Anda di halaman 1dari 11

View metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk brought to you by CORE


provided by UPN (Universitas Pembangunan Nasional) Veteran Yogyakarta: Portal Journals

Autopoiesis Sistem Sosial dalam Diskursus Penyelesaian Persoalan Bencana Asap


di Indonesia
Arifudin1, Hermin Indah Wahyuni2, F Trisakti Haryadi3
1
Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Riau, Riau
1
Kampus Bina Widya Jalan H.R. Soebrantas Km. 12,5 Simpang Baru, Pekanbaru 28293, Indonesia
1,2,3
Prodi Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
1,2
Pusat Studi Sosial Asia Tenggara, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
1,2, 3
Jl. Teknika Utara, Pogung, Mlati, Sleman, Yogyakarta, 55281, Indonesia
Email: arif_udin@yahoo.com1*; hermin_iw@ugm.ac.id2; trisakti-h@ugm.ac.id3
*corresponding author

Abstract
Peatland fires, as a cause of haze disasters, are very complex problems. In fact, when the smoke disaster in 2015
was still strong in the collective memory of people on the islands of Kalimantan and Sumatera, fires occurred again
in 2018. This study aims to analyze how the parties communicate in finding permanent solutions to the resolution
of the smoke disaster. This study uses a qualitative method by conducting discourse analysis from FGD and in-
depth interviews in Riau and West Kalimantan. The results showed that the social system of society is autopoiesis.
Each party is open to hearing the other party’s views, but will still refer to their respective interests. The results
of this study suggest to the parties not to impose their respective interests in resolving peatland fires in Indonesia.
Keywords: peatland fires, haze disaster, discourse, autopoietic.

Abstrak
Kebakaran lahan gambut, sebagai penyebab bencana asap adalah persoalan yang sangat kompleks. Bahkan,
ketika bencana asap di tahun 2015 masih kuat dalam ingatan kolektif masyarakat di Pulau Kalimantan dan
Sumatera, kebakaran terjadi lagi di tahun 2018. Penelitian ini bertujuan menganalisis bagaimana para pihak
berkomunikasi dalam menemukan solusi permanen penyelesaian bencana asap. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif dengan cara melakukan analisis diskursus dari FGD dan wawancara mendalam di Riau
dan Kalimantan Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem sosial masyarakat bersifat autopoiesis.
Masing-masing pihak terbuka untuk mendengar pandangan pihak lain, namun akan tetap mengacu
kepada kepentingannya masing-masing. Hasil penelitian ini menyarakan kepada para pihak untuk tidak
memaksakan ego kepentingannya masing-masing dalam penyelesaian kebakaran lahan gambut di Indonesia.
Kata Kunci: kebakaran lahan gambut, bencana asap, diskursus, autopoiesis.

Pendahuluan revegetation, dan revitalization of livelihood.


Kebakaran gambut sebagai penyebab Tujuannya untuk melindungi gambut yang
terjadinya bencana asap, telah disadari oleh masih bisa diselamatkan, memperbaiki gambut
Pemerintah Indonesia sebagai kesalahan dalam yang terdegradasi, dan menyejahterakan
pengelolaan lahan gambut. Ekosistem lahan masyarakat yang hidup di lahan gambut (Safitri,
gambut alami yang basah terlanjur dikeringkan 2016). Masih terdapat tantangan-tantangan,
untuk kepentingan budidaya pertanian, baik persepsi, penerimaan, kelembagaan dalam
khususnya perkebunan kelapa sawit dan Hutan melakukan kegiatan-kegiatan restorasi gambut
Tanaman Industri (HTI), selain untuk tanaman guna mencegah terjadinya kebakaran lahan
pangan, dan pemukiman (Dohong, Aziz, & gambut yang lebih luas (Carmenta, Zabala, Daeli,
Dargusch, 2017; Tata, Narendra, & Ginoga, & Phelps, 2017; Kittie, Schouten, & Hein, 2018).
2017). Pada awal tahun 2016 pemerintah telah Pada tahun 2016-2017, kejadian kebakaran
merespon penyelesaian terkait persoalan ini lahan dan hutan menurun drastis. Tahun
dengan membentuk Badan Restorasi Gambut 2018, bencana asap ini datang kembali. Hal
(BRG). BRG memiliki misi 3R, yakni rewetting, ini menyebabkan diliburkannya sekolah dan

28
Arifudin et al. Autopoiesis Sistem Sosial dalam Diskursus ... 29

Gambar 1. Luas Kebakaran Hutan dan Lahan (Ha) di Provinsi Kalimantan barat dan Riau (2013-2018)
Sumber: http://sipongi.menlhk.go.id, (diakses 12 September 2018)

