Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

AYAT AL-QUR’AN TENTANG SUBYEK PENDIDIKAN

Dosen Pengampu :
Dr.Sujino, M.Pd.I

Oleh :

Erlin Dwi Shintia 21250063

Amanda Ravika Sari 21250083

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO


FAKULTAS AGAMA ISLAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
KATA PENGANTAR

Pertama,marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang atas
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi, selain itu
juga bertujuan untuk menambah wawasan terkait dengan Ayat Al-Qur’an Tentang
Subyek Pendidikan, bagi para pembaca maupun penulis.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr.Sujino, M.Pd.I


selaku Dosen pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi dan teman-teman yang telah
banyak membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Mungkin dalam
penulisan makalah ini, masih banyak kekurangan, baik pada teknis penulisan
maupun materi. Maka dari itu kami mohon kritik dan saran dari teman-teman maupun
Bapak Dosen, demi tercapainya makalah yang sempurna.

Metro, 15 Oktober 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................1
C. Tujuan............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................2
A. Pengertian Subyek Pendidikan.......................................................................2
B. Ayat-Ayat Tentang SubyekPendidikan..........................................................2
BAB III PENUTUP................................................................................................10
A. Kesimpulan..................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kita sebagai umat yang beragama Islam, tentunya mempunyai pedoman


hidup yangdijadikan acuan dalam menjalani kehidupan. Dalam pedoman tersebut
ada hal-hal yang haruskita laksanakan dan yang harus kita tinggalkan. Al-qur’an
merupakan sumber hukum dan pedoman hidup manusia untuk mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat.Al-quran merupakan sumber pengetahuan yang
tidak terbatas. Sebagai calon pendidikkhususnya Mahasiswa Tarbiyah jurusan
pendidikan Agama Islam wajib belajar danmemahami ayat-ayat Al-qur’an yang
berkenaan dengan pendidikan supaya menjadi guru yang baik bertingkah laku dan
mengajar sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Semoga Allahmeridohi dan
melimpahkan pengetahuan kepada kita semua Amin.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah itu Subyek Pendidikan?

2. Apa sajakah ayat tentang subyek pendidikan ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu subyek pendidikan.

2. Untuk mengetahui apa saja ayat tentang subyek pendidikan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Subyek Pendidikan


Subjek pendidikan sangat berpengaruh pada keberhasilan atau
gagalnya suatu pendidikan. Subjek pendidikan atau seorang pendidik
adalah orang yang bertanggung jawab memberikan suatu pengejaran atau
pendidikan sehingga materi yang disampaikan dapat dipahami oleh peserta
didik atau objek pendidikan. Subjek pendidikan yang dipahami oleh
kebanyakan para ahli yaitu orang tua, guru-guru di sekolah (dalam lingkup
Formal) maupun dalam lingkaran informal atau masyarakat. Pendidikan
pertama yang kita ketahui selama iniadalah lingkungan keluarga (orang
tua), yang biasanya dipelajari dalam psikologi pendidikan. Namun harus
kita ketahui sebagai umat Islam subjek pendidikan yang sebenarnyaadalah
Allah SWT dan yang kedua adalah Nabi Muhammad yang mengajar
( manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajar kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya
Dari penjelasan diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa
subjek pendidikan adalah siapa saja yang mewariskan ilmunya kepada
kita. Seorang pendidik bisa saja masyarakat, kakak, dan kedua orang tua
dalam lingkup yang sederhana. Kita dapat memporoleh ilmu dari mana
saja, bisa saja dari lingkungan, masyarakat, alam dan semuaciptaan Allah
SWT.

