindung


38

gonad tersebut. Proteksi ini harus dengan ukuran dan

bentuk yang sesuai untuk mencegah gonad secara

keseluruhan dari paparan berkas utama (Bapeten,

2011).

Gambar 2.8 Pelindung gonad

(https://readyexpose.com)

f) Tabir

Tabir yang digunakan oleh Radiografer harus

dilapisi dengan bahan yang setara dengan 1 mm Pb.

Ukuran tabir adalah sebagai berikut: tinggi 2 m, dan

lebar 1 m yang dilengkapi dengan kaca intip Pb yang

setara dengan 1 mm Pb ( Bapeten, 2011).


39

Gambar 2.9 Tabir

(https://readyexpose.com)

(5) Peralatan protektif radiasi harus memenuhi spesifikasi

teknik sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan

ini.

b. Daerah Supervisi

(1) Daerah Supervisi merupakan daerah di sekitar ruangan

pesawat sinar-X yang meliputi

a) ruangan panel kendali

b) ruangan pembacaan citra

c) ruangan pemroses citra.

(2) Pemegang Izin di Daerah Supervisi harus:

a) memberi tanda dan batas yang jelas

b) memasang tanda pada titik akses keluar masuk.

(Bapeten, 2020)

2. penyusunan prosedur keselamatan pengoperasian pesawat sinar-X


40

(1) Prosedur keselamatan pengoperasian pesawat sinar-X ditujukan

untuk:

a) menjamin Keselamatan Radiasi bagi Pekerja Radiasi

b) meminimalkan paparan kerja saat pengoperasian pesawat

sinar-X.

(2) Ketentuan yang harus diperhatikan dalam penyusunan prosedur

keselamatan pengoperasian pesawat sinar-X (Bapeten, 2020)

3. penetapan dan peninjauan ulang Pembatas Dosis

(1) Pemegang Izin harus menetapkan dan meninjau ulang

Pembatas Dosis:

a) konstruksi untuk fasilitas baru

b) operasional untuk fasilitas yang sudah beroperasi.

(2) Dalam hal personel bekerja di lebih dari satu fasilitas,

Pembatas Dosis harus ditetapkan dengan mempertimbangkan

kontribusi dosis dari masing-masing fasilitas (Bapeten, 2020)

4. Perhitungan penetapan dan peninjauan Pembatas Dosis mengacu pada

pedoman mengenai Pembatas Dosis pemantauan paparan radiasi di

daerah kerja

(1) Pemantauan paparan radiasi di daerah kerja wajib dilakukan pada

ruangan pesawat sinar-X secara berkala dan ketika:

a) ruangan baru selesai dibangun

b) ruangan baru direnovasi

c) pesawat sinar-X baru diperbaiki


41

d) perangkat lunak terkait pesawat sinar-X baru dimodifikasi.

(2) Pemantauan paparan radiasi harus menggunakan alat ukur yang

memenuhi kriteria:

a) respons energi yang sesuai

b) rentang pengukuran yang cukup pada tingkat radiasi yang

diukur

c) terkalibrasi sesuai dengan tingkat energi yang diukur

5. pemantauan dosis perorangan

a. Pemantauan dosis perorangan dilakukan dengan menggunakan

peralatan pemantauan dosis perorangan yang meliputi:

(1) dosimeter aktif

a) Dosimeter aktif berupa dosimeter perorangan bacaan

langsung.

b) Dosimeter aktif harus memenuhi kriteria

(2) dosimeter pasif

a) Dosimeter pasif:

a. dosimeter film (film badge)


42

Gambar 2.10 film badge

(https://www.researchgate.net)

b. dosimeter thermoluminescence (TLD badge)

Gambar 2.11 TLD badge

(https://www.researchgate.net)

c. dosimeter optically stimulated luminescence (OSL

badge)

Gambar 2.12 OSL badge

(https://www.researchgate.net)

d. dosimeter radio-photoluminescence (RPL badge).


43

Gambar 2.13 RPL badge

(https://www.researchgate.net)

b) Dosimeter pasif merupakan dosimeter untuk seluruh tubuh

dan wajib digunakan oleh Pekerja Radiasi ketika berada

dalam medan radiasi di daerah kerja.

b. Pemegang Izin wajib memberitahukan hasil evaluasi pemantauan

dosis perorangan kepada Pekerja Radiasi secara berkala.

c. Hasil evaluasi pemantauan dosis perorangan wajib disimpan dan

dipelihara oleh Pemegang Izin paling singkat 30 (tiga puluh) tahun

terhitung sejak Pekerja Radiasi berhenti bekerja atau Pekerja

Radiasi telah mencapai usia 75 (tujuh puluh lima) tahun.

d. Dalam hal Pekerja Radiasi bekerja di lebih dari satu fasilitas

kesehatan, Pekerja Radiasi wajib melaporkan hasil evaluasi

pemantauan dosis perorangan yang diterima di fasilitas lain kepada

setiap Pemegang Izin secara berkala (Bapeten, 2020)

6. pertimbangan khusus Pekerja Radiasi wanita hamil atau diperkirakan

hamil.

a. Pemegang Izin dilarang menempatkan Pekerja Radiasi wanita

hamil atau diperkirakan hamil di Daerah Pengendalian.

b. Pemegang Izin wajib menempatkan Pekerja Radiasi wanita hamil

atau diperkirakan hamil di daerah kerja yang tingkat radiasinya

kurang dari 1 mSv (satu milisievert) per tahun. (Bapeten, 2020)

1.
44

2.

2.1.

2.2.

2.3.

2.3.1.

2.3.2. Proteksi Radiasi terhadap Paparan Medik

a. justifikasi Paparan Medik

(1) Justifikasi dilakukan dengan mempertimbangkan:

a) indikasi klinis yang menunjukkan pasien harus diberikan

Paparan Medik

b) pemberian Paparan Medik sebelumnya, termasuk yang

diterima dari fasilitas lain

c) manfaat modalitas radiasi pengion lebih besar dan risiko

yang ditimbulkan lebih kecil dibandingkan modalitas selain

radiasi pengion

d) besarnya dosis radiasi yang akan diberikan serta dampaknya

terhadap pasien

e) kondisi pasien dengan radiosensitivitas yang tinggi

f) kondisi kesehatan pasien sebelum dan setelah pemberian

Paparan Medik. (Bapeten, 2020)

(2) Pasien dengan radiosensitivitas yang tinggi meliputi:

a) Bayi

b) anak-anak
45

c) wanita hamil atau diperkirakan hamil.

(3) Justifikasi Paparan Medik diberikan dalam bentuk surat

rujukan dari tenaga medis dalam bidang Radiologi sebelum

pasien menjalani prosedur Radiologi Diagnostik dan

Radiologi Intervensional.

