Dosen Pengampu:
Drs.Hamam M.S.,Drs.,M.Ag.M.Ag
Oleh:
Kelompok 3
1. Halimatusya’diyah (202201500027)
KELAS R A
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa
ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak Drs.Hamam
M.S.,Drs.,M.Ag.M.Ag sebagai dosen pengampu mata kuliah Psikologi konseling
yang telah membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Jakarta, …
Kelompok 3
2
DAFTAR ISI
Hlm
COVER…………………………………………………………………… I
KATA PENGANTAR……………………………………………………. Ii
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 4
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………… 5
1.4 Tujuan Penulisan ………………………………………………….......... 5
BAB II: PEMBAHASAN 6
A. Nilai, keyakinan dan etik dalam konseling……….................................. 6
2.1 Makna nilai, keyakinan dan etik dalam konseling………………….. 6
2.2 Aspek Kompetensi Konselor………………..………………………… 8
2.3 Aspek Kesukarelaan …………………………………………………... 9
2.4 Aspek Kerahasiaan (konfidensialitas)…………………………......... 9
2.5 Aspek keputusan oleh klien sendiri………………………………… 10
2.6 Aspek Sosial Budaya……………………………………………….. 10
B. Isu-isu Etika dalam Konseling……………………………………… 10
BAB III: PENUTUP 14
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………... 14
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 15
BAB I
PENDAHULUAN
3
1.1 Latar Belakang
Pada pembahasan-pembahasan sebelumnya telah dijelaskan mengenai pengertian
bimbingan dan konseling. Dan telah dijelaskan pula bahwa bimbingan dan konseling
merupakan suatu proses, dan dalam praktik bimbingan dan konseling akan
menempuh tahap-tahap tertentu. Dalam setiap tahapannya akan menggunakan teknik-
teknik tertentu pula. Telah disebutkan bahwa konseling merupakan salah satu teknik
dalam bimbingan.
Dalam menyelesaikan masalah dari klien atau konseling, memang diperlukan suatu
posedur atau langkah-langkah yang harus dilalui. Prosedur atau langkah-langkah
tersebut dilakukan dengan tujuan agar seorang konselor dapat menyelesaikan masalah
dari klien atau konseli dengan baik, maksimal, dan sukses. Apabila prosedur atau
langkah-langkah tersebut tidak dilakukan atau dilakukan tetapi kurang sesuai atau
kurang maksimal, maka hasinya juga tidak maksimal. Akibatnya, konselor tidak
dapat membantu menyelesaikan masalah dari klien dengan sukses.
Mengenai langkah-langkah bimbingan konseling, terdapat beberapa pendapat. Oleh
karena itu, di dalam makalah ini, penulis akan menyajikan sebuah kajian mengenai
langkah-langkah bimbingan konseling dan psikoterapi dari beberapa pendapat tokoh.
4
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dijelaskan, maka penulisan
dapat merumuskan suatu masalah yaitu:
a. Apa makna Nilai, Keyakinan dan Etik dalam Konseling?
b. Apa saja aspek Kompetensi Konselor ?
c. Apa Isu-isu Etika dalam Konseling?
BAB II
5
PEMBAHASAN
NILAI, KEYAKINAN DAN ETIK DALAM KONSELING
Praktik konseling mencakup dimensi moral dan etika yang kuat. Faktor nilai, keyakinan dan
etik adalah masalah yang krusial dalam proses konseling. Hal ini wajar karena nilai-nilai,
keyakinan dan etika merupakan hal yang kompleks serta menyangkut pribadi individu itu
sendiri. Selain itu konseling lebih bersifat sarat terhadap nilai-nilai, keyakinan maupun etika
didalamnya daripada bersifat bebas nilai (value free). Dengan demikian konselor perlu
memahami implikasi-implikasi dari sistem nilai, keyakinan serta standar kerja dan tingkah
laku (etik) konselor dalam menjalankan tugas profesionalnya. Dalam bab ini akan dibahas
mengenai makna nilai, keyakinan dan etik pada proses konseling. Selain itu bahasan akan
mengarah pada beberapa isu etika dalam proses konseling.
Nilai dapat didefinisikan secara umum sebagai sesuatu yang penting bagi tindakan
yang dilakukan individu, menunjuk pada hal baik buruk, pantas-tidak pantas (Mappiare,
2006: 352). Nilai juga bisa didefinisikan sebagai keyakinan kuat bahwa suatu kondisi akhir
adalah sesuatu yang bisa diterima (Leod, 2003: 429). Nilai biasanya dianggap sebagai hal
yang dijunjung tinggi oleh seseorang, yang menetapkan suatu yang baik atau tidak, patut
atau tidak patut. Nilai yang dianut individu dapat merupakan nilai yang subjektif dan dapat
pula nilai-nilai kolektif masyarakat atau kelompok yang diterima melalui proses internalisasi
(Latipun, 2004: 206). Demikian juga Brammer dan Shostrom (1982: 410) mengemukakan
bahwa nilai-nilai personal yang dianut pada diri individu diarahkan dari dalam dirinya sendiri
sedangkan nilai-nilai masyarakat yang dianutnya diarakan dari luar dirinya.