B. Ayat Tentang Subyek Pendidikan

1. QS. Ali 'Imran 3: Ayat 18

ٓ
ُ ‫  َشهِدَ اهّٰلل ُ َان َّ ٗه اَل ۤ ِاهٰل َ ِااَّل ه َُو ۙ   َوا لْ َم ٰلِئ َك ُة َو ُا ولُوا الْ ِعمْل ِ قَٓاِئ ًما اِۢب لْ ِق ْسطِ ۗ  اَل ۤ ِاهٰل َ ِااَّل ه َُو الْ َع ِز ْي ُز الْ َح ِكمْي‬
Artinya :"Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia; (demikian pula)
para malaikat dan orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada tuhan
selain Dia, Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana."

a) Tafsir Al-Mishbah Ali 'Imran 3: Ayat 18

Kata syahida yang diatas diterjemahkan dengan menyaksikan,


mengandung banyak arti, antara melihat, megetahui, menghadiri, dan
menyaksikan, baik dengan mata kepala maupun dengan mata hati. Seorang
saksi adalah yang menyampaikan kesaksian di pengadilan atas dasar
pengetahuan yang diperolehnya, kesaksian mata atau hati. Dari sini kata

2
menyaksikan di atas dipahami dalam arti menjelaskan dan menerangkan
kepada seluruh makhluk. Allah menyaksikan bahwa tiada Tuhan
melainkan Dia.Kesaksian itu merupakan kesaksian diri-Nya terhadap diri-
Nya. Kesaksian yang sangat kukuh untuk meyakinkan semua pihak
tentang kewajaran-Nya untuk disembah dan diandalkan.Allah
menyaksikan diri-Nya Maha Esa, Tiada Tuhan selain Dia. Keesaan itu pun
disaksikan oleh para malaikat dan orang-orang yang berilmu, dan masing-
masing; yakni Allah, malaikat, dan orang-orang yang berpengetahuan,
secara berdiri sendiri menegaskan bahwa kesaksian yang mereka lakukan
itu adalahberdasarkan keadilan. Makna ini yang dipahami oleh sementara
ulama sebagai arti qa'iman bi al qisth, yang redaksinya berbentuk tunggal.
Tentu saja tidak menunjuk kepada Allah, malaikat, dan orang-orang yang
berilmu; ketiganya sekaligus. Ada juga yang menjadikan kata qaim bi al-
qisthitu sebagai penjelasan tentang keadaan Allah SWT, dalam arti tidak
ada yang dapat menyaksikan Allah dengan penyaksian yang adil, yang
sesuai dengan keagungan dan keesaan-Nya kecuali Allah sendiri, karena
hanya Allah yang mengetahui secara sempurna siapa Allah. "Ketuhanan
adalah sesuatu yang hanya dimiliki oleh Allah, maka tidak akan ada
satupun yang mengenal-Nya kecuali diri-Nya sendiri.Allah Qa'iman bi al-
qisth, menegakkan keadilan yang memuaskan semua pihak. Dia yang
menciptakan mereka dan menganugerahkan aneka anugerah. Jika ini diberi
kelebihan rezeki materi, maka ada rezeki yang lain yang tidak
diberikannya.

Setelah menegaskan bahwa Dia melaksanakan segala sesuatu dialam


raya ini berdasar keadilan yang menyenangkan semua pihak, maka
kesaksian terdahulu diulangi sekali lagi,Tiada Tuhan melainkan Dia.
Hanya saja kalau kesaksian pertama bersifat kesaksian ilmiah yang
berdasarkan dalil-dalil yang tak terbantah, maka kali kedua ini adalah
kesaksian faktual yang dilihat dalam kenyataan oleh Allah, para malaikat
dan orang-orang yang berpengetahuan. Itu terlaksana secara faktual,
karenaDia Yang Maha Perkasa, sehingga tidak satupun yang dapat
menghalangi atau membatalkan kehendak-Nya; lagi Maha Bijaksana,
sehingga segala sesuatu ditempatkan pada tempat yang wajar.

b) Isi Kandungan Surat Ali Imran Ayat 18

Orang berilmu sebagaimana digambarkan dalam Surat ALi Imran ayat


18 adalah pribadi yang mempunyai karakter kuat dan bijaksana. Petuah
atau wejangan orang berilmu pasti berlandaskan kedalam serta keluasan
ilmunya. Sehingga, perkataannya mengandung kemurnian (tazkiyah) dan
prinsip keadilan.Orang berilmu mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi
Allah SWT. Kedudukan tinggi tersebut disematkan kepada hambanNya

3
yang mampu menggunakan akal pikirannya dengan baik. Sebab, akal
pikiran merupakan modal utama manusia mencapai derajat tertinggi di sisi
Allah SWT.

