Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Diajukan untuk menunjang mata kuliah

“PENGANTAR KEBIJAKAN PENDIDIKAN”

“SOSIALISASI DAN KOMUNIKASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN”

Dosen Pengampu:

Dr. Robi Hendra, S.Pd., M.Pd.

Kelompok 9:

Denny Prayuda_A1D52031

Wellty Mely Betesda Br Sinaga_A1D521046

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Sosialisasi dan Komunikasi
Kebijakan Pendidikan” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada mata kuliah
Pengantar kebijakan Kependidikan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang “Sosialisasi dan Komunikasi Kebijakan Pendidikan” bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Robi Hendra, S.Pd., M.Pd. selaku dosen
pengampu mata kuliah Pengantar kebijakan Kependidikan yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang ditekuni.

Penulis menyadari, makalah yang di tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan penulis nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Jambi, 29 April 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.1. Latar Belakang..............................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah.........................................................................................4
1.3. Tujuan............................................................................................................4
BAB II......................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................... 5
Sosialisasi dan Komunikasi Kebijakan Pendidikan.................................................5
2.1 Konsep sosialisasi Komunikasi Kebijakan pendidikan..................................5
2.2. Batasan sosialisasi komunikasi kebijakan pendidikan..................................6
2.3. Alasasn pentingnya komunikasi kebijakan pendidikan.................................7
2.4 Model komunikasi kebijakan pendidikan.......................................................7
2.5 Problem komunikasi kebijakan pendidikan...................................................9
BAB III..................................................................................................................11
PENUTUP..............................................................................................................11
3.1. Kesimpulan :................................................................................................11
3.2. Saran............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sosialisasi merupakan sebuah proses yang paling penting yang secara sadar atau tidak kita sudah
jalani dalam kesehariannya. Sosialisasi juga menjadi suatu kegiatan di mana seorang diberikan pelajaran
menjadi manusia yang berkontribusi dalam masyarakat maupun organisasi atau tempat kerjanya.
Biasanya berbagai permasalahan seputar sosialisasi kebijakan, belum di ketahuinya aturan, prosedur,
tanggung jawab, batasan, koordinasi, tindakan yang tepat belum diketahui masyarakat. Untuk mengatasi
agar tidak terjadi miskommunikasi, kesalahan intepretasi, pada hakikatnya sosialisasi kebijakan ini harus
dilakukan dalam konteks organisasi yang menyeluruh dengan tujuan dan target yang jelas, prioritas yang
jelas sumber daya pendukung yang jelas pula.Kebijakan pendidikan menjadi sangat penting terkait
dengan moral anak didik. Kebijakan pendidikan mancakup seperangkat ketetapan, peraturan mengenai
pendidikan yang dirumuskan berdasarkan permasalahan dengan latar belakang masyarakat yang diawali
dengan perumusan, penetapan, implementasi hingga pada evaluasi. Wujud dari kebijakan pendidikan ini
biasanya berupa Undang-Undang pendidikan, intruksi, peraturan pemerintah, keputusan pengadilan,
peraturan menteri, dan sebagainya menyangkut pendidikan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja Konsep sisialisasi Komunikasi Kebijakan pendidikan?


2. Apa saja Batasan sosialisasi komunikasi kebijakan pendidikna?
3. Apa Alasasn pentingnya komunikasi kebijakan pendidikan?
4. Apa saja Model komunikasi kebijakan pendidikan?
5. Apa saja Problem komunikasi kebijakan pendidikan?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui Apa saja Konsep sisialisasi Komunikasi Kebijakan pendidikan


2. Mengetahui Apa saja Batasan sosialisasi komunikasi kebijakan pendidikna
3. Mengetahui Apa Alasasn pentingnya komunikasi kebijakan pendidikan
4. Mengetahui Apa saja Model komunikasi kebijakan pendidikan
5. Mengetahui Apa saja Problem komunikasi kebijakan pendidikan

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep dasar Sosialisasi Komunikasi Kebijakan Pendidikan

