Anda di halaman 1dari 10

1.

Etika bergaul dengan non muslim


Islam adalah agama yang indah, sebagai rahmatan lil’alamiin. Namun indahnya Islam bukan
berarti Islam tidak memiliki jati diri ketika Islam sendiri dilecehkan. Sebab Rasulullah yang begitu
santun perangainya saja mencontohkan bahwa kita harus tetap asyiddaa’u ‘alal kuffar, bersikap
tegas pada non muslim manakala mereka menghina dan merendahkan martabat Islam. Dari
esensi di atas, setidaknya tiga pengelompokan etika bergaul dengan non mulim:
1. Jika dalam bergaul dengan non muslim ada perasaan ridha akan kekufurannya, maka hukumnya haram.
Sebab membenarkan pada kekufuran itu sama saja kufur.
2. Bergaul, tidak ada unsur keridloan pada kekufurannya, sebatas hubungan duniawi, semisal relasi kerja,
maka tidak dilarang. Bahkan dianjurkan kita untuk bergaul dengan mereka, jika memang ada keyakinan
bahwa kita bisa mengajaknya untuk masuk Islam.
3. Bersikap saling mengasihi, tolong menolong, karena memiliki hubungan kekerabatan atau yang lain,
meskipun memiliki keyakinan bahwa agama mereka itu salah, maka tetap dilarang, karena sikap seperti ini
memiliki peluang dimungkinkannya kita terseret dalam kekufurannya.

2. Bekerja pada non muslim


Dewasa ini banyak kita temui di sekitar kita, orang-orang muslim bekerja kepada orang non
muslim, baik yang menjadi pembantu rumah tangga ataupun sebagai karyawan di perusahaan-
perusahaan besar yang kini banyak dikuasai oleh non muslim. Dan di antara mereka yang
bekerja pada non muslim, ada yang mendapatkan perlakuan kasar, tidak manusiawi, namun
mereka tetap sabar, atas dasar masalah ekonomi.

Adapun hukum bekerja pada non muslim, terdapat’ khilaf (perbedaan pendapat) anatar ulama,
namun pendapat yang paling kuat mengatakan haram secara mutlak. Sebab perbedaan
pendapat tersebut hanya dalam masalah akad saja, buka dalam masalah khidmah atau bekerja.
Namun ada juga yang memberikan perincian hukum, yaitu apabila bentuk kerjanya itu melayani
non muslim secara langsung dan terdapat unsur idzlal (penghinaan) atas seorang muslim maka
haram hukumnya. Tapi jika tidak melayani secara langsung, sebagaimana bekerja di
perusahaan milik orang non muslim dan di dalamnya juga tidak terdapat penghinaan terhadap
muslim, maka hukumnya makruh. Namun, akan lebih baiknya mengikuti pendapat pertama(yang
kuat), karena keluar dari khilaf adalah sunah. (Khasiyah al–Jamal ‘ala al–Manhaj [3]: 456,
Qulyubi [3]:670)
3. Mencintai non muslim
Cinta adalah perasaan yang sulit dimengerti, datang tanpa diundang, pergi tanpa permisi, itulah
cinta, selalu menjadi misteri yang tak terpecahkan.

Banyak kita temui di kalangan selebriti kisah asmara antar agama. Mereka selalu
mengatasnamakan cinta, bahkan mereka berani menentang orang tua yang melarangnya
karena perbedaan keyakinan. Lalu bagaimana sebenarnya hukum mencintai orang non muslim.

Dalam Al-Qur’an dan hadis banyak dijelaskan mengenai larangan mencintai non muslim. Di
antaranya adalah surat al-Mujadalah ayat 22, yang artinya:

“Kamu tidak akan menemukan kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir (dengan keberadaan)
saling berkasih sayang dengan orang yang menentang Allah dan Rasulnya.”
Memang cinta tidak akan bisa ditolak kedatangannya oleh siapapun, namun tumbuhnya
perasaan cinta itu bisa dicegah dengan menjauhi sebab-sebab tumbuhnya perasaan itu. Dan
cinta di sini, bukan hanya soal asmara, namun kecondongan terhadap non muslim karena
parasnya, kekerabatan atau tetangga dekat tanpa ada keridhaan akan keyakinan mereka.

4. Mengikuti Gaya dan Budaya non muslim


Kemajuan teknologi dan perkembangan mode yang semakin mudah diupdate melalui teknologi
yang ada, membuat para muslim begitu mudah mengcopy gaya dan budaya barat yang
kebanyakan diadopsi dari orang-orang non muslim.
Dan dalam hal ini para ulama’ mengkualifikasinya dalam 3 pendapat:
1. Apabila mengikuti dan menyerupai mereka dalam syiar dan ritual keagamaannya, berjalan bersama
menuju tempat ibadahnya dan lainnya, sampai ada kecondongan dan simpati kepada agama mereka, maka
hukumnya haram dan bisa kufur.
2. Namun jika tidak seperti di atas, hanya sebatas mengikuti dalam hal keduniawian saja, seperti
menggunakan atribut dan properti perayaan hari raya mereka, maka hukunya haram tidak kufur.
3. Atau adanya kesamaan dan keserupaan itu tanpa tujuan dan hanya faktor kebetulan saja, maka hukumnya
makruh.

5. Orang non muslim masuk masjid


Pada dasarnya, orang non musim tidak perlu bahkan tidak sah untuk turut meramaikan masjid,
karena dia tidak Islam, dan baginya terlarang untuk masuk Masjid al-Haram, namun untuk masjid
selain Masjid al-Haram itu diperbolehkan asal mendapat izin dari ta’mir dan ada hajat yang
dibenarkan, tapi jika tidak, maka dia harus diberi sanksi. Hal ini sebagaimana yang pernah
dilakukan Rasul SAW pada salah seorang kafir, Tsamaniyah bin Atsal, dia diikat di salah satu
tiang Masjid al-Haram, karena dia memaksa masuk ke dalam Masjid al-Haram. (Tafsir
Shawi [2]: 23, Ahkam al–Qur’an [2]: 902, Khotib al–Futuhaat [2]: 243)

6. Menyerang non muslim


Kedamaian sangat dijunjung tinggi oleh Islam, oleh karena setiap anggota tubuh seorang muslim
ada qishasnya. Tidak hanya tubuhnya saja, harta dan kehormatan seorang muslim juga sangat
dijaga.
Dan larangan melukai anggota tubuh, harta, dan kehormatan ini tidak hanya berlaku bagi
seorang muslim saja, tapi juga bagi non muslim. Untuk non muslim yang telah bersepakat damai
dengan orang muslim (Kafir Dzimmy.red), maka mereka harus juga dihormati dan dijaga hak-
haknya. Sementara non muslim yang melecehkan dan menghina Islam (Kafir Harby.red) maka
mereka juga berhak untuk diberantas. (Al–Majalis Tsaniah, hal:105)
 
7. Pemberian non muslim
Pada dasarnya seorang muslim boleh-boleh saja menerima pemberian orang non muslim baik
berupa apapun itu asal tidak ada unsur atau dampak negatif, baik dalam urusan agama atau
siasat politik pemerintahan. Jika ada unsur-unsur tersebut maka hukumnya haram.
Sebagaimana keinginan non Islam untuk membantu merenovasi Masjid al-Aqsha yang kelak
akan mereka kuasai. (Tafsir al–Maraghy [4]: 75).
Semoga kita selalu menjadi pribadi muslim yang tetap bisa toleransi kepada sesama, dengan
tidak terlalu arogan dalam mengambil sikap, tidak terlalu menjudge non muslim, namun tidak
juga mudahanah, terlalu murah dalam toleransi.
[Abdul Mubdi]
Orang Muslim menganggap semua hewan sebagai makhluk yang harus dihormati. Oleh karena
itu, ia menyayanginya karena kasih sayang Allah Ta'la kepadanya dan menerapkan etika-etika
berikut terhadapnya: 

1. Memberinya makan-minum, jika hewan-hewan tersebut lapar dan haus, karena dalil-dalil
berikut: 

Sabda Rasulullah saw., 


"Terhadap yang mempunyai hati yang basah terdapat pahala." (Diriwayatkan Ahmad dan Ibnu
Majah). 
"Siapa tidak menyayangi, ia tidak akan disayangi." (Muttafaq Alaih). 
"Sayangilah siapa saja yang ada di bumi, niscaya kalian disayangi siapa saja yang ada di langit."
(Diriwayatkan Ath-Thabrani dan Al Hakim).