Setiap individu memiliki nilai-nilai atau keyakinan yang berbeda dalam menjalani
kehidupannya. Dari berbagai nilai yang ada pada individu, perlu disadari oleh konselor dan
klien bahwa sebenarnya nilai yang dianut memiliki tingkatan-tingkatan mulai dari nilai-nilai
yang sangat pribadi dan kurang prinsip, hingga nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat luas
dan sangat prinsip bagi masyarakat dan bagi yang bersangkutan. Diantara nilai-nilai yang
beragam pada setiap individu maka sebenaranya kesemuanya bermuara dari ”nilai sentral”,
yaitu nilai utama yang individu yang paling mendasar dan mengilhami keseluruhan sistem
nilai individu (Latipun, 2004: 208). Perubahan nilai sentral ini berakibat perubahan prinsip-
6
prinsip dasar secara keseluruhan yang dianut oleh individu. Berkaitan dengan hal tersebut,
tujuan konseling adalah membantu klien untuk mengenali nilai-nilai yang dimilikinya,
memahami dan menerima nilai sentral klien sebagai pijakan bertingkah laku dan membuat
keputusan. Yang perlu dipahami bahwa nilai tidak sama dengan ”kesenangan” pribadi dan
bisa dianggap sebagai
”mainan”. Kesenangan harus seringkali dirubah dan klien berbuat dengan nilai yang
dianutnya.
8
6. Pengelolaan program bimbingan dan konseling
7. Penguasaan konsep dan praksis riset dalam bimbingan dan
konseling
Dengan demikian konselor diharapkan dapat lebih profeional dalam
menjalankan tugas profesinya serta dapat memberikan layanan-layanan professional
sesuai dengan Kode Etik yang ia emban.
9
2.5 Aspek keputusan oleh klien sendiri
Membuat keputusan tertentu penting artinya bagi klien. Oleh karena itu klien
harus membuat keputusan yang lebih tepat untuk dirinya dan masa depannya.
Menurut Corey (2005) menegaskan bahwa tujuan konseling tidak sekedar untuk
memperoleh kepuasan klien. Konseling dapat juga mengajarkan pada klien untuk
membuat dan menghasilkan keputusan yang sifatnya jangka panjang (Long-term
goals). Berkaitan dengan hal tersebut konselor memberikan dorongan untuk berani
membuat keputusan yang disesuai dengan resiko yang sudah dipertimbangkannya.
11
Menurut Baruth dan Robinson III (1987) penyampaian informasi tanpa izin
klien dianggap pelanggaran privasi klien, karena apa yang disampaikan klien kepada
konselor dianggap sebagai privileged communication (Lesmana, 2006:200).
Privileged communication adalah komunikasi yang memberi suatu hak legal kepada
klien dan melindungi klien dari kemungkinan penyampaian secara publik informasi-
informasi yang telah diberikan klien tanpa ijinnya.
a. Ketika klien merupakan bahaya bagi orang lain atau bagi dirinya
sendiri.
b. Bila terapis percaya bahwa klien dibawah usia 16 adalah korban dari
incest,
perkosaan, penganiayaan anak, atau kejahatan lainnya.
c. Bila terapis menentukan bahwa klien memerlukan hospitalisasi
(pengobatan)
d. Bila informasi menjadi isu dalam tidakan pengadilan
e. Bila klien meminta catatannya diserahkan kepada dirinya sendiri atau
kepada orang ketiga lainnya.
Menjaga konfidensialitas merupakan kewajiban primer dari hubungan
terapeutik yang terbangun antara konselor dan klien. Hal ini dimaksudkan untuk
melindungi apa yang disampaikan klien. Ketika menjelaskan kepada klien bahwa apa
yang mereka sampaikan dalam sesi konseling umumnya akan dijaga
konfidensialitasnya, maka konselor sebaiknya mengatakan kepada klien batasan
(limitasi) terhadap konfidensialitas ini.
12
Menurut Leod (2006: 456) ketakutan utama yang mendasari penggunaan
sentuhan adalah sentuhan akan mengarah kepada pemuasan seksual dipihak klien,
konselor (terapis) atau keduanya. Masalah etika lainnya adalah klien dapat merasa
teraniaya, dan disentuh berarti berlawanan dengan keinginan sebenarnya. Selain itu
ada larangan dari agama atau budaya untuk disentuh oleh orang asing atau jenis
kelamin yang berbeda. Bagi konselor masalah lain muncul dari kekhawatiran akan
dituntut klien dengan tuduhan terlalu mengintimidasi atau eksploitatif. Walaupun
demikian, jelas semua ittu bergantung kepada integritas terapis, dan seberapa jauh
eksplorasinya terhadap makna sentuhan bagi mereka secara pribadi.
Berkaitan dengan hal ini Hunter dan Struve (1998) dalam Leod (2006) membuat
beberapa rekomendasi tentang penggunaan sentuhan dalam konseling. Sentuhan
adalah tepat secara klinis ketika:
BAB III
13
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konselor merupakan sebuah profesi, salah satu dasar kerangka teoritik dan
aplikasinya dilandasi pada masalah moralitas dan etik. Tuntutan secara profesi,
konselor harus memiliki kualitas pribadi yang memadai untuk menunjukkan
profesionalisme perilaku dan aktivitasnya. Proses konseling yang merupakan sentral
layanan konseling dilakukan sesuai dengan kaidah profesi dan kode etik yang
ditetapkan. Belief system menjadi acuan bagi konselor untuk menyiapkan diri sebagai
konselor yang memiliki kualitas pribadi positif dan mampu berinteraksi dengan klien
dalam sistem nilai yang berbeda. Untuk memfasilitasi kemampuan konselor dalam
memahami konteks nilai dari klien maka diperlukan pendekatan dan pemahaman
kultural. Keragaman budaya yang berimplikasi pada keragaman dan perspektif nilai
merupakan pertimbangan khusus bagi konselor untuk senantiasa bekerja berdasarkan
landasan-landasan moral dan etis.
14
DAFTAR PUSTAKA
Buku 1 Penulis*)
Lesmana, J.M. 2006. Dasar-dasar Konseling. Jakarta: UI Press
Buku 2 Penulis*)
Mappiare, Andi. 2006. Kamus Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT. Rajawali Grafindo
Persada.
15