(4) Dalam melakukan pemberian surat rujukan tenaga medis

dalam bidang Radiologi harus mengacu pada pedoman

rujukan (referral guideline) nasional atau internasional.

b. optimisasi proteksi dan Keselamatan Radiasi terhadap Paparan

Medik.

Pemegang Izin wajib menerapkan optimisasi proteksi dan

Keselamatan Radiasi terhadap Paparan Medik sebagaimana dimaksud

dalam melalui:

(1) pertimbangan operasional pesawat sinar-X

(1) Pertimbangan operasional pesawat sinar-X meliputi

prosedur keselamatan pengoperasian pesawat sinar-X

sehingga tercapai optimisasi proteksi dan Keselamatan

Radiasi terhadap pasien.

(2) Pertimbangan operasional meliputi:

a) pertimbangan umum

b) pertimbangan khusus.

(2) tingkat panduan diagnostik


46

(1) Pemegang Izin wajib menerapkan tingkat panduan

diagnostik

(2) Tingkat panduan diagnostik dapat dilampaui selama ada

justifikasi Paparan Medik Tingkat panduan diagnostik

dilaksanakan sesuai pedoman nasional yang ditetapkan

oleh Kepala Badan

(3) pendampingan pasien

Dalam hal dibutuhkan pendampingan pasien saat

pemeriksaan Radiologi, pendamping pasien harus memenuhi

ketentuan:

(1) berusia di atas 18 (delapan belas) tahun

(2) tidak dalam kondisi hamil atau diperkirakan hamil bila

wanita

(3) menggunakan peralatan protektif radiasi sesuai

kebutuhan;

(4) diberi informasi mengenai:

a) prinsip optimisasi proteksi dan Keselamatan Radiasi

b) cara dan posisi pendampingan yang tepat

c) cara penggunaan peralatan protektif radiasi yang

tepat.
47

(4) Pemegang Izin harus menetapkan Pembatas Dosis untuk

pendamping pasien sehingga dosis yang diterima pendamping

pasien diupayakan tidak melebihi 5 mSv (lima milisievert)

untuk setiap periode penyinaran. (Bapeten, 2020)

2.4 Desain Ruangan CT Scan

1. Pendekatan yang dipakai dalam menetapkan jenis dan luas ruangan adalah:

a. Fungsi ruangan dan jenis kegiatan

b. Proteksi terhadap bahaya radiasi bagi petugas, pasien dan lingkungan.

c. Efisiensi (KMK No.1014 Tahun, 2008).

2. Persyaratan ruang unit Radiologi:

a. Letak unit Instalsi Radiologi hendaknya mudah dijangkau dari ruangan

gawat darurat, perawatan Intensive Care, kamar bedah dan riangan

lainnya.

b. Disetiap Instalasi Radiologi dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran

dan alarm sesuai kebutuhan.

c. Suhu ruangan pemeriksaan 20°-24° C dan kelembaban 40-60 %.

d. Suhu untuk alat sesuai dengan kebutuhan alat tersebut. (KMK No.1014

Tahun, 2008).

3. Persyaratan ruang CT Scan meliputi jenis, kelengkapan dan ukuran atau

luas ruangan yang dibutuhkan sebagai berikut:


48

a. Jenis ukuran ruangan CT Scan 6m (p) x 4m (1) × 3m (t)

Gambar 2. 14 Desain Ruang CT-Scan

(KMK No.1014 Tahun, 2008)

b. Ketebalan dinding dengan 25 cm dan kerapatan jenis 2,2 g/em' atau

beton dengan ketebalan 20 cm atau setara dengan 2 mm Pb, schingga

tingkat radiasi di sekitar ruangan pesawat sinar-X tidak melampaui nilai

batas dosis I mSw/tahun.

c. Pintu ruangan sinar-X dilapisi Pb dengan ketebalan 2 mm sehingga

tingkat radiasi di sekitar ruangan pesawat sinar-X tidak melampaui nilai

batas dosis 1 mSv/tahun.


49

d. Di atas pintu masuk ruang pemeriksaan dipasang lampu merah yang

menyala pada saat pesawat dihidupkan sebagai tanda sedang

dilakukannya penyinaran (lampu peringatan tanda bahaya radiasi).

e. Ruangan dilengkapi dengan sistem pengaturan udara sesuai dengan

kebutuhan.

f. Pada setiap sambungan Pb, dibuat tumpang tindih atau overlapping.

g. Dilengkapi dengan ruang operator, ruang mesin, ruang AHU/Chiller.

h. Ruang baca dan konsultasi dokter

(1). Terpisah dengan ruang pemeriksaan

(2). Luas: disesuaikan dengan kebutuhan, minimal 2m (p) × 2m (1) × 2,7m

(t) dokter spesialis radiologi dan dapat menampung: buah meja kerja, 2

buah kursi, I buah lemari.

(3). Perlengkapan: light box

i. Ruang ganti pakaian ada disetiap ruangan pemeriksaan dengan luas

disesuaikan dengan kebutuhan minimal 1m (p) x 1,5m (1) x 2,7m (t)

dan dilengkapi dengan lemari baju atau locker.

j. Toilet dengan ukuran minimal 1,5m (p) x Im (1) × 2,7m (t)

k. Ruang tunggu dan ruang administrasi mempunyai ukuran yang

disesuaikan dengan kebutuhan (KMK No.1014 Tahun, 2008).

2.5 Efek Biologi Radiasi

Paparan radiasi pada tubuh manusia dapat menimbulkan kerusakan baik

pada tingkat molekulerm seller ataupun jaringan dan organ. Dosis radiasi
50

harus mencapai tingkat ambang tertentu untuk dapat menimbulkan kerusakan

tertentu, tetapi tidak sama halnya untuk kerusakan genetic (Alatas, 2004).

Efek biologi radiasi secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi dua

kategori, yaitu:

2.5.1 Efek Stokastik

Efek radiasi yang langsung terlihat ini disebut efek stokasik. Efek ini

hanya muncul jika dosis radiasinya melebihi suatu batas tertentu,

disebut dosis ambang. Efek deterministik bisa juga terjadi dalam jangka

waktu yang agak lama setelah terkena radiasi, dan umumnya tidak

berakibat fatal. Sebagai contoh, katarak dan kerusakan kulit dapat

terjadi dalam waktu beberapa minggu setelah terkena dosis radiasi 5

mSv atau lebih.

