DI SUSUN OLEH:
FAKULTAS USHULUDDIN
JURUSAN ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2022 / 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah yang maha kuasa karena telah memberikan
kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini .atas rahmat dan
hidayahnya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “persiapan dalam
berdakwah” dengan tepat waktu.
Penulis menyadari makalah mi masih jauh dari kata sempurna . oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun,akan penulis terima dari kesempurnaan makalah ini.
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................. 3
1.3 Tujuan.............................................................................................................. 5
3.1 Kesimpulan.................................................................................................... 14
3
BAB I
PENDAHULUAN
1
Siti Maisaroh, “Teknik Persiapan Dakwah” (UIN SUNAN AMPEL SURABAYA, 2018).
4
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian persiapan dakwah ?
2. Apa yang harus di persiapkan dalam berdakwah ?
3. Apa saja teknik persiapan dakwah ?
4. Bagaimana persiapan dakwah secara subjektif dan objektif ?
5. Bagaimana dakwah yang berbasis perencanaan perspektif konteks
kekinian ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu pengertian persiapan dakwah
2. Untuk mengetahui Apa yang harus di persiapkan dalam berdakwah
3. Untuk mengetahui teknik apa saja persiapan dakwah
4. Untuk mengetahui persiapan dakwah secara subjektif dan objektif
5. Untuk mengetahui dakwah yang berbasis perencanaan perspektif konteks
kekinian
5
BAB II
PEMBAHASAN
a. Pengertian Persiapan
b. Pengertian Diri
Kata yang sama dengan ‘diri’ adalah kata ‘individu’ yang artinya orang seorang:
Perseorangan, kata ‘individual’ berhubungan dengan manusia secara pribadi; bersifat
perseorangan.
c. Pengertian Dakwah
Agama Islam sebagai agama dakwah, menjelaskan agama Islam sebagai agama
dakwah, bahwa; Max Muller menyampaikan kuliahnya di Westminster Abbey di
hadapan pertemuan kaum missi pada bulan Desember 1873, dia memberikan batasan
apa yang dimaksud dengan agama dakwah, ialah agama yang di dalamnya usaha
menyebarluaskan kebenaran dan mengajak orang-orang yang belum mem- percayainya
dianggap sebagai tugas suci oleh para pendirinya.2
2
Ahmad Adnan and Agus Syafi, “Persiapan Diri Dalam Dakwah” 1261 (1978): 29.
6
2.2 Teknik Persiapan Dakwah
a. Lakukan refleksi dan perbanyak bacaan yaitu dengan memikirkan materi pidato
dengan maksimal, pertimbangkan masak-masak, lalu membaca semua tulisan
yang terkait dengannya, apa yang telah ditulis dan dikatakan oleh orang lain,
dan terakhir, menggunakan waktu sebaik-baiknya untuk berkonsultasi dengan
orang lain, setidak-tidaknya untuk mengetahui pendapat mereka yang hampir
serupa dengan calon pendengar.
b. Gunakan pemikiran orang lain yakni tidak takut memakai pemikiran orang lain
dengan cara mengungkapkan pemikiran tersebut dengan kata-kata sendiri.
c. Perbanyak belajar langsung dari orang lain yakni mendiskusikan bahan pidato
baik dengan teman sendiri maupun orang lain Tanpa persiapan yang matang,
bisa jadi pembicara hanya akan menjadi bahan tertawaan, ledekan, ejekan atau
cemoohan dari sekalian hadirin yang telah bersedia meluangkan waktu dan
tenaga untuk datang menghadiri acara yang disampaikannya. Jika telah
demikian halnya, maka tujuan yang hendak dicapai dari pidato tersebut tentu
tidak akan terwujud. Apa yang disampaikan sang pembicara hanya akan
menjadi bahan gurauan, ledekan dan tertawaan para audiensnya.3
7
2.3 Persiapan Dakwah Secara Subjektif Dan Objektif
Ada dua persiapan pokok yang harus dilakukan sebelum tampil berpidato, yaitu
persiapan mental untuk berdiri dan berbicara di muka pendengar, dan persiapan materi
pidato yang akan disajikan. Jika persiapan mental masih kurang dan belum mantap,
sehingga pembicara merasa cemas (nervous) dan kurang percaya diri, maka hal ini akan
berakibat kacaunya sikap dan kelancaran penyampaian pidato, sekalipun sudah
sedemikian rupa disiapkan sebelumnya. Sebaliknya, pidato akan kacau jika yang
disiapkan hanya mental semata, sedang kan persiapan isi pidato masih kurang.
