Anda di halaman 1dari 21

TUGAS FARMAKOTERAPI INFEKSI & MALIGNASI

GASTROENTERITIS Salmonella Sp

Dosen Pengampu :

apt. Yane Dila Keswara, M.Sc.

Kelompok 4

Nama Anggota :

1. Nadya Dwi Puspita (25195696A)


2. Arsyeni Destra Anarchy A. (25195697A)
3. Sephia Febriyanti (25195698A)
4. Mei Senja Ariza Hariatin (25195708A)
5. Laila Nur Fadilah (25195709A)
6. Inayah Wulandari (25195710A)
7. Sevia Agustin (25195722A)
8. Alya Rizki Putri Prtama (25195736A)
9. Indah Purnama Sari (25195744A)
10. Sherly Anindia Putri (25195745A)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA

2022

i
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1


A. Latar Belakang Masalah ...................................................................3

B. Perumusan Masalah..........................................................................3

C. Tujuan Pembahasan..........................................................................3

BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................5


A. Definisi .............................................................................................5

B. Epidemiologi ....................................................................................7

C. Etiologi .............................................................................................8

D. Patofisiologi ...................................................................................10

E. Penatalaksanaan .............................................................................12

BAB III PENUTUP .............................................................................................14


A. Kesimpulan.....................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 15 -17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit gastroenteritis di Indonesia masih menjadi masalah besar,
khususnya gastroenteritis yang disebabkan oleh infeksi dan non infeksi. Diare dan
gastroenteritis menempati posisi kelima dalam sepuluh penyakit terbanyak pada
pasien rawat jalan pada tahun 2010. Hasil Riset Kesehatan Dasar menunjukkan
prevalensi diare pada tahun 2007 sebesar 9%, kemudian mengalami penurunan
pada tahun 2013 menjadi 7%. Pada tahun 2015, angka kesakitan diare mencapai
214/1000 orang atau sekitar 5.405.235 kasus diare, dimana 74,3% dari kasus
tersebut dirawat dirumah sakit (Simadibrata, M dan Adiwinata, R, 2017).
Penyakit gastroenteritis berhubungan erat dengan kebersihan dan keamanan
pangan yang dikonsumsi, khususnya pada kelompok anak-anak. Salah satu kunci
keberhasilan dalam menciptakan anak yang sehat, kuat dan cerdas adalah melalui
pemberian pangan yang bergizi seimbang. Asupan gizi dapat diperoleh melalui
pangan yang disajikan dirumah tangga, pangan kemasan, atau pangan jajanan.
Pangan yang dimaksud meliputi makanan dan minuman jajanan. Jenis pangan ini
umumnya rutin dikonsumsi oleh sebagian besar anakanak usia sekolah.
Makanan jajanan yang tidak aman dan tidak berkualitas akan membahayakan
kesehatan, sehingga dapat menimbulkan masalah kesehatan, khususnya bagi anak
usia sekolah; dan pada akhirnya dapat menurunkan kualitas tumbuh kembang anak
untuk dapat menjadi sumber daya manusia (SDM) bangsa yang produktif. Hasil uji
yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada bulan Januari
sampai Agustus 2014 menunjukkan bahwa hampir sepertiga jajanan anak sekolah
di 23.500 sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah di Indonesia tercemar mikroba
berbahaya. Selain itu juga ditemukan penggunaan bahan berbahaya dan bahan
tambahan pangan yang tidak memenuhi syarat. Survei Data Pangan Jajanan Anak
Sekolah yang dilakukan Badan POM RI di seluruh Indonesia tahun 2009
1
menunjukkan bahwa 45% PJAS tidak memenuhi syarat, karena mengandung
bahan kimia berbahaya seperti formalin, boraks, rhodamin dan mengandung Bahan
Tambahan Pangan (BTP) lainnya seperti siklamat dan benzoat melebihi batas
aman, serta cemaran mikrobiologi. Bakteri Salmonella sp. merupakan bakteri yang
sering ditemukan dalam makanan jajanan anak sekolah.
Bakteri Salmonella sp merupakan mikrobia pathogen penyebab sakit perut
yangdapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai Salmonellosis. Habitat
alami Salmonella sp adalah di usus manusia dan hewan, sedangkan air dan
makanan merupakanmedia perantara penyebaran Salmonella sp. Salmonella sp
dapat menginfeksi manusia jika mencemari makanan dan kemudian dikonsumsi
oleh manusia. Karena itu masalah keamanan pangan (food safety) menjadi sangat
penting artinya bagi seluruh masyarakat. Bahan pangan dapat bertindak sebagai
substrat atau perantara bagi pertumbuhan mikroorganisme patogenik.
Foodborne disease yang disebabkan oleh bakteri meliputi infeksi makanan
dan keracunan makanan. Infeksi makanan terjadi karena konsumsi makanan yang
mengandung bakteri hidup sedangkan keracunan makanan karena masuknya toksin
atau substansi beracun yang disekresi kedalam makanan (Mega M., Estu L., 2014).
Salmonella sp. merupakan salah satu bakteri penyebab utama food borne disease
di Amerika Serikat (Wanke, 2014), karena bakteri tersebut sering ditemui dalam
bahan makanan/minuman dan merupakan salah satu bakteri patogen yang sering
menginfeksi manusia melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
(Brooks, Geo F., Butel, Janet S., Morse, 2005). Meskipun unggas dan telur adalah
sumber utama Salmonella sp akan tetapi bakteri ini dapat ditemukan dalam
berbagai macam makanan, termasuk daging sapi, buah buahan, sayuran bahkan
makanan yang sudah melalui proses tertentu (CDC, 2011). Masuknya bakteri ini
ke dalam tubuh manusia, dapat berpengaruh terhadap kesehatan, diantaranya dapat
menyebabkan penyakit gastroenteritis, demam tifoid dan bakteremia dengan atau
tanpa penyakit metastatik (J. Vandepitte, 2010).

2
Beberapa kejadian wabah gastroenteritis berdasarkan survei nasional di
Amerika, disebabkan oleh adanya Salmonella sp yang dianggap sebagai patogen
bawaan makanan (Mary E. Wikswo, 2012). Gastroenteritis yang disebabkan oleh
salmonella merupakan infeksi pada usus dan terjadi lebih dari 8 sampai 48 jam
setelah bakteri patogen itu masuk ke dalam host. Ciri-cirinya adalah diare, demam,
sakit kepala, muntah, sakit pada abdomen (abdominal pain) yang terjadi selama 2
sampai 5 hari. Gejala lain adalah kehilangan cairan dan kehilangan keseimbangan
elektrolit merupakan bahaya terutama terhadap anak-anak dan orang tua (Mary E.
Wikswo, 2012). Anak yang menderita gastroenteritis atau penyakit lain yang
menyebabkan muntah, diare atau asupan makanan yang rendah berisiko
mengalami dehidrasi (Vafaee A, Moradi A, 2008).
Berdasarkan permasalahan tersebut maka perlu dilakukan pembahasan
mengupas mengenai gastroenteritis yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
thyposa dengan tujuan yang diharapkan yaitu untuk mengetahui bagaimana
penyakit gastroenteritis yang disebabkan oleh bakteri tersebut.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka data dirumuskan beberapa
masalah sebagai berikut :
1. Apa definisi dari gastroenteritis dan Salmonella sp ?
2. Bagaimana epidemiologi gastroenteritis ?
3. Bagamana etiologi gastroenteritis?
4. Bagaimana patofisiologi gastroenteritis yang diakibatkan oleh Salmonella sp ?
5. Bagaimana penatalaksanaan gastroenteritis yang diakibatkan oleh Salmonella
sp ?
C. Tujuan Pembahasan
Makalah ini dibuat dengan beberapa tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui definisi dari gastroenteritis dan Salmonella sp.
2. Untuk mengetahui epidemiologi gastroenteritis.
3. Untuk mengetahui etiologi gastroenteritis.

3
4. Untuk mengetahui patofisiologi gastroenteritis yang diakibatkan oleh
Salmonella sp.
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan gastroenteritis yang diakibatkan oleh
Salmonella sp.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana terdapat inflamasi pada bagian
mukosa dari saluran gastrointestinal ditandai dengan diare dan muntah (How, C.,
2010). Menurut Dennis, dkk (2016) diare adalah buang air besar dengan frekuensi
yang meningkat dari biasanya atau lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi
feses yang lebih lembek atau cair (kandungan air pada feses lebih banyak dari
biasanya yaitu lebih dari 200 gram atau 200ml/24jam). Gastroenteritis akut adalah
diare dengan onset mendadak dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari
disertai dengan muntah dan berlangsung kurang dari 14 hari (Sudoyo, 2009).
Gastroenteritis akut juga didefinisikan sebagai suatu kumpulan dari gejala
infeksi saluran pencernaan yang dapat disebabkan oleh beberapa organisme seperti
bakteri, virus, dan parasit. Beberapa organisme tersebut biasanya menginfeksi
saluran pencernaan manusia melalui makanan dan minuman yang telah tercemar
oleh organisme tersebut (food borne disease) (Mendri, 2017). Berdasarkan hal
tersebut dapat disumpulkan Gastroenteritis akut (GEA) adalah inflamasi mukosa
dari saluran gastrointestinal akibat infeksi organisme seperti bakteri, virus, dan
parasit ditandai dengan feses yang lebih lembek atau cair dan muntah dengan onset
mendadak yang frekunsinya lebih dari 3 kali sehari dan berlansung kurang dari 14
hari.
Salmonella sp seringkali bertindak sebagai penyebab utama infeksi pada
penyakit foodborne disease. Salmonella sp dapat menyebabkan berbagai penyakit
seperti penyakit diare, salmonellosis, gastroenteritis, demam tifus, bacteremia
(sepsis), serta penyakit infeksi lokal lainnya. Pada biakan agar membentuk koloni
dengan ukuran koloni 2-8 μm, berbentuk bulat agak cembung, jernih, mengkilat
putih kekuningan (Damianus L, 2008). Salmonella adalah bakteri gram negatif dan
terdiri dari famili Enterobacteriacea. Salmonella merupakan bakteri patogenik
enterik dan penyebab utama penyakit bawaan dari makanan (foodborne disease).
5
Antigen salmonella terdiri dari tiga yakni antigen terluar O, flagella H dan kapsul
Vi (virulensi). Terdapat lebih dari 2500 serotipe salmonella yang dapat
menginfeksi manusia. Namun serotipe yang sering menjadi penyebab utama
infeksi pada manusia adalah Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B,
Salmonella paratyphi C, Salmonella cholerasius, Salmonella typhi (Kuswiyanto,
2017).
Spesies Salmonella dapat dibagi kepada dua yakni spesies typhoidal dan non
typhoidal. Bagi kelompok typhoidal bisa menyebabkan demam tifoid dan untuk
spesies non typhoidal bisa menyebabkan diare atau disebut enterokolitis. Spesies
typhoidal adalah bakteri Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi dan bakteri
Salmonella enteriditis (Kuswiyanto, 2017). Organisme ini bisa kehilangan antigen
H dan menjadi tidak motil. Hilangnya antigen O dapat menimbulkan perubahan
bentuk koloni yang halus menjadi kasar. Antigen Vi juga dapat hilang sebagian
atau seluruhnya. Antigen ini dapat diperoleh atau hilang pada proses transduksi
(Brooks, 2005).
Infeksi yang disebabkan oleh Salmonella disebut Salmonellosis. Saat kuman
masuk kedalam saluran pencernaan manusia, sebagian kuman akan mati oleh asam
lambung dan sebagian kuman akan masuk kedalam usus halus. Kemudian bakteri
ini akan melakukan penetrasi pada mukosa, baik di usus halus maupun di usus
besar. Setelah melampaui mukosa usus, kuman akan masuk kedalam kelenjar getah
bening, ke pembuluh darah, dan ke seluruh tubuh (terutama pada organ hati,
empedu, dan lain-lain). sehingga feses dan urin penderita bisa mengandung kuman
Salmonella yang siap menginfeksi manusia lain melalui makanan atau minuman
yang tercemari.

6
B. Epidemiologi

Gastroenteritis akut merupakan masalah yang banyak terjadi pada Negara


berkembang dibanding dengan negara maju yang tingkat higenitas dan sanitasi
lebih baik. Menurut data dari World Health Organization (WHO) dan UNICEF,
terdapat 1,87 juta orang meninggal akibat kasus gastroenteritis setiap tahunnya di
seluruh dunia. Secara global, diperkirakan terdapat 179.000.000 insiden
gastroenteritis akut pada orang dewasa tiap tahunnya dengan angka pasien yang
dirawat inap sebanyak 500.000 dan lebih dari 5000 pasien mengalami kematian.
Di amerika serikat setidaknya 8.000.000 dari pasien gastroenteritis akut yang
berobat ke dokter dan lebih dari 250.000 pasien dirawat di rumah sakit menurut
data dari The American Journal of Gastroenterology. Sedangkan menurut hasil
survey di Indonesia, insiden dari gastroenteritis akut akibat infeksi mencapai
96.278 insiden dan masih menjadi peringkat pertama sebagai penyakit rawat inap
di Indonesia, sedangkan angka kematian pada gastroenteritis akut (Case Fatality
Rate) sebesar 1,92%.
Dianggarkan tiga sampai lima miliar kasus gastroenteritis terjadi di seluruh
alam setiap tahun, terutama menjangkiti anak-anak dan orang di negara
mengembang. Ini mengakibatkan sekira 1,3 juta kematian pada anak-anak di
bawah usia lima tahun semenjak 2008, beberapa akbar kasus terjadi di negara-
negara sangat miskin di alam. Lebih dari 450.000 kematian tersebut diakibatkan
oleh rotavirus pada anak di bawah usia 5 tahun. Kolera mengakibatkan sekira tiga
sampai lima juta kasus penyakit dan membunuh sekira 100.000 orang setiap tahun.
Di negara mengembang anak-anak di bawah usia dua tahun sering merasakan
infeksi enam kali atau lebih setiap tahun sehingga mengakibatkan tingginya
gastroenteritis secara klinis. Ini lebih jarang terjadi pada orang dewasa, beberapa
karena mengembangnya kekebalan dapatan.

7
Pada tahun 1980, gastroenteritis dengan semua penyebabnya mengakibatkan
4,6 juta kematian pada anak-anak, dengan mayoritas kasus terjadi di negara
mengembang. Tingkat kematian menjadi kurang secara signifikan (menjadi sekitar
1,5 juta kematian setiap tahun) semenjak tahun 2000, terutama karena pengenalan
dan penggunaan luas terapi rehidrasi oral. Di AS, infeksi yang mengakibatkan
gastroenteritis adalah infeksi sangat umum kedua (setelah selesma), dan
mengakibatkan 200 sampai 375 juta kasus diare akut dan sekira sepuluh ribu
kematian setiap tahun, 150 sampai 300 kematian ini terjadi pada anak-anak di
bawah usia lima tahun.

C.Etiologi

Etiologi Gastroenteritis Secara Umum

Etiologi utama gastroenteritis adalah virus, khususnya rotavirus, namun


gastroenteritis juga dapat disebabkan oleh bakteri, parasit, penyebab non-infeksi,
serta penyebab lainnya.
Infeksi
Beberapa penyebab gastroenteritis akibat infeksi dapat dibagi menjadi
virus, bakteri, dan parasit.
• Virus
Etiologi gastroenteritis terbanyak pada anak yaitu adalah rotavirus grup A (25-
65% kasus). Setelah rotavirus, penyebab tersering gastroenteritis akut pada anak
yaitu calicivirus (7-22%), dan astrovirus (2-9%). Sementara itu, etiologi
gastroenteritis viral tersering pada dewasa yaitu norovirus dan rotavirus.
• Bakteri
Penyebab tersering gastroenteritis bakterial adalah Escherichia coli,
Campylobacter species, Salmonella species, Shigella species, dan Yersinia
enterocolitica. Salah satu etiologi gastroenteritis bakterial melalui makanan laut
yang tersering di Amerika Serikat yaitu Vibrio parahaemolyticus, dengan
45.000 kasus per tahun.
• Parasit

8
Contoh parasit yang dapat menyebabkan gastroenteritis adalah
cryptosporidium, giardia, dan entamoeba histolytica. Umumnya gastroenteritis
yang terjadi bersifat persisten. Pada infeksi giardia, transmisi terjadi melalui
sumber air yang terkontaminasi dan ditandai dengan diare berbau busuk disertai
perut kembung.
Non-infeksi

Penyebab gastroenteritis non-infeksi antara lain yaitu keracunan zat


kimia, obat-obatan, sindrom iritasi usus, penyakit radang usus (termasuk penyakit
Crohn, kolitis ulseratif, kolitis mikroskopis, dan kolitis kolagen), penyakit celiac,
gastroenteritis eosinofilik, keganasan kolorektal, ischemic bowel disease,
intoleransi laktosa, malabsorpsi, dan obstruksi usus misalnya ileus obstruktif.

Faktor Risiko

Faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan seseorang terkena


gastroenteritis antara lain yaitu:

• Usia Bayi dan Batita


Pada bayi dan batita, sistem imun tubuh masih belum sempurna untuk
melawan patogen gastrointestinal. Selain itu, anak-anak batita cenderung
melakukan risk-taking-behaviour, seperti menggunakan tangan dan kaki dalam
mengeksplorasi benda-benda yang kurang higienis, dan secara insidental dapat
memasukkannya ke dalam mulutnya. Bayi dan anak juga rentan mengalami
dehidrasi bilamana terkena gastroenteritis.
• Konsumsi Proton Pump Inhibitor (PPI)
Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan obat penekan asam PPI dapat
meningkatkan risiko gastroenteritis dengan mengurangi lingkungan asam yang
berfungsi sebagai mekanisme pertahanan awal melawan infeksi gastrointestinal.
Peningkatan dosis terapi PPI dikaitkan dengan peningkatan risiko infeksi.
Penggunaan PPI juga telah dikaitkan dengan risiko rawat inap gastroenteritis
yang lebih tinggi. Terapi PPI juga menjadi faktor risiko independen terjadinya

9
infeksi dan rekurensi C. difficile colitis serta meningkatkan risiko gastroenteritis
Campylobacter.

Faktor Risiko Lainnya

Memiliki penyakit kronis seperti HIV/AIDS. Selain itu, pada populasi anak-
anak tidak menerima vaksin rotavirus dan bepergian ke daerah tinggi insidensi
gastroenteritis.
Pada sebuah studi yang dilakukan oleh Ecollan M, et al. terdapat hubungan
yang bermakna antara usia muda, memiliki hewan peliharaan, adanya komorbid
lain, dan obesitas terhadap terjadinya gastroenteritis akut.
Etiologi Gastroenteritis oleh Salmonella paratyphi
Salmonella paratyphi dikenal sebagai penyebab demam enterik dan
komplikasi lainnya, termasuk radang usus dan penyakit sistemik (demam
Paratyphoid), Enterokolitis (Gastroenteritis) dan penyakit diare. Penyebaran
bakteri Salmonella paratyphi terjadi secara oral melalui makanan dan minuman
yang telah terkontaminasi oleh bakteri yang masuk ke dalam mulut melalui saluran
pencernaan menuju usus.
Setelah memasuki dinding usus halus, Salmonella paratyphi mulai
menyerang melalui sistem getah bening, yang menyebabkan pembengkakan pada
pembuluh darah kemudian menyerang aliran darah. Aliran darah yang membawa
bakteri juga akan menyerang hati, kandung empedu, getah bening, ginjal, dan
sumsum tulang dimana bakteri tersebut kemudian berkembang biak dan
menyebabkan infeksi pada organ tersebut.
Penularan bakteri Salmonella paratyphi melalui kontak langsung maupun tak
langsung melalui tinja atau urine penderita, namun hal tersebut jarang ditemukan.
Media penularan Salmonella paratyphi juga melalui makanan dan minuman yang
telah tercemar oleh bakteri terutama produk susu maupun perikanan, juga tercemar
melalui tangan kotor ataupun lalat yang menyebabkan kontaminasi. Salmonella
paratyphi dikeluarkan melalui tinja dari manusia yang terinfeksi

10
D.Patofisiologi

Menurut Suriadi (2011), patofisiologi dari Gastroenteritis adalah


meningkatnya motalitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal merupakan
akibat dari gangguan absorbsi dan ekskresi cairan dan elektrolit yang berlebihan,
cairan sodium, potasium dan bikarbonat berpindah dari rongga ekstra seluler
kedala tinja, sehingga mengakibatkan dehidrasi kekurangan elektrolit dan dapat
terjadi asidosis metabolik.
GE yang terjadi merupakan proses dari transpor aktif akibat rangsangan
toksin bakteri terhadap elektrolit ke dalam usus halus, sel dalam mukosa intestinal
mengalami iritasi dan meningkatnya sekresi cairan dan elektrolit. Mikroorganisme
yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal sehingga mengurangi fungsi
permukaan intestinal. Perubahan kapasitas intestinal dan terjadi gangguan absorbs
cairan dan elektrolit. Peradangan akan menurunkan kemampuan intestinal untuk
mengabsorbsi cairan dan elektrolit dan bahan-bahan makanan. Ini terjadi pada
sindrom malabsorbsi. Peningkatan motalitas intestinal dapat mengakibatkan
gangguan absorbsi intestinal sehingga akan terjadi dehidrasi dan hilangnya nutrisi
dan elektrolit.
Menurut Muttaqin (2011), mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya
GE meliputi hal – hal berikut yaitu:

1. Gangguan Osmotik. Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat
diserap oleh mukosa usus akan menyebabkan peningkatan tekanan osmotic
dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus
untuk mengeluarkannya sehingga timbul GE.
2. Gangguan sekresi akibat respon inflamasi mukosa (misalnya toksin) Pada
dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga
usus sebagai reaksi dari enterotoxic dari infeksi dalam usus dan selanjutnya
timbul GE karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan motalitas usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya
kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul GE. Sebaliknya
11
bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan,
selanjutnya bisa timbul GE juga

Dari ketiga mekanisme diatas GE dapat menyebabkan :

1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan


keseimbangan asam basa (asidosis metabolik hipokalemia)
2. Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran berlebihan)
3. Hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus,
Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter,
Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia, dan lainnya), parasit (Biardia Lambia,
Cryptosporidium ).
Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel,
memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat
pada dinding usus pada Gastroenteritis akut.
Penularan Gastroenteritis biasa melalui fekal - oral dari satu penderita ke
yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan
dan minuman yang terkontaminasi. Normalnya makanan atau feses bergerak
sepanjang usus karena gerakan-gerakan peristaltik dan segmentasi usus. Namun
akibat terjadi infeksi oleh bakteri, maka pada saluran pencernaan akan timbul mur-
mur usus yang berlebihan dan kadang menimbulkan rasa penuh pada perut
sehingga penderita selalu ingin BAB dan berak penderita encer. Dehidrasi
merupakan komplikasi yang sering terjadi jika cairan yang dikeluarkan oleh tubuh
melebihi cairan yang masuk, cairan yang keluar disertai elektrolit.
Mula-mula mikroorganisme Salmonella, Escherichia Coli, Vibrio Disentri
dan Entero Virus masuk ke dalam usus, disana berkembang biak toxin, kemudian
terjadi peningkatan peristaltik usus, usus kehilangan cairan dan elektrolit kemudian
terjadi dehidrasi.
Sebagian dari Salmonella typhi ada yang masuk ke usus halus mengadakan
invanigasi ke jaringan limfoid usus halus (plak peyer) dan jaringan limfoid
12
mesentrika. Kemudian Salmonella typhi masuk melalui folikel limfatik dan
sirkulasi darah sistemik sehingga terjadi bakterimia.

E. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan gastroenteritis karena infeksi pada orang dewasa terdiri


atas: rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan, memberikan terapi
simptomatik, dan memberikan terapi definitive (Sudoy., et all 2009).

1. Terapi Rehidrasi
Langkah pertama dalam menterapi diare adalah dengan rehidrasi, dimana
lebih disarankan dengan rehidrasi oral. Akumulasi kehilangan cairan (dengan
penghitungan secara kasar dengan perhitungan berat badan normal pasien dan berat
badan saat pasien diare) harus ditangani pertama. Selanjutnya, tangani kehilangan
cairan dan cairan untuk pemeliharaan. Hal yang penting diperhatikan agar dapat
memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu (Sudoy., et all 2009) :
a. Jenis cairan
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia
cukup banyak di pasaran, meskipun jumlah kaliumnya lebih rendah bila
dibandingkan dengan kadar Kalium cairan tinja. Apabila tidak tersedia cairan ini,
boleh diberikan cairan NaCl isotonik. Sebaiknya ditambahkan satu ampul Na
bikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap satu liter infus NaCl isotonik. Asidosis akan
dapat diatasi dalam 1-4 jam. Pada keadaan diare akut awal yang ringan, tersedia di
pasaran cairan/bubuk oralit, yang dapat diminum sebagai usaha awal agar tidak
terjadi dehidrasi dengan berbagai akibatnya. Rehidrasi oral (oralit) harus
mengandung garam dan glukosa yang dikombinasikan dengan air (Barr, w. and
smith, a. 2017).
b. Jumlah Cairan
Pada prinsipnya jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah
cairan yang keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan
memakai Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis dengan skor. Rehidrasi

13
cairan dapat diberikan dalam 1-2 jam untuk mencapai kondisi rehidrasi (Amin L,
2015)
c. Jalur Pemberian Cairan
Jalur Pemberian Cairan Rute pemberian cairan pada orang dewasa terbatas
pada oral dan intravena. Untuk pemberian per oral diberikan larutan oralit yang
komposisinya berkisar antara 29g glukosa, 3,5g NaCl, 2,5g Na bikarbonat dan 1,5g
KCI setiap liternya. Cairan per oral juga digunakan untuk memperlahankan hidrasi
setelah rehidrasi inisial (Sudoy., et all 2009).
2. Terapi Simtomatik
Pemberian terapi simtomatik haruslah berhati-hati dan setelah benar-benar
dipertimbangkan karena lebih banyak kerugian daripada keuntungannya. Hal yang
harus sangat diperhatikan pada pemberian antiemetik, karena Metoklopropamid
misalnya dapat memberikan kejang pada anak dan remaja akibat rangsangan
ekstrapiramidal. Pada diare akut yang ringan kecuali rehidrasi peroral, bila tak ada
kontraindikasi dapat dipertimbangkan pemberian Bismuth subsalisilat maupun
loperamid dalam waktu singkat. Pada diare yang berat obat-obat tersebut dapat
dipertimbang dalam waktu pemberian yang singkat dikombinasi dengan pemberian
obat antimicrobial (Sudoy., et all 2009).
3. Terapi Antibiotik
Pemberian antibiotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut
infeksi, karena 40% kasus diare sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian
antibiotic (Amin L, 2015).

Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi,
seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan
kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare
pada pelancong dan pasien immunocompromised. Pemberian antibiotic dapat
secara empiris, tetapi antibiotic spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi
kuman (Amin L, 2015).

14
Shigella atau Ciprofloxacin 500mg 2 Ceftriaxone 1gram
Salmonela spp. kali sehari, 3-5 hari IM/IV sehari
TMP-SMX DS oral 2
kali sehari, 3 hari

15
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Penyakit gastroenteritis yang disebabkan adanya bakteri Salmonella


adalah kelompok bakteri pemicu diare dan infeksi di saluran usus manusia.
Konsumsi makanan yang kurang matang dan tidak dicuci juga dapat meningkatkan
risiko terkontaminasi. Pengobatan dengan memberikan pengobatan pada terapi
rehidrasi menggunakan cairan Ringer Laktat dengan jumlah cairan yang
dikeluarkan dari badan diberikan dalam 1-2 jam jalur pemberian cairan oral dan
intravena. Terapi simtomatik lebih banyak kerugian dari pada keuntungan. Terapi
antibiotik dapat dilakukan secara empiris tetapi antibiotik spesifik diberikan
berdasarkan kultur dan resistensi kuman dengan pemberian antibiotik
ciprofloxacin 500mg 2 kali sehari 3-5 hari, ceftriaxone 1 gram IM/IV sehari TMP-
SMX DS oral 2 kali sehari 3 hari.

16
DAFTAR PUSTAKA

Al Jassas B, Khayat M, Alzahrani H, Asali A, Alsohaimi S, Alharbi H, et al.