terganggunya aktifitas sosial ekonomi masyarakat lainnya), dan sekaligus bersifat tertutup, ketika
di Indonesia, seperti yang terjadi di Kabupaten merefensi kepentingannya, dengan kodenya
Sintang, Kabupaten Melawi, dan Kabupaten masing-masing. Seperti sistem ekonomi dengan
Sambas di Propinsi Kalimantan Barat. Ratusan kodenya “untung” atau “tidak untung” dan
hektar lahan gambut juga terbakar di Kabupaten sistem politik dengan kodenya “berkuasa”
Kepulauan Meranti, Riau di tahun yang sama. atau “tidak berkuasa”. Naruse & Iba (2008)
Hal ini menunjukkan kejadian kebakaran menggambarkan konsep autopoiesis tersebut
lahan gambut masih berpotensi terjadi dimasa dalam sebuah abstraksi agar lebih mudah
yang akan datang. Oleh sebab itu diperlukan dipahami, sebagaimana pada Gambar 2.
kesepahaman dalam sistem sosial masyarakat Operasi autopoeisis di dalam sistem sosial
untuk mencari solusi permanen dalam mengatasi adalah komunikasi. Komunikasi terdiri dari
kebakaran lahan gambut agar tidak terulang lagi. tiga elemen, yakni informasi (information),
Luhmann (1995 [1983]), berargumen pengungkapan (utterance), dan pemahaman
bahwa dalam sebuah sistem sosial akan berlaku (understanding) (Luhmann, 1982). Proses
sebuah sistem yang bersifat autopoiesis. Konsep ini akan menciptakan makna, dimana setiap
ini awalnya diperkenalkan oleh Varela dan proses merupakan seleksi dari setiap tahapan.
Maturana (1980), dalam ilmu biologi untuk
menjelaskan bagaimana sistem bekerja di dalam SISTEM SOSIAL
tubuh makhluk hidup. Luhmann mengadopsi dan
KOMUNIKASI
mengembangkannya dalam konteks sosial untuk SUB SISTEM SOSIAL

menjelaskan bagaimana sistem sosial bekerja.


Autopoiesis adalah istilah yang digunakan untuk
menjelaskan bahwa sistem selalu bersifat terbuka SUB SISTEM SOSIAL

dan sekaligus tertutup. Sistem membentuk


struktur sendiri sebagai reaksi terhadap
gangguan lingkungan untuk melanjutkan proses
autopoiesis pada sub-sistemnya (Leydesdorff, Gambar 2. Abstraksi sistem sosial yang bersifat
2014). Artinya, sistem bersifat terbuka terhadap autopoiesis
gangguan yang berasal dari lingkungan (sistem Sumber: Modifikasi dari Naruse & Iba (2008)
30 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 1, April 2019, halaman 28-38

Dari sekian banyak informasi yang disediakan, dilakukan oleh Huang (2017) di Republik
tidak semuanya akan diungkapkan, dari sekian Rakyat Cina. Huan meneliti bagaimana
banyak yang diungkapkan, tidak semua juga kontruksi realitas masyarakat terhadap bencana
dapat dipahami. Proses ini tidak akan pernah asap yang disajikan oleh berita harian Cina.
berhenti pada satu titik, ia akan berproses Penelitian ini berbeda dengan penelitian-
selalu dan menciptakan proses autopoiesis penelitian tersebut, dimana sejauh pengamatan
di dalam sistem sosial (Ritzer, 2012). peneliti, belum pernah ada riset sebelumnya
Pentingnya kedudukan komunikasi membuat yang mengkaji dikursus di masyarakat
Luhmann (1995 [1983]), meyakini bahwa society tentang persoalan bencana asap dengan
of society is communication (masyarakat dari menggunakan perspektif sistem sosial yang
masyarakat adalah komunikasi). Oleh sebab digagas oleh Niklas Luhmann. Oleh sebab itu
itu tulisan ini mengajukan sebuah pertanyaan penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
penting, “apa yang terjadi dalam sistem sosial bagaimana para pihak berkomunikasi
masyarakat yang selalu berkomunikasi, namun secara langsung dalam menemukan solusi
kebakaran lahan gambut ini belum menemukan permanen penyelesaian bencana asap.
solusi permanennya?”
Terdapat beberapa penelitian, terutama yang Metode Penelitian
terbaru dari perspektif komunikasi terhadap Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
kejadian bencana asap di Indonesia, seperti dengan cara melakukan analisis diskursus dari
penelitian yang dilakukan oleh Carmenta et al. FGD dan wawancara mendalam. Data yang
(2017) tentang persepsi masyarakat di berbagai digunakan dalam penelitian ini adalah diskursus
level terhadap bencana asap di Indonesia dan yang dikemukakan oleh masing-masing pihak
penelitian tentang diskursus bencana asap secara langsung dalam mencari solusi bencana
di televisi tahun 2015 yang dilakukan oleh asap di Propinsi Kalimantan Barat dan Propinsi
Zadok (2017). Penelitian diskursus bencana Riau. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan
asap yang disebabkan oleh maraknya Industri dengan menggunakan Focus Group Discussion
yang menghasilkan polusi udara, pernah (FGD) dan wawancara secara mendalam kepada

Tabel 1. Para pihak dan informan


No Nama Lembaga Riau Kalimantan Barat
Wawancara FGD Wawancara FGD
A Pemerintah
1. Dinas Lingkungan Hidup dan
V V V V
Kehutanan(DLHK)
2. Badan Penanggulangan Bencana
V V V V
Daerah (BPBD)
3. Manggala Agni (MA) V V
4. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan V V V V
5. Dinas Pertanian dan Perkebunan V V V
6. Kanwil Agama
7. Kepolisian (Polda)
8. Perguruan Tinggi
Arifudin et al. Autopoiesis Sistem Sosial dalam Diskursus ... 31