Perasaan gelisah, takut, dan cemas pada saat akan dan sedang menyampaikan
pidato merupakan hal yang biasa bagi pemula. Bahkan orang-orang yang ahli pidato
pun mengalami perasaan yang sama.
pada umumnya pembicara pemula cenderung merasa sedikit tertekan, bahkan
kadang-kadang gelisah. Namun hal itu justru sangat positif. Orang yang berbicara di
muka umum memang harus sedikit bingung, karena hal itu menunjukkan ia
berkemauan kuat untuk menyampaikan pidato yang terbaik. 2.000 tahun selam, Cicero,
orator ulung itu mengatakan bahwa semua pidato yang penting dan bernilai pasti
disertai sedikit kegelisahan. Carnegie (t.th.: 16-17) menambahkan, tidak sedikit ahli
pidato yang merasakan yang sama, yaitu cemas, gelisah, malu, serta takut gagal
sebelum tampil di mimbar.
Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Bryan mengakui bahwa ketika
pertama kali berpidato di depan umum, ia merasakan lututnya lemas dan badannya
gemetar. Mark Twin, ahli pidato jenaka juga menyatakan bahwa ketika pertama kali
berbicara di depan banyak orang, ia merasakan ada sumbatan besar pada mulutnya dan
tidak bisa mengatakan apa-apa, serta pelipisnya berdenyut dengan kuat.
Disraeli, politikus Inggris juga memiliki pengalaman yang sama ketika akan
berpidato untuk pertama kalinya di muka parlemen. Dia mengatakan, "Saya lebih
senang menggempur musuh dengan kavaleri daripada harus berdiri di mimbar." Masih
banyak lagi pengalaman dari ahli-ahli pidato, yang semuanya mengatakan malu-malu
dan gelisah sewaktu akan memulai berbicara di depan publik.
Semua pekerjaan pada umumnya suatu yang sulit dilakukan untuk pertama kali,
sebagaimana dikatakan dalam pepatah Inggris, all the beginning is difficult (semua
3
Ibid.,hlm.21.
8
permulaan itu sulit). Termasuk di dalamnya kesulitan berbicara di depan umum dan
timbulnya rasa takut dan cemas. Tidak ada satu pun obat, ramuan atau mantra-mantra
yang bisa menghilangkan rasa cemas itu. Untuk menghilangkan kecemasan, satu-satu
nya cara adalah latihan yang sungguh-sungguh.
Bolehkah seseorang merasa takut gagal dalam berpidato ? Adanya perasaan itu
justru sangat baik. Sebab perasaan taku gagal itulah yang mendorong seseorang berhati-
hati dalan melangkah. la akan berusaha maksimal menyusun persiapa dan berlatih
berkali-kali sebelum tampil di depan publik. akan lebih berhati-hati agar tidak
mengecewakan pendeng dan pihak-pihak yang memberikan kepercayaan kepadany
Akan tetapi, ketakutan akan kegagalan yang berlebihan men jadi tidak baik, karena
menjadikan seseorang tidak berbua sesuatu. Bagi mereka yang berusaha merangkak
untuk menu ju sukses berpidato, mereka harus berpendirian, "Lebih baik gagal dalam
berpidato daripada tidak pernah berani berpi dato." Dengan kegagalan itulah seseorang
dapat mengetahu kelemahan-kelemahan diri dan dapat memperbaikinya pada waktu-
waktu berikutnya. Dari kegagalan itulah ia mempero leh ilmu dan pengalaman amat
mahal yang tidak bisa dipero leh dari membaca buku atau di meja belajar.
Perhatikan nasihat H.N. Casson (1978: 10), "Jangan menganggap kegagalan
sebagai hasil terakhir yang menunjukkan bahwa Anda tidak memiliki bakat untuk itu.
Ini harus Anda camkan baik-baik. Anda harus yakin bahwa Anda dapat ber bicara di
muka umum lebih baik dari sekarang setelah Anda mengetahui teori-teorinya. Ubahlah
pikiran-pikiran negatif itu. Kalau sebelumnya Anda merasa tidak mampu dan tidak
berbakat untuk berpidato, baiklah sekarang camkan bahwa Anda memiliki kemauan
yang mantap untuk berpidato."
