Kasus DM Tipe II
Disusun oleh :
1
FORMAT PRAKTEK KLINIK KMB I
Laporan Pendahuluan
I. KONSEP DASAR
A. DEFINISI
B. Etiologi
Diabetes Mellitus tipe II disebabkan oleh kegagalan relatif sel dan resistensi
insulin. Resisten Insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi
glukosa oleh hati. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperglikemia kronik dan
dalam jangka panjang dapat terjadi komplikasi yang serius. Secara keseluruhan
gangguan ini bersifat merusak dan memburuk secara progresif dengan
berjalannya waktu (Raymond, 2016).
2
Sel ᵦ yang tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya,
artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan
ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada ransangan glukosa, keadaan
inilah yang menyebabkan adanya keterlambatan sekresi insulinyang cukup untuk
menurunkan kadar glukosa postprandial pada jaringan perifer seperti jaringan
lemak dan jaringan otot (Raymond, 2016).
3
e) Berat badan turun
Turunnya berat badan pada pasien dengan diabetes melitus disebabkan
karena tubuh terpaksa mengambil dan membakar lemak danprotein sebagai
energi (Anggit, 2017).
D. PATOFISIOLOGI
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin. Pada diabetes mellitus tipe II jumlah insulin kurang (Defisiensi Insulin)
dan jumlah reseptor insulin dipermukaan sel berkurang. Sehingga jumlah glukosa
yang masuk ke dalam sel berkurang (Resistensi insulin). Keadaan ini
menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga
terjadi hiperglikemia. Ginjal tidak dapat menahan keadaan hiperglikemi ini,
karena ambang batas reabsorpsi ginjal untuk gula darah adalah 180 mg/dL bila
melebihi ambang batas ini, ginjal tidak bisa menyaring dan mereabsorpsi
sejumlah glukosa dalam darah. Sehingga kelebihan glukosa dalam tubuh
dikeluarkan bersama dengan urin yang disebut dengan glukosuria.
Glukosuria menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang ditandai dengan
pengeluaran urin yang berlebihan (poliuria). Poliuria pada pasien DM
mengakibatkan terjadinya dehidrasi intraseluler. Hal ini merangsang pusat haus
sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan
banyak minum (Polidipsia). Glukosa
yang hilang melalui urin dan resistensi insulin menyebabkan kurangnya glukosa
yang akan diubah menjadi energi sehingga menimbulkan rasa lapar yang
menyebabkan pasien DM banyak makan (Polifagia) sebagai kompensasi terhadap
kebutuhan energi, pasien akan merasa mudah lelah dan mengantuk jika tidak ada
kompensasi terhadap kebutuhan energi.
Menurunnya transport glukosa ke sel menyebabkan terjadinya katabolisme
glikogen, lemak dan protein yang menyebabkan pasien DM sering mengalami
kelelahan dan kelemahan otot, terlalu banyak pemecahan lemak dapat
meningkatkan produksi keton yang menyebabkan peningkatan keasaman darah
(Asidosis). Defisiensi insulin mempengaruhi sintesis protein menyebabkan
penurunan anabolisme protein sehingga menurunkan sistem kekebalan tubuh dan
meningkatkan resiko infeksi pada pasien dengan diabetes melitus. Keadaan
hiperglikemia dapat juga menyebabkan peningkatan viskositasdarah dan angiopati
diabetik sehingga suplai O2 dan nutrisi ke jaringan akan berkurang menyebabkan
terjadinya komplikasi kronik diabetik, mikroangiopati dan makroangiopati.
4
Terjadinya komplikasi pada pasien diabetes melitus dipengaruhi oleh dua
hal, ketidaktahuan pasien dalam pencegahan maupun perawatan dan
ketidakpatuhan pasien dalam menjalankan terapi yang dibeikan oeh tenaga
kesehatan, seperti diit, latihan fisik, pengobatan dan monitoring kadar glukosa
darah (Anggit, 2017), (Brunner & Suddart, 2015), (Nanda NIC NOC, 2015) dan
(Rohmawardani, 2018)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kadar glukosa darah setelah makan dapat juga diambil dan digunakan untuk
mendiagnosis DM Tipe II. Kadar glukosa darah setelah makan diambil setelah 2
jam makan standar dan mencerminkan efisiensi glukosa yang diperantarai insulin
oleh jaringan perifer. Secara normal, kadar glukosa darah seharusnya kembali ke
kadar puasa setelah 2 jam. Kadar glukosa darah 2 jam setelah makan >200mg/d1
selama tes toleransi glukosa oral (OGTT) memperkuat diagnosis DM.
5
1) Uji Laboratorium Terkait DM
c) Ketonuria
Kadar keton urine dapat dites dengan tablet atau dipstrip oleh klien. Adanya
keton dalam urine disebut ketonuria. Mengidentifikasi bahwa tubuh memakai lemak
sebagai cadangan utama energi, yang mungkin
menyebabkan ketoasidosis. Hasil pemeriksaan yang menunjukkan perubahan warna,
mengindikasi adanya keton. Semua klien dengan DM seharusnya memeriksakan
keton selama sakit atau stress, ketika kadar glukosa darah naik >20mg/d1, dan ketika
hamil atau memiliki bukti ketoasidosis misalnya mual, muntah, atau nyeri perut.
d) Proteinuria
Mikroalbuminuria mengukur jumlah protein di dalam urine (proteinuria)
secara mikroskopis. Adanya protein (mikroalbuminuria) dalam urine adalah gejala
awal dari penyakit ginjal. Pemeriksaan urine untuk albuminuria menunjukkan
nefropati awal, lama sebelum hal ini akan terbukti pada pemeriksaan urine rutin.
6
PGDS sebuah cara untuk mengetahui bagaimana tubuh berespon terhadap
makanan, insulin, aktivitas, dan stress. Bagi kebanyakan DM tipe 1 dan
perempuan hamil yang mendapat insulin, PGDS direkomendasikan >3 hari sekali.
Tes seharusnya dilakukan sebelum tidur dan sebelum makan dan mungkin pada
pertengahan malam (jam 3 pagi). Bagi DM tipe 2, fekuensi dan waktu PGDS
disepakati bersama antara klien dan penyedia pelayanan kesehatan.
Jika klien dengan DM tipe 2 mendapat obat-obatan oral, PGDS tidak
dimonitor sesering klien DM tipe 1 yang mendapat insulin. Waktu ekstra untuk
PGDS seharusnya ketika memulai obat baru atau insulin, ketika memulai obat yang
mempengaruhi kadar glukosa darah (steroid), ketika sakit atau dibawah
stress/tekanan, ketika menduga bahwa kadar glukosa terlalu tinggi/sebaliknya,
ketika kehilangan atau penambahan berat badan, ketika ada perubahan dosis obat,
rencana diet, rencana aktivitas fisik.
F. PENATALAKSANAAN
2)Latihan Fisik
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani teratur (3-4 kali seminggu
kurang lebih selama 30 menit), jeda antar latihan jasmani tidak lebih dari 2
hari berturut-turut. Latihan jasmani merupakan
salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes tipe II. Latihan jasmani dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin,
sehingga memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dimaksud
adalah jalan, bersepeda santai, jogging atau berenang. Sebelum melakukan
latihan jasmani dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah.
Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dL pasien harus mengkonsumsi
karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250 mg/dL dianjurkan untuk menunda
latihan jasmani.
7
3) Monitor Kadar Gula Darah
Pemantauan DM merupakan pengendalian kadar gula darah mencapai kondisi
senormal mungkin. Dengan terkendalinya kadar glukosa darah maka akan
terhindar dari keadaan hiperglikemia dan hipoglikemia serta mencegah
terjadinya komplikasi. Hasil Diabetes Control And Complication Trial
(DCCT) menunjukkan bahwa pengendalian diabetes yang baik dapat
mengurangi komplikasi diabetes antara 20-30%. Prosedur pemantauan
glukosa darah adalah:
1) Tergantung dari tujuan pemeriksaan tes dilakukan pada waktu
a) Sebelum makan.
2) Pasien dengan kendali buruk atau tidak stabil dilakukan tessetiap hari.
3) Pasien dengan kendali baik atau stabil sebaiknya tes tetap dilakukan secara
rutin. Pemantauan dapat dilakukan lebih jarang (minggu sampai bulan)
apabila pasien terkontrol baik secara konsisten.
4) Pemantauan glukosa darah pada pasien yang mendapat terapi insulin,
ditujukan juga untuk penyesuaian dosis insulin dan memantau timbulnya
hipoglikemia.
5) Tes lebih sering dilakukan pada pasien yang melakukan aktivitas tinggi,
pada keadaan krisis atau pada pasien yang sulit mencapai target terapi
(selalu tinggi atau sering mengalami hipoglikemia), juga pada saat
perubahan dosis terapi (PERKENI, 2015).
2) Terapi
Pengaturan diet dan kegiatan jasmani merupakan hal yang utama dalam
penatalaksanaan DM, namun bila diperlukan dapat dilakukan bersamaan
dengan pemberian obat antihiperglikemia oral tunggal atau kombinasi.
Pemberian obat antihiperglikemia oral maupun insulin selalu dimulai dengan
dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan
respons kadar glukosa darah (PERKENI, 2015).
8
II. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian perlu di data biodata pasiennya
dan data-data lain untuk menunjang diagnosa. Data-data tersebut harus yang seakurat-akuratnya, agar dapat di
gunakan dalam tahp berikutnya. Misalnya meliputi nama pasien, umur, keluhan utama, dan masih banyak
lainnya.
a. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang :
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang
sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung, Sakit kepala, menyatakan seperti mau
muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti Infart miokard
Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
b. Pengkajian Pola Gordon
1. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena
kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi
yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan
perawatan yang lama, lebih dari 6 juta dari penderita DM tidak menyadari akan terjadinya resiko
Kaki diabetik bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi (Debra Clair, journal februari 2011).
2. Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak
dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak
minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. Nausea,
vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
3. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien sering
kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif
tidak ada gangguan.
4. Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea
pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan
kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan
aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
5. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka , sehingga klien mengalami
kesulitan tidur.
6. Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka
terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami penurunan, gangguan penglihatan .
7. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan
pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan
dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (
self esteem ).
8. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari
pergaulan.
9. Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan
gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses
ejakulasi serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan
terjadi impoten pada pria. risiko lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan
nefropati.(Chin-Hsiao Tseng on journal, Maret 2011)
10. Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme
koping yang konstruktif / adaptif.
11. Nilai keprercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak
menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.
c. Pemeriksaan Fisik
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda
vital.
1. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang
berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental,
gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda,
diplopia, lensa mata keruh.
2. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit
di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
3. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.
4. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/
hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
5. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan,
peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
6. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
7. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri,
adanya gangren di ekstrimitas.
8. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau
mental, disorientasi.
B.DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien yang mengalami penyakit diabetes militus:
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan keseimbangan insulin, makanan dan
aktivitas jasmani.
2. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d kurang pengetahuan tenatang manajemen diabetes
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan sirkulasi darah ke perifer, proses penyakit (DM).
4. Keletihan b.d metabolism fisik untuk produksi energi berat akibat kadar gula darah tinggi.
5. Kerusakan integritas jaringan b.d nekrosis kerusakan jaringan (nekrosis luka gengrene).
6. Nyeri akut b.d kerusakan jaringan akibat hipoksia perifer.
7. Resiko infeksi b.d trauma pada jaringan, proses penyakit (diabetes mellitus).
8. Defisiensi pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan b.d kurangnya
informasi
9. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya
C.INTERVENSI
5. Kehilangan selera
makan dari skala 2
(cukup besar)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (ringan)
7. Memperkirakan kondisi
tepi luka dari skala 2
(terbatas) dotingkatkan
menajdi skala 4 (besar)
3. Mengidentifikasi faktor
risiko dari skala 2
(jarang mnunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
4. Menggunakan informasi
gizi pada label untuk
menentukan pilihan dari
skala 2 (jarang
menunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
5. Mengikuti rekomendasi
untuk jumlah makanan
per hari dari skala 2
(jarang menunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
6. Membahas aktivitas
rekomendasi dengan
profesional kesehatan
dari skala 2 (jarang
menunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
D.IMPLEMENTASI
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada
tahap perencanaan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pada tahap ini
perawat menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar manusia (komunikasi) dan
kemampuan teknis keperawatan, penemuan perubahan pada pertahanan daya tahan tubuh, pencegahan
komplikasi, penemuan perubahan sistem tubuh, pemantapan hubungan klien dengan lingkungan,
implementasi pesan tim medis serta mengupayakan rasa aman, nyaman dan keselamatan klien.
