Anda di halaman 1dari 7

KEMENTERIAN AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
Jl. Jend. A. Yani 117 Surabaya –60237 - Telp. (031) 8437893 - Fax (031) 8413300
Website: http://ftk.uinsby.ac.id E-mail: ftk@uinsby.ac.id

UJIAN TENGAH SEMESTER GASAL TAHUN 2021

Mata Kuliah : Pengantar Studi Islam Dosen : Ahmad Maskur


Hari / Tgl. : Selasa, 26 Oktober 2021 Smt. / Kls. : I/ a
Jam : Ruang :

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan baik dan benar!

1. Al-Quran sebagai sumber hukum Islam memiliki beberapa fungsi di dalam kehidupan. Salah
satunya adalah sebagai obat bagi hati yang gelisah (as-syifa’). Dalam kenyataan, banyak
manusia tidak dapat merasakan fungsi tersebut. Menurut pandangan anda, mengapa hal tersebut
bisa terjadi?.
2. Secara umum, terdapat tiga pokok-pokok ajaran Islam. Yaitu aqidah, syariah dan akhlaq.
Berikan contoh ayat yang menjelaskan masing-masing tiga ajaran pokok di atas!
3. Salah satu fungsi Hadist terhadap Al-Quran adalah bayan taqrir dan bayan tafsil. Jelaskan
perbedaan keduanya disertai dengan contoh!.
4. Selain Al-Quran dan Hadits, terdapat sumber hukum yang lain bernama ijtihad. Bagaimana
pandangan anda terhadap keberadaan ijtihad dan sebutkan dasar hukumnya!.
5. Jika kita lihat dalam sejarah, perbedaan-perbedaan paham dalam Islam adalah sesuatu yang tak
dapat dihindari dan terjadi sejak masa dulu. Berikan pandangan anda terhadap perbedaan-
perbedaan paham yang terjadi di kalangan ummat Islam!.
6. Menurut anda, apa perbedaan pokok visi perjuangan pada masa Bani Ummayyah dan Bani
Abbasiyah?.

JAWABAN
Morinda Marsilea Sidarta
(06010521013)

1. Kenikmatan dalam melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an tidak serta merta dirasakan oleh semua
orang. Ada beberapa orang yang merasa risih dan bahkan tersiksa ketika mendengarkan atau
melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an. Menurut pandangan saya jika seseorang belum bisa
merasakan kenikmatan atau keindahan Al-Qur’an dalam hatinya dan belum bisa menjadikan Al-
Qur’an sebagai obat bagi hatinya yang gelisah, itu menandakan bahwa ada yang salah dalam
hatinya. Dan jika itu terjadi pada diri kita wajib hukumnya untuk instrospeksi diri "Ada apa
dengan hati kita?"

Mungkin terlalu banyak dosa-dosa yang diperbuat sehingga mendengarkan Al- Qur’an saja
membuatnya risih dan malah lebih memilih untuk mendengarkan musik. Padahal jika hati kita
mati dan kita tidak memaksakan hati kita untuk terus dekat dengan Al-Qur’an, maka hati kita
malah semakin rusak, risih, dan jauh dari Al-Qur'an.

Jika merasa bahwa hati kita mati, maka segeralah untuk memperbaiki akidah dan akhlak kita.
Karena jika kita memanjakan diri untuk menimbun segala penyakit hati seperti iri, dengki,
marah, egois, sombong, keburukan aqidah, kedengkian, kecintaan kepada dunia serta
kesenangan pada maksiat, maka penyakit itu akan terus ditambah oleh Allah, dan bahkan Allah
akan menutup hati kita dari kebenaran. Sebagaimana yang Allah jelaskan dalam Q.S Al-Baqarah
Ayat 10 :
KEMENTERIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
Jl. Jend. A. Yani 117 Surabaya –60237 - Telp. (031) 8437893 - Fax (031) 8413300
Website: http://ftk.uinsby.ac.id E-mail: ftk@uinsby.ac.id

َ‫فِي قُلُوبِ ِه ْم َم َرضٌ فَ َزا َدهُ ُم هَّللا ُ َم َرضًا َولَهُ ْم َع َذابٌ َألِي ٌم بِ َما َكانُوا يَ ْك ِذبُون‬
Artinya, “Pada hati mereka terdapat penyakit, lalu Allah menambahkan penyakit pada mereka.
Untuk mereka siksa yang pedih sebab apa yang mereka dulu dustakan.”