No Nama Lembaga Riau Kalimantan Barat


Wawancara FGD Wawancara FGD
B Koperasi
1. PT. VM V
2. PT. AA V V
3. PT. RC V V
4. PT. Pw V V
5. PT JP V
6. PT. SS V V
Masyarakat/Lembaga Swadaya
C
Masyarakat
1. Wahana Lingkungan Hidup V V
2. Seruni V V
3. Scale-Up V
4. Jaringan Masyarakat Gambut V
5. Jikalahari V V
6. Yayasan Pancur Kasih V
7. Masyarakat Peduli Api V V V
Sumber: Dokumen Peneliti, (2018)

para pihak sebagaimana disajikan pada tabel 1. menonjol dalam penyelesaian bencana asap.
Dalam pelaksanaan FGD di Kalimantan Barat dan Tema tersebut berkaitan dengan isu pentingnya
Propinsi Riau, peneliti menghadirkan para pihak ketersediaan air dan akses ke lokasi kejadian
yang mewakili unsur pemerintah, korporasi, dan kebakaran, masyarakat peduli api, tanggung
lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat jawab korporasi dan pembinaan masyarakat,
dari lokasi lahan gambut yang sering terbakar. pendekatan agama, dan yang terpenting adalah
Analisis data dilakukan dengan cara analisis diskursus tentang upaya restorasi lahan gambut.
kualitatif, yakni dengan menganalisis diskursus Pentingnya ketersediaan air dan akses ke
yang mengemuka dari masing-masing pihak dalam lokasi kejadian kebakaran lahan
memandang persoalan bencana asap, terutama Air merupakan kata kunci yang sangat
cara pandang masing-masing pihak dalam penting dalam penyelesaian bencana asap.
menentukan solusi permanen penyelesaiannya. Ketika terjadi kebakaran, air sangat diperlukan,
Data dikategorisasi, direduksi, dibuat untuk memadamkan api secara langsung oleh
simpulan, dan dibahas dengan menggunakan anggota Manggala Agni, water boombing
perspektif Luhmann tentang sistem sosial. dengan menggunakan helikopter, modifikasi
cuaca dengan cara menebarkan garam pada awan
Hasil Penelitian dan Pembahasan menggunakan pesawat agar menghasilkan hujan,
Dari sekian banyak diskursus tentang dan juga dalam upaya restorasi lahan gambut.
penyelesaian bencana asap di Kalimantan Barat Dalam diskusi, hampir semua pihak,
dan Riau dapat direduksi tema-tema yang paling baik pemerintah, korporasi, LSM, maupun
32 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 1, April 2019, halaman 28-38

masyarakat sepakat dengan pentingnya air. Jika mencegah kebakaran lahan lebih dini. Berbagai
tidak ada air, maka kebakaran lahan gambut tidak macam nama kelembagaan masyarakat peduli
akan bisa diselesaikan: “no water no solution”, api telah dibuat oleh berbagai pihak dengan
seperti yang diungkapkan oleh kepala Daop berbagai versinya. Korporasi membentuk
Manggala Agni Pontianak, sebagai berikut. MPA untuk menjaga kepentingan konsesinya.
“Jadi, no water itu hubungannya dengan Penamaan kelompok MPA pun berbeda-
saluran irigasi, dan lain-lain, atau apalah beda. MPA itu sendiri, KTPA (Kelompok Tani
bahasanya. Pokoknya saluran air lah. Karena
ini ada hubungannya dengan peta kerawanan Peduli Api) oleh Dinas Perkebunan, dan MSA
yang kita bikin. Jadi, no water ini termasuk (Masyarakat Sadar Api) oleh salah satu grup
ketika ada kebakaran pun, kami bersama korporasi. Keluhan yang sering muncul dari
para pihak pernah hanya jadi penonton. MPA adalah persoalan honor (insentif) untuk
Karena memang tidak bisa ada air, tanpa
bermaksud membela water bombing yang anggota dan juga peralatan yang tidak memadai.
dilakukan BPBD. Ketika sudah ndak ada “Kami juga melakukan pembinaan.
air di dekat situ, ndak bisa mesin merapat, Pembinaan itu adalah pembinaan MPA.
tentulah helikopter menjadi salah satu Jadi pembinaan MPA ini maksudnya MPA
Nawacita, Indonesia berbuat di mata asing” yang sudah terbentuk, kami melakukan
pembinaan. Memang kendala-kendalanya
(SD, FGD,13 September, 2018). ketika melakukan pertemuan pembinaan
Kendala ini disampaikan juga oleh itu semuanya rata-rata masalah honor.
BPBD Riau, ketika mencoba memadamkan Itu memang klausul yang dari awal-
kebakaran lahan di beberapa tempat awal dibentuk MPA ini bicaranya honor
yang aksesnya tidak dapat dijangkau. terus,” (EV, FGD, 27 September 2018)
“Untuk kami di lapangan, kendala yang Secara teori, kelompok tani sebenarnya
dialami selama ini khususnya kalau dalam adalah kelompok yang strategis sebagai
penanganan karhutla ini, kadang-kadang MPA. sebab MPA selain sebagai kelompok
jarak dan area yang sangat luas. Kadang-
kadang sampai dinyatakan bentuk tempat- yang paling cepat meresponnya ketika terjadi
tempat, dia sampai ada Robin untuk kebakaran, namun juga mampu berfungsi
nyedot air, semprot langsung ke area. sebagai media pembelajaran, peningkatan
Bahkan karena istilahnya selang atau alat kapasitas masyarakat, dan juga peningkatan
itu yang sangat terbatas, tidak bisa sampai
ke sasaran. Itulah yang datang bombing- ekonomi masyarakat dengan kegiatan ekonomi
bombing dari udara untuk mencegah itu. yang produktif (Arifudin, Nasrul, & Maswadi,
jadi ada istilahnya satgas darat, satgas 2013). Selain melakukan patroli secara swadaya
udara” (HS, FGD, 27 September 2018) di Desa, MPA juga berpatroli bersama-sama
Pada satu kasus, untuk mengambil air, dengan petugas Babinsa (TNI atau Bintara
helikopter yang sedang melakukan water Pembina Desa), Bhabinkamtibmas (Polisi atau
boombing, terpaksa harus kembali ke pangkalan Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban
udara yang jaraknya bisa menempuh waktu Masyarakat), dan Manggala Agni. Program
dua jam. Hal ini menunjukkan bahwa isu yang diinisiasi oleh KLHK ini terbukti efektif
air adalah isu paling penting pada kasus menekan jumlah kejadian kebakaran lahan
bencana asap, baik dalam memadamkan api, selama tahun 2016-2017. Namun demikian,
membersihkan udara, dan terutama dalam usaha selalu memunculkan pertanyaan “sampai kapan
merestorasi lahan gambut yang terdegradasi. pemerintah harus mengalokasikan anggaran
Masyarakat Peduli Api (MPA) dan patroli khusus untuk kegiatan patroli bersama,
bersama agar tidak terjadi kebakaran lahan lagi?”
Keberadan MPA diakui oleh semua pihak Tanggung jawab korporasi dan pembinaan
sebagai kelompok yang sangat strategis untuk masyarakat
Arifudin et al. Autopoiesis Sistem Sosial dalam Diskursus ... 33