E. EVALUSI
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah
ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari
proses keperawatan. Dalam evaluasi keperawatan menggunakan SOAP atau data subjektif, objektif, analisa
dan planning kedepannya. Jika masalah sudah teratasi intervensi tersebut dapat dihentikan, apabila belum
teratasi perlu dilakukan pembuatan planning kembali untuk mengatasi masalah tersebut.
Evaluasi Keperawatan pada Pasien Diabetes Mellitus
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah sebagai berikut.
1. Kondisi tubuh pasien stabil, tidak terjadi gangrene, tidak terjadi nyeri
2. Turgor kulit normal, tidak terjadi lesi atau integritas jaringan
3. Tanda-tanda vital normal
4. Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda
malnutrisi.
5. Cairan dan elektrolit pasien diabetes normal.
6. Infeksi dan komplikasi tidak terjadi
7. Rasa lelah atau keletihan berkurang/penurunan rasa lelah
8. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi nya yang menderita diabetes melitus, efek
prosedur dan proses pengobatan.
Evaluasi ini merupakan evaluasi terhadap pasien dengan diabetes mellitus dan apabila dari poin satu
sampai dengan poin 8 tersebut sudah tercapai oleh seorang pasien, maka dapat disimpulkan bahwa pasien
tersebut sudah sehat dan dapat meninggalkan rumah sakit. Tetapi pasien tetap harus memperhatikan kadar
gulu dalam darahnya, dengan cara makan makanan yang sehat, bergizi dan rendah gula.
PATHWAY
I. BIODATA
A. IDENTITAS KLIEN
NAMA : Ny. S
JENIS KELAMIN : Perempuan
UMUR : 49 tahun
STATUS KAWIN : Kawin
AGAMA : Islam
PENDIDIKAN : SMA
NAMA : Tn.S
HUBUNGAN DENGAN KLIEN : Suami
1. Provocative /palliative
a. Apa penyebabnya :
Pasien mempunyai kebiasaan minum kopi dengan banyak gula,pasien juga tidak menjaga
pola/menu makanan dan minuman yang dikonsumsi,makanan cemilan yang paling di
gemari pasien adalah cemilan yang manis-manis.
2. Quantity/quality
a. Bagaimana dirasakan :
Kaki sering kesemutan terutama saat setelah duduk bersila atau jongkok dalam waktu
lama.Pasien juga mengaku terkadang tidak terasa sakit jika kakinya tersandung benda.
Pasien juga mengaku adanya keluhan sering haus.
b. Bagaimana dilihat :
Pasien tampak lemas dan lebih banyak melakukan tirah baring
b. Apakah menyebar :
Ya
c. Pernah dirawat/dioperasi
Tidak
d. Lamanya dirawat
Tidak
e. Alergi
Klien mengatakan tidak ada memiliki alergi terhadap obat-obatan maupun makanan.
f. Imunisasi
Klien mengatakan sudah mendapatkan imunisasi lengkap sewaktu kecil.
V. RIWAYAT KELUARGA
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
: Meninggal
: Serumah
--------------- : Cerai
c. Konsep diri
1. Body Image : Klien menerima keadaan yang sekarang, dan
tetap semangat untuk dirinya sembuh
2. Ideal diri : Klien menerima masukkan dari orang lain
3. Harga diri : Klien memandang dirinya sebagai individu yang baik
4. Peran diri : Orang lain memandang klien sebagai orang baik
5. Personal Identity : Baik
d. Keadaan emosi
Klien tampak dapat mengontrol dirinya dengan baik.
h. Kegemaran
Klien mengatakan gemar memasak.
i. Daya adaptasi
Tampak baik karena klien mampu berkomunikasi dengan dokter, perawat, dan
mahasiswa.
a. Keadaan Umum
Keadaan fisik lemah dan lemas.
b. Tanda-Tanda Vital
Suhu : 36°C
Tekanan darah : 160/80 mmHg
TB/BB : 150 cm / 65 kg
Nadi : 93 x/i
RR : 20 x/i
b. Rambut
Penyebaran dan : Penyebaran rambut merata
Keadaan rambut
Kebersihan : Bersih, tidak ada ketombe, dan tidak
berminyak
Jenis dan : Rambut lurus
Struktur rambut
c. Wajah
Warna kulit : Kulit wajah berwarna saawo matang.
2. Mata
a. Bentuk : Lengkap, simetris antara kanan dan kiri
b. Palpebra : Normal dan dapat menutup mata
c. Pupil : Pupil normal, bentuk bulat, letak sentral, isokor
kiri dan kanan
d. Konjungtiva : Tidak anemis
e. Kornea : Reflek cahaya positif
5.Mulut danfaring
a. Keadaan bibir : Simetris, mukosa bibir lembab
b. Keadaan gusi dan : Gigi kekuningan, beberapa gigi sudah tanggal
gigi dikarenakan faktor usia
2. Anus Perineum
12. Pemeriksaanneurologi
1. Tingkat : 15
Kesadaran(GCS)
2. Meningeal sign : Normal
3. Status mental
a. Kondisi emosi : Stabil
b. Orientasi : Normal
c. Proses berfikir : Normal
d. Motivasi : Kemauan untuk sembuh sangat besar
e. Persepsi : Kuat
f. Bahasa : Indonesia
Program Sarjana Terapan Poltekkes Medan
4. Nervus Cranialis
6. Fungsi sensori
a. Indentifikasi sentuhan : Normal
ringan
7. Reflek : Normal
b. Pola Eliminasi
1. BAB
Pola BAB : Klien mengatakan belum pernah BAB
selama di rawat di rumah sakit
Karakter feces : Lunak
Riwayat perdarahan : Tidak ada
Penggunaan obat : Tidak ada
Keluhan BAB : Tidak ada
Masalah eliminasi BAB : Tidak ada
2. BAK
Pola BAK : Klien mengatakan dalam sehari 5 kali BAK
Karakter urin : Kuning, tidak berbau
Nyeri : Tidak ada
Inkontinensia : Tidak ada
Penggunaan Obat : Tidak ada
Keluhan BAK : Tidak ada
Masalah eliminasi BAK : Tidak ada
c. Pola Makan
Diet : Ya
Pola Diet : Model T ( Kelompok Sayuran, Karbohidrat,dan
Protein)
BB Sebelum MRS : 65 Kg
BB Sesudah MRS : 63 Kg
Jumlah Dan Jenis Diet : Diet tinggi karbohidrat dan lemak jenuh terutama makanan
yang mengandung gula
Kesulitan mengunyah : Tidak
Masalah Pola Makan : Nafsu makan pasien berkurang dikarenakan makan yang
masuk terasa pahit dan pasien juga mau mual dan muntah
Upaya Mengatasi : Pasien diberi makan sedikit tapi sering agar nutrisi tetap
terpenuhi
Pola Minum : Minum harus diatas satu liter setiap hari agar tubuh
tidak kekurangan cairan
Kesulitan Minum : Tidak
Upaya Mengatasinya : -
2. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a.Laboratorium
b.Rontgen :
d.USG
8. Pemahaman tentang
semua aspek yang
digunakan obat
meningkatkan penggunaan
yang tepat. Algoritme
dosis dibuat, yang masuk
dalam perhitungan dosis
obat yang dibuat
selama evaluasi rawat inap:
jumlah dan jadwal aktivitas
fisik biasanya, perencanaan
makan. Dengan melibatkan
orang terdekat/sumber
untuk pasien.
2. Keletihan b/d kondisi NOC : 1. Observasi pembatasan klien 1. Untuk mengetahui
fisiologis 1. Endurance dalam melakukan aktivitas pembatasan dalam
2. Concentrasion melakukan aktivitas
3. Energy conservation 2. Kaji adanya faktor yang
4. Nutritional status menyebabkan kelelahan 2. Untuk mengetahui
energy penyebab kelelahan
3. Monitor nutrisi dan sumber
Kriteria Hasil : energi yang adekuat 3. Nutrisi atau sumber
1. Memverbalisasikan energi dibutuhan untuk
peningkatan energy dan 4. Monitor pasien akan adanya tenaga dalam melakukan
merasa lebih baik kelelahan fisik dan emosi aktivitas
secara berlebihan
2. Menjelaskan 4. Kelelahan fisik dan
penggunaan energy 5. Monitor respon emosi berlebihan yang
untuk mengatasi kardiovaskuler terhadap berlarut-larut harus segara
kelelahan aktivitas diatasi, karena bisa
menghambat
3. Kecemasan menurun 6. Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/ istirahat pasien 5. Mengindikasikan tingkat
4. Glukosa darah aktivitas yang dapat
meningkat 7. Dukung pasien dan ditoleransi secara fisiologis
keluarga untuk
5. Istirahat cukup mengungkapkan perasaan 6. Tidur yang kurang cukup
berhubungan dengan mnegindikasikan tubuh
6. Mempertahankan perubahan hidup yang kurang istirahat terhadap
kemampuan untuk disebabkan keletihan keletihan
berkonsentrasi
8. Bantu aktivitas sehari-hari 7. Mengidentifikasi area
sesuai dengan kebutuhan perhatiannya dan
memudahkan cara
9. Tingkatkan tirah baring dan pemecahan masalah
pembatasan aktivitas
(tingkatkan periode istirahat) 8. Mencegah kelelahan
yang berlebihan
10. Konsultasi dengan ahli
gizi untuk meningkatkan 9. Tidur yang kurang cukup
asupan makanan yang mengindikasikan tubuh
berenergi tinggi kurang istirahat terhadap
keletihan
10. Nutrisi atau sumber
energi dibutuhkan untuk
tenaga dalam melakukan
aktivitas
CATATAN PERKEMBANGAN
06.00 4. Memonitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
5. Memonitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas
06.20
6. Memonitor pola tidur dan lamanya tidur/ istirahat pasien
06.45
7. Mendukung pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan
07.05 berhubungan dengan perubahan hidup yang disebabkan keletihan
16.20 7. Mengajarkan pasien dan keluarga mengenai gejala, faktor risiko, pencegahan
18.15 4. Memonitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
16.20 7. Mengajarkan pasien dan keluarga mengenai gejala, faktor risiko, pencegahan
O:
- Suhu : 37 °C
- Klien tampak masih lemah dan letih
- Klien menghabiskan diet ½ porsi
- Novorapid : 8 iu sebelum makan
A:
Masalah belum teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
2 S:
- Ny.S mengatakan badan terasa letih
dan lemah, nafsu makan membaik
- Ny.S mengatakan aktivitas dibantu oleh
keluarga
O:
- Klien tampak lemah
- Porsi diet tampak habis
- Aktivitas klien tampak dibantu oleh
keluarga dan perawat
A:
Masalah belum teratasi
P :
Intervensi dilanjutkan
Kamis,13 Oktober 1 S:
2022 - Ny.S mengatakan badan terasa lemah
- Ny.S mengatakan sering haus dan
sering buang air kecil
- Ny.S mengeluh kepala pusing
O:
- Klien masih tampak lemah
- Novorapid 3 x 10 iu sebelum makan
A:
Masalah belum teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
2 S:
- Ny.S mengatakan badan masih terasa
letih dan lemas, nafsu makan menurun
- Ny.S mengatakan aktifitas fisik dan
ADL dibantu oleh keluarga dan
perawat
O:
- Klien tampak lemah dan letih
- Aktivitas klien tampak dibantu oleh
perawat dan keluarga
A:
Masalah belum teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
Jumat,14 Oktober 1 S:
2022 - Ny.S mengatakan badan masih lemas
- Ny.S mengatakan sering haus dan
sering buang air kecil
- Ny.S mengatakan sakit kepala sudah
berkurang
O:
- Klien masih tampak lemah
- GDR : 223 mg/dl
- Novorapid 3 x 10 iu sebelum makan
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan
2 S:
- Klien mengatakan badan terasa letih
dan lemah, nafsu makan sudah mulai
membaik
- Klien mengatakan aktivitas dibantu oleh
keluarga
O:
- Klien tampak lemah
- Aktivitas pasien tampak dibantu oleh
keluarga dan perawat
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan
Sabtu,15 Oktober 1 S:
2022 - Klien mengatakan kondisinya sudah
membaik, badan sudah tidak terasa
lemas
- Klien mengatakan sudah tidak sering
buang air kecil dan sudah tidak merasa
haus lagi
- Klien mengatakan nafsu makan
meningkat
O:
- GDR :142 mg/dL
- Wajah klien tampak segar
- Porsi diet tampak habis
- TTV dalam rentang normal
TD : 120/70 mmHg, HR : 82 x/i, RR : 22
x/i, Suhu : 36.3C
A:
Masalah teratasi
P:
Intervensi dihentikan
2 S:
- Pasien mengatakan badan sudah tidak
terasa lemas
O:
- Klien sudah dapat melakukan aktivitas
sendiri
A:
Masalah teratasi
P:
Intervensi dihentikan