Gastroenteritis in adults. Int J Community Med Public Health. 2018
Nov;5(11)
Alexandraki, Smetana. Acute viral gastroenteritis in adults. Uptodate. 2021.
Amin L. Tatalaksana Diare Akut. Continuing Medical Education. 2015;42(7):504-8.
Andreas, Damianus. 2018. BPS: Penduduk Miskin di Indonesia 25,95 Juta Orang Pada.
Jakarta.
Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.
Awofisayo-Okuyelu, A., McCarthy, N., Mgbakor, I., & Hall, I. (2018, September
27). Incubation period of typhoidal salmonellosis: A systematic review and
meta-analysis of outbreaks and experimental studies occurring over the last
century 11 Medical and Health Sciences 1117 Public Health and Health
Services. BMC Infectious Diseases, Vol. 18. https://doi.org/10.1186/s12879-
018-3391-3
Barr, w. and smith, a. (2017). [online] Available at: http://Acute Diarrhea in Adults
WENDY BARR, MD, MPH, MSCE, and ANDREW SMITH, MD Lawrence
Family Medicine Residency, Lawrence, Massachusetts [Accessed 5 Mar.
2017].

Brooks, Geo F., Butel, Janet S., Morse, S.A., 2005. MIkrobiologi Kedokteran. Salemba
Med. 1, 364–369.

CDC, 2011. Salmonella is a Sneaky Germ: Seven Tips for Safer Eating September.
Chen Y, Liu B, Glass K, Du W, Banks E, Kirk M. Use of proton pump inhibitors and
the risk of hospitalization for infectious gastroenteritis. PLoS One. 2016. 11
(12):e0168618
Ecollan, M., Guerrisi, C., Souty, C. et al. Determinants and risk factors of
gastroenteritis in the general population, a web-based cohort between 2014

17
and 2017 in France. BMC Public Health 20, 1146 (2020).
https://doi.org/10.1186/s12889-020-09212-4

J. Vandepitte, E. al., 2010. Prosedur laboratorium dasar untuk bakteriologi klinis. EGC,
Jakarta.

Kuswiyanto. 2017. Bakteriologi Buku Ajar Analis Kesehatan. Jakarta.

Mary E. Wikswo, M., 2012. Wabah akut Gastroenteritis Menular oleh Orang ke orang.
Medscape. Viral gastroenteritis. Tersedia di:
https://emedicine.medscape.com/article/176515-overview#a4

Mega M., Estu L., H.D., 2014. Identifikasi Salmonella pada jajanan yang dijual di
kantin dan luar kantin sekolah dasar. J. ilmu dan Teknol. Kesehat. 1, 141–
147.
Mendri. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Balita Sakit Dan Bayi Resiko Tinggi (1st
ed.). Yogyakarta: PUSTAKA BARU PRESS.
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika.
Olortegui MP, Rouhani S, Yori PP, et al. Astrovirus infection and diarrhea in 8
countries. Pediatrics. 2018 Jan. 141(1):e20171326. doi: 10.1542/peds.2017-
1326. Epub 2017 Dec 19.
Riddle, M., DuPont, H. and Connor, B. (2016). ACG Clinical Guideline: Diagnosis,
Treatment, and Prevention of Acute Diarrheal Infections in Adults. The
American Journal of Gastroenterology, 111(5), pp.602-622.
Schiller LR, Pardi DS, Sellin JH. Chronic Diarrhea: Diagnosis and Management. Clin
Gastroenterol Hepatol. 2017;15:182-93.

Simadibrata, M dan Adiwinata, R, 2017. Current issue of gastroenterology in Indonesia.


Acta Med Indones - Indonesia J International Medicine. Vol 49. Number 3.
July 2017.

18
Sudaru, Heru. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Balai Penerbit FKUI :
Jakarta
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II eidsi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009
Suriadi, Rita Yuliani : 2011. Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Dalam .Edisi 1.
Agung Seto. Jakarta.
Vafaee A, Moradi A, K.M., 2008. Case-control study of acute diarrhea in children. J
Res Heal. Sci 8, 25–32.
Wanke, 2014. Epidemiology and causes of acute diarrhea wanke.
Webber, Roger (2009). Communicable disease epidemiology and control : a global
perspective (ed. 3rd). Wallingford, Oxfordshire: Cabi. hlm. 79. ISBN 978-1-
84593-504-7.
Wei L, Ratnayake L, Phillips G, et al. Acid suppression medications and bacterial
gastroenteritis: a population-based cohort study. Br J Clin Pharmacol. 2017
Jan 5. 27 (1):40-51.
Xu F, Gonzalez-Escalona N, Haendiges J, et al. Vibrio parahaemolyticus sequence type
631, an emerging foodborne pathogen in North America. J Clin Microbiol.
2017; 55(2):645-8

19

Anda mungkin juga menyukai