Mengapa orang sering dihinggapi nervous (cemas dan takut) akan berpidato?
Penyebabnya oleh William J. Mc. Culloght (1986: 20) dibedakan menjadi dua, yaitu
penyebab lahiriah dan penyebab batiniah atau psikologis. Rasa cemas bila satu dari lima
indra menghadapi tantangan atau bahaya. Pada saat demikian, indra langsung mengirim
berita kepada pusat saraf di otak. Lalu otak memberitahukan juga ke kelenjar adrenalin
yang segera mengeluarkan hor mon adrenalin yang mengalir bersama darah ke hati. Hal
ini membuat denyut jantung bertambah cepat dan memengaruhi semua anggota tubuh.
Akibat dari rasa cemas itu dan ratusan pasang mata tertuju pada Anda, maka pikiran
yang sebelum nya penuh dengan isi pidato secara terperinci, tiba-tiba suara Anda
menjadi serak, melengking, lalu bahan pidato yang telah disiapkan tiba-tiba hilang.
Anda lalu terdiam bisu. Suasana demikian membuat Anda panik dan jalan pikiran
9
terganggu.
Rasa cemas selalu ada pada setiap orang yang normal. Oleh karena itu, jika Anda
orang normal tentu rasa cemas ju ga akan Anda alami. H.N. Casson (1978: 12)
melanjutkan nasihatnya, bersikaplah yang wajar ketika muncul rasa cemas. Tak ada
obat mujarab yang dapat menyembuhkan rasa takut tersebut. Juga tak ada muslihat yang
dapat menghilangkan nya. Dukun pun tidak akan menawarkan mantra-mantra untuk
mengatasinya. Karena kewajaran itu pulalah, maka William J. Mc. Culloght (1986: 23)
menyimpulkan, "Semua pembicara merasa gugup, gelisah, tidak bisa tidur, hilang nafsu
makan, keringat dingin mengalir deras, dan lain-lain. Tetapi yang penting dicatat adalah
semua itu karena mereka ingin tampil terbaik, mengerjakan tugasnya sebaik mungkin.
Mereka percaya bahwa rasa cemas itulah justru mengantarkan mereka ke kondisi
puncak."
gejala rasa cemas itu telah Anda sadari, lalu Anda manfaatkan untuk kemahiran
berpidato, maka Anda akan mengalami rasa percaya diri dan Anda akan memperoleh
pengalaman yang sangat mengasyikkan. Carnegie (t.th. 19) menceritakan
pengalamannya, "Dua menit sebelum saya me mulai pidato, saya merasa lebih baik
dipukuli daripada saya berpidato. Namun, dua menit sebelum saya mengakhiri pida to,
saya merasa lebih baik ditembak mati daripada saya harus mengakhiri pidato." 4
Selain mental, beberapa perlengkapan harus juga dipersi apkan, yaitu (T.A. Lathief
Rousydy, 1989: 270-272): 1. Mimbar,2. Pengeras suara ( sound system),3.Tempat
duduk pendengar.
4
Moh. Ali Aziz, Publik speaking gaya dan teknik pidato dakwah, ( jakarta
kencana,2019),hlm.44.
10
2.4 Dakwah Berbasis Perencanaan Perspektif Konteks Kekinian
agar suatu tugas dapat dilaksanakan dengan baik dan tujuan tercapai dengan
efektif dan efisien, maka pendakwah harus mempunyai kemampuan di bidang yang
berkaitan dengan tugasnya. Karena semakin memiliki kemampuan yang profesional,
maka semakin meningkat pula keberhasilan tugas dakwahnya. Pendakwah akan
berhasil dalam tugas melaksanakan dakwah jika dibekali kemampuan-kemampuan
yang berkaitan dengannya. Kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki pendakwah
antara lain: (1) Kemampuan berkomunikasi, (2) Kemampuan penguasaan diri, (3)
Kemampuan pengetahuan psikologi, (4) Kemampuan pengetahuan kependidikan, (5)
Kemampuan pengetahuan di bidang pengetehuan umum, (5) Kemampuan di bidang al-
Qur‟an.
SWT dengan jalan berdzikir yang tertera dalam firmannya: Artinya: “Hai orang-
orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-
banyaknya. (Qs. Al-Ahzab: 41).