Korporasi perkebunan kelapa sawit dan “Kami pas pembukaan itu kami ngikut.
HTI bereaksi dengan melaksanakan program- Ngikut-ngikut apa itu Pak Gubernur, pak
program untuk mengatasi kebakaran lahan di apa itu, dia memberikan dana dari CSR
itu dia itu seratusan, seratusan juta lebih.
sekitar konsesi mereka. Data World Bank (2016) Tiap program itu, apa itu, ada berapa desa
menunjukkan kebakaran terbesar adalah APL itu lingkungan gambut. Ada 8 desa kalau
(Area Penggunaan Lain), perkebunan kelapa ndak keliru itu dikasih semua! Selain itu
sawit, dan HTI. Biasanya pembakaran APL guna juga “dia diberi perhatian, masyarakat kira-
kira, kan gitu. Masyarakat ini nanam apa
persiapan lahan untuk ditanami kelapa sawit. sih yang cocok nih, gini lo... Gimana CSR
Ketika fakta ini disampaikan, pihak korporasi nya? kalau ndak kita undang, kita pernah
merasa keberatan, sebab konsesi korporasi tidak undang juga disini. Dia apasih yang akan
seluruhnya meliputi perkebunan yang telah diberikan ketika dia bekerja disitu, ini
mencari untung disini. Ada juga korporasi
ditanam. Bisa jadi lahan yang terbakar tersebut yang memberikan alat, apa tu, alat pemadam
adalah wilayah HCV (High Conservation tu.” (Sy, wawancara, 10 November 2017).
Value) yang diokupasi oleh masyarakat. Selain itu terdapat peraturan-peraturan yang
Sebagai bentuk tanggung jawab, baik secara telah disusun oleh pemerintah melalui Peraturan
terpaksa maupun sukarela, korporasi melakukan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan
kegiatan pembinaan kepada masyarakat melalui Permen Pertanian tentang prosedur pembukaan
program CSR (Corporate Social Responsibility), lahan dan kesiap-siagaan dalam menghadapi
seperti program Desa Bebas Api. Bahkan kebakaran lahan sudah dipersiapkan dan
beberapa korporasi memberikan reward 100 disosialisasikan kepada korporasi. Seperti yang
juta rupiah, jika desa tersebut mampu zero diungkapkan oleh perwakilan Dinas Pertanian dan
kejadian kebakaran lahan gambut. Hal ini Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Barat.
dilakukan oleh korporasi perkebunan kelapa “Kalau korporasi itu mau mendapatkan
sawit dan HTI untuk mencegah kebakaran yang izin, itu ada beberapa persyaratannya.
menurut mereka selalu berawal dari lahan di Itu termasuk ada sumber daya, sarana
prasarana, dan pengendalian kebakaran.
masyarakat yang merembet ke lahan konsesi. Jadi mungkin seperti kata bapak Pratama
Belum semua korporasi melakukan pembinaan tadi, itu memang menurut Permentan No. 5
masyarakat melalui kegiatan CSR. Masih ada tahun 2018 itu di situ tercantum sarana dan
korporasi yang menganggap kegiatan pembinaan prasarana untuk pengendalian kebakaran itu
sekian sekian gitu Pak. Misalnya satu regu
masyarakat bukan tanggung jawab mereka. harus ininya sekian, itu ada di Permentan.
“Memang Sinarmas, selain melakukan, Jadi semua korporasi untuk izin itu harus
membina masyarakat siaga api tadi, punya sarana dan prasarana kebakaran.
infrastruktur juga kita lengkapi, termasuk Dan kami dari Dinas Perkebunan itu sudah
sarpras, sarana prasarana, kalau tanpa itu, mensosialisasikan itu dalam Undang-
istilahnya mungkin teman-teman Manggala undang No. 39 tahun 2018. Setiap korporasi
Agni bilang “tanpa senjata”-lah, seperti itu, yang membuka lahan itu tidak boleh
ya Mas ya? “ (Bn, FGD, 13 September 2018) dibakar. Jadi, seperti kata dari Pertanian tadi,
Terhadap kegiatan CSR yang dilakukan pembukaan lahan tanpa bakar. Mungkin itu
oleh korporasi ini, terdapat berbagai pandangan Pak untuk Undang-undang No. 39-nya. Dan
di undang-undang itu, itu juga ada sanksinya
yang beragam. Tidak semuanya juga melihatnya Pak, untuk korporasi perkebunan yang
secara positif. Bahkan pihak pemerintah yang membuka lahan dengan membakar. Dengan
terbantu juga tidak terlalu optimis dengan CSR sanksinya sepuluh milyar Pak. Jadi mungkin
tersebut. Terutama LSM, yang meminta korporasi kalau korporasi perkebunan itu nggak
mungkin membakar, karena ya kerugiannya
tidak melepaskan tanggungjawab pelanggaran besar, terus sanksinya juga besar” (IG, 13
hukumnya dengan melakukan kegiatan CSR. September 2018).
34 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 1, April 2019, halaman 28-38