Dalam Surat Ali Imran ayat 18, Allah SWT menunjukkan


keutamaan orang berilmu dengan menempatkan orang berilmu bersama
malaikat dalam persaksiaan. Allah SWT menyatakan kesaksiaanNya
bahwa tiada Tuhan selain Dia. Kemudian disusul kesaksian dari malaikat
dan orang-orang berilmu.Orang-orang berilmu menyatakan kesaksian
bahwa tiada Tuhan Selain Allah SWT berlandaskan hasil berpikir logis.
Mereka tidak hanya taklid buta dengan menerima kesaksian tersebut, akan
tetapi melalui kajian serta pendalaman materi yang terkait keesaan Allah
SWT. Akal pikirannya difungsikan dengan baik dan maksimal. Mereka
menganalisa alam semesta seperti galaksi, tumbuhan binatang dan lain-
lain, hingga akhirnya sampai pada kesaksian murni bahwa tiada Tuhan
Selain Allah SWT. Orang-orang berilmu mengutarakan kesaksiannya
tentang keasaan Allah SWT. Kesaksian yang berlandaskan ilmu adalah
kesaksiaan yang kuat dan tidak mudah goyah diterpa badai masalah dunia.
Semakin seorang tinggi ilmunya, semakin kuat pula keyakinan atas
kesaksiannya tersebut.1

2. QS. An-Nahl 16: Ayat 43-44

‫َو َم ۤا َا ْر َسلْنَا ِم ْن قَ ْبكِل َ ِااَّل ِر َجا اًل ن ُّْويِح ْۤ ِالَهْي ِ ْم فَ ْســَئلُ ْۤوا َا ْه َل ِّاذل ْك ِر ِا ْن ُك ْنمُت ْ اَل تَ ْعلَ ُم ْو َن ۙ اِب لْ َب ِ ّينٰ ِت َوا ُّلزبُ ِر ۗ   َو َا‬
‫ْن َزلْنَ ۤا ِالَ ْي َك ا ِّذل ْك َر ِل ُت َبنِّي َ ِللنَّا ِس َما نُ ّ ِز َل ِالَهْي ِ ْم َولَ َعلَّه ُْم ي َ َت َفكَّ ُر ْو َن‬
Artinya : "Dan Kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad), melainkan
orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada
orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui, (mereka Kami
utus) dengan membawa keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan
Kami turunkan Ad-Zikr (Al-Qur'an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan agar mereka memikirkan.

a) Tafsir Ibnu Katsir Surat An-Nahl Ayat 43

Allah berfirman yang artinya “Dan Kami tidak mengutus sebelum


kamu, kecuali orang-orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada
mereka, maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan,
jika kamu tidak mengetahui.” Maksudnya, bertanyalah kepada orang-
orang Ahli Kitab terdahulu, apakah para Rasul yang di utus kepada mereka
berupa manusia atau Malaikat? Jika para Rasul itu berupa Malaikat, berarti

1
Holili, Studi Hasan Hanafi Pada Surat Al Imran(UIN Sunan Ampel:Surabaya,2018)hlm.66

4
boleh kalian mengingkari dan jika dari manusia, maka janganlah kalian
mengingkari kalau Muhammad adalah seorang Rasul.

b) Tafsir Ibnu Katsir Surat An-Nahl Ayat 44

َ MMْ‫ا ِإلَي‬MMَ‫( َوَأن َز ْلن‬Dan Kami


Kemudian Allah Ta’ala berfirman: ‫ ِّذ ْك َر‬MM‫ك ال‬
turunkan kepadamu adz-Dzikr) maksudnya al-Qur’an; ‫اس َما نُ ِّز َل ِإلَ ْي ِه ْم‬ ِ َّ‫لِتُبَيِّنَ لِلن‬
(Agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan
kepada mereka). Maksudnya dari Rabb mereka, karena pengetahuanmu
dengan arti apa yang telah Allah turunkan kepadamu, karena
pemeliharaanmu terhadapnya, karena kamu mengikutinya, dan karena
pengetahuan Kami bahwa sesungguhnya kamu adalah orang yang paling
mulia di antara para makhluk dan pemimpin anak Adam. Maka dari itu
engkau (ya, Muhammad!) harus merinci untuk mereka apa yang mujmal
(gobal) dan menerangkan apa yang sulit untuk mereka. َ‫( َولَ َعلَّهُ ْم يَتَفَ َّكرُون‬Dan
supaya mereka memikirkan) maksudnya, supaya mereka melihat diri
mereka sendiri agar mendapat petunjuk dan beruntung dengan
keselamatan di dunia dan akhirat.

c) Kandungan Umum Dalam Surat An-Nahl ayat 43-44

Orang-orang musyrik tidak membutuhkan para Nabi, karena orang-


orang musyrik menganggap, bahwa kebutuhan kepada Nabi berarti
mengharuskan bagi mereka adanya kehidupan lain, tempat mereka dihisab,
sedang mereka tidak membenarkan hal itu, karena mereka menganggap
hal seperti itu tidak masuk akal jika yang demikian itu ada . Jadi secara
umum ayat 43 dan 44 tersebut menjelaskan tentang bagaimana ketidak
percayanya seorang kaum musrik terhadap nabi Muhammad, yang mana
beliau diutus sebagai rasul dibumi ini. Padahal dalam ayat tersebut, Allah
telah menjelaskan bahwa rasul yang diutus untuk manusia maka jenisnya
sama, hanya bedanya rasul itu diberi mu‟jizat untuk menjelaskan. Dan
mu‟jizat yang diberikan kepada nabi Muhammad berupa al- Quran . Jadi
secara umum ayat 43 dan 44 tersebut menjelaskan tentang bagaimana
ketidakpercayannya seorang kaum musrik terhadap nabi Muhammad, yang
mana beliau diutus sebagai rasul dibumi ini. Padahal dalam ayat tersebut,
n 44 terseAllah telah menjelaskan bahwa rasul yang diutus untuk manusia
maka jenisnya sama, bedanya rasul itu diberi mu‟jizat untuk menjelaskan.
Dan mu‟jizat yang diberikan kepada nabi Muhammad berupa Al-Qur'an
Jadi secara umum ayat 43 dabut menjelaskan tentang bagaimana ketidak
percayanya seorang kaum musrik terhadap nabi Muhammad, yang mana
beliau diutus sebagai rasul dibumi ini. Padahal dalam ayat tersebut, Allah
telah menjelaskan bahwa rasul yang diutus untuk manusia maka jenisnya

5
sama, bedanya rasul itu diberi mu‟jizat untuk menjelaskan. Dan mu‟jizat
yang diberikan kepada nabi Muhammad adalah berupa Al-Qur'an.