Sosialisasi adalah satu konsep umum yang bisa dimaknakan sebagai sebuah proses di mana
kita belajar melalui interaksi dengan orang lain, tentang cara berpikir, merasakan, dan bertindak, di
mana kesemuanya itu merupakan hal-hal yang sangat penting dalam menghasilkan partisipasi sosial
yang efektif. Sosialisasi merupakan proses yang terus terjadi selama hidup kita. Salah satu teori peran
yang dikaitkan dengan sosialisasi ialah teori George Herbert Mead. (1972), dalam teorinya yang
diuraikan dalam buku Mind, Self, and Society Mead menguraikan 4 tahap pengembangan diri
manusia. Manusia yang baru lahir belum mempunyai diri. Diri manusia berkembang secara bertahap
melalui interaksi dengan anggota masyarakat lain. Menurut Mead pengembangan diri manusia
berlangsung melalui tahap-tahap sebagai berikut:

1) Manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya. Pada
tahap ini juga anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna. Dalam tahap ini,
individu sebagai calon anggota masyarakat dipersiapkan dengan dibekali nilai-nilai dan norma-
norma yang menjadi pedoman bergaul dalam masyarakat oleh lingkungan yang terdekat, yaitu
keluarga. Lingkungan yang memengaruhi termasuk individu yang berperan dalam tahapan ini
relatif sangat terbatas, sehingga proses penerimaan nilai dan norma juga masih dalam tataran
yang paling sederhana.
2) Tahap Meniru (Play Stage); tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak
menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk
kesadaran tentang nama diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai
menyadari tentang apa yang dilakukan oleh seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari
dirinya. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai
terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan orang-orang yang
jumlahnya banyak telah juga mulai terbentuk.
3) Tahap Siap Bertindak (Game Stage); Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan
digantikan peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran.
Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat, sehingga
memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Pada tahap ini individu mulai
berhubungan dengan teman teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar
keluarganya secara bertahap mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari
bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar kel uarganya.
4) Tahap Penerimaan Norma Kolektif (Generalizing Stage) Pada tahap ini seseorang telah dianggap
dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata
lain, dia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya,
tetapi juga dengan masyarakat secara luas. Manusia dewasa menyadaripentingnya peraturan,
kemampuan bekerja sama, bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya. Manusia dengan
perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya. Dalam
tahap ini, individu dinilai sudah mencapai tahap kematangan untuk siap terjun dalam kehidupan
masyarakat. (George Herbert Mead, 1972).

5
Pandangan lain yang juga menekankan pada peranan interaksi dalam proses sosialisasi
adalah Charles H. Cooley. Menurut Cooley (1976), konsep diri (self concept) seseorang
berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Diri yang berkembang melalui interaksi
dengan orang lain oleh Cooley diberi nama looking-glass self. Cooley menamakannya demikian
karena melihat analogi antara pembentukan diri seseorang dengan perilaku orang yang sedang
bercermin; kalau cermin memantulkan apa yang terdapat di depannya, maka menurut Cooley diri
seseorang pun memantulkan apa yang dirasakannya sebagai tanggapan masyarakat terhadapnya.
Selanjutnya Cooley berpendapat bahwa looking-glass self terbentuk melalui tiga tahap. Pada
tahap pertama, seseorang mempunyai persepsi mengenai pandangan orang lain terhadapnya. Pada
tahap kedua, seseorang mempunyai persepsi mengenai penilain orang lain terhadap
penampilannya. Pada tahap ketiga, seseorang mempunyai perasaan terhadap apa yang
dirasakannya sebagai penilaian orang lain terhadapnya itu.

2.2 Batasan Sosialisasi dan Komunikasi Kebijakan Pendidikan

Dalam konteks implementasi kebijakan, pada dasarnya, sosialisasi memberikan dua


kontribusi fundamental bagi kehidupan manusia, antara lain. Pertama, memberikan dasar atau
fondasi kepada individu bagi terciptanya partisipasi yang efektif dalam masyarakat, dan kedua
memungkinkan lestarinya suatu masyarakat, karena tanpa sosialisasi akan hanya ada satu generasi
saja sehingga kelestarian masyarakat akan sangat terganggu. Contohnya, masyarakat Sunda,
Jawa, Batak, dsb, akan lenyap manakala satu generasi tertentu tidak mensosialisasikan nilai-nilai
kesundaan, kejawaan, kebatakan kepada generasi berikutnya. Agar dua hal tersebut dapat
berlangsung maka ada beberapa kondisi yang harus ada agar proses sosialisasi terjadi. Pertama,
adanya warisan biologikal, dan kedua, adalah adanya warisan sosial. Adapun komunikasi
menurut Gonzalez, (Imron, 2008), adalah suatu proses, yang dalam proses tersebut partisipan
bertukar tanda-tanda informasi dalam suatu waktu. Tanda-tanda-tanda informasi tersebut data
saja bersifat verbal, non verbal, dan paralinguistik.Tanda-tanda verbal dapat berupa kata-kata,
angka-angka, baik yang diucapkan maupun yang ditulis. Tanda-tanda non verbal dapat berupa
ekspresi fasial, gerak anggota tubuh, pakaian, warna, musik, waktu, ruamg, rasa, sentuhan, dan
bau. Sedangkan tanda-tanda paralinguistik meliputi: kualitas suara, kecepatan bicara, tekanan
suara, vokalisasi, yang digunakan untuk menunjukkan emosi tertentu.

Hakikat dari komunikasi kebijakan pendidikan adalah sosialisasi atas rumusan-rumusan


kebijakan pendidikan yang sudah dilegitimasikan. Sebagai komunikatornya adalah para aktor
perumusan kebijakan pendidikan, sedangkan sebagai komunikannya adalah para pelaksana
kebijakan pendidikan beserta dengan perangkat dan khalayak pada umumnya. Adapun bahan
yang dikomunikasikan adalah rumusan-rumusan kebijakan, mulai dari konsiderannya, isinya,
sampai dengan penjelasannya. Para pelaksana kebijakan pendidikan bersama dengan
perangkatnya mengkomunikasikan lagi rumusan kebijakan tersebut kepada khalayak umum.
Khalayak umum sendiri kemudian juga meng komunikasikan rumusan kebijakan pendidikan
kepada sesamanya. Rumusan kebijakan tersebut, menjadi bagian dari kehidupan khalayak, dan
oleh karena itu maka mereka mengambil bagian dalam pelaksanaannya. Unsur-unsur komunikasi
digambarkan Alo Liliweri (2009: 18), antara lain:

6
1) Pengirim (sender) atau sumber (source) atau komunikator adalah individu, kelompok, atau
organisasi yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah orang.

2) Penyandian (encoding), yakni proses pengalihan pikiran ke dalam bentuk lambang.

3) Pesan (message) merupakan pesan yang merupakan seperangkat lambang bermakna yang
disampaikan oleh komunikator.

4) Media adalah saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator kepada
komunikan.

2.3 Alasan-Alasan Perlunya Komunikasi Kebijaksanaan Pendidikan

1. Agar khalayak memahami lebih dalam. Kebijaksanaan pendidikan yang telah dirumuskan
harus senantiasa dikomunikasikan secara terus-menerus kepada khalayak, agar khalayak
memahaminya lebih dalam. Sebab, tidak diterimanya suatu kebijakan tersebut, bisa jadi bukan
karena kebijakan yang dirumuskan tersebut kurang aspiratif, melainkan terutama karena belum
dipahaminya secara mendalam oleh khalayak.

2. Menghindari Kesalahan pemahaman. Kontinuitas komunikasi sangat penting, jika kita sadari
bahwa tidak semua hal yang dikomunikasikan oleh komunikator itu senantiasa dapat dicerna
persis oleh komunikan. Kesalahan pemahaman inilah, yang seringkali menjadi penyebab tidak
tersosialisasikannya suatu rumusan kebijaksanaan yang sudah sah tersebut. Bahkan, tidak
mendukungnya mereka yang terikat oleh kebijaksanaan, terhadap kebijaksanaan yang sah bisa
disebabkan salahnya pemahaman akibat kurangnya komunikasi.

Komunikasi kebijaksanaan juga harus senantiasa dilakukan, agar penetrasi-penetrasi


informasi yang tidak sesuai dengan kebijaksanaan tidak lebih unggul dibandingkan dengan
informasi mengenai kebijaksanaan. Informasi-informasi yang salah mengenai kebijaksanaan,
dapat dicounter oleh informasi yang benar mengenai kebijaksanaan. Berarti, komunikasi
kebijaksanaan juga sekaligus dapat memperbaiki kesalahan interpretasi khalayak terhadap
kebijakan. Dalam setiap komunikasi, umumnya teradapat halangan atau apa yang disebut dengan
barrier. Halangan demikian akan berhasil ditembus, manakala komunikasi dilakukan secara terus-
menerus. Untuk menembus barrier ini, kadang-kadang juga diperlukan siasat tertentu. Lebih-lebih
jika sifat barrier telah mentradisi dan mengakar dengan simbol- simbol yang telah dimiliki oleh
khalayak. Komunikasi yag dilakukan terus-menerus tersebut haruslah juga memanfaatkan
simbol-simbol yang lazim dipakai oleh khalayak sasaran kebijaksanaan.

2.4 Model Komunikasi Kebijakan Pendidikan

Dalam kehidupan bermasyarakat dimana pun terus terdapat suatu ciri utama, yakni adanya
hubungan diantara anggotanya. Hubungan itu terjadi karena adanya proses yang saling
mempengaruhi. Proses ini lah yang baru komunikasi interaksi. Bentu-bentuk komunikasi berlaku di
dalam semua hubungan sosial, baik disekolah, maupun didalam semua hubungan sosial, baik

7
disekolah, maupun didalam hubungan masyarakat. Model komunikasi kebijakan adalah rekontruksi
batan untuk menata secara imajinatif dan menginterpretasi pengalaman-pengalaman kita tentang
keadaan bermasalah untuk mendeskripsikan, menjelaskan dan meramalkan aspek-aspek terpilih dari
keadaan bermasalah tersebut dengan maksud memecahkan permasalahannya. Berikut ini model
komunikasi kebijakan pendidikan.

1. Seminar
Seminar pada umumnya merupakan sebuah bentuk pengajaran cendekia, baik disebuah
universitas maupun di berikan oleh suatu organisasi komersial atau profesional. Seminar tentunya
harus di rencanakan baik waktu, tempat, dan jugapeserta. Fungsi seminar yang dilakukan adalah
untuk dikomunikasikan kebijakan pendidikan tersebut untuk masyarakat banyak, serta untuk
memecahkan suatu solusi atau masalah yang ada.
2. Penataran
Penataran adalah mempersembahkan arah atau latihan untuk sekelompok orang untuk melakukan
tugas tertentu. Dalam hal ini sebuah kebijakan pendidikan dapat di komunikasikan melalui
kegiatan penataran.
3. Pelatihan
Pelatihan merupakan kegiatan yang di rancang untuk mengembangkan sumber daya manusia
melalui rangkaian kegiatan melihat pengkajian serta proses belajar yang terencana. Hal ini di
lakukan melalui upaya untuk membantu mengembangkan kemampuan yang di perlukan agar
dapat melaksanakan tugas, baik sekarang maupun masa kini yang akan datang. Hal ini berarti
bahwa pelatihan dapat di jadikan sebagai sarana komunikasi kebijakan pendidikan. Selain itu, hal
ini di lakukan melalui upaya untuk membantu mengembangkan kemampuan yang di perlukan
agar dapat melaksanakan tugas, baik sekarang maupun di masa yang akan datang. Ini berati
bahwa pelatihan dapat di jadikan sebagai sarana yang berfungsi untuk perbaiki masalah kinerja
organisasi, seperti efektifitas, efesien dan produktivitas. Pelatihan juga merupakan upaya
pembelajaran yang di selenggarakan oleh organisasi baik pemerintah, maupun lembaga swadaya
masyarakat atau perusahaan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan organisasi dan mencapai
tujuan organisasi.
4. Penyuluhan
Penyuluhan yaitu suatu proses atau cara yang di lakukan oleh seorang penyuluh untuk
memberikan penerangan atau informasi untuk orang lain yang semula tidak tau menjadi tau.
Metode adalah cara yang sistematis untuk mencapai suatu tujuan yang telah direncakan. Setiap
orang “belajar” lebih banyak melalui cara yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dalam
menangkap pesan yang diterimanya, ada yang cukup dengan mendengar saja, atau melihat dan
juga ada yang harus praktek dan kemudian mendistribusikannya. Namun dilain pesta,
penggunaan kombinasi dari berbagai metode penyuluhan akan banyak membantu mempercepat
proses perubahan. Penggunaan komunikasi antar pribadi maupun peragaan metode telah berhasil
mengubah sikap dan mengajar beberapa teknik. Pengalaman penelitiaan dinegara-negara
berkembang menunjukkan bahwa ada hubungan yang erat antara tahapan mengadopsi seseorang
dengan pendekatan yang harus dilakukan, karena ada perbedaan kecapatan seseorang dalam
belajar sesuatu. Sekelompok orang mungkin telah sampai pada tahap mencoba sesuatu hal yang
baru jadi mereka ingin prakteknya. Tetapi dilain pesta bisa terjadi, hanya sampai pada tahap,
menyadari dana tau merekomendasikan. Dengan demikian, melihat kasus ini: penggunaan
kombinasi berbagai metode penyuluhan akan lebih efektif.

8
2.5 Problema Komunikasi Kebijakan Pendidikan

Problema komunikasi kebijakan dapat dibedakan atas tiga sumber yaitu yang bersumber dari
komunikatornya, yang bersumber dari pesannya sendiri, dan yang bersumber dari komunikannya.

a. Problema yang bersumber dari komunikator kebijakan pendidikan adalah:

1) Kurang ahlinya komunikator dalam menyampaikan pesan-pesan kebijakan, sehingga kebijakan


pendidikan yang rumusannya jelas, bisa tidak jelas karena tidak disampaikan dengan baik oleh
komunikatornya.

2) Komunikator mempunyai referensi yang berbeda dengan komunikan dalam banyak


hal.berbedanya referensi ini bisa menjadi penyebab taktepatnya jargon-jargon yang dipakai oleh
komunikator dalam menyampaikanpesan-pesan kebijakan pendidikan, dari visi komunikan.

3) Kurangnya kredibilitas komunikator di mata komunikan. Kredibilitas komunikator, meliputi


banyak hal, mulai dari tingkat ketokohannya di masyarakatnya (di mata komunikan), perilaku dan
sikapnya, serta kemampuan aktingnya.

b. Problema-problema komunikasi kebijakan pendidikan yang bersumber dari pesannya sendiri adalah:

1) Pesan itu sendiri, ialah rumusan kebijakannya tidak begitu jelas. Ketidakjelasan rumusan ini
terjadi sebagai akibat dari banyaknya kompromi dan upaya konsensus yang dilakukan oleh para
aktor pada saat merumuskan kebijakan. Jika rumusan kebijakan itu tidak jelas, maka akan
ditangkap komunikator secara tidak jelas, lebih-lebih jika disampaikan kepada komunikan atau
khalayak, akan tertangkap tidak jelas lagi.

2) Sebagai rumusan kebijakan yang baru dan belum mengkhalayak,bisa jadi rumusan kebijakan
tersebut dirasakan asing oleh khalayak. Karena dirasakan asing, memberikan peluang bagi
munculnya penolakan dari komunikan. Sebab, seberapa pun kadarnya, komunikan pasti telah
punya referensi mengenai banyak hal.Referensi yang telah ada dalam dirinya tersebut, bisa
menjadipenyebab resistensinya terhadap hal-hal yang baru, terlebih dengan hal-hal yangasing.

3) Sebagai akibat dari komprominya banyak aktor dalam merumuskankebijakan, tidak jarang
rumusan kebijakan tersebut sangat ideal dan kurangrealistik. Ini bisa menjadi penyebab
komunikan yang menerima pesan darikomunikator tersebut apatis, karena menganggap apa yang
disampaikan oleh komunikator sekedar isapan jempol. Misalnya saja, rumusan kebijakan yang
terlalu ambisius dan tidak mungkin dapat dilakukan.

c. Problema komunikasi kebijakan pendidikan yang bersumberdari komunikannya adalah:

1) Heterogennya komunikan. Heterogenitas komunikan ini, bisa dalam hal tingkatan


pendidikannya, ragam etnik, kepercayaan dan agamanya, dan ragam simbol-simbol yang dipakai
dalam kehidupannya.Heterogenitas komunikan ini, menjadikan penyebab sulitnya mencari
“bahasa” yang cocok untuk mereka.Penyesuaian penyampaian pesan berdasarkan mereka yang
berada di strata atas, tentu menjadi penyebab tidak dipahaminya pesan-pesan tersebut oleh rakyat

9
kebanyakan, sementara jika menyesuaikan dengan mereka yang tingkatannya rendah, bisa
dianggap tak berbobot oleh mereka yang berada di tingakatan atas.

2) Adanya pengetahuan sebelumnya dari pihak komunikan yangberbeda sama sekali dengan
pesan-pesan kebijakan yang baru saja ia terima. Seleksi yang dilakukan ini bisa menjadi
penyebab diterimanya kebijakan tersebut secara sepotong-sepotong dan tidak utuh.Tidak utuhnya
penerimaan atas rumusan kebijakan bisa menjadi penyebab kelirunya pemahaman seseorang
mengenai kebijakan.

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sosialisasi merupakan sebuah proses yang paling penting yang secara sadar atau tidak kita sudah
jalani dalam kesehariannya. Sosialisasi juga menjadi suatu kegiatan di mana seorang diberikan pelajaran
menjadi manusia yang berkontribusi dalam masyarakat maupun organisasi atau tempat kerjanya. Dalam
konteks implementasi kebijakan, pada dasarnya, sosialisasi memberikan dua kontribusi fundamental bagi
kehidupan manusia, antara lain. Pertama, memberikan dasar atau fondasi kepada individu bagi terciptanya
partisipasi yang efektif dalam masyarakat, dan kedua memungkinkan lestarinya suatu masyarakat, karena
tanpa sosialisasi akan hanya ada satu generasi saja sehingga kelestarian masyarakat akan sangat
terganggu. Komunikasi kebijaksanaan juga harus senantiasa dilakukan, agar penetrasi-penetrasi informasi
yang tidak sesuai dengan kebijaksanaan tidak lebih unggul dibandingkan dengan informasi mengenai
kebijaksanaan. Informasi-informasi yang salah mengenai kebijaksanaan, dapat dicounter oleh informasi
yang benar mengenai kebijaksanaan. Dalam kehidupan bermasyarakat dimana pun terus terdapat suatu
ciri utama, yakni adanya hubungan diantara anggotanya. Hubungan itu terjadi karena adanya proses yang
saling mempengaruhi. Proses ini lah yang baru komunikasi interaksi. Bentu-bentuk komunikasi berlaku di
dalam semua hubungan sosial, baik disekolah, maupun didalam semua hubungan sosial, baik disekolah,
maupun didalam hubungan masyarakat.

3.2 Saran

Penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami selaku penulis
memohon kepada kepada pembaca supaya berkenan memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun dengan tujuan untuk memperbaiki dan menyempurnakan makalah ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

https://123dok.com/article/problema-komunikasi-kebijakan-pendidikan-sosialisasi-komunikasi-kebijakan-
penidikan.y9rg76vy

https://www.academia.edu/40856534/Riska_kebijakan_pend

https://staitubadewiika.blogspot.com/2017/10/komunikasi-kebijaksanaan-pendidikan.html?m=1

https://123dok.com/article/konsep-dasar-sosialisasi-komunikasi-kebijakan-pendidikan-pengertian-
sosialisasi.y9rg76vy?
_gl=1*htw1eg*_ga*bUJMZEZkVFZfRDEzYjlNXzdkSW93VldwX2Y0NFk4eTRtTnpyUGZZMXVMM
GxfbmZ2QnBlaHB3MmktdGU2Q2tKMg

12

Anda mungkin juga menyukai