Anda di halaman 1dari 5

NIKAH

MUT’AH
Nikah mutah, nikah kontrak, atau lebih dikenal
dengan istilah kawin kontrak adalah pernikahan
dalam tempo masa tertentu. Menurut mazhab Syiah,
nikah mutah adalah pernikahan dalam masa waktu
yang telah ditetapkan dan setelah itu ikatan
perkawinan tersebut sudah tidak berlaku lagi

Imam al-Mazhab menyatakan bahwa nikah mut'ah


atau kawin kontrak hukumnya adalah batil atau
haram. Kawin kontrak dilakukan hanya untuk
melampiaskan nafsu semata dan dibatasi oleh
jangka waktu bukan untuk membangun rumah
tangga yang sesuai dengan syariat Islam
Jadi, rukun nikah
mut’ah -menurut
Syiah Imamiah- ada
empat :
1. Shighat, seperti
ucapan : “aku
nikahi engkau”,
atau “aku
mut’ahkan
engkau”.
2. Calon istri, dan
diutamakan dari
wanita muslimah
atau kitabiah.
3. Mahar, dengan
Syarat Utama Nikah Mut’ah syarat saling rela
sekalipun hanya
Dalam nikah mut’ah yang terpenting adalah waktu (masa satu genggam
pernikahan) dan mahar. Jika keduanya telah disebutkan gandum.
ketika akad, maka sahlah akad nikah mut’ah laki-laki dan
perempuan yang akan mut’ah ini. Karena seperti yang akan 4. Jangka waktu
dijelaskan kemudian bahwa hubungan pernikahan mut’ah tertentu.
berakhir dengan selesainya waktu yang disepakati. Jika
pernikahan ini tidak memiliki tenggat waktu yang harus Referensi :
disepakati, maka nikah mut’ah tidak memiliki perbedaan https://almanhaj.or
dengan pernikahan yang lazim dikenal dalam Islam. .id/2952-nikah-
Dari Zurarah bahwa Abu Abdullah berkata, “Nikah mut’ah mutah-kawin-
tidaklah sah kecuali dengan menyertakan 2 perkara; waktu
kontrak.html
tertentu dan bayaran tertentu.” (Al-Kafi, Jilid:5, Hal.455).
Sama seperti barang sewaan, misalnya mobil. Jika kita
menyewa mobil harus ada dua kesepakatan dengan si
pemilik mobil, berapa harga sewa dan berapa lama kita
ingin menyewa.

Referensi: https://konsultasisyariah.com/9746-nikah-mutah-
ajaran-syiah.html
1.

DAMPAK NEGATIF
NIKAH MUT’AH

1. Menyalahi nash-nash syariat


karena menghalalkan apa yang
Allah haramkan.

2. Riwayat-riwayat dusta yang bermacam-macam dan penisbatannya


kepada para imam, padahal di dalamnya mengandung caci maki
yang tidak akan diridhai oleh orang yang dalam hatinya terdapat
sebiji sawi dari keimanan.

3. Kerusakan yang ditimbulkan dari pembolehan mut’ah dengan wanita


yang bersuami, walaupun dia berada di bawah penjagaan seorang
laki-laki tanpa diketahui oleh suaminya. Dalam keadaan seperti ini
seorang suami tidak akan merasa aman terhadap istrinya, karena
bisa jadi si istri nikah mut’ah tanpa sepengetahuan suaminya yang
sah ini. Pembolehan ini bisa dirujuk di buku Syiah Al Kafi, Jilid: 5,
Hal. 463. Tak dapat dibayangkan, bagaimana pandangan seorang
laki-laki dan perasaannya ketika dia mengetahui bahwa istri yang
berada di bawah perlindungannya menikah dengan laki-laki lain
dengan cara mut’ah (dikontrak pen.). Bagaimana pula keadaan anak-
anak dan keluarga lainnya apabila hal ini terjadi?!

4. Para bapak juga tidak akan merasa aman terhadap para anak
perempuannya yang masih gadis, karena ada kalanya mereka
melakukan nikah mut’ah tanpa sepengetahuan bapak-bapak mereka.
Sangat mungkin seorang bapak dikagetkan oleh anak gadisnya yang
tiba-tiba hamil. Mengapa dia hamil? Bagaimana bisa terjadi? Tidak
tahu pula siapa yang menghamili. Atau dia mengetahui anaknya
telah menikah dengan seorang laki-laki, tetapi siapakah dia? Dia
tidak tahu karena sang suami pergi dan meninggalkannya sebelum
berjumpa dengannya karena masa kontrak mut’ah telah berakhir.
5. Kebanyakan tokoh-tokoh Syiah yang membolehkan mut’ah,
membolehkan diri mereka untuk nikah mut’ah dengan orang lain,
tetapi jika ada seseorang yang meminang anak perempuannya, atau
kerabat perempuannya untuk dinikahi dengan cara mut’ah, niscaya
dia tidak akan menyetujui dan meridhainya, karena dia memandang
pernikahan seperti ini adalah bentuk perendahan harga diri, jauh dari
nilai-nilai kesucian, tidak diterima oleh hati nurani, dan sama saja
dengan zina. Ini adalah aib bagi dia, dia menyadari hal itu,
sementara dia sendiri mut’ah dengan anak perempuan orang lain.
Tidak diragukan lagi dia pasti menolak untuk menikahkan anak
perempuannya kepada orang lain dengan cara mut’ah, walau dia
membolehkan dirinya sendiri untuk menikahi anak perempuan orang
lain dengan cara tersebut

6. Dalam pernikahan mut’ah tidak ada saksi, pengumuman, keridhaan


wali wanita yang dikhitbah, dan tidak berlaku hukum waris di antara
suami dan istri, tetapi statusnya hanyalah seorang istri yang
dikontrak, sebagaimana pendapat yang dinisbatkan kepada Abu
Abdullah. Maka bagaimana mungkin syariat Islam mengajarkan dan
mendakwahkan pemeluknya agar melakukan hal ini?!

7. Pembolehan mut’ah membuka peluang bagi pemuda dan pemudi


yang bobrok akhlak dan kepribadiannya untuk semakin tenggelam
dalam kubangan dosa, sehingga hal tersebut akan merusak citra
agama dan orang-orang yang taat beragama.
PANDA
NGAN
ISLAM
TENTAN
G NIKAH
MUT’AH

Imam al-Mazhab menyatakan bahwa nikah mut'ah atau kawin kontrak hukumnya adalah
batil atau haram. Kawin kontrak dilakukan hanya untuk melampiaskan nafsu semata dan
dibatasi oleh jangka waktu bukan untuk membangun rumah tangga yang sesuai dengan
syariat Islam.

Bagaimana Islam memandang pernikahan mut ah?


Mazhab Sunni mengatakan bahwa nikah mut'ah telah dihapuskan dan diharamkan
setelah pemah dihalalkan. Sementara itu Syi'ah berpendapat bahwa naskh seperti
itu tidak pemah ada. Dengan demikian nikah mut'ah dulu dihalalkan dan tetap halal
hingga hari kiamat.

Anda mungkin juga menyukai