Sejak peristiwa bencana asap 2014 dan 2015, penjelasan tersebut dihapuskan, supaya tidak
korporasi-korporasi yang beroperasi di lahan menimbulkan kesalahan persepsi dan dalih
gambut berusaha memenuhi peralatan pemadam untuk tetap melakukan pembakaran lahan.
kebakaran, sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kenyataannya, pasca kejadian bencana
Hal ini merupakan paksaan pemerintah kepada asap 2015, masyarakat tidak lagi berani
pelaku dunia usaha, untuk betanggung jawab dan membuka lahan dengan cara membakar
memiliki kesiapsiagaan menghadapi kebakaran secara terang-terangan. Hal ini memunculkan
lahan di wilayah konsesi yang mereka kuasai. reaksi negatif dari sebagian masyarakat, yang
Begitu juga dengan pembinaan masyarakat. disuarakan oleh LSM-LSM di Kalimantan
Prinsip dasar kegiatan pembinaan ini adalah Barat dan Riau. Mereka berpendapat bahwa
bahwa perubahan individu pada masyarakat larangan ini menyebabkan mereka tidak
dapat ditempuh dengan kegiatan pembinaan oleh bisa lagi melakukan kegiatan berladang.
pemerintah, korporasi, maupun pendampingan Sebagai contoh kasus petani jagung di
yang dilakukan oleh LSM. Selain itu perlu juga Kab. Pelalawan, Riau, sebagaimana yang
insentif kepada petani agar tidak melakukan dikemukakan oleh perwakilan JMGR.
pembakaran lahan. Insentif tersebut dapat “Secara ekonomi masyarakat itu menurun.
Ini bisa kita lakukan studi itu di kabupaten
diberikan melalui CSR korporasi dan program Pelalawan, khususnya di kecamatan Kuala
pemerintah melalui dinas pertanian, perkebunan, Kampar dan kecamatan Teluk Meranti. Jadi,
dan terutama lembaga penyuluhan pertanian. ada dua desa yang memang dari dulu itu
Penegakan hukum: larangan membakar melakukan pertanian jagung dan mereka dari
dulunya itu hanya melakukan dengan cara
lahan membakar. Itu ada dua desa yang memang
Membakar lahan adalah perbuatan melawan intens melakukan pertanian, sekitar 700KK
hukum, baik yang dilakukan oleh korporasi itu memang bergantung pada pertanian
maupun perorangan. Pada tahun 2018, menurut jagung. Jadi di 2014 itu mereka memang
tidak bisa melakukan kegiatan pertanian itu
laporan kepolisian yang disampaikan dalam sama sekali, karena memang tidak boleh
diskusi, terdapat 35 tersangka pembakar membakar, kemudian tidak ada solusi yang
lahan di wilayah hukum Kalimantan Barat, jelas, atau yang pasti bagaimana untuk
dan 32 tersangka di Riau. Artinya, masih mereka tetap melanjutkan kegiatan mereka
cukup tinggi pelaku pembakar lahan. itu” (Syaf, FGD, 27 September 2018)
Diskursus yang juga selalu mengemuka Muncul juga upaya pemerintah agar tidak lagi
dan tidak menemukan jalan keluarnya adalah membakar lahan, dengan memberikan alternatif
diskursus penerapan Undang-undang No solusi membuka lahan, seperti yang disampaikan
32 tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup, oleh perwakilan Dinas Pertanian Kalimantan Barat.
“Kami melakukan pengelolaan lahan tanpa
khususnya pada pasal larangan membuka lahan bakar itu sudah lama sudah lama kita lakukan
dengan cara membakar. Penjelasan pasal 69 sosialisasi, bisa dilihat dengan perkembangan
selalu memuculkan perdebatan tentang masihnya perilaku petani kita, walaupun tidak
diperbolehkan membakar lahan, jika terdapat signifikan. Di daerah hulu dan lain-lain sudah
banyak berubah, tidak mau lagi membakar,
kearifan lokal. Disatu sisi, hal ini memiliki karena mereka juga sudah tahu, pertama
semangat membela masyarakat tradisional yang “Bu kalau membakar lahan kena tangkap
memiliki kebiasaan membakar secara turun Bu, masuk penjara”. Mereka sudah mulai
temurun. Ironisnya, terdapat pihak-pihak yang memahami, karena seperti tadi Pak S bilang,
ada yang kalau ada polisi dia tidak bakar, tapi
berlindung di balik pasal ini untuk melakukan malam-malam bakar. Pintar Pak, lihat satelit
pembakaran. Akademisi dari Universitas Bu katanya. Jadi ada yang lihat satelit----
Tanjung Pura meminta agar tambahan Kalau ndak ada Bu, kita bakar, karena kami
Arifudin et al. Autopoiesis Sistem Sosial dalam Diskursus ... 35

orang di lapangan, dan kita menyaksikan pada saat Idul Adha kemarin itu, kita juga
keadaan petani kita. Memang tidak bisa kita ada membuat suatu konsep khotbah Idul
frontal melawan mereka untuk langsung Adha kepada rekan-rekan kita yang sebagai
tidak membakar, kalau kita tidak memberi petugas khatib-nya untuk menyampaikan
solusi alternatif terhadap pola budidaya yang juga larangan atau di sini ada sebuah konsep
sering mereka lakukan. Kami dengan PPL khotbah ini larangan terhadap pembakaran
kami sudah berkali-kali kita coba untuk lebih hutan dan lahan. Kemudian selanjutnya,
memperbesar, merubah perilaku budidaya dari Majelis Ulama Indonesia khususnya di
dengan pengelolaan lahan tanpa bakar” (Id, Kalimantan Barat, itu juga sudah berkali-kali
FGD, 13 September 2018). mengeluarkan fatwa MUI-nya, itu yang fatwa
MUI itu dari 2016 malahan Pak, tahun 2016
Sayangnya, solusi alternatif yang diberikan nomor 30 tentang Hukum Pembakaran Hutan
tersebut juga belum memuaskan masyarakat. dan Lahan serta Pengendaliannya. Itulah
Aktifis LSM Kalimantan Barat sangat tidak Pak, langkah-langkah dan upaya yang kami
setuju jika petani dilarang membakar, selama lakukan. Tetapi ada pertanyaan, barangkali
ada pertanyaan. Setiap tahun kita semuanya
belum ada solusinya. Menurut aktifis LSM sudah kita lakukan dengan cara sosialisasi
menyatakan bahwa jika masyarakat membakar, penyuluhan agama, dengan seminar dan
biasanya masyarakat tidak pernah meluas, dan lainnya lagi. Sudah kita lakukan tiap tahun.
dalam waktu tiga jam api juga sudah padam. Pertanyaannya, kenapa masih ada lagi
Diskursus pendekatan agama (asapnya)?” (RT, FGD, 13 September 2018)
Pendekatan agama dalam menyelesaikan Disini menunjukkan bahwa, pihak Kanwil
persoalan bencana asap juga menjadi diskursus Agama tidak disuplai dengan baik tentang
yang menarik. Dalam sebuah diskusi dinyatakan penjelasan ilmiah penyebab kebarakan lahan
bahwa segala upaya yang dilakukan oleh pihak gambut. Padahal mereka yang menyiapkan naskah
kepolisian untuk melakukan pencegahan, khutbah, memfasilitasi sholat istisqa beserta
pemadaman, dan penindakan kepada pembakar pelaksana khutbahnya. MUI juga mengeluarkan
lahan, dinilai tidak berhasil menyudahi bencana fatwa. Ironisya, menurut akademisi dari
asap. Akhirnya, pihak kepolisian meminta Universitas Tanjungpura bahwa selama kejadian
kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) daerah asap di bulan Agustus 2018, jarang khatib
untuk mengeluarkan fatwa tentang “haram Jum’at yang menyinggung persoalan kerusakan
melakukan pembakaran hutan dan lahan”. lingkungan, padahal ketika itu asap yang sedang
Hal menarik lainnya adalah satgas doa tebal-tebalnya menyelimuti Kalimantan Barat.
yang dipersiapkan oleh BPBD Kalimantan Pentingnya Restorasi Gambut
Barat. Kanwil Kemenag Kalimantan Barat Restorasi gambut merupakan agenda penting
juga menerbitkan naskah Khutbah Idul Adha Pemerintah Indonesia sejak tahun 2016 sampai
tentang larangan membakar lahan. Sholat istisqa dengan 2020, sebagai upaya penyelesaian
juga selalu diselenggarakan guna mengajak bencana asap di Indonesia, diwujudkan dengan
masyarakat untuk meminta hujan kepada terbentuknya Badan Restorasi Gambut (BRG),
Tuhan. Namun demikian, pertanyaan pesimis dengan misi 3 R, yakni Rewetting, Revegetation,
muncul “kenapa bencana ini bisa terulang dan Revilalisasi livelihood. Kegiatan restorasi
setiap tahunnya, padahal terus dihimbau melalui gambut diharapkan sebagai kegiatan strategis
pendekatan agama?”. penyelesaian bencana asap di Indonesia.
“Baik, dari Kementerian Agama, kami itu Dalam kenyataannya, diskursus tentang
sudah berusaha dan berupaya memberikan upaya yang positif ini tidak terlalu menonjol,
himbauan, penyuluhan agama, dakwah, justru terjadi sikap yang pesimis dengan
melalui penyuluh-penyuluh dan petugas-
petugas agama-agama kita di kabupaten/ jalannya kegiatan restorasi gambut di daerah.
kota se-Kalimantan Barat….. Kemudian Hal ini dikemukakan oleh Manggala Agni
36 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 1, April 2019, halaman 28-38

Kalbar, LSM Jikalahari, Yayasan Pancur Kasih. Agni (MA), selaku pihak yang langsung turun
Sikap ini muncul sebab kegiatan kelembagaan tangan memadamkan api. MA pesimis dengan
restorasi gambut di daerah, yang belum kinerja TRGD di Kalimantan Barat yang tidak
mampu merangkul para pihak di daerah untuk melibatkan mereka dalam merestorasi lahan
menyukseskan kegiatan restorasi gambut. Pihak gambut. Begitu juga dengan pihak kepolisian,
pemerintah daerah, mengakui bahwa terdapat yang telah melakukan kegiatan pemadaman api
berbagai kendala teknis yang menghambat dengan berbagai upaya seperti penegakan hukum
pelaksanaan restorasi gambut, sebagai contoh hingga meminta fatwa MUI. Kegiatan restorasi
lambannya turunnya dana dari pemerintah pusat. gambut bukan tema prioritas. Di Propinsi Riau,
“Sebelumnya maaf, TRGD selalu di luar dimana para pihak memiliki persepsi yang
sana kita dengar disalahkan kok targetnya positif terhadap pentingnya restorasi gambut.
nggak jalan gitu. Apa ini TRGD Riau ini
kalah dari TRGD di Kalimantan sama Akan tetapi dukungan nyata dalam kegiatan
Sumatra Selatan. Sebenarnya bukan kita gambut untuk mengembalikan gambut untuk
tidak jalan, tapi anggaran untuk TRGD dapat mempertahankan kelembabannya, dinilai
itu baru keluar dari kementerian itu bulan masih belum optimal. Seharusnya pemerintah
Juni. Bulan lima sebenarnya sudah keluar,
tapi ada revisi dari kementerian dan kita daerah menempatkan program restorasi gambut
baru bisa pakai itu bulan Juli, kalau nggak sebagai agenda penting. Pemerintah daerah
salah.”. (Rd, FGD, 27 September 2018) tidak mau mengalokasikan secara khusus
Disamping itu, sebagian korporasi dan anggaran kegiatan restorasi gambut. Mereka
asosiasi petani kelapa sawit keberatan dengan masih berharap pada dana pemerintah pusat,
kebijakan restorasi lahan gambut terkait dengan baik dari Kementerian Lingkungan Hidup dan
PP 57 tahun 2016, khususnya aturan untuk Kehutanan, maupun Badan Restorasi Gambut.
menjaga muka air (water table) air gambut Hal ini telah sejalan dengan termuan
setinggi 0,4 meter, yang dinilai tidak pro dengan penelitian yang dilakukan oleh Murat & Schneider
pembangunan industri kelapa sawit di Indonesia. (2017), bahwa adanya kendala teknis birokrasi
Begitu juga aturan turunannya, yakni Permen yang menyebabkan kegiatan restorasi gambut
KLHK No 17 tahun 2017 yang mengharuskan di daerah tidak dapat berjalan dengan lancar.
mereka harus keluar, menghentikan kegiatan “The Respondent from Disaster Management
Office in Riau Province complains that the
budidaya yang masuk zona kawasan lindung Peatland Restoration Agency is ineffective
gambut, serta bertanggungjawab memulihkan on the performance since they do nothing
lahan gambut yang terlanjur diekploitasi. in the field. However, the respondent from
Diskursus yang muncul di masyarakat, the Peatland Restoration Agency explains
that due to lack of resources and as a new
terutama yang dikemukakan secara langsung, institution, they were actively working in
merupakan kontruksi realitas yang ada 2017, but hibernated in 2016. The Peatland
dimasyarakat yang tidak bias media, dan bisa Restoration Agency is a national institution
dikonfirmasikan keabsahannya. Perbedaan cara that does not have a structural branch in the
local area. He elaborates that this agency
pandang masing-masing pihak dalam penyelesaian creates an ad-hoc team locally consisting
kebakaran lahan gambut ini telah diprediksi of several local government offices to
oleh Luhmann (1989) yang menyatakan bahwa help implementation of project strategies”
sistem sosial masyarakat itu bersifat autopoiesis Dalam hal penegakan hukum, baik
dalam mengkomunikasikan persoalan ekologi. implementasi undang-undang maupun peraturan
Pada diskursus tentang pentingnya air yang berlaku, korporasi perkebunan kelapa sawit
untuk melakukan pemadaman kebakaran lahan dan HTI merasa sudah patuh dan mengikuti
gambut, yang disampaikan oleh Manggala peraturan dan perundangan tersebut. Pemerintah
Arifudin et al. Autopoiesis Sistem Sosial dalam Diskursus ... 37

daerah juga umumnya memiliki persepsi juga membuat jera pelaku pembakar lahan.
positif pada korporasi, terutama korporasi Persoalannya adalah bahwa ulama-ulama
besar yang tergabung dalam asosiasi resmi tersebut tidak mengetahui akar masalah
dan sudah melakukan sertifikasi, seperti RSPO kenapa bencana asap ini selalu berulang setiap
(Roundtable Sustainable Palm Oil) dan ISPO tahunnya. Mereka setuju untuk berdakwah
(Indonesian Sustainable Palm Oil). Mereka mencegah kerusakan di muka bumi oleh ulah
berpendapat bahwa tidak mungkin korporasi tangan manusia, namun sebenarnya mereka
melakukan pembakaran lahan dengan sengaja. tidak paham dengan akar masalah kejahatan
Dalam penelitian ini ditemukan belum adanya lingkungan penyebab kebakaran lahan gambut.
kesadaran kolektif bahwa kesalahan masa lalu Gejala-gejala tersebut diatas yang dilihat
dalam hal pengeringan lahan gambut merupakan dari bagaimana masing-masing pihak merespon
sumber malapetaka bencana asap di Indonesia. persoalan kebakaran lahan gambut menunjukkan
Begitu juga dengan penegakan hukum adanya autopoietic system di dalam sistem
terhadap pelaku kebakaran. Polisi menyadari sosial masyarakat (Luhmann, 1989). Masing-
ini bahwa pada umumnya pelaku yang masing pihak selalu terbuka, mendengar setiap
tertangkap adalah orang-orang suruhan pandangan-pandangan ataupun masukan dari
yang secara ekonomi lemah. Bahkan, pihak pihak lain terhadap solusi permanen bencana
kepolisian meminta kepada akademisi untuk asap. Mereka mencoba memahami persoalan-
meneliti guna mengetahui motif pelaku persoalan yang dihadapi oleh pihak lain. Akan
pembakar lahan oleh petani. Kenyataannya, tetapi, ketika mereka akan bertindak, mereka
kebakaran tetap saja terus berlangsung, kembali mengacu pada kepentingan masing-
meski sudah banyak pelaku yang tertangkap. masing. Parapihak akan berpikir apakah
Respon korporasi terhadap kejadian tindakan tersebut memberikan keuntungan
bencana asap adalah membantu pemerintah, atau kerugian, sehingga perlu dilakukan atau
dengan cara bergabung di satuan tugas darurat tidak. Jika mereka melakukannya harus sesuai
bencana asap, menyediakan helikopter untuk dengan fungsi mereka di dalam sistem sosial.
patroli dan waterbombing. Korporasi juga
membuat program-program CSR untuk Simpulan
desa-desa yang langsung berbatasan dengan Bencana asap, akibat kebakaran lahan gambut
konsesi mereka. Dapat dikatakan bahwa telah disadari oleh para pihak sebagai kesalahan
kegiatan pembinaan masyarakat tersebut manusia dalam mengelola eksosistemnya.
adalah bentuk penyelamatan konsesi milik Bencana asap seharusnya dapat diatasi oleh
korporasi untuk menghindari kerugian yang manusia jika memahami akar persoalan. Para pihak
lebih besar akibat kebakaran lahan gambut. perlu mengkomunikasikan ide penyelesaiannya
Hal ini sejalan dengan temuan Alexander & sehingga diperoleh solusi permanen. Dari
Blum (2016), dimana kepentingan ekonomi interaksi tersebut dapat dilihat berbagai diskursus
sangat dominan dalam persoalan lingkungan. tentang solusi permanen yang dapat dilakukan
Kepentingan ekonomi dapat mempengaruhi untuk menyelesaikan persoalan bencana
kepentingan politik dan juga hukum. asap yang masih terjadi hingga tahun 2018.
Dari diskursus agama juga dapat Diskursus yang muncul dalam mencari
dilihat bahwa komunikasi agama yang solusi permanen oleh para pihak, baik di
dilakukan melalui dakwah pada sholat Ied- Kalimantan barat maupun Riau meliputi
Adha, fatwa MUI, yang pesannya tentang ketersediaan air, masyarakat peduli api,
larangan membakar hutan dan lahan, tidak tanggung jawab korporasi dalam pembinaan
38 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 1, April 2019, halaman 28-38

masyarakat, pendekatan agama, dan upaya Daily and Analysis of Audiences


restorasi lahan gambut. Beragamnya diskursus, Interaction in Terms of Haze Issue Title: The
dan bagaimana masing-masing pihak merespon Discourse Analysis of Haze Issue in China.
setiap tawaran solusi yang ada, menunjukkan Kittie, S., Schouten, G., & Hein, L. (2018).
adanya gejala autopoiesis. Masing-masing Land Use Policy The institutional fi t of
pihak bersedia dan terbuka untuk mendengar, peatland governance in Indonesia. Land
bahkan setuju dengan pandangan pihak lain, Use Policy, (March), 0–1. https://doi.
tetapi hanya akan melakukan implementasi org/10.1016/j.landusepol.2018.03.031
solusi permanen yang ditawarkan, jika hal Leydesdorff, L. (2014). Can inter-human
tersebut memberikan keuntungan. Oleh sebab communications be modeled as “Autopoietic”?
itu, peneliti menyarankan kepada para pihak Constructivist Foundations, 9(2), 168–170.
untuk tidak memaksakan ego kepentingannya Luhmann, N. (1982). The world society
masing-masing dalam penyelesaian as a social system. International
kebakaran lahan gambut di Indonesia. Journal of General Systems. https://
doi.org/10.1080/03081078208547442
Daftar Pustaka Luhmann, N. (1989). Ecological Communication.
Alexander, D., & Blum, V. (2016). Ecological The University of Chicago Press, Polity Press.
economics: A Luhmannian analysis Luhmann, N. 1995. Sosial System.
of integrated reporting. Ecological Translated by Jhon Bednarz,Jr.
Economics, 129, 241–251. https://doi. The University of Chicago Press.
org/10.1016/j.ecolecon.2016.06.020 Maturana, H. R., and Varela, F. G. (1980).
Arifudin, Nasrul, B., & Maswadi. (2013). Autopoiesis and Cognition: The Realization
Program of Community Empowerment of the Living, Reidel, Dordrecht.
Prevents Forest Fires in Indonesian Murat,A., & Schneider, M. (2017).The Case of Forest
Peat Land. Procedia Environmental Fire Policy Design in Indonesia, (November).
Sciences, 17, 129–134. https://doi. Naruse, M., & Iba, T. (2008). Ecosystem as an
o rg / 1 0 . 1 0 1 6 / j . p r o e n v. 2 0 1 3 . 0 2 . 0 2 0 Autopoietic System. In Japan-North Amaerica
Carmenta, R., Zabala, A., Daeli, W., & Mathematical Sociologi Conference.
Phelps, J. (2017). Perceptions across Technology, 64(7):1442–1453
scales of governance and the Indonesian Ritzer. G. 2014. Teori Sosiologi Modern. Edisi
peatland fires. Global Environmental Ketujuh. Prenada Media Grup. Jakarta.
Change, 46(August), 50–59. https://doi. Safitri, M. A. (2016). Peatland Restoration
org/10.1016/j.gloenvcha.2017.08.001 in Indonesia Indonesian. Presentation
Dohong, A., Aziz, A. A., & Dargusch, at Japan Pavilion of COP 22,
P. (2017). A review of the drivers of Marrakech November 11, 2016.
tropical peatland degradation in South- Tata, H. L., Narendra, B. H., & Ginoga, K.
East Asia. Land Use Policy. https://doi. L. (2017). Drivers, Pressures, Impacts,
org/10.1016/j.landusepol.2017.09.035 Response Analysis Of Peatland Fire In
Huang, S. (2017). The Discourse Analysis of Sumatra, Indonesia, (August), 14–17.
Haze Issue in China Critical Discourse Zadok. (2017). The Flght in the
Analysis about Constructions of People Haze. The University of Waikato.

Anda mungkin juga menyukai