SKRIPSI
Diajukan Untuk Memnuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program
Studi Pendidikan Matematika
Oleh :
MEILA HANDAINI
NIM.1784202008
FAKULTAS PENDIDIKAN
BANGKINANG
2019/2020
ABSTRAK
NEGERI 3 TAPUNG
Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui perbedaan keterampilan berpikir kreatif antara
kelompok siswa yang belajar dengan model Think Pair Share (TPS) dan model pembelajaran
konvensional, (2) mengetahui perbedaan keterampilan berpikir kreatif antara kelompok siswa
laki-laki dan kelompok siswa perempuan, (3) mengetahui pengaruh interaksi antara model
pembelajaran dan jenis kelamin terhadap keterampilan berpikir kreatif. Penelitian ini
penelitian adalah siswa kelas X SMA NEGERI 3 TAPUNG kecamatan Tapung kabupaten
Kampar yang berjumlah 104 orang. Sampel penelitian ini dipilih dengan teknik random
sampling. Instrumen penelitian adalah tes keterampilan berpikir kreatif. Data dianalisis
menggunakan statistik deskriptif, dan ANAVA AB. Hasil penelitian menunjukkan (1)
terdapat perbedaan yang signifikan keterampilan berpikir kreatif antara kelompok siswa yang
dibelajarkan dengan model Think Pair Share (TPS) dan kelompok siswa yang dibelajarkan
dengan model pembelajaran konvensional (Fhitung = 31,662 dengan sig = 0,001). (2)
terdapat perbedaan yang signifikan keterampilan berpikir kreatif antara kelompok siswa laki-
laki dan kelompok siswa perempuan (Fhitung = 4,751 dengan sig = 0,033). (3) terdapat
interaksi yang signifikan antara model pembelajaran dan jenis kelamin terhadap keterampilan
This study aims to (1) to know the difference of creative thinking skills among the group of
students who studied with Think Pair Share (TPS) model and those who learn by
conventional learning models, (2) to know the difference of creative thinking skills among
groups of male students and female students, (3) to know the effect of interaction between
learning model and gender toward the creative thinking skills. This study is classified into
quasi-experimental design with posttest-only control group design. Population of this study
was the fifth grade of elementary students Gugus III Tambora Melaya at Jembrana regency in
the academic year 2015/2016 which amounted to 104 students. The research sample was
chosen by random sampling technique. The research instrument used creative thinking skills
test. The data were analyzed using descriptive statistics and ANOVA AB. The results of this
study showed (1) there were significant differences of creative thinking skills between the
groups of students who taught by Think Pair Share (TPS) model and those who taught by
conventional learning models (Fcount = 31.662 with sig = 0.001). (2) there were significant
differences of creative thinking skills between groups of male students and female students
(Fcount = 4.751 with sig = 0,033). (3) there were significant interaction between the learning
model and gender toward the creative thinking skills (Fcount = 4.751 with sig = 0,033).
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT karena
berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat meneylesaikan skripsi dengan judul
Pengaruh Model Pembelajaran Koorperatif Tipe Think Pair Share (Tps) Terhadap
Keterampilan Berfikir Kreatif Ditinjau Dari Jenis Kelamin Siswa Kelas X SMA Negeri 3
Tapung. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis menyadari begitu banyak bantuan dari
berbagai pihak yang telah memberikan uluran tangan dan kemurahan hati kepada penulis.
Terutama kepada Ayahanda Andi Satria dan Ibunda tercinta Sunarni, yang telah banyak
memberikan dukungan baik moral maupun material. Selain itu, pada kesempatan ini penuls
juga ingin menyatakan dengan penuh hormat ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada:
penyusunan skripsi ini, sekaligus selaku penasehat akademis yang telah banyak
2. Kasman Edi Putra, M.Si. selaku pembimbing I skripsi yang telah meluangkan
5. Bapak dan Ibu Dosen, yang telah memberi bekal ilmu yang tidak ternilai harganya
6. Kakakku Tersayang Kiki Sri Jayanti, beserta keluargaku yang tercinta yang telah
(Dicky, Melma, Umay, Fitri, Dewi, Andi, Afdhal,Ardi, Afrizal) yang telah
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena
keterbatasan kemampuan penulis sendiri disegala bidang, sehingga segala bentuk kritik dan
Semoga segala amal jariah dibalas dengan balasan yang berlipat ganda oleh Allah
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.............................................................................................
SURAT PERNYATAAN.........................................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN...............................................................................
ABSTRAK................................................................................................................
KATA PENGANTAR..............................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................
B. Rumusan Masalah................................................................................
C. Tujuan Penelitian.................................................................................
D. Manfaat Penelitian...............................................................................
E. Definisi Operaional..............................................................................
A. Kajian Teori.........................................................................................
2. Pembelajaran Kooperatif...............................................................
C. Konsep Operasional.............................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
sumber daya manusia yang berkualitas agar mampu berkompetisi dalam perkembangan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Sehubungan dengan hal tersebut pemerintah
terhadap kualitas guru, pengadaan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan. Kualitas
sumber daya manusia menyangkut kemampuan manusia baik secara individual maupun
secara kolektif untuk dapat bertahan hidup ditengah tuntutan kebutuhan dan arus
globalisasi. Potensi yang dimiliki oleh siswa dapat terwujud jika proses pendidikan
mampu mendidik siswa dengan baik, memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi dan
karakter yang kuat. Keterampilan berpikir tingkat tinggi meliputi keterampilan berpikir
kritis dan keterampilan berpikir kreatif, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.
sering mengalami sesuatu yang tidak sesuai dengan rencana atau keinginan, atau sering
disebut dengan masalah. Ada masalah yang muncul berulang kali dan ada juga masalah
yang belum pernah muncul sebelumnya sehingga diperlukan cara yang efektif dan efisien
untuk memecahkan masalah-masalah tersebut. Untuk memperoleh cara yang efektif dan
masalah.
Keterampilan berpikir kreatif sangat penting diajarkan kepada seseorang karena
gagasan, jawaban, memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal,
dapat melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mampu mengungkapkan
hal yang baru dan unik, dan mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan
gagasan dalam penyelesaian suatu masalah yang dapat dipercaya dan masuk akal, serta
dapat berpikir secara divergen untuk menyelesaikan masalah yang kompleks dalam
diketahui kondisi pembelajaran yang ada pada saat ini justru sebaliknya, yaitu
siswa dan guru adalah seseorang yang memfasilita sinya tanpa mencampuri dan
mengontrol proses belajar tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pebelajar secara mandiri
pembelajaran di kelas hendaknya tidak terlalu didominasi oleh guru, dimana siswalah
yang lebih aktif dalam penentuan tujuan belajar dan sumber belajar. Proses pembelajaran
mengikuti pembelajaran. Guru hanya berperan sebagai fasilitator saja sedangkan siswa
kenyataannya, proses pembelajaran yang terjadi saat ini, pada umumnya hanya
berorientasi pada hafalan yang bersifat tidak permanen, kurang bermakna, kurang
terintegrasi, dan kurang membantu siswa untuk melatih kemampuan berpikir kreatif.
Selain itu, proses pembelajaran di kelas lebih didominasi oleh guru (teacher
centered), dimana siswa hanya duduk mendengarkan penjelasan dan mencatat materi
pelajaran yang disampaikan oleh gurunya sehingga hanya terjadi komunikasi satu arah
saja. Proses pembelajaran seperti ini dianggap kurang mampu melatih keterampilan
berpikir kreatif siswa di sekolah. Keterampilan berpikir kreatif siswa juga tidak terlepas
dari faktor internal siswa salah satunya adalah jenis kelamin. Dalam pemecahan masalah,
cenderung menggunakan kedua sisi otak mereka secara serentak, sedangkan pria
menggunakan satu sisi atau sisi lainnya. Ini berarti bahwa laki-laki cenderung
1997:91). Orang dewasa memperlakukan anak laki-laki dan perempuan secara berbeda,
bahkan saat anak-anak berperilaku sama. Menurut Santrock (dalam Rachmawati & Anna
Kuswani, 2007:263) dalam satu penelitian observasi, anak laki-laki dan perempuan usia
12-16 bulan menunjukkan perilaku asertif yang sama (diukur dari frekuensi usaha
mereka untuk menarik perhatian orang dewasa) dan verbal (diukur dari usaha mereka
untuk berkomunikasi dengan orang lain). Namun guru memberikan respon lebih antusias
terhadap anak laki-laki yang asertif dibandingkan dengan yang pemalu, dan terhadap
anak perempuan yang berkomunikasi secara verbal dari pada yang nonverbal. Secara
halus, guru-guru mendorong perilaku yang sesuai dengan jenis kelamin. “Saat
dilakukan observasi dengan anak-anak yang sama setahun kemudian, perbedaan gender
sudah tampak, anak laki-laki berperilaku lebih asertif dan anak perempuan berbicara
lebih banyak dengan gurunya” (Fagot Dkk dalam Rachmawati & Anna Kuswani,
2007:263).
Kondisi ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sadker dan Klein
(dalam Rachmawati & Anna Kuswani, 2007:263) yang mengungkapkan bahwa “anak
anak perempuan lebih sering diperlihatkan dalam peran-peran pasif dan mengurus
rumah”. Dalam penelitiannya juga disebut bahwa guru berinteraksi dengan cara yang
berbeda dengan siswa laki-laki dan perempuan. Perbedaan perlakuan antara siswa laki-
laki dan perempuan diduga dapat mempengaruhi perkembangan intelektual siswa seperti
keterampilan berpikir kreatif yang berdampak pada hasil belajar siswa. Berdasarkan
dengan memperhatikan faktor pendekatan belajar dan internalnya. Guru sebagai pendidik
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Dengan kata lain, “model
pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang dapat kita gunakan untuk
mendesain polapola mengajar secara tatap muka di dalam kelas” (Tabany, 2014:23).
Salah satu model pembelajaran yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran di kelas
memungkinkan siswa untuk berinteraksi satu sama lain adalah model pembelajaran
tipe Think Pair Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi adalah jenis pembelajaran
kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Pada dasarnya,
model ini merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi
kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk
mengendalikan kelas secara keseluruhan dan prosedur yang digunakan dalam Think-
Pair-Share (TPS) dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan
saling membantu. Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dapat
kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) memberikan pengaruh yang positif terhadap
pembelajaran. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Desia, menyampaikan bahwa siswa
yang belajar mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)
secara signifikan memiliki keterampilan berpikir kreatif yang lebih baik dari siswa yang
Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dapat diterapkan
dalam usaha untuk melatih kemampuan berpikir kreatif siswa. Adapun tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui perbedaan keterampilan
berpikir kreatif antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan model pembelajaran konvensional; 2) Untuk
mengetahui perbedaan keterampilan berpikir kreatif antara kelompok siswa laki-laki dan
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini yaitu “
Apakah terdapat Pengaruh yang signifikan terhadap keterampilan berfikir kreatif siswa
ditinjau dari jenis kelamin siswa jika menggunakan strategi Think Pair Share (TPS)?’’
C. Tujuan Penulisan
signifikan terhadap keterampilan berfikir kreatif siswa ditinjau dari jenis kelamin kelas X
SMA Negeri 3 Tapung dengan menggunakan model koorperatif tipe Think Pair Share
(TPS).
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi setiap pelaku yang terlibat
1. Bagi peneliti, penelitian ini bias menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman
peneliti yang sangat berguna ketika mengaplikasikan model tersebut dalam mengajar
nanti. Selanjutnya secara akademis penelitian ini akan dapat memperkaya dan
dapat menjadi sumbangan nyata bagi peningkatan professional guru dalam upaya
4. Bagi sekolah, penelitian ini bias dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
E. Definisi Operasional
Kajian ini berkenaan dengan pengaruh model pembelajaran koorperatif tipe Think
Pair Share ( TPS) dengan keterampilan berfikir kreatif siswa ditinjau dari jenis kelamin
interaksi siswa.
2. Kemampuan berpikir kreatif terdiri dari dua suku kata yaitu berpikir dan kreatif,
berpikir itu sendiri merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang bila
mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan. Terdapat
bermacam-macam cara berpikir antara lain berpikir vertikal, lateral, kritis analitis,
KAJIAN TEORI
Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua variabel,
yaitu pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pemberian
Reward dan motivasi belajar siswa.
8
9
Pemilihan Guru
Topik
Tugas Siswa mengerjakan tugas-tugas yang diberikan secara sosial
Utama dan kognitif
Penilaian Bervariasi
Pengakuan Bervariasi
Sumber: Ibrahim, dkk. (2000:29)
Mereka tidak akan takut salah karena mereka merasa dapat berbagi “rasa malu”
yang mungkin timbul. Pada tahap Share ini juga dapat menyadarkan siswa bahwa
seringkali pendapat mereka yang pada awalnya mereka anggap salah, ternyata
tidak salah sama sekali. Dengan kata lain, secara tidak langsung dapat
menumbuhkan keberanian siswa dalam berkomunikasi di depan kelas.
dengan cara ini diharapkan siswa mampu bekerja sama, saling
membutuhkan dan saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara
kooperatif. Keunggulan dan teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa, yaitu
memberi kesempatan delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk
dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain (Isjoni, 2006).
Langkah 1 : Pendahuluan
Pada tahap ini, guru menyampaikan pertanyaan yang merupakan permasalahan.
Tahap ini dimulai dengan guru melakukan apersepsi, menjelaskan tujuan
pembelajaran, dan menyampaikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi
yang akan disampaikan.
Langkah 2 : Think
Pada tahap ini, siswa dituntut berpikir secara individual. Guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawaban dari permasalahan yang
disampaikan guru. Langkah ini dapat dikembangkan dengan meminta siswa untuk
menuliskan hasil pemikirannya masing-masing. Siswa membutuhkan penjelasan
bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berpikir.
20
Langkah 3 : Pair
Langkah 4 : Share
Langkah 5 : Evaluasi
Langkah akhirnya yaitu menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan
masalah. Guru membantu siswa untuk melakukan evaluasi dan penguatan
terhadap hasil pemecahan masalah yang telah mereka diskusikan.
Dalam hal peran guru dalam mengajar dapat dilihat dari aktivitas yang
dilakukan oleh guru selama model diterapkan. Langkah-langkah penyelenggaraan
model diskusi Think-Pair-Share dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut.
21
Tabel 2.3
Langkah-langkah penyelenggaraan model diskusi Think-Pair-Share
Tahap Kegiatan Guru
Tahap 1 menyampaikan tujuan (1) Menyampaikan pendahuluan,
dan mengatur siswa (a)motivasi,
(b)menyampaikan tujuan dasar diskusi
(c) apersepsi;
(2) Menjelaskan tujuan diskusi,
Tahap 2 mengarahkan diskusi (1) Mengajukan pertanyaan
awal/permasalahan;
(2) Modeling,
Tahap 3 menyelenggarakan (1) Membimbing/mengarahkan siswa dalam
diskusi mengerjakan LKS secara mandiri (think);
(2) Membimbing/mengarahkan siswa dalam
berpasangan (pair);
(3) Membimbing/mengarahkan siswa dalam
berbagi (share);
(4) Menerapkan waktu tunggu;
(5) Membimbing kegiatan siswa,
Tahap 4 mengakhiri diskusi Menutup diskusi.
Tahap 5 melakukan Tanya Membantu siswa membuat rangkuman
jawab singkat tentang proses diskusi dengan Tanya jawab singkat
diskusi
Para guru juga mungkin mempunyai waktu yang lebih banyak untuk berpikir
ketika menggunakan Think Pair Share. Mereka dapat berkonsentrasi
mendengarkan jawaban siswa, mengamati reaksi siswa, dan mengajukan
pertanyaan tingkat tinggi.
Keunggulan dari Think-Pair-Share ini adalah optimalisasi partisipasi
siswa. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju dan
membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, model Think-Pair-Share ini
memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk menunjukkan partisipasi
mereka kepada orang lain. Model ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran
dan untuk semua tingkatan anak didik.
disebut reward, arti reward bukan hanya sekedar hadiah melainkan ada sebuah
pencapaian yang telah dilaluinya.
Reward merupakan sesuatu yang disenangi atau digemari oleh anak-anak
yang diberikan kepada siapa saja yang dapat memenuhi harapan yakni mencapai
tujuan yang ditentukan, atau bahkan mampu melebihinya. Besar kecilnya reward
yang diberikan kepada yang berhak tergantung kepada banyak hal, terutama
ditentukan oleh tingkat pencapaian yang diraih. Tentang bagaimana wujudnya,
banyak ditentukan oleh jenis atau wujud pencapaian yang diraih serta kepada
siapa reward tersebut diberikan. (Suharsimi, 1993 : 160)
Jadi dapat disimpulkan bahwa reward adalah suatu cara yang digunakan
oleh seseorang untuk memberikan suatu penghargaan kepada seseorang karena
sudah mengerjakan suatu hal yang yang benar, sehingga seseorang itu bisa
semangat lagi dalam mengerjakan tugas tersebut. Contohnya seorang guru telah
memberikan penghargaan, atau pujian kepada siswanya yang telah menjawab
pertanyaan dengan baik, atau prestasinya baik, maka siswa itu semangat lagi
dalam mengerjakan tugas itu.
Peranan reward dalam proses mengajar cukup penting terutama sebagai
faktor eksternal dalam mempengaruhi dan mengarahkan perilaku siswa. Hal ini
berdasarkan atas berbagai pertimbangan logis, diantaranya reward biasanya dapat
menimbulkan motivasi belajar siswa, dan reward juga memiliki pengaruh positif
dalam kehidupan siswa. Manusia selalu mempunyai cita-cita, harapan dan
keinginan. Inilah yang dimanfaatkan oleh reward. Maka dengan metode ini,
seseorang mengerjakan perbuatan baik atau mencapai suatu prestasi yang tertentu
diberikan suatu reward yang menarik sebagai imbalan. Dengan demikian dengan
melakukan sesuatu perbuatan atau mencapai suatu prestasi.(Mahfudh, 1987 : 81)
Reward merupakan alat pendidikan yang mudah dilaksanakan dan sangat
menyenangkan bagi siswa, untuk itu reward dalam suatu proses pendidikan
sangat dibutuhkan keberadaannya demi meningkatkan motivasi belajar. Maksud
dari para pendidik memberi reward kepada siswa adalah supaya siswa siswa
25
menjadi lebih giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau mempertinggi prestasi
yang akan dicapainya, dengan kata lain siswa menjadi lebih keras kemauannya
untuk belajar lebih baik. (Ngalim Purwanto, 1985 : 231)
Dari banyak macam reward diatas, maka dari itu seorang guru dapat
memilih reward yang relevan dengan siswa disesuiakan dengan situasi dan
kondisi siswa atau situasi dan kondisi keuangan, bila hal itu menyangkut masalah
keuangan.
kesadaran siswa itu sendiri. Dan dengan reward itu, juga diharapakan dapat
membangun suatu hubungan yang positif antara guru dan siswa, karena reward
itu adalah bagian dari pada penjelmaan dari rasa cinta kasih sayang seorang guru
kepada siswa.
Jadi, maksud dari reward itu yang paling terpenting bukanlah hasil yang
dicapai seorang siswa, tetapi dengan hasil yang dicapai siswa, guru bertujuan
membentuk kata hati dan kemauan yang lebih baik da lebih keras kepada siswa.
Seperti halnya telah disinggung diatas, bahwa reward disamping merupakan alat
pemdidikan reprensif yang menyenangkan, reward juga dapat menjadi pendorong
atau motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik (Umi Masrurah, 2007 : 21).
2.1.3 Kajian Tentang Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share
(TPS) Dengan Pemberian Reward
Reward ini diberikan karena reward merupakan alat yang sesuai diberikan untuk
mengatasi situasi belajar siswa yang tidak kondusif saat pelajaran kelompok
diterapkan karena saat pelajaran kelompok diterapkan, kecenderungan siswa yang
ramai dan tidak serius dalam belajar akan mudah ditemukan, hal ini akan
berdampak pada proses belajar yang tidak sesuai dengan rencana. Oleh sebab itu
reward diberikan agar pada saat pembelajaran TPS berlangsung, kecenderungan
siswa yang pasif akan teratasi, maka akan terjadi situasi belajar yang
menyenangkan dan siswa termotivasi untuk serius dalam pembelajaran karena
pada akhir perbuatannya atau pekerjaannya, siswa akan mendapatkan
penghargaan. Hal ini juga akan memudahkan peneliti dalam menerapkan
pembelajaran TPS.
Dalam penggunaannya, reward terdiri dari beberapa komponen seperti
reward verbal (pujian) dan reward non verbal. Dari komponen reward tersebut,
guru dapat memilih reward yang relevan dengan siswa dan disesuaikan dengan
situasi dan kondisi siswa atau situasi dan kondisi keuangan, agar disaat
pembelajaran, semua dapat berjalan dengan lancar. Bila proses belajar siswa
berjalan sesuai dengan yang diinginkan, maka tentunya penerapan pembelajaran
TPS akan mudah diterapkan.
Adapun langkah-langkah atau alur pembelajaran dalam Model
Pembelajaran Think Pair Share (TPS) dengan pemberian Reward adalah :
Langkah 1 : Pendahuluan
Pada tahap ini, guru menyampaikan pertanyaan yang merupakan permasalahan.
Tahap ini dimulai dengan guru melakukan apersepsi, menjelaskan tujuan
pembelajaran, dan menyampaikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi
yang akan disampaikan.
Langkah 2 : Think
Pada tahap ini, siswa dituntut berpikir secara individual. Guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawaban dari permasalahan yang
32
disampaikan guru. Langkah ini dapat dikembangkan dengan meminta siswa untuk
menuliskan hasil pemikirannya masing-masing. Siswa membutuhkan penjelasan
bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berpikir.
Langkah 3 : Pair
Langkah 4 : Share
Langkah 5 : Reward
Pada langkah ini, guru memberi sertifikat/hadiah pada kelompok yang telah
berpatisipasi dalam diskusi kelas. Pemberian penghargaan lebih berorientasi pada
kelompok daripada individu. Hal ini dilakukan agar kelompok siswa lebih
kompak dan bersemangat dalam setiap pembelajaran kelompok yang diterapkan.
Langkah 6 : Evaluasi
Langkah akhirnya yaitu menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan
masalah. Guru membantu siswa untuk melakukan evaluasi dan penguatan
terhadap hasil pemecahan masalah yang telah mereka diskusikan.
33
tinggi, mencari bahan-bahan yang berkaitan untuk memahami suatu topik, dan
menyelesaikan tugas yang diberikan.
Siswa yang memiliki motivasi belajar akan bergantung pada apakah
aktivitas tersebut memiliki isi yang menarik atau proses yang menyenangkan.
Intinya, motivasi belajar melibatkan tujuan-tujuan belajar dan strategi yang
berkaitan dalam mencapai tujuan belajar tersebut (Brophy, 2004).
e. Memberitahukan hasil, hal ini akan mendorong siswa untuk lebih giat
belajar terutama kalau terjadi kemajuan.
f. Pujian, jika ada siswa yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, hal
ini merupakan bentuk penguatan positif
situasi belajar yang menyenangkan dan siswa termotivasi untuk serius dalam
pembelajaran karena pada akhir perbuatannya atau pekerjaannya, siswa akan
mendapatkan penghargaan. Hal ini juga akan memudahkan peneliti dalam
menerapkan pembelajaran TPS.
Sedangkan motivasi adalah suatu dorongan kehendak yang menyebabkan
seseorang melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam
proses pembelajaran, harus ada dorongan mental yang muncul dari dalam dan luar
siswa untuk melaksanakan proses pembelajaran yang diharapkan. Karena dalam
belajar, tingkat ketekunan siswa sangat ditentukan oleh adanya motif dan kuat
lemahnya motivasi belajar yang ditimbulkan motif tersebut.
Untuk mengetahui motivasi siswa selama pembelajaran Maka dari itu
peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share
(TPS) dengan pemberian reward. Karena kebanyakan motivasi belajar siswa pada
suatu pembelajaran sangat rendah. Hal ini dikarenakan proses pembelajaran yang
berasal dari guru yang menggunakan metode pembelajaran konvensional, hal ini
membuat siswa merasa bosan, sehingga proses pembelajaran tidak seperti yang
diharapakan. Untuk itu peneliti akan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe
Think-Pair-Share dengan pemberian reward untuk melihat motivasi belajar siswa
setelah pembelajaran dilakukan di kelas
41
Kelas
eksperimen
t
Pengukuran awal
Pengukuran akhir
Pada penelitian ini, Peneliti hanya menggunakan satu kelas, yaitu kelas
eksperimen. Hal ini dilakukan karena peneliti dalam penelitian ini menggunakan
desain one group pre test-post test desaign. Pada pertemuan pertama, peneliti
menerapkan pembelajaran konvensional. Untuk melihat motivasi siswa pada saat
42