2. Menyayanginya, dan berbelas kasih kepadanya, karena dalil-dalil berikut: 


Ketika Rasulullah saw. melihat orang-orang menjadikan burung sebagai sasaran anak panah,
beliau bersabda, 
"Allah melaknat siapa saja yang menjadikan sesuatu yang bernyawa sebagai sasaran."
(Diriwayatkan Abu Daud dengan sanad shahih). 
Rasulullah saw. melarang menahan hewan untuk dibunuh dengan sabdanya, "Barangsiapa yang
menyakiti ini (burung) dengan anaknya; kembalikan anaknya padanya." (Diriwayatkan Muslim). 
Rasulullah saw. bersabda seperti di atas, karena melihat burung terbang mencari anak-anaknya
yang diambil salah seorang sahabat dan sarangnya.
Dilarang menembak burung

3. Jika ia ingin menyembelihnya, atau membunuhnya, maka ia melakukannya dengan baik,


karena Rasulullah saw. bersabda, 
"Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik kepada segala hal. Oleh karena itu, jika kalian
membunuh, maka bunuhlah dengan baik. Jika kalian menyembelih, maka sembelihlah dengan
baik. Hendaklah salah seorang dan kalian menenangkan hewan yang akan disembelihnya, dan
menajamkan pisaunya." (Diriwayatkan Muslim, At Tirmidzi, An-Nasai, Abu Daud, dan Ahmad).
4. Tidak menyiksanya dengan cara-cara penyiksaan apapun baik dengan melaparkannya, atau
meletakkan padanya muatan yang tidak mampu ia angkut, atau membakarnya dengan api,
karena dalil-dalil berikut: 
Rasulullah saw. bersabda, 
"Seorang wanita masuk neraka karena kucing. Ia menahannya hingga mati. Ia masuk neraka
karenanya, karena ia tidak memberinya makan sebab ia menahannya, dan tidak membiarkannya
makan serangga-serangga tanah." (Diriwayatkan Al-Bukhari). 
Rasulullah saw. berjalan melewati rumah semut yang terbakar, kemudian beliau bersabda, 
"Sesungguhnya siapa pun tidak pantas menyiksa dengan api, kecuali pemilik api itu sendiri
(Allah)." (Diriwayatkan Abu Daud. Hadits ini Shahih).
5. Diperbolehkan membunuh hewan-hewan yang membahayakan, seperti anjing penggigit,
serigala, ular, kalajengking, tikus, dan lain sebagainya, karena dalil-dalil berikut: 
Sabda Rasulullah saw. 
"Ada lima hewan membahayakan yang boleh dibunuh di tempat halal dan haram, yaitu ular,
burung gagak yang berwarna belang-belang, tikus, anjing yang suka menggigit, dan burung
hudaya (rajawali)." (Diriwayatkan Muslim). 
Diriwayatkan, bahwa diperbolehkan membunuh burung gagak dan melaknatnya.
6. Diperbolehkan mencap telinga hewan untuk kemaslahatan, karena Rasulullah saw. mencap
unta zakat dengan tangannya yang suci. 
Sedang pemberian cap kepada selain unta, kambing dan lembu, maka tidak diperbolehkan,
karena Rasulullah saw. bersabda ketika melihat keledai dicap, 
"Allah melaknat orang yang mencap keledai ini di wajahnya." (Diriwayatkan Muslim)
7. Mengetahui hak Allah Ta‘ala dengan mengeluarkan zakat hewan tersebut, jika hewan
tersebut termasuk hewan yang harus dizakati. 

8. Sibuk dengannya tidak membuatnya lupa taat kepada Allah Ta‘ala dan lalai tidak dzikir
kepada-Nya, karena dalil-dalil berikut: 
Allah Ta‘ala berfirman, 
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta kalian dan anak-anak kalian melalaikan
kalian dan mengingat Allah." (Al-Munafiqun: 9). 

Rasulullah saw. bersabda tentang kuda, 

"Kuda terbagi ke dalam tiga jenis, seseorang mendapatkan pahala (karenanya), seseorang
mendapat pakaian (karenanya), dan seseorang mendapat dosa (karenanya). Adapun orang yang
mendapatkan pahala karena kuda ialah orang yang mengikatnya di jalan Allah dan
memperpanjang talinya di tanah lapang, atau padang rumput. Maka apa saja yang terjadi pada
kuda tersebut di tanah lapang, atau padang rumput, maka orang tersebut mendapatkan
kebaikan kebaikan. Jika orang tersebut memutus talinya, kemudian kuda tersebut berjalan cepat
satu langkah, atau dua langkah, maka jejak-jejaknya, dan kotoran-kotorannya adalah kebaikan-
kebaikan baginya, serta kuda tersebut bagi orang tersebut adalah pahala. Orang satunya
mengikatnya karena ingin memperkaya diri namun ia tidak lupa hak Allah di leher, dan tulang
punggung kudanya, maka kuda tersebut adalah pakaian untuknya. Sedang orang satunya
mengikatnya untuk sombong, riya', dan permusuhan, maka kuda tersebut adalah dosa baginya."
(Diriwayatkan Al-Bukhari).
Inilah sebagian etika yang diterapkan orang Muslim terhadap hewan karena mentaati Allah
Ta‘ala dan Rasul-Nya, dan karena mengamalkan perintah Syariat Islam yang notabene
merupakan Syariat rahmat, dan kebaikan universal bagi seluruh makhluk, manusia atau hewan. 
Sumber: Al-Islamu
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Muslimdaily.net – Salah seorang filsuf Barat, Nietzsche, mengatakan,”Orang-orang lemah dan


tidak mampu, wajib mengetahui hak-hak mereka. Sebab, hak merupakan dasar pertama dari
dasar kecintaan kita kepada kemanusiaan. Wajib pula bagi kita untuk membantu mereka dalam
hal ini (dinukil dari Al Ghazali, Rakaiz Iman Baina Al Aqli wa Al Qalbi, hal. 318).”
Namun ahli filsafat Islam tak membatasi nilai akhlak yang menjadi ketetapan masyarakat berupa
hak yang meliputi setiap sisi manusia. Semua itu tanpa perbedaan warna atau jenis dan bahasa.
Ia juga meliputi pedoman yang digunakan masyarakat, memelihara Islam dengan kekuatan
syariat. Lalu menjamin aplikasinya, menjalankan hukuman kepada orang yang melanggar nilai
akhlak tersebut. Diantara hal itu adalah penjelasan tentang Hak-Hak Asasi Binatang.
Islam juga memandang hewan sebagai penopang kepentingan dan manfaat untuk kehidupan
manusia. Hewan dapat membantu manusia memakmurkan bumi dan keberlangsungan hidup.
Karena itu, tidak mengherankan jika dalam beberapa surat Al Quran, Allah meletakkan nama-
nama binatang seperti surat Al Baqarah, Al An’am, An Nahl, dan sebagainya.
Dalam nash Al Quran, dijelaskan mengenai kemuliaan hewan, penjelasan kedudukannya, serta
batasan keadaannya di sisi manusia. “Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu;
padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan sebahagiannya
kamu makan. Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu
membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan.
Dan ia memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak sanggup sampai kepadanya,
melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang memayahkan) diri. Sesungguhnya Tuhanmu
benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,” (An Nahl: 5-7).
Alkisah, seorang pelacur –sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari– bisa masuk surga
hanya karena ia menolong seekor anjing yang hampir mati kehausan. Ia lepaskan sepatunya
lalu diikatkan dengan kerudungnya, dan diambilnya air dari sumur, lalu diminumkannya kepada
anjing tersebut. Dengan begitu dosanya diampuni dan akhirnya masuk surga.
Sebaliknya ada orang beriman yang masuk neraka hanya gara-gara lalai dalam memberikan
makanan kepada hewan piaraannya. Suatu ketika orang tersebut pergi meninggalkan rumah
dalam jangka waktu yang lama. Ia kunci seluruh pintu rumahnya sehingga kucing yang
dipeliharanya tidak bisa keluar. Orang tersebut lupa menyiapkan makanan yang cukup buat
hewan piaraannya. Akhirnya hewan tersebut mati karena kelaparan.
Dalam satu kesempatan Rasulullah bersabda, “Seorang wanita masuk neraka karena mengikat
seekor kucing tanpa memberinya makanan atau melepaskannya mencari makan dari serangga
tanah” (HR. Bukhari). 
Dan di antara hak-hak binatang adalah:
Hak Penjagaan dan Perlindungan
Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan dalam Kitab Shahih-nya:

‫ نزل نبي من األنبياء تحت شجرة فلدغته نملة‬:‫ قال صلى هللا عليه وسلم‬:‫عن أبي هريرة رضي هللا عنه قال‬
‫فأخرج متاعه من تحتها ثم أمر ببيتها فأحرق بالنار فأوحى هللا إليه فهال نملة واحدة‬.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,”Salah seorang Nabi berteduh di bawah pohon, lalu digigit semut, maka dia
mengeluarkan barang bawaannya dari bawah pohon. Kemudian diperintahkan untuk membakar
sarang semutnya. Maka Allah mewahyukan kepada Nabi tersebut: ”Kenapa tidak satu semut
saja (yang engkau bunuh)?”
Dalam hadits di atas ada penjagaan dan perlindungan terhadap sarang semut dari kerusakan,
seandainya Nabi tersebut membunuh satu semut yang menggigitnya saja, Allah tidak akan
mencelanya. Termasuk penjagaan terhadap binatang adalah bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam telah melarang untuk menjadikan bintang sebagai sasaran dalam melempar
(lempar lembing, memanah, menembak dll). Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma pernah melewati
beberapa pemuda dari kalangan suku Quraisy yang menjadikan seekor burung atau ayam
sebagai sasaran tembak dan mereka membayar untuk setiap kali panahan yang meleset dari
sasaran kepada pemilik burung tersebut. Maka ketika mereka melihat Ibnu Umar
radhiyallahu’anhuma, mereka bercerai-berai meninggalkannya, lalu Ibnu
Umar radhiyallahu’anhuma berkata:

‫لعن هللا من فعل هذا أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم لعن من اتخذ شيئا ً فيه الروح غرضا‬ 
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat siapa saja yang menjadikan makluk yang
bernyawa sebagai sasaran. (memanah, menembak dan lain-lain).”
Dan dalam hadits ini dan hadits-hadits yang lainnya ada penjealasan tentang hak binatang
dalam penjagaannya.
Hak Pemeliharaan 
Seorang wanita masuk ke dalam neraka karena dia mengurung seekor kucing sampai mati,
karena dia tidak memberi makan dan juga tidak memberinya meminum. Dan juga dia tidak
melepaskannya supaya dia memakan serangga (HR. al-Bukhari).
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melewati seekor onta yang punggungnya menempel
dengan perutnya (menunjukkan kurusnya), maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

‫ وكلوها صالحة ) رواه أبو داوود وابن خزيمه في‬,‫ فاركبوها صالحة‬,‫اتقوا هللا في هذه البهائم المعجمة‬
‫ قد لحق ظهره ببطنه‬:‫ وقال‬,‫صحيحة‬. 
“Bertaqwalah (takutlah) kepada Allah terhadap binatang yang kurus ini, kemudian naikilah
secara baik dan makanlah dagingnya secara baik.”(HR. Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah dalam
Kitab Shahihnya, dia berkata:”Punggungnya telah jauh dari perutnya (gemuk)).
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallamdahulu menjulurkan tempat minuman untuk kucing, maka kucing itupun meminumnya.
Hadits-hadits seperti ini dan yang semisalnya menunjukkan tentang pemeliharaan Islam
terhadap binatang. Berangkat dari perhatian terhadap hak binatang dalam masalah
pemeliharaan, sebagian kaum Muslimin telah mewakafkan sebuah tempat yang dinamakan
”Wakaf Kucing” yang mana mereka mempersiapkan makanan untuk kucing-kucing tersebut,
setiap pagi, dan sore.
Hak Kasih Sayang 
Islam telah menyayangi binatang, di dalam hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma, bahwa
ada seorang laki-laki membaringkan seekor kambing untuk disembelih, dan dia
mengasah/menajamkan pisaunya di dekatnya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:

:” ‫أتريد أن تميتها موتتين ؟ هال أحددت شفرتك قبل أن تضيعها ” رواه الطبري واللفظ له‬.
“Apakah engkau ingin membunuhnya dua kali? Kenapa tidak engkau tajamkan pisaumu
menyembelihnya (Riwayat Imam ath-Thabari)

‫ كنا مع رسول هللا صلى هللا عليه وسلم في سفر فانطلق لحاجته فرأينا‬:‫وعن ابن مسعود رضي هللا عنه قال‬
‫حمرة (طائر) معها فرخان فأخذنا فرخيها فجاءت الحمرة فجعلت تعرش فجاء النبي صلى هللا عليه وسلم‬
‫ من فجع هذه بولديها ردوا ولديها إليها‬:‫فقال‬. 
Dan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dia berkata:”Kami dahulu bersama
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah safar(perjalanan), lalu beliau pergi untuk
menunaikan hajatnya. Kemudian kami melihat Hamroh (burung) bersama dengan kedua
anaknya yang masih kecil, lalu kami mengambil kedua anaknya. Maka datanglah burung itu dan
dia kebingungan mencari anaknya. Lalu datanglah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan
beliau bersabda:”Siapakah yang membuat bingung burung ini terhadap anak-anaknya?
Kembalikanlah kedua anaknya kepadanya.”
Hak Makan dan Minum 
Setiap binatang memiliki hak dalam masalah makan dan minum. Dan kita telah mengetahui
bahwa ada seorang wanita yang disiksa di Neraka karena seekor kucing yang dikurungnya dan
tidak diberi makan. Dan dari Abu Huraiorah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:

(‫ يأكل الثرى من‬،‫بينما رجل يمشي فأشتد عليه العطش فنزل بئراً فشرب منها ثم خرج فإذا هو بكلب يلهث‬
‫ فمأل خفه ثم أمسكه بفيه ثم رقى فسقى الكلب فشكر هللا‬،‫ لقد بلغ هذا الكلب مثل الذي بلغ بي‬:‫شدة العطش قال‬
‫ في كل كبد رطبة أجرا‬:‫ قال‬،ً‫ وإن لنا في البهائم أجرا‬،‫ يا رسول هللا‬:‫له فغفر له قالوا‬.
“Suatu ketika ada seorang laki-laki berjalan yang merasa sangat kehausan, lalu dia turun ke
dalam sumur dan meminum air dari sumur itu. Kemudian dia keluar, tiba-tiba dia melihat anjing
yang sedang menjulurkan lidahnya dan menjilati tanah yang basah, karena sangat kehausan.
Dia berkata:”Anjing ini telah kehausan sebagaimana kehausan yang aku rasakan” Maka dia
memenuhi khuff nya (sepatu kulit), lalu mengigitnya dengan mulutnya dan dia naik keluar dari
sumur, lalu memberi minum anjing tersebut. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji laki-laki
itu dan mengampuninya. Mereka (para Sahabat radhiyallahu’anhum) berkata:”Wahai Rasulullah,
(apakah) kami mendapatkan pahala ketika berbuat baik terhadap binatang? Beliau menjawab:
”Pada setiap jiwa yang bernyawa ada pahalanya”.
Hak untuk Tidak Dizalimi
Termasuk hak binatang adalah untuk tidak menzaliminya. Imam Malik berkata:”Sesungguhnya
Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu pernah melewati seekor keledai yang membawa batu
bata mentah (tanah liat yang belum dibakar) di atas pungungnya punggungnya, maka
beliau radhiyallahu ‘anhu mengangkat dua batu bata tersebut dari punggung keledai itu. Lalu
datanglah kepadanya perempuan pemilik keledai, dan berkata: ”Wahai Umar apa urusanmu
dengan keledaiku? Apakah engkau memiliki wawanang terhadapnya? Umar menjawab: ”Tidak
ada yang menghalangiku untuk ikut campur dalam masalah ini” Dan beliau juga berkata:
”Sungguh, seandainya ada seekor keledai yang terpeleset di Iraq, pasti Umar akan ditanya
tentangnya: ”Kenapa tidak engkau baguskan (ratakan) jalan untuknya wahai Umar?
Dan Umar radhiyallahu ‘anhu pernah melihat seorang laki-laki membebankan kepada ontanya
dengan beban yang tidak mampu untuk dibawanya, maka beliau radhiyallahu ‘anhu memukulnya
dan berkata: ”Kenapa engkau membebani ontamu dengan beban yang dia tidak mampu
membawanya?
Hak Penjagaan dari Sakit
Islam telah menetapkan bagi binatang hak penjagaan dari terjangkiti penyakit-penyakit yang
menular. Yang termasuk petunjuk Islami dalam hal ini adalah sabda Nabishallallahu ‘alaihi
wasallam :

(‫)ال يوردن ممرض مصح‬


“Jangan dicampurkan mumridh dengan yang sehat.”
Mumridh adalah onta sakit yang menularkan penyakitnya kepada onta yang lain. Maka petunjuk
Nabi untuk tidak mencampurkan onta yang sakit dengan onta-onta yang sehat adalah supaya
penyakit tersebut tidak menular ke onta yang sehat –dengan Izin Allah-. Dan ini adalah hak
binatang untuk dijaga dari penularan penyakit.
Hak Mendapatkan Lingkungan Bersih 
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengharamkan berbuat kerusakan di muka Bumi, Dia
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

(‫)وال تفسدوا في األرض بعد إصالحها‬ 


“Janganlah kalian berbuat kerusakan di muka Bumi setelah Allah memperbaikinya.”(al-A’raaf:56)
Merupakan bentuk perusakan di muka Bumi adalah pencemaran air, tumbuhan, udara dan
tanah. Ketika Islam melarang perbuatan tersebut, maka itu adalah untuk menjaga binatang dari
pencemaran air, udara dan tumbuhan. Ini adalah hak setiap makhluk.
Hak untuk Tidak Diubah Fisiknya 
Islam telah mengharamkan memberi tanda binatang (dengan ditato) di wajahnya, karena
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang yang memukul atau mentato wajah
binatangnya. Para ahli fikih telah menyebutkan bahwa memotong ekor bianatang (yang masih
hidup) adalah salah satu sebab yang membolehkan adanya Ta’zir (hukuman). Sebagaimana
tidak diperbolehkan memutus urat nadi, memotong atau kay(pengobatan dengan menempelkan
besi panas) terhadap binatang tanpa alasan, karena perbuatan tersebut memperburuk fisik
binatang, dan barang siapa yang berbuat demikian maka wajib membayar jaminan.
Itulah perhatian Islam dalam memberikan hak kepada setiap pemiliknya masing-masing.
Jangankan manusia, binatang pun Islam memerintahkan kepada pemeluknya untuk memberikan
hak kepada binatang. Kalau terhadap binatang saja Islam memperhatikan hak-hak mereka,
maka bagaimana kiranya dengan manusia? Tentunya Islam sangat memperhatikan hak-hak
mereka. Adapun sikap dan tingkah laku sebagian kaum Muslimin yang tidak memberikan hak-
hak kepada para pemiliknya, bukanlah alasan untuk menuduh Islam sebagai agama kekerasan
dan ketidakadilan, karena kesalahan sebagian kaum Muslimin tidak menunjukkan kesalahan
ajarannya, akan tetapi kesalahan terletak pada jauhnya kaum Muslimin dari ajaran agamnya
yang benar. Dan ini sekaligus bukti dan bantahan kepada orang-orang yang menuduh Islam
sebagai agama kekerasan dan mengajarkan terorisme. Wallahu A’lam. []
Disusun ulang oleh Tim Redaksi MuslimDaily.net dari buku karya tulis Raghib As Sirjani, Prof.
Dr., Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia, Pustaka Al Kautsar, 2011. (Terjemahan dari
buku Madza Qaddamal Muslimuna lil ‘Alam Ishamaatu al Muslimin fi al Hadharah al
Insaniyah, Mu’asasah Iqra’. 2009.)

Anda mungkin juga menyukai