11
Berkaitan dengan perencanaan dakwah konteks kekinian ini bahwa dalam
perkembangan dakwah kekinian perencanaan tampaknya masih belum mendapat
perhatian yang cukup dari para pendakwah, sehingga menyebabkan tujuan-tujuan
dakwah tidak dapat dicapai dengan baik. Akibatnya muncul „penyakit-penyakit‟
dakwah yang tidak diharapkan seperti pendakwah yang asal-asalan (afwi), spontan
(irtijāli), parsial (juz’i), tidak inovatif (taqlidi) dan bersifat tambal sulam (tarqi’i). Untuk
itu pendakwah harus mendapat perhatian serius dan tidak dikerjakan secara sambil lalu
(laiknya „pekerjaan sambilan‟) salah satunya melalui perencanaan yang baik sebagai
bentuk profesionalisme (itqān).
Sebuah perencanaan yang matang akan menjadi peta jalan (road map) kegiatan
dakwah, sehingga pelaksanaan agenda dakwah akan lebih fokus dan terkontrol, efektif,
efisien dan komprehensif-integratif. Selain itu, aktivitas dakwah yang dijalankan
melalui perencanaan yang disusun matang (by design) akan dapat memberikan
kepercayaan diri pada para pendakwah karena mereka merasa menjalankan sebuah
pekerjaan yang telah teruji secara konseptual.18 Melihat manfaat besar yang dapat
dicapai oleh dakwah melalui sebuah perencanaan, maka Muhammad Abu al-Fath al-
Bayānūni cukup tepat ketika meletakkan perencanaan sebagai salah satu dari instrumen
penting non-materil (al-wasā’il al-ma’nawiyah) dalam mencapai tujuan dakwah.5
Ada 2 persiapan yang harus kita siapkan sebelum berdakwah yang pertama
persiapan maknawiyah atau spirtual yang mana yang terdapat dalam surah al-baqarah
ayat 44, yang bermakna dakwah itu menuntut sikap ikhlas tanggung jawab dan
tawakkal kepada Allah dengan di perkuat oleh hubungan ibadah yang kuat kepada
Allah swt. Dan ada bentuk persiapan ruhiyah yang mana pertama qiamullail ( qs. Al-
muzammil ayat 6-7 dan qs.al-isra ayat 79 dan dzikrulllah , dan ada persiapan
karakter,persiapan intelektual, persiapan fisik, dan persiapan harta. 6
5
Muhammad rofiq, “persiapan dakwah dan segenap saranya dalam kitab al-qudwah hasanah
fi manhaji al-dak'wah ilallah: kajian dakwah berbasis perencanaan persfektif konteks kekinian”,No.1
Tahun 2022,hlm.96.
6
R Minie Hezara, “ Persiapan Untuk Berdakwah”, dikutip dari
https://id.scribd.com/doc/86768279/Persiapan-Untuk-Berdakwah. pada hari Rabu tanggal 21
September 2022 jam 20.59 WIB.
12
Dan hal lain yang harus di persiapkan dalam berdakwah adalah : mengenali
lawan bicara,menjahui perdebatan sia-sia,menghindari sikap individualis,mengenali
pikiran obyek yang ajak bicara,selalu update perkembangan terkini,memperluas
berwawasan,belajar tanpa kenal lelah, berbicara sesuai ukuran yang di ajak bicara.7
7
Fethullah gulen, “persiapkan sebelum berdakwah”, dikutip dari https://fgulen.com/id/karya-
karya/dakwah-jalan-terbaik-dalam-berpikir-dan-menyikapi-hidup/persiapkan-sebelum-
berdakwah#_ftn7 pada hari Rabu tanggal 21 September 2022 jam 21.15 WIB.
13
BAB III
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, Ahmad, and Agus Syafi. “Persiapan Diri Dalam Dakwah” 1261 (1978): 29.
Moh. Ali Aziz 2019. Publik speaking gaya dan teknik pidato dakwah Jakarta :
kencana.
Muhammad rofiq, “persiapan dakwah dan segenap saranya dalam kitab al-qudwah
hasanah fi manhaji al-dak'wah ilallah: kajian dakwah berbasis perencanaan
persfektif konteks kekinian”. Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam, Volume.
6, Number. 1, April 2022. Institut Keislaman Abdullah Faqih (INKAFA),
Gresik, Indonesia.
15