3. QS. An-Nahl 16: Ayat 78

‫الس ْم َع َوا اْل َ بْرٰص َ َوا اْل َ فِْئدَ َة ۙ  ل َ َعلَّمُك ْ ت َ ْش ُك ُر ْو َن‬
َّ ُ ‫َوا هّٰلل ُ َاخ َْر َجمُك ْ ِّم ْۢن بُ ُط ْو ِن ُا َّمهٰ ِتمُك ْ اَل تَ ْعلَ ُم ْو َن شَ ْيــًئا ۙ   َّو َج َع َل لَـمُك‬
Artinya : "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati
nurani, agar kamu bersyukur."

a) Tafsir Min Fathil Qodir Surat An-Nahl Ayat 78

(Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun)Yakni bayi-bayi yang tidak mengetahui sesuatu
apapun. َ‫ْص َر َواَأْل ْفـِٔ َدة‬
ٰ ‫( َو َج َع َل لَ ُك ُم ال َّس ْم َع َواَأْلب‬dan Dia memberi kamu pendengaran,
pengelihatan dan hati nurani) Yakni Allah menciptakan pada diri kalian
hal-hal ini, agar dengannya kalian dapat mendapatkan ilmu. ‫لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُون‬
((agar kamu bersyukur. Yakni agar kalian menggunakan setiap anggota
tubuh sesuai dengan tujuannya masing-masing, sehingga kalian
mengetahui nilai kenikmatan yang Allah berikan kepada kalian, kemudian
dengan begitu kalian akan mensyukuri-Nya.
b) Kandungan Surat An-Nahl Ayat 78
Pada ayat ini, Allah swt menegaskan bahwa ketika seorang anak
manusia dilahirkan ke dunia dia tidak tahu apa-apa. Dengan kekuasaan dan
kasih sayangNya, manusia dibekali dengan atribut pelengkap yang
nantinya dapat berfungsi untuk mengetahui segala sesuatu yang
sebelumnya tidak pernah diketahui. Atribut-atribut tersebut ialah berupa
tiga unsur penting dalam proses pembelajaran bagi manusia, yakni:
pendengaran, penglihatan dan hati/akal pikiran.

Dalam ayat 78 Surat An Nahl ini dijelaskan bahwa indera


pendengaran disebutkan pertama oleh Allah swt, sebab pendengaran
adalah unsur utama yang pertama kali dipergunakan oleh orang yang akan
belajar untuk memahami segala sesuatu. Menurut sebuah teori penemuan
modern bayi yang masih dalam kandungan bisa menangkap pesan yang
disampaikan dari luar dan ia sangat peka. Para ahli yang menyarankan
agar anak berkembang dengan kecerdasan yang tinggi dan kehalusan budi,
hendaknya selama di dalam kandungan ia sering diperdengarkan musik
klasik dan irama-irama yang lembut. Atau kalau dalam konteks Islam
hendaknya bayi yang ada dalam kandungan sang ibu sering
diperdengarkan ayat- ayat suci al-Qur’an, kalimah-kalimah thayyibah.

6
Karena diyakini bahwa sang bayi dapat menangkap pesan melalui
pendengaran itu. Setelah manusia menyadari bahwa ketika lahir tidak
satupun yang bisa diketahui, kemudian atas kemurahan Allah swt yang
telah memberikan indera pendengaran, penglihatan dan hati / akal pikiran,
manusia bisa mengetahui segala sesuatu dalam hidupnya. Kesadaran
tersebut sudah seharusnya mendorong rasa bersyukur yang teramat besar
kepada Allah swt yang telah berkuasa memberikan semuanya.

Oleh karena itu, pada akhir ayat ini Allah swt menegaskan bahwa
semua diberikan kepada manusia agar mereka mau bersyukur kepada-Nya.
Rasa syukur itu kemudian harus diwujudkan dengan pengakuan,
ketundukan, ketaatan, kepatuhan yang dapat diekspresikan dalam bentuk
keimanan dan direalisasikan dalam beribadah kepada-Nya. Dialah Allah
swt. Zat yang Maha Pencipta, Zat Yang Maha Pemurah, Zat Yang Maha
Kuasa, dan Zat Yang Maha Besar.

3. QS. Al-Kahfi Ayat 66

‫قَا َل هَل ٗ ُم ْوىٰس ه َْل َات َّ ِب ُع َك عَىٰۤل َا ْن تُ َع ِل ّ َم ِن ِم َّما عُ ِل ّ ْم َت ُر ْشدً ا‬


Artinya : "Musa berkata kepadanya, "Bolehkah aku mengikutimu agar engkau
mengajarkan kepadaku (ilmu yang benar) yang telah diajarkan kepadamu (untuk
menjadi) petunjuk?"

a) Tafsir Ibnu Katsir

Allah swt menceritakan tentang ucapan Musa kepada orang alim, yakni
Khidhir yang secara khusus diberi ilmu oleh Allah Ta’ala yang tidak diberikan
kepada Musa as, sebagaimana Dia juga telah menganugerahkan ilmu kepada
Musa yang tidak Dia berikan kepada Khidhir.

‫قَا َل لَهۥُ ُمو َس ٰى َۡهل َأتَّبِ ُع َك َع َل ٰٰٓى َأن تُ ِ َعل َم ِن ِ َّمما ُ ِع ۡلم َت ُر ۡشدَا‬

Artinya: Musa berkata kepada Khidhir "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu
mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmuilmu yang telah diajarkan
kepadamu (QS. Al Kahfi: 66).

Dalam ayat ini, Allah menyatakan maksud Nabi Musa a.s. datang
menemui Khidir, yaitu untuk berguru kepadanya. Nabi Musa memberi salam
kepada Khidir dan berkata kepadanya, "Saya adalah Musa." Khidir bertanya,
"Musa dari Bani Israil?" Musa menjawab, "Ya, benar!" Maka Khidir memberi
hormat kepadanya seraya berkata, "Apa keperluanmu datang kemari?" Nabi Musa
menjawab bahwa beliau datang kepadanya supaya diperkenankan mengikutinya
dengan maksud agar Khidir mau mengajarkan kepadanya sebagian ilmu yang
telah diajarkan Allah kepadanya, yaitu ilmu yang bermanfaat dan amal yang saleh.

7
Dalam ayat ini, Allah menggambarkan secara jelas sikap Nabi Musa sebagai calon
murid kepada calon gurunya dengan mengajukan permintaan berupa bentuk
pertanyaan. Itu berarti bahwa Nabi Musa sangat menjaga kesopanan dan
merendahkan hati. Beliau menempatkan dirinya sebagai orang yang bodoh dan
mohon diperkenankan mengikutinya, supaya Khidir sudi mengajarkan sebagian
ilmu yang telah diberikan kepadanya. Menurut al-Qadhi, sikap demikian memang
seharusnya dimiliki oleh setiap pelajar dalam mengajukan pertanyaan kepada
gurunya.

b) Kandungan Surah Al-Kahfi Ayat 66

Pada konteks diatas, Menurut Ibnu Katsir, Pertanyaan tersebut sebagai


permintaan belas kasihan, bukan untuk memaksa, inilah adab seorang pelajar
terhadap gurunya. Pendapat ini sejalan dengan penafsiran dalam Al-Munir,
“Bolehkah aku mengikuti perjalananmu agar kamu mengajarkan kepadaku apa
yang telah Allah ajarkankepadamu untuk aku jadikan sebagai petunjuk dalam
urusanku, terutama Ilmu yang bermanfaat dan amal shalih.” Pertanyaan ini
merupakan pertanyaan yang penuh kelembutan dan etika. Quraish Shihab juga
menambahkan, kata attabi’uka ( ‫ ) أكعبت‬yang di dalamnya terdapat penambahan
huruf ta menunjukkan kesungguhan dalam upaya mengikuti itu. Memang
demikianlah seharusnya seorang pelajar harus bertekad untuk bersungguhsungguh
mencurahkan perhatiannya, bahkan tenaganya terhadap apa yang bakal dipelajari
dari gurunya.Lanjut Quraish, bahwa permintaan Musa kepada Khidir ini dengan
bahasa yang sangat halus. Hal ini dapat dilihat dari pertanyaan Musa. “Bolehkah
aku mengikutimu,” selanjutnya Beliau menamai pengajaran yang diharapkannya
itu sebagai ikutan, yaitu Beliau menjadikan dirinya sebagai pengikut dan pelajar.
Beliau juga menggaris bawahi kegunaan pengajaran itu untuk dirinya pribadi
yakni “untuk menjadi petunjuk” baginya.

Menurut Quraish Shihab dalam tafsirnya, seorang murid haruslah


tawadhu, sabar, merasa lebih bodoh walau sudah pandai, tidak memaksakan guru
harus mengajar pelajaranyang disukai murid, bersungguh-sungguh, dan tidak
melawan perintah guru. Pada sisi lain, Nabi Musa juga menyebutkan bahwa
Khidir adalah hamba Shalih dengan keluasan Ilmu. Dengan begitu, Nabi Musa
hanya meminta sebagian Ilmu, “sebagian dari apa yang telah diajarkan
kepadanya”. Dan Nabi Musa juga tidak mengatakan, “apa yang engkau ketahui”.
Karena, Nabi Musa menyadari bahwa segala Ilmu bersumber dari Allah dan pasti
akan kembali kepada Allah Swt.Di dalam pendidikan tasawuf, seorang murid
dituntut memiliki sikap tawadhu dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti guru
dan senantiasa menjaga akhlak dihadapan gurunya.

Tawadhu biasa diterjemahkan dengan merendahkan diri, sedangkan


merendahkan diri merupakan sifat yang dapat membebaskan seseorang dari ikatan

8
kedudukan ataupun martabat yang tinggi, dan membawanya ketingkat yang
sejajar dengan orang lain.Menurut ahli tahqiq, merendahkan diri itu ialah
anggapan seseorang bahwa dirinya tidak ada kelebihannya dibandingkan dengan
yang lain karena kedudukan yang ada padanya, apabila seseorang masih
beranggapan ada manusia lain yang lebih buruk dari padanya, maka ia adalah
orang yang sombong. Sedangkan dalam hal bersungguh-sungguh, menurut Syaikh
AlZarnuji, menuntut Ilmu dibutuhkan kesungguhan hati oleh tiga pihak, yaitu
Pelajar, Guru dan Ayah bila ia masih hidup.

Lebih lanjut Syaikh Imam Sadiduddin mendendangkan syairnya dalam


Etika Belajar Bagi Penuntut Ilmu,“kesungguhan akan mendekatkan sesuatu yang
jauh, dan membukakan pintu yang terkunci”. Sehingga dapat dipastikan, untuk
dapat meraih Ilmu yang sejati, tentu membutuhkan kesungguhan, sedangkan
kesungguhan ini merupakan bagian dari niat, yaitu sebuah kunci pertama yang
harus dipegang dalam setiap amal perbuatan.Sikap yang harus dimiliki seorang
murid dalam belajar kepada Guru tasawuf antara lain:

1) Bersungguh-sungguh. Bersungguh-sungguh yakni menyematkan niat


didalam hati berupa kemauan dan tekad yang kuat, untuk menghadapi
berbagai ujian yang bakal dilalui dalam proses berlangsungnya pendidikan
tasawuf.

2) Tawadhu, yakni bersikap lemah lembut dan sikap hormat, tanpa


menganggap dirinya paling tinggi.

3). Tidak su’udzan (berprasangka jelek) kepada guru, sebab hal ini akan
menyebabkan terhambatnya Ilmu yang diterima dari guru.

4) Taubat, yakni menyadari kesalahan yang diperbuat, serta menyesali


perbuatannya dengan penuh kerendahan hati, dan berjanji untuk tidak
mengulangi kesalahan
serupa.

5). Tidak memprotes guru, yakni menghindari menolak atau memberontak


perintah ataupun anjuran yang diberikan oleh guru, sebab pada dasarnya
guru tasawuf lebih memahami terhadap kondisi muridnya, sehingga
sebagai murid tidak perlu mengomentari guru, bahkan memprotes guru.

6) Tidak Mendekte Guru. Mendekte berarti menggurui atau mengajukan


pendapat kepada guru tanpa ada perintah untuk mengajukan pendapat.

9
7). Sabar. Yakni sikap menerima dengan sepenuh hati atas perintah
apapun yang diberikan oleh guru, menjauhkan diri dari hal-hal yang
bertentangan dengan kehendak Allah.2

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
a) Pengertian Subyek Pendidikan

Subjek pendidikan adalah siapa saja yang mewariskan ilmunya


kepada kita. Seorang pendidik bisa saja masyarakat, kakak, dan kedua
orang tua dalam lingkup yang sederhana. Kita dapat memporoleh ilmu dari
mana saja, bisa saja dari lingkungan, masyarakat, alam dan semuaciptaan
Allah SWT.

b) Ayat-Ayat Tentang Subyek Penddikan


1. QS Ali Imran ayat 18
Dalam Surat Ali Imran ayat 18, Allah SWT menunjukkan
keutamaan orang berilmu dengan menempatkan orang berilmu bersama
malaikat dalam persaksiaan. Allah SWT menyatakan kesaksiaanNya
bahwa tiada Tuhan selain Dia. Kemudian disusul kesaksian dari malaikat
dan orang-orang berilmu.

2. QS An-nahl ayat 43 - 44. 78


Jadi secara umum An-nahl ayat 43-44 menjelaskan tentang
bagaimana ketidak percayanya seorang kaum musrik terhadap nabi
Muhammad, yang mana beliau diutus sebagai rasul dibumi ini. Padahal
dalam ayat tersebut, Allah telah menjelaskan bahwa rasul yang diutus
untuk manusia maka jenisnya sama, bedanya rasul itu diberi mu‟jizat
untuk menjelaskan. Dan mu‟jizat yang diberikan kepada nabi Muhammad
adalah berupa Al-Qur'an
Pada ayat 78, Allah swt menegaskan bahwa ketika seorang anak
manusia dilahirkan ke dunia dia tidak tahu apa-apa. Dengan kekuasaan dan
kasih sayangNya, manusia dibekali dengan atribut pelengkap yang
nantinya dapat berfungsi untuk mengetahui segala sesuatu yang
sebelumnya tidak pernah diketahui. Atribut-atribut tersebut ialah berupa

2
Moch. Sya’roni Hasan,Tafsir Surat Al-Kahfi Ayat 66-78 Tentang Adab Murid Kepada Guru
Dalam Pendidikan Tasawwuf(Jurnal Qolamuna, juli 2019) vol.5 no.1 halaman 58-59

10
tiga unsur penting dalam proses pembelajaran bagi manusia, yakni:
pendengaran, penglihatan dan hati/akal pikiran.

3. QS Al-kahfi ayat 66

Dalam ayat ini, Allah menggambarkan secara jelas sikap Nabi


Musa sebagai calon murid kepada calon gurunya dengan mengajukan
permintaan berupa bentuk pertanyaan. Itu berarti bahwa Nabi Musa sangat
menjaga kesopanan dan merendahkan hati. Beliau menempatkan dirinya
sebagai orang yang bodoh dan mohon diperkenankan mengikutinya,
supaya Khidir sudi mengajarkan sebagian ilmu yang telah diberikan
kepadanya. Menurut al-Qadhi, sikap demikian memang seharusnya
dimiliki oleh setiap pelajar dalam mengajukan pertanyaan kepada gurunya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Holili, Studi Hasan Hanafi Pada Surat Al Imran(UIN Sunan


Ampel:Surabaya,2018)hlm.66

Moch. Sya’roni Hasan,Tafsir Surat Al-Kahfi Ayat 66-78 Tentang Adab Murid
Kepada Guru Dalam Pendidikan Tasawwuf(Jurnal Qolamuna, juli 2019) vol.5
no.1 halaman 58-59

12

Anda mungkin juga menyukai