2.5.2 Efek Non Stokastik

Jika dosisnya rendah atau diberikan dalam jangka waktu yang lama

(tidak sekaligus), Kemungkinan besar sel-sel tubuh akan memperbaiki

dirinya sendiri sehingga tubuh tidak menampakkan tanda-tanda bekas

terkena radiasi. Namun demikian, bisa saja sel-sel tubuh sebenarnya

mengalami kerusakan dan akibat kerusakan tersebut baru muncul dalam

jangka waktu yang sangat lama (mungkin berpuluh-puluh tahun

kemudian), dikenal juga sebagai periode laten. Efek radiasi yang tidak

langsung terlihat ini disebut efek non stokastik.

Efek non stokastik ini tidak dapat dipastikan akan terjadi, namun

probabilitas terjadinya akan semakin besar apabila dosisnya juga


51

bertambah besar dan dosisnya diberikan dalam jangka waktu seketika.

Efek non stokastik ini mengacu pada penundaan antara saat pemaparan

radiasi dan saat penampakan efek yang terjadi akibat pemaparan radiasi

tersebut (Batan, 2005).

2.6 Survey Meter

Survey meter radiasi adalah alat yang dipakai untuk mengukur tingkat

radiasi dan biasanya memberikan data hasil pengukuran dalam laju dosis

(dosis radiasi persatuan waktu), misalya dalam mR/jam, mSv/jam dan

sebagainya (Akhadi,2000).

Cara pengukuran yang diterapkan pada survey meter adalah cara arus

(Current mode) sehingga nilai yang ditampilkan merupakan nilai intensitas

radiasi yang mengenai detektor. Secara elektronik. Nilai intensitas tersebut

dikonversikan menjadi skala dosis, misalnya dengan satuan Rontgen/jam atau

ada juga yang dikonversikan menjadi skala kuantitas, misalnya cacah per

menit (pm). Tentu saja skala tersebut harus dikalibrasi terlebih dulu terhadap

nilai yang sebenarnya (Batan, 2005).


52

Gambar 2.15 Survei Meter

(https://www.alatradiologicenter.com)
53

BAB III

METODE PENULISAN

3.1 Kerangka Konsep

INPUT PROSES OUTPUT

1. Ruang pemeriksaan CT Melakukan observasi Mendeskripsikan

Scan mengenai Ketersedia mengenai

2. Desain ruang CT Scan dan Standarisasi alat Ketersedia dan

3. Alat proteksi radiasi di proteksi radiasi di Standarisasi alat

ruang CT Scan ruang CT Scan di proteksi radiasi di

4. Pemantauan dosis instalasi radiologi ruang CT Scan di

radiasi bagi pekerja di RSUD dr. Doris instalasi radiologi

instalasi radiologi RSUD Sylvanus Palangkaraya RSUD dr. Doris

dr. Doris Sylvanus Sylvanus

Palangkaraya Palangkaraya

Tabel 3.1 Kerangka Konsep

3.2 Definisi Operasional


54

Berdasarkan alur skema di atas maka dapat diuraikan sebagai berikut :

3.2.1 Input

Input dari penelitian ini adalah ruang CT Scan, Desain ruang CT

Scan, Alat proteksi radiasi di ruang CT Scan, Pemantauan dosis

radiasi bagi pekerja di instalasi radiologi RSUD dr. Doris Sylvanus

Palangkaraya

3.2.2 Proses

Proses dari penelitian ini adalah untuk melakukan observasi

mengenai Ketersedia dan Standarisasi alat proteksi radiasi di ruang

CT Scan di Instalasi Radiologi RSUD dr. Doris Sylvanus

Palangkaraya

3.2.3 Output

Dihasilkan dari penelitian ini adalah mendeskripsi mengenai

Ketersedia dan Standarisasi alat proteksi radiasi di ruang CT Scan

di Instalasi Radiologi RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya

3.3 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggukan metode kualitatif

dengan ini penulis selain melakukan observasi juga ikut serta dalam

melaksanakan penelitian di ruang CT Scan mengenai ketersedia dan

standarisasi alat proteksi radiasi

3.4 Sumber Data


55

3.4.1 Obervasi

Dalam rangka menyusun laporan ini, berbagai macam metode

dilakukan, sehingga terkumpul dan didapatkan data hasil observasi.

Hal-hal yang dilakukan diantaranya observasi langsung pada masalah

yang berkaitan yaitu mengenai ketersedia dan standarisasi alat proteksi

radiasi di ruang CT Scan Selain itu, untuk menyusun laporan ini

digunakan berbagai literatur yang berhubungan dengan judul laporan

tentang analisis ketersedia dan standarisasi alat proteksi radiasi di

ruang CT Scan

3.4.2 Keperpustakaan

Dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini, penulis mengumpulkan

data dengan mengutip dan menelusuri berbagai buku serta media

internet yang berkaitan dengan pemeriksaan ketersedia dan

standarisasi alat proteksi radiasi di ruang CT Scan

3.4.3 Wawancara

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis mengumpulkan

data dengan melakukan wawancara langsung dengan kepala ruangan

dan radiografer di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Doris Sylvanus

Palangkaraya.

3.5 Waktu Dan Tempat Penelitian


56

Penelitian Karya Tulis Ilmiah ini dilakukan di Instalasi Radiologi RSUD

dr. Doris Sylvanus Palangkaraya pada Tahun 2022.

3.6 Analisis Data dan Pengolahan Data

Penelitian Karya Tulis ini disusun dengan menggunakan medote kualitatif,

penulis mengambil penelitian mengenai ketersedia dan standarisasi alat

proteksi radiasi pada ruang CT Scan di RSUD dr. Doris Sylvanus

Palangkaraya. Setelah itu, data-data yang diperoleh dikumpulkan, dianlisis

dan dideskripsikan sebagai kesimpulan dan pembahasan tentang ketersedian

dan standarisasi alat proteksi radiasi pada ruang CT Scan di RSUD dr. Doris

Sylvanus Palangkaraya. Analisi data dan Pongolahan data dilakukan dengan

mengidentifikasi desain ruangan, mengidentifikasi dosis yang diterima

perkerja radiasi
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENELITIAN

4.1.1 Desain Ruang

Berikut ini adalah ruang pemeriksaan CT Scan di RSUD dr. Doris

Sylvanus Palangkaraya

Gambar 4.1 Denah Lokasi Ruang Pemeriksaan CT Scan

Di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya

a. Ruang pemeriksaan CT Scan

1. Untuk ruang pesawat CT Scan memiliki panjang 6,6m dan lebar

4,3m dan tinggi 2,8m

2. Dilengkapi dengan 1 buah apron,

3. Terdapat AC sebagai sirkulasi udara

57
58

4. Jenis dinding ruang pemeriksaan CT Scan terbuat dari bata

merah yang dilapisi plester dan diaduk menggunakan semen dan

pasir dengan tebal dinding 30 cm dilapisi dengan Pb setebal

2mm.

Gambar 4.2 Ruang Pemeriksaan CT Scan di RSUD

dr. Doris Sylvanus Palangkaraya

b. Ruang Operator CT Scan

1. Inventaris ruang operator CT Scan terdiri dari 3-4 buah

kursi, meja kerja, meja penyimpanan amplop, meja

printer.
59

2. Terdapat AC sebagai sirkulasi udara

Gambar 4.3 Ruang operator CT Scan di RSUD dr. Doris

Slvanus palangkaraya

c. Ruang Administrasi CT Scan

1. Terdapat di ruang tunggu pasien

2. Di lengkapi dengan kursi, meja, dan computer


60

Gambar 4.4 Ruang Adminstrasi CT Scan di RSUD dr.

Doris Slvanus palangkaraya

d. Ruang tunggu pasien

1. Terdapat kursi tunggu pasien

2. Terletak di samping ruang pemeriksaan CT Scan

Gambar 4.5 Ruang Tunggu Pasien CT Scan di RSUD dr.

Doris Slvanus palangkaraya

e. Ruang ganti baju pasein

1. Penutup ruang ganti pasien menggunakan pintu kayu

2. Terdapat toilet di dalam ruang ganti

3. Terletak di dalam ruang pemeriksaan CT Scan


61

Gambar 4.6 Ruang Ganti Pasien CT Scan di RSUD dr. Doris

Slvanus palangkaraya

Keterangan

No Variabel Penelitian Hasil Observasi


Sesuai Tidak
Sesuai

1 KMK No.1014 Ruang CT Scan di


Tahun 2008
RSUD dr. Doris
Ruang CT Scan
Sylvanus Palangkaraya
mudah di jangkau

mudah dijangkau dari
dari IGD , ICU ,
IGD, ICU.
kamar bedah dan

ruangan lainnya.
62

2 KMK No.1014 Ruang CT Scan di

Tahun 2008 RSUD dr. Doris

Dilengkapi dengan Sylvanus Palangkaraya

alat pemadam dilengkapi APAR. ✓

kebakaran dan

alarm sesuai

kebutuhan

3 KMK No.1014 Suhu ruangan di CT Scan


Tahun 2008
RSUD dr. Doris
Suhu ruangan
Sylvanus Palangkaraya

pemeriksaan 20° -
yakni 20° C kelembapan
24° C dan
50%
kelembapan 50%.

4 KMK No.1014 Jenis dinding ruang


Tahun 2008 pemeriksaan CT Scan
Ketebalan dinding terbuat dari bata merah
dengan ketebalan 25 yang dilapisi plester dan
cm dan kerapatan diaduk menggunakan
jenis 2,2 g/cm 3 atau semen dan pasir dengan ✓

beton dengan tebal dinding 30 cm


ketebalan 20 cm atau dilapisi dengan Pb
setara dengan 2 mm setebal 2mm
Pb
63

5 KMK No.1014 Pintu ruangan pesawat


Tahun 2008 sinar - X telah dilapisi
Pintu ruangan dengan 2 mm Pb

pesawat sinar - X
dilapisi dengan 2
mm Pb

6 PERKA BAPETEN Di atas pintu masuk


NO. 4 Tahun 2022 ruang pemeriksaan telah
Tanda radiasi dipasang lampu merah
dipasang pada pintu sebagai tanda peringatan
ruangan memuat sedang dilakukan ✓

tulisan ”AWAS pemeriksaan dan


SINAR-X”, dan terdapat tulisan
PERHATIAN: PERHATIAN AWAS
AWAS SINAR-X” SINAR – X
7 KMK No.1014 Untuk ruang pesawat CT Tinggi
Panjang
Tahun 2008 Scan memiliki panjang
tidak
Ukuran ruangan CT 6,6m, lebar 4,3m dan dan lebar
sesuai
Scan 6 m (p) x 4 m tinggi 2,8m sesuai
(l) x 3 m (t)
8 KMK No.1014 Terdapat ruangan
Tahun 2008
operator, ruang mesin ,
Dilengkapi dengan

dan ruang AC
ruangan operator,
ruang mesin, ruang
AC

Table 4.1 Kesesuaian Desain Ruang Pemeriksaan

di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya


64

Menurut KMK No. 1014 tahun 2008 tentang Keselamatan

Radiasi Dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagostik

dan Intervensional. Tabel tersebut berisi kolom data menurut

peraturan, data hasil observasi serta tabel yang menyatakan sesuai

atau tidaknya data tersebut mengenai ukuran ruang pemeriksaan,

kelengkapan alat pengaman seperti APAR, kelengkapan ruang

kerja yang berada di ruang pemeriksaan CT Scan, ketebalan

dinding ruang pemeriksaan, suhu ruangan apakah dilengkapi

dengan pendingin ruangan apa tidak.

Menurut PERKA BAPETEN No. 4 Tahun 2020 tentang

Keselamatan Radiasi Pada Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi

Diagnostik Dan Intervensional. Tabel tersebut berisi kolom data

peraturan, data hasil observasi serta tabel yang menyatakan sesuai

atau tidaknya data tersebut mengenai ukuran ruang pemeriksaan,

kelengkapan peringatan Tanda radiasi dipasang pada pintu ruangan

memuat tulisan ”AWAS SINAR-X”, dan ”PERHATIAN AWAS

SINAR - X”.

4.1.2 Paparan Radiasi

Pada pengukuran paparan radiasi yang telah dilakukan penulis

pada sekitar ruang pemeriksaan CT Scan di RSUD dr. Doris

Sylvanus Palangkaraya, didapatkan data - data sebagai berikut


65

1. Data alat dan bahan

Data alat dan bahan yang digunakan untuk melakukan

pengukuran paparan radiasi, yaitu:

a. Pesawat CT Scan

Gambar 4.7 Pesawat CT Scan di RSUD

dr. Doris Sylvanus Palangkaraya

Jenis Pesawat : COMPUTED TOMOGRAPHY

Merk Tabung : GE

No Seri : 119216810

Kapasitas Maksimum : 140 kV, dan 250 mAs


66

b. Surveymeter

Gambar 4. 8 Alat Surveymeter di RSUD

dr. Doris Sylvanus Palangkaraya

Nama Alat : Surveymeter Gamma

Pabrikan : SE. International – USA

Sertifikat Kalibrasi : No. 01/62/X-21/KAUR/E-0467 DT

Tanggal Kalibrasi Ulang : 19 Oktober 2021

Tipe dan No Seri : T 10022 / 453

Tipe dan No Seri Detektor : NE 2575 C / 552


67

2. Data lokasi pengukuran

Gambar 4.9 Titik pengukuran paparan radiasi di RSUD

dr. Doris Sylvanus Palangkaraya

Lokasi yang diukur adalah daerah kerja sekitar ruang

pemeriksaan CT Scan yakni ruang operator di titik 1, ruang

koridor petugas radiologi di titik 2, ruang tunggu pasien di titik

3, lahan kosong di titik 4, dan ruang UPS CT Scan di titik 5

3. Data Teknik Pengukuran

a. Titik Pengukuran Pengukuran paparan radiasi di sekitar

ruang pemeriksaan CT Scan di RSUD dr. Doris Slvanus

Palangkaraya dilakukan pada lima titik pengukuran yakni

ruang operator di titik 1, ruang koridor petugas radiologi

di titik 2, ruang tunggu pasien di titik 3, lahan kosong di

titik 4, dan ruang UPS CT Scan di titik 5

b. Langkah melakukan pengukuran paparan radiasi

1) Pesawat CT Scan dan surveymeter di nyalahkan


68

2) Panggil nama pasien sesuai dengan nomor urut

3) Lalu posisikan pasien pada meja pemeriksaan dan atur

CP sesuai dengan pemeriksaan

4) Sebelumnya masukkan identitas pasien seperti nama

pasien, tanggal lahir, jenis kelamin, nomor MR, serta

jenis pemeriksaan yang akan dilakukan ke dalam data

komputer

5) Setelah pasien diposisikan maka lakukan scanning

diawali dengan topogram kemudian scanning

program

6) Saat scanning berlangsung arahkan surveymeter pada

daerah yang akan di ukur diantaranya ruang

operator di titik 1 sekitar kaca shielding, ruang

koridor petugas radiologi di titik 2, ruang tunggu

pasien di titik 3, lahan kosong di titik 4, dan ruang

UPS CT Scan di titik 5

7) Setelah itu catat hasil pengukuran pada from

pencatatan hasil pengukuran, ambil nilai rata - rata

yang terukur oleh surveymeter.

4. Data Hasil Pengukuran

Hasil dari pengukuran paparan radiasi pada sekitar ruang

pemeriksaan CT Scan di RSUD dr. Doris Sylvanus

Palangkaraya yaitu :
69

Titik Kode Paparan Keterangan


pengukuran Nomer Backround Paparan Hasil Nilai
terukur (µSv/h Lolos
) (µSv/h)
Ruang 1 0.113 0.605 0.113 10 Lolos
Operator
Koridor 2 0.113 0.288 0.288 10 Lolos
Petugas
Radiologi
Ruang Tunggu 3 0.113 0.012 0.012 10 Lolos
Pasien
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Radiasi CT Scan

Dari hasil pengukuran paparan radiasi pada ruang

operator mendapatkan nilai lolos uji 0,10 µSv/h, koridor

petugas radiologi 0,10 µSv/h, dan ruang tunggu pasien 0,5

µSv/h. Dan hasil pengukuran paparan radiasi rata - rata sebesar

0,605 µSv/h. Dan keterangan hasil prngukuran radiasi ialah

lolos

4.1.3 Proteksi Radiasi

a. Peralatan proteksi radiasi

Peralatan proteksi radiasi yang ada ruang pemeriksaan di

ruang CT Scan di RSUD dr. Doris Sylavanus Palangkaraya

1) Apron

Berjumlah 1 buah dengan dilapisi timbal

dengan ketebalan bagian depan 0,5 mm Pb dan

belakang 0,25 mm Pb, apron yang terdapat di ruang

pemeriksaan CT Scan ini kondisinya baik sehingga dapat

digunakan dengan aman oleh pekerja radiasi maupun


70

oleh keluarga pasien pada saat diharuskan berada pada

ruang pemeriksaan CT Scan

Gambar 4.10 Apron di RSUD dr. Doris Sylvanus

Palangkaraya

2) Shielding

Shielding yang digunakan dalam pengoprasian pesawat

CT Scan adalah dinding yang dari bata merah yang

dilapisi plester dan diaduk menggunakan semen dan pasir

dengan tebal dinding 30 cm dilapisi dengan Pb setebal

2mm. Dan di bagian operator dilengkapi dengan kaca

timbal tembus pandang yang dapat mempermudah

pekerja radiasi dalam melakukan aktifitasnya pada saat

mengoprasikan pesawat sinar-X dan untuk mempermudah

memperlihat pergerakan pasien


71

Gambar 4.11 Shielding di RSUD dr. Doris Sylavanus

Palangkaraya

3) Lampu Indikator Radiasi

Pada bagain atas pintu luar terdapat lampu indikator

berwarna merah yang digunakan sebagai tanda bahwa alat

sedang digunakan dan dipasang juga tanda peringatan

“Awas Bahaya Radiasi”.

Gambar 4.12 Lampu indikator radiasi dan tanda

peringatan bahaya radiasi di RSUD dr. Doris Sylavanus

Palangkaraya

b. Patient Safety
72

1. Hindari manipulasi pasien pada saat positioning terutama pada

pasien dengan klinis trauma capitis, fraktur columna vertebralis,

trauma tumpul abdomen dan thorax begitu pula pasien dengan

fraktur ekstremitas dengan pemakaian peralatan traksi. Gunakan

alat sabuk pengaman pada pasien yang kurang kooperatif agar

menghindari terjatuh pasien dari meja pemeriksaan

2. Pemakaian bahan kontras radiografi

a) Harus ada inform consent sebelum dilakukan pemasukan

bahan kontras.

b) Harus ada pemeriksaan laboratorium mengenai fungsi ginjal

c) Gunakan bahan kontras yang relatif aman

d) Harus dilakukan oleh dokter atau di dalam pengawasan

dokter atau perawat radiologi

e) Ada standar kedaruratan medic radiologi

f) Pengadaan peralatan injeksi sekali pakai

g) Pengadaan peralatan injeksi dengan sistem tusukan

h) Identifikasi dan terapkan praktek penanganan sampah medis

yang aman

3. Pelaksanaan asas proteksi radiasi

a) Pengaturan luas lapangan penyinaran diatur sedemikian rupa

sehingga kolimasi yang digunakan sesuai dengan objek

yang akan diperiksa. (penggunaan asas limitasi)


73

b) Pada setiap pasien wanita usia subur sebelum dilakukan

pemeriksaan harus ditanya apakah sedang hamil atau tidak.

Bila pasien yang akan diperiksa dalam keadaan hamil

diharapkan konsultasi terlebih dahulu dengan dokter

radiolognya apakah pemeriksaan tetap dilanjutkan atau tidak.

(penggunaan asas limitasi)

c) Pengaturan faktor eksposi yang tepat dicatat pada lembar

radiologi untuk menghitung dosis permukaan yang diterima

pasien. (penggunaan asas optimasi).

d) Semua pemeriksaan atau tindakan radiologi harus dilakukan

apabila ada permintaan dari dokter yang mengirim dan

dilengkapi dengan klinis yang jelas dan dikerjakan sesuai

dengan standar operasional prosedur dan dilakukan oleh

tenaga kesehatan yang kompeten. (penggunaan asas

justifikasi)

4.1.4 Pemantauan Dosis Radiasi Perorangan

Pemantauan Dosis Radiasi Perorangan dilakukan terhadap

pekerja radiasi yakni potensi paparan radiasi eksternal. Pemantauan

dosis dengan menggunakan dosimeter perorangan yaitu dosis yang

mampu merekam dosis akumulasi yang diterima oleh setiap

individu pekerja radiasi pada 3 bulan sekali. Di unit kerja CT Scan

RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya setiap pekerja radiasi

menggunakan TLD dengan nomor seri dan nama yang tertera untuk
74

masing - masing pekerja radiasi, kemudian 3 bulannya TLD yang

sudah dipakai dikumpulkan oleh Petugas Proteksi Radiasi (PPR)

dan diserahkan ke Balai Pengaman Fasilitas Kesehatan (BPFK),

kemudian hasil pengukuran dari Balai Pengaman Fasilitas

Kesehatan (BPFK) diserahkan kepada petugas proteksi radiasi

(PPR) dan dilakukan pembuatan kartu dosis hasil pengukuran

tersebut untuk setiap pekerja radiasi. Hasil nilai pengukuran

dievaluasi apakah melewati NBD (Nilai Batas Dosis) atau tidak,

jika melewati NBD pekerja radiasi yang bersangkutan diminta

untuk melakukan pemeriksaan laboratorium dimana hasil lab

tersebut akan dievaluasi oleh Kepala Instalasi apakah normal atau

tidak, jika dinilai hasil pemeriksaan lab tersebut tidak normal maka

Kepala Instalasi harus melaporkan hasil evaluasi berupa hasil

pemeriksaan Laboratorium dan pemeriksaan thorax ke SDM.

Kepala Instalasi menginstruksikan kepada petugas radiasi untuk

cuti atau dimutasikan di ruang yang tidak ada radiasi


75

Gambar 4.13 TLD yang digunakan di RSUD dr. Doris Sylvanus

Palangkaraya

No NPR Nama Pekerja Dosis Hp (10) (mSv)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Tot 5th

1 014265 Dede Priyatna 0,19 0.23 0,20 0,20 0,82 3,49

2 015266 Junaidi 0,17 0.21 0,20 0,20 0.78 3.32

Amd.Rad,SKM

3 016206 Riantini, S.SI 0,20 0,22 0,19 0,20 0,81 3,57

4 034286 Dr. Uusara, 0,20 0,27 0,19 0,20 0,86 3,60

Sp.Rad

5 041383 Esti Widi Astuti, 0,18 0,20 0,19 0,19 0,79 3,36

Amd.Rad

Tabel 4.3 Hasil uji dosis radiasi di RSUD dr. Doris Sylvanus

Palangkaraya
76

Data diatas merupakan hasil evaluasi dosis personil

sertifikat dosis radiasi bagi radiografer dan karyawan yang

bekerja di unit instalasi radiologi RSUD dr. Doris Sylvanus

Palangkaraya. Dosis rata – rata bagi radiografer dan karyawam

adalah 0,87 sedangkan dosis maksimal adalah 1.11 dan dosis

minimalnya adalah 0,25. Hal ini telah sesuai dengan keputusan

derektur RSUD dr. Doris Sylvanus Tentang pembatasan dosis

radiasi di RSUD dr. Doris Sylvanus

No Variasi Ketentuan Hasil penelitian Hasil


ukur
1 Desain KMK No 1014 Ruang CT Scan di Sesuai
ruangan Tahun 2008 RSUD dr. Doris
Slyvanus
Palangkaraya
dilengkapi dengan 1
buah APAR terdapat
ruang operator dan
AC di ruang CT
Scan, ruang CT Scan
mudah dijangkau
dengan ruang IGD
dan ICU
77

2 Proteksi Perka Alat perlindungan Sesuai


radiasi Bapeten no yang terdapat pada
4 Tahun ruang pemeriksaan
2020 CT Scan di RSUD
dr. Doris Sylvanus
Palangkaraya
sudah cukup
lengkap seperti 1
buah apron dengan
ketebalan bagian
depan 0,5mm Pb
dan bagian belakag
0,25mm Pb
3 Pamantauan Perka Pemantauan dosis Tidak
dosis Bapeten no radiasi perorangan
sesuai
radiasi 4 Tahun 202 bagi radiografer
dikarenakan
dilakukan
menggunakan tidak sema
TLD, dimana
radiografer
semua radiografer
memiliki
menggunkan TLD
masing - masing TLD
dan digunakan
selama satu bulan
penuh
Tabel 4.4 Kesesuai Peraturan dan Hasil penelitian

4.2.5 Analisis Hasil Wawancara

Hasil wawancara yang di dapat pada Fisikawan Medis terhadap

pertanyaan tentang proteksi radiasi di ruang CT Scan di instalasi


78

radiologi RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya didefinisikan sebagai

berikut

a) Hasil Wawancara Fisikawan medis

1. Berapa ukuran ruang pemeriksaan CT Scan dan apa

dampak jika ruangan CT Scan tidak sesuai dengan standar

dengan yang di tetapkan?

Jawab : untuk ruang CT Scan memiliki panjang 6,6m dan

luas 4,3m dan tinggi 2,8m. Dan jika ruang CT Scan

tidak sesuai dengan standar maka yang terjadi

adalah akan beresiko pada orang orang yang

berada pada ruang CT Scan tersebut.

2. Apakah ruang CT Scan mudah dijangkau dan berada dekat

ruang IGD?

Jawab : Untuk ruang CT Scan dekat dengan IGD dan ICU

3. Apakah terdapat serveymeter di ruang CT Scan dan dimana

saja untuk titik pengukuran paparan radiasi CT Scan?

Jawab : Ya, di ruang CT Scan sudah di lengkapi dengan

surveymeter dan untuk titik pengukuran paparan

radiasi CT Scan memili lima titip yaitu ruang

operator di titik 1, ruang koridor petugas

radiologi di titik 2, ruang tunggu pasien di titik 3,

lahan kosong dititik 4, dan ruang UPS CT Scan di

titik 5.
79

b) Hasil Wawancara Petugas Proteksi Radiasi

1. Apakah proteksi radiasi di ruang CT Scan sesuai perka

bapeten nomor 4 tahun 2020?

Jawab : sudah sesuai dengan dilengkapi 1 buah apron

dengan ketebalan bagian depan 0,5mm Pb dan

bagian belakang 0,25mm Pb, dan ruang operator

sudah di lengkapi dengan kaca timbal tembus

pandang dengan ketebalan 2mm dan tinggi 2,8m

2. Apakah setiap radiografer memiliki TLD sebagai salah

satu alat untuk pemantau dosis radiasi perorangan dan

Apakah setiap radiografer selalu menggunakan TLD pada

saat melakukan pemeriksaan CT Scan?

Jawab: Tidak semua radiografer memiliki TLD

kemungkinan dari pihak management rumah

sakit dengan cost yang begitu besar

menyediakan TLD untuk setiap radiografer di

RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya

membutuhkan anggaran yang secara khusus

perlu pengajuan dengan prosedur terkait, karna

setiap petugas radiasi harus memiliki 2 TLD

perorang. Dan petugas radiasi hampir tidak

pernah memakai TLD pada saat pemeriksaan

CT Scan
80

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil kesesuaian di ruang CT Scan RSUD dr. Doris

Sylvanus Palangkaraya diperoleh bahwa untuk ukuran ruang

pemeriksaan CT Scan RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya

memiliki ukuran luas Untuk ruang pesawat CT Scan memiliki panjang

6,6m dan lebar 4,3m dan tinggi 2,8m tidak memenuhi standar ukuran

luas ruangan yang telah ditetapkan.

Pada ruang pemeriksaan CT Scan dilengkapi dengan ruang

operator, ruang ganti pasien, toilet dan ruang tunggu pasien, dan

dilengkapi dengan AC. Lokasi ruang pemeriksaan CT Scan RSUD dr.

Doris Sylvanus Palangkaraya ini juga mudah dijangkau dari ruang IGD

dan ICU sehingga memudahkan jika terdapat pasien CITO yang

memerlukan penanganan cepat.

Jenis dinding ruang pemeriksaan CT Scan terbuat dari bata merah

yang dilapisi plester dan diaduk menggunakan semen dan pasir dengan

tebal dinding 30 cm dilapisi dengan Pb setebal 2 mm.

Pada pintu masuk pemeriksaan CT Scan dilengkapi dengan lampu

indikator peringatan sedang adanya aktivitas radiasi yang berbahaya,

kemudian dilengkapi dengan tanda peringatan bahaya radiasi dengan

warna yang mencolok. Sistem pengaturan udara sudah sesuai dengan

yang dianjurkan yaitu 20° C dan kelembapan 50% dimana suhu udara
81

ini juga akan berpengaruh pada keawetan pesawat CT Scan tersebut.

Ruang pemeriksaan CT Scan di RSUD dr. Doris Slvanus Palangkaraya

ini juga dilengkapi dengan APAR.

Titik Pengukuran paparan radiasi di sekitar ruang pemeriksaan

CT Scan di RSUD dr. Doris Slvanus Palangkaraya dilakukan pada lima

titik pengukuran yakni ruang operator di titik 1, ruang koridor petugas

radiologi di titik 2, ruang tunggu pasien di titik 3, lahan kosong di titik 4,

dan ruang UPS CT Scan di titik 5. Dari hasil pengukuran paparan

radiasi pada ruang operator mendapatkan nilai lolos uji 0,10 µSv/h,

koridor petugas radiologi 0,10 µSv/h, dan ruang tunggu pasien 0,5 µSv/h.

Dan hasil pengukuran paparan radiasi rata - rata sebesar 0,605 µSv/h.

Dan keterangan hasil pengukuran radiasi ialah lolos.

Alat perlindungan diri yang ada di ruang pemeriksaan CT Scan

RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya terdiri dari 1 buah apron

dengan ketebalan depan 0,5 mm Pb, dan ruang operator sudah di

lengkapi dengan kaca timbal tembus pandang dengan ketebalan 2mm.

Serta terdapat lampu merah sebagai tanda bila sedang dilakukan

aktivitas radiasi. Hal ini merupakan persyaratan kelengkapan alat

pelindung diri, sudah cukup memadai untuk keselamatan kerja bagi

pekerja radiasi dan pasien yang sesuai dengan perka BAPETEN No. 4

Tahun 2020 tentang keselamatan radiasi pada penggunaan pesawat

sinar - X radiologi diagnostik dan intervensional.


82

Pada pemeriksaan yang membutuhkan pemakaian bahan kontras

sebelumnya pasien harus menandatangani inform consent sebagai

tanda bahwa pasien telah diberikan penjelasan mengenai pemeriksaan

yang akan dilaksanakan dan pasien menyetujui untuk dilakukan

pemeriksaan tersebut. Sebelum dilakukan pemeriksaan yang

mengharuskan menggunakan kontras media pasien harus melakukan

pemeriksaan laboratorium ureum cratinin untuk mengecek fungsi ginja.

Kontras media yang digunakan harus relatif aman bagi tubuh pasien,

dalam injeksi kontras media harus dilakukan satu kali tanpa adanya

pengulangan injeksi karena kesalahan perawat yang memasukkan

kontras media.

Untuk meminimalisir dosis radiasi yang di terima pasien maka

harus adanya pengaturan luas lapangan penyinaran. Dalam hal ini FOV

dan faktor eksposi sesuai dengan organ yang akan dilakukan scanning.

Semua pemeriksaan harus dilakukan dengan tenaga yang berkompeten

sehingga pasien akan merasa.

Hasil dari penelitian pemantauan dosis radiasi bagi radiografer

dilakukan dengan menggunakan alat dosis perorangan TLD telah sesuai

dengan Perka BAPETEN No. 4 Tahun 2020 dimana TLD yang

digunakan selama 3 bulan oleh pekerja radiasi. Hasil pemakain TLD

selama 3 bulan ini dikirimkan ke BPFK untuk dilakukan pengukuran

dan akan menerima hasil pengukuran dosis radiasi per orang.

Pencatatan hasil pengukuran dosis radiasi per orang tersebut


83

dituangkan dalam kartu dosis dan akan disimpan oleh petugas proteksi

radiasi. Pelaporan ini dilakukan secara berkala untuk meyakinkan

pekerja radiasi bahwa radiasi yang diterima perbulannya, di bawah nilai

batas dosis radiasi dan pekerja dapat melakukan aktivitasnya dengan

tenang dan pelayanan CT Scan dapat berjalan lancar. Dosis rata – rata

bagi radiografer dan karyawam adalah 0,87 sedangkan dosis maksimal

adalah 1.11 dan dosis minimalnya adalah 0,25. Hal ini telah sesuai

dengan keputusan derektur RSUD dr. Doris Sylvanus Tentang

pembatasan dosis radiasi di RSUD dr. Doris Sylvanus


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian saya tentang proteksi radiasi di ruang CT

Scan di instalasi RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya dapat diambil

kesimpulan :

1. Desain ruangan pemeriksaan CT Scan di Rumah Sakit Umum Daerah

dr. Doris Sylvanus Palangkaraya tidak sesuai menurut Keputusan

Mentri Kesehatan No. 1014 tahun 2008. Di karenakan tinggi ruang

tidak sampai 3 meter dan yang ada di Mentri Kesehatan No. 1014 tahun

2008 adalah panjang 6 meter, lebah 4 meter, dan tinggi 3 meter

2. Alat proteksi radiasi pada ruang pemeriksaan CT Scan di Rumah Sakit

Umum Daerah dr. Doris Sylvanus Palangkaraya sudah memadai dengan

dilengkapi 1 buah apron dan shielding dan sesuai dengan PERKA

BAPETEN No. 4 tahun 2020.

3. Dosis radiasi yang diterima pekerja radiasi di ruang CT Scan Rumah

Sakit Umum Daerah dr. Doris Sylvanus Palangkaraya telah sesuai

dengan peraturan rumah sakit daerah, hasil evaluasi dosis personil

sertifikat dosis radiasi bagi radiografer dan karyawan yang bekerja

di unit instalasi radiologi RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya.

Dosis rata – rata bagi radiografer dan karyawam adalah 0,87 sedangkan

dosis maksimal adalah 1.11 dan dosis minimalnya adalah 0,25. Hal ini

84
85

4. telah sesuai dengan keputusan derektur RSUD dr. Doris Sylvanus

Tentang pembatasan dosis radiasi di RSUD dr. Doris Sylvanus

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka penelitian ini mempunyai

saran sebagai berikut :

5.2.1 Untuk RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya

Untuk rumah sakit perlu meningkatkan tentang proteksi

radiasi di ruang CT Scan. Untuk titik pengukuran di tambah dan

selalu memperbarui data untuk pengukuran. Serta untuk tinggi

ruangan CT Scan tidak sesuai Mentri Kesehatan No. 1014 tahun

2008, Dan sebaiknya untuk pihak rumah sakit menyediakan TLD

untuk semua pekerja radiasi

5.2.2 Untuk Radiografer

Sebaiknya setiap radiografer memakai TLD setiap berada

di ruang pemeriksaan CT Scan, dan para Radiografer tidak lupa

memperhatikan suhu ruangan agar suhu ruangan selalu stabil

5.2.3 Untuk Akademik

Untuk menambah referensi tentang proteksi di ruang CT

Scan dan juga menambah buku buku tentang proteksi radiasi

yang berada di perpustakaan ATRO Citra Intan Persada

Banjarmasin
86

5.2.4 Untuk Penulis

Supaya lebih memahami tentang proteksi radiasi dan

menjadi wawasan untuk kedepannya dan nantinya dapat

dilanjutkan penelitian yang lebih baik lagi


87

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Mikrajudin. (2016). Fisika Dasari 1. Bandung: ITB.

Akhadi, M. (2000). Dasar - Dasar Proteksi Radiasi. Jakarta: Asdi Mahasatya.

Alatas, Z. (2004). Efek Radiasi Pengion dan Non Pengion pada Manusia. Jakarta:
Buletin ALARA
.
Bontrager, K., Lampignano, J. (2018). Textbook of Radiographic Positioning
and Related Anatomy 9th Edition (9'h ed). Phoenix: Mosby

Bushong, s.c. (2013). Radiologic science for technologists. Texas: Elsevier

Grover, S.B., Kumar, J., Gupta, A., and Khanna, L. (2002). Protection against
radiation hazards : Regulatory bodies, safety norms, does limits and protection

Haq, D. A., & Teknik, F. (2019). ESTIMASI PERMEABILITAS


MENGGUNAKAN METODE FUZZY LOGIC BERDASARKAN DATA CT
SCAN. CORE DAN LOG PADA LAPANGAN CILAMAYA JAWA BARAT
PERMEABILITY ESTIMATION USING THE FUZZY LOGIC METHOD
BASED ON DATA CT SCAN, CORE AND LOG IN THE CILAMA YA FIELD
WESTJAVA.

Seeram,E. (2011). Computed Tomography Technology. Philadelphia: WB


Company.

Yueniwati, Y. (2014). Prosedur Pemeriksaan Radiologi Untuk Mendeteksi


Kelainan dan Cedera Tulang Belakang

BAPETEN, Badan Pengawas Tenaga Nuklir. (2011). Keselamatan Radiasi


dalam Penggunaan sinar - X Radiologi Diagnostik dan Intravensional:
www.jdih.bapeten.go.id diakses pada 18 april 2022

BAPETEN, Badan Pengawas Tenaga Nuklir. (2020). Keselamatan Radiasi


pada Penggunaan sinar – X Radiologi Diagnostik dan Intravensional
http://www.bapeten.go.id diakses pada 17 april 2022

BATAN. (2005). Dasar Proteksi Radiasi. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Badan Tenaga Nuklir Nasional (Petugas Proteksi Radiasi). diakses pada 20 april
2022
88

KMK, Keputusan Menteri Kesehatan. (2008). Standar Pelayanan Radiologi


Diagnostik di Sarana Kesehatan: htpp://www.depkes.go.id diakses pada 17 april
2022

https://Siemens-healthineers.com

https://www.alatradiologicenter.com

https://readyexpose.com
LAMPIRAN
LEMBAR BIMBINGAN KTI ( KARYA TULIS ILMIAH ) AKTEK

RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI CITRA

INTAN PERSADA BANJARMASIN

T.A. 2021/2022

Nama Mahasiswa : Akbar Ramadan

NIM : 713001S19003

Judul Karya Tulis Ilmah : Survei ketersediaan dan standarisasi alat proteksi

radiasi di ruang CT Scan berdasarkan PERKA

BAPETEN nomor 4 Tahun 2020 di instalasi

radiologi RSUD dr Doris Sylvanus Palangkaraya

Dosen Pembimbing : Misju Herlina, SK.M.MSI

Tanggal Permasalahan/Topik Saran,Tugas, Solusi, Dari Paraf


Konsultasi Dosen Pembimbing Pembimbing

Anda mungkin juga menyukai