Hati yang bersih akan senantiasa dekat dengan Al-Qur'an, karena membaca Al-Qur'an adalah
salah satu cara untuk mendekatkan diri dan berkomunikasi kepada Allah SWT. Hanya orang-
orang pilihan Allah yang bisa dekat dengan Al-Qur’an. Maka jika kita sudah dekat dengan Al-
Qur’an jangan sia-siakan kesempatan emas untuk terus mentadaburi Al-Qur’an, sebaliknya jika
kita masih belum menikmati ketentraman dengan Al-Qur’an maka patut untuk berintrospeksi
diri karena ada penyakit hati yang harus diperbaiki.

2. Pokok-pokok ajaran Islam :


 Aqidah :

Untuk penjelasan mengenai Aqidah, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

َ‫ت َعلَ ْي ِه ْم ٰا ٰيتُهٗ زَ ا َد ْتهُ ْم اِ ْي َما نًا َّوع َٰلى َربِّ ِه ْم يَت ََو َّكلُوْ ن‬ ْ َ‫ ۙ اِنَّ َما ْال ُمْؤ ِمنُوْ نَ الَّ ِذ ْينَ اِ َذا ُذ ِك َر هّٰللا ُ َو ِجل‬
ْ َ‫ت قُلُوْ بُهُ ْم َواِ َذا تُلِي‬

َ‫ ۗ الَّ ِذ ْينَ يُقِ ْي ُموْ نَ الص َّٰلوةَ َو ِم َّما َر َز ْق ٰنهُ ْم يُ ْنفِقُوْ ن‬

ٌ ‫َّر ْز‬
‫ق َك ِر ْي ٌم‬ ِ ‫ت ِع ْن َد َربِّ ِه ْم َو َم ْغفِ َرةٌ و‬ َ ‫ولِٓئ‬
ٌ ‫ك هُ ُم ْال ُمْؤ ِمنُوْ نَ َحقًّا ۗ لَهُ ْم َد َر ٰج‬ ٰ ُ‫ ۚ ا‬

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah
gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat)
imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal," (QS. Al-Anfal 8: Ayat 2) "(yaitu) orang-
orang yang melaksanakan sholat dan yang menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami
berikan kepada mereka." (QS. Al-Anfal 8: Ayat 3),"Mereka itulah orang-orang yang benar-benar
beriman. Mereka akan memperoleh derajat (tinggi) di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki
(nikmat) yang mulia."(QS. Al-Anfal 8: Ayat 4)

Jadi Aqidah memiliki arti kepercayaan atau keimanan, sedangkan kata iman itu sendiri memiliki
arti arab yaitu pengakuan dengan lisan membenarkan dengan hati dan mempraktekkan dengan
perbuatan.

 Akhlaq :
Surat al-Hujurat merupakan madrasah yang sempurna,hadir untuk mendidik umat dengan
menanamkan akhlak yang luhur,amal yang utama dan bimmah (kemauan )yang tinggi. Melalui
ayat 11 ini, Al-Qur'an memberitahukan etika tersebut melalui panggilan kesayangan, "Hai orang-
orang yang beriman "Dia melarang suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain. Yusuf al
Qardawi mengatakan bahwa mengolok-olok itu dilarang karena di dalamnya terdapat unsur
kesombongan yang tersembunyi, tipu daya, dan penghinaan terhadap orang lain. Juga tidak
adanya pengetahuan tentang tolak ukur kebaikan di sisi Allah. Sesungguhnya ukuran kebaikan di
sisi Allahdidasarkan kepada keimanan, keikhlasan, dan hubungan baik dengan Allah Ta'ala.
Tidak diukur dengan penampilan, postur tubuh, kedudukan, dan harta.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

‫ۚ واَل ت َْل ِم† ُز ۤوْ ا‬ ۤ ۤ ۤ


َ  ‫ٰيا َ يُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل يَسْخَرْ قَوْ ٌم ِّم ْن قَوْ ٍم ع َٰسى اَ ْن يَّ ُكوْ نُ††وْ ا َخ ْي†رًا ِّم ْنهُ ْم َواَل نِ َس†ٓا ٌء ِّم ْن نِّ َس†ٓا ٍء ع َٰس†ى اَ ْن يَّ ُك َّن خَ ْي†رًا ِّم ْنه َُّن‬
ٰ
َ‫ك هُ ُم الظّلِ ُموْ ن‬ ٓ ٰ ُ ‫ۚ و َم ْن لَّ ْم يَتُبْ فَا‬ ُ ْ‫س ااِل ْس ُم ْالفُسُو‬
َ ‫ولِئ‬ َ  ‫ق بَ ْع َد ااْل ِ ْي َما ِن‬ َ ‫ب ۗ بِْئ‬ِ ‫اَ ْنفُ َس ُك ْم َواَل تَنَا بَ ُزوْ ا بِا اْل َ ْلقَا‬

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain,
(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok),
KEMENTERIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
Jl. Jend. A. Yani 117 Surabaya –60237 - Telp. (031) 8437893 - Fax (031) 8413300
Website: http://ftk.uinsby.ac.id E-mail: ftk@uinsby.ac.id

dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi
perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah
kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang
buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan
barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (QS. Al-Hujurat 49:
Ayat 11)

 Syariah :
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

 ۗ  َ‫ب تِ ْبيَا نًا لِّـ ُك ِّل َش ْي ٍء َّو هُدًى و ََّرحْ َمةً َّوبُ ْش ٰرى لِ ْل ُم ْسلِ ِم ْين‬
َ ‫َونَ َّز ْلنَا َعلَ ْيكَ ْالـ ِك ٰت‬
"Dan Kami turunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai
petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri (muslim)." (QS. An-
Nahl 16: Ayat 89)

Menurut Mahmud Syaltut, ketika Alquran memperkenalkan dirinya sebagai tibyanan likulli
syay’i, bukan maksudnya menegaskan bahwa ia mengandung segala sesuatu, tetapi bahwa dalam
Alquran terdapat segala pokok petunjuk menyangkut kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi.
Jadi, cukup tidak berdasar kiranya kalau ayat tersebut diajukan sebagai bukti bahwa syariat
Islam mencakup seluruh hal.

3. Bayan Taqrir adalah menetapkan dan memperkuat apa yang diterangkan dalam al-Quran.
Dalam hal ini, hadis semakna dengan apa yang disampaikan al-Quran. Contohnya dalam surat
Al-Maidah ayat 6 Allah berfirman :

‫وس ُك ْم َوَأرْ ُجلَ ُك ْم ِإلَى ْال َك ْعبَي ِ†ْن‬ ِ ِ‫صاَل ِة فَا ْغ ِسلُوا ُوجُوهَ ُك ْم َوَأ ْي ِديَ ُك ْم ِإلَى ْال َم َراف‬
ِ ‫ق َوا ْم َسحُوا بِ ُر ُء‬ َّ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِإ َذا قُ ْمتُ ْم ِإلَى ال‬

"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan sholat, maka basuhlah
wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu
sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah."

Dalam ayat tersebut dipertegas oleh hadist riwayat Imam Muslim dari Ibnu Umar:

)‫إ َذا َرأ ْيتُ ُمـوْ اهُ فَصُـوْ ُموْ ا َوِإ َذا َرَأ ْيتُ ُموْ اهُ فََأ ْف ِطرُوْ اهُ (رواه مسلم‬
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam : “Allah tidak akan menerima shalat salah seorang diantara kalian jika ia berhadats
sampai ia berwudhu.” (HR. Bukhari & Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa bersuci hukumnya wajib bagi orang-orang yang dalam keadaan
memiliki hadas jika ia hendak melakukan shalat. Hadist tersebut memperkuat pernyataan yang
dijelaskan dalam Q.S Al-Ma'idah ayat 6.

Dalam Q.S Al-Ma'idah dijelaskan bahwa Apabila hendak melaksanakan sholat, maka harus
membasuh wajah, kepala dan tangan sampai ke siku, dan kedua kaki sampai ke kedua mata kaki.
Lalu diperkuat dengan hadist yg diriwayatkan Bukhari & Muslim bahwa bersuci hukumnya
wajib bagi orang-orang yang berhadast dan hendak melaksanakan sholat

Bayan Tafsil. Yakni kehadiran hadis berfungsi untuk memberikan rincian terhadap ayat-ayat
Al-Quran yang masih bersifat mujmal (belum jelas/ tidak menunjukkan arti sebenarnya).
Contohnya yaitu ada pada Q.S Al-Baqarah ayat 43 yang berbunyi :
۟ ‫وا ٱل َّز َك ٰوةَ َوٱرْ َكع‬
َ‫ُوا َم َع ٱل ٰ َّر ِك ِعين‬ ۟ ُ‫صلَ ٰوةَ َو َءات‬ ۟ ‫َوَأقِي ُم‬
َّ ‫وا ٱل‬
KEMENTERIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
Jl. Jend. A. Yani 117 Surabaya –60237 - Telp. (031) 8437893 - Fax (031) 8413300
Website: http://ftk.uinsby.ac.id E-mail: ftk@uinsby.ac.id

Artinya : Dan laksanakanlah salat, dan tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang
rukuk.

Dalam ayat tersebut diperintahkan untuk melaksanakan sholat, namun belum dijelaskan
bagaimana gerakan sholat yang dimaksud. Disini Hadist berperan untuk memberi rincian
terhadap Ayat Al-Qur'an yang masih bersifat mumjal. Contoh hadist yang menjelaskan ayat
tersebut yaitu :
‫صلوا كما رأيتموني أصلي‬
Artinya : Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat. (HR. Bukhari, Muslim dan
Akhmad)
Dalam hadist tersebut ditegaskan bahwa gerakan sholat yang dimaksud dalam Q.S Al-Baqarah
Ayat 43 adalah sebagaimana gerakan sholat yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.

4. Menurut saya keberadaan ijtihad itu wajib ada dalam kehidupan kita karena dengan adanya
ijtihad dapat menjelaskan hukum-hukum yang belum ditetapkan dalam Al-Qu’an terhadap
hukum peristiwa-perista yang lain. Hal ini disebabkan karena Al-Qur’an sebagai sumber utama
hukum umat islam hanya memuat hukum-hukum islam yang bersifat umum atau global. Dari
6000 lebih ayat Al Qur'an hanya sekitar 3,5-17,8% saja yang memuat aturan-aturan hukum, dan
itupun termasuk hukum hukum ibadah (ubudiyah) dan kekeluargaan (ahwal as Syakhsiyah).
Demikian pula jumlah hadits ahkam yang juga relatif tidak begitu banyak. Dari sekian ribu
hadits nabawi, menurut perkiraan Ibn al-Qayyim sebagaimana dikutip oleh Muhammad Amin,
hanya sekitar 500 buah saja yang memuat dasar-dasar hukum (ushul al-Hukm), ada juga
pendapat lain yang menyebutkan sekitar 1200 buah hadits di samping ada juga yang
memperkirakan sekitar 3000 buah hadits.

Dengan keterbatasan jumlah ayat dan hadist bukan berarti hukum islam bersifat beku dan statis.
akan tetapi justru memberikan kelenturan yang menyebabkan fiqh Islam mampu mengimbangi
dinamika masyarakat dari waktu ke waktu dan dari satu tempat ke tempat yang lain. Di situlah
antara lain terletak hikmahnya mengapa syari'at Islam memuat aturan dasar yang bersifat global.
Sehingga terdapat kesempatan dan kelonggaran bagi manusia yang memang memiliki fitrah
berpikir dalam memecahkan berbagai problematika yang menghendaki penyelesaian secara
hukum. Oleh karena itu diperlukan adanya ulama yang selalu melakukan ijtihad agar penelitian-
penelitian hukum tersebut dapat terlaksana. Namun tak sembarangan orang bisa melakukan
ijtihad. Ijtihad akan menjadi haram jika bertentangan dengan nash Al-Qur’an dan sunnah. Maka
dari itu ada kriteria khusus bagi ulama yang bisa berijtihad.

Dasar hukum ijtihad adalah al-Qur'an, Sunnah, dan logika. Ayat al-Quran yang dijadikan dasar
bolehnya ijtihad adalah surat an-Nisa' (5): 59.

ِ ‫ُوا ٱل َّرسُو َل َوُأ ۟ولِى ٱَأْل ْم ِر ِمن ُك ْم ۖ فَِإن تَ ٰنَ َز ْعتُ ْم فِى َش ْى ٍء فَ ُر ُّدوهُ ِإلَى ٱهَّلل ِ َوٱل َّرس‬
‫ُول‬ ۟ ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءامنُ ٓو ۟ا َأ ِطيع‬
۟ ‫ُوا ٱهَّلل َ َوَأ ِطيع‬
َ
‫ك خَ ْي ٌر َوَأحْ َسنُ تَْأ ِوياًل‬ َ ٰ
َ ِ‫اخ ِر ۚ ذل‬ ْ ‫هَّلل‬
ِ ‫ِإن ُكنتُ ْم تُْؤ ِمنُونَ بِٱ ِ َوٱليَوْ ِم ٱلْ َء‬

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Ayat ini berisi perintah untuk taat kepada Allah (dengan menjadikan al-Quran sebagai sumber
hukum), taat kepada Rasul-Nya (dengan menjadikan Sunnahnya sebagai pedoman), dan taat
kepada ulil amri, serta perintah untuk mengembalikan persoalan yang diperselisihkan kepada al-
Quran dan Sunnah terkandung maka adanya perintah melakukan ijtihad.
KEMENTERIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
Jl. Jend. A. Yani 117 Surabaya –60237 - Telp. (031) 8437893 - Fax (031) 8413300
Website: http://ftk.uinsby.ac.id E-mail: ftk@uinsby.ac.id

Ayat ini berisi perintah untuk taat kepada Allah (dengan menjadikan al-Quran sebagai sumber
hukum), taat kepada Rasul-Nya (dengan menjadikan Sunnahnya sebagai pedoman), dan taat
kepada ulil amri, serta perintah untuk mengembalikan persoalan yang diperselisihkan kepada al-
Quran dan Sunnah terkandung maka adanya perintah melakukan ijtihad.

Dasar Sunnah atau hadis yang dijadikan rujukan oleh para ulama tentang bolehnya melakukan
ijtihad adalah hadis Muadz seperti telah disebutkan di atas. Hadis ini menceritakan perihal
diutusnya Muadz menjadi qadi (hakim) di Yaman.

Dasar logika dibolehkannya ijtihad adalah karena keterbatasan nash al-Quran dan Sunnah jika
dibandingkan dengan banyaknya peristiwa yang dihadapi oleh umat manusia. Begitu juga,
banyaknya lafazh atau dalil yang menjelaskannya, meskipun tidak jarang hasil ijtihad para ulama
berbeda-beda dari lafazh atau dalil yang sama.

5. Menurut saya adanya perbedaan paham adalah hal yang wajar karena setiap manusia pasti
memiliki pola pikiran yang berbeda. Namun sebagai seorang muslim yang baik kita tidak boleh
menghujat atau menentang paham yang dianut orang lain. Selagi pemahaman itu tidak
menyimpang dari ajaran Islam maka tidak perlu dijadikan suatu masalah yang besar. Perbedaan
diciptakan agar kita saling mengenal satu sama lain. Adanya perbedaan perlu diselesaikan
dengan cara berdiskusi dan bertukar pikiran untuk mencari jalan kebenaran.

Ketika ada perbedaan seorang muslim mestinya menahan diri dan tidak mencaci maki,
sebagaimana sabda Rasulullah sebagai berikut :

‫ْال ُم ْسلِ ُم َم ْن َسلِ َم ْال ُم ْسلِ ُمونَ ِم ْن لِ َسانِ ِه َويَ ِد ِه‬

“Muslim adalah orang yang mampu menjaga orang lain dari lisan dan tangannya” (HR: Bukhari)

Seorang muslim harus dapat menahan diri dan tidak mengucapkan kata-kata yang menyakiti hati
orang lain. Karena pada hakikatnya Islam adalah keselamatan, kedamaian dan keamanan. Tidak
masuk akal jika kita beragama tapi kehadiran kita selalu mengganggu orang lain.

Maka dalam menghadapi setiap perbedaan pemahaman dan pendapat keislaman yang terus
terjadi, ada beberapa prinsip etika yang dijadikan acuan. Ketika sebuah ikhtilaf masih dalam
kategori terpuji dan dibolehkan, maka jika kedua belah pihak harus bertahan dengan
pendapatnya, sebaiknya tidak perlu menyalahkan apalagi mencela pendapat yang lain. Inilah
etika ikhtilaf para sahabat, tabi‘in, dan ulama salaf, termasuk para imam mazhab fikih yang
Empat dari Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah.

Bagi umat, untuk menerima atau menolak sebuah pendapat dalam ikhtilaf seharusnya eklektif
dan selektif, harus dipertimbangkan apakah yang diikhtilafkan itu layak dan bermanfaat bagi
Islam dan Muslimin, apakah orang yang berpendapat tersebut memiliki kapasitas dan otoritas
serta berkualitas mujtahid sesuai syarat yang telah ditetapkan dan disepakati oleh para ulama
salaf dan khalaf. Tidak hanya dalam kasus ikhtilaf, setiap pendapat atau ajaran yang didengar
sebaiknya dihadapi dengan hati-hati dan dicermati dengan teliti.

6. Perbedaan pokok visi perjuangan pada masa Dinasti Umayyah dan Dinasti Abassiyah adalah :
Dinasti Umayyah
Kelahiran Dinasti Umayyah diawali dengan krisis yang terjadi pada masa pemerintahan
Khualfaur Rasyidin. Ketika dipimpin oleh khalifah Utsman bin Affan, pada tahun pertama
kepemimpinannya kondisi masyarakat masih aman damai dan sejahtera, namun pada tahun
kedua kepemimpinan sering terjadi pemberontakan dan perpecahan dikarenakan Utsman
memberikan jabatan pemerintahan ke keluarganya sendiri yaitu keturunan bani Umayyah. Hal
KEMENTERIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
Jl. Jend. A. Yani 117 Surabaya –60237 - Telp. (031) 8437893 - Fax (031) 8413300
Website: http://ftk.uinsby.ac.id E-mail: ftk@uinsby.ac.id

itu memicu banyak perdebatan sehingga banyak warga yang mendemo Utsman dan Utsman
wafat karena dibunuh oleh para demonstran yang menyerbu rumahnya.

Ali bin Abi Thalib berusaha untuk menyelesaikan pemberontakan itu dengan menarik seluruh
jabatan yang dulu pernah Utsman berikan kepada keluarganya sendiri. Kemudian muncul seruan
baru untuk membalas dendam kematian Utsman bin Affan yaitu dari Muawiyah I. Saat khalifah
Ali wafat, jabatan selanjutnya diberikan oleh anaknya yakni Hasan. Namun tanpa dukungan
yang kuat dan kondisi politik yang kacau akhirnya kepemimpinannya pun hanya bertahan
sampai beberapa bulan. Pada akhirnya Hasan menyerahkan kepemimpinan kepada Muawiyah
bin Abi Sufyan, namun dengan perjanjian bahwa pemilihan kepemimpinan sesudahnya adalah
diserahkan kepada umat Islam. Perjanjian damai itu dilakukan oleh Hasan agar gejolak dan
pemberontakan yang terjadi tidak sampai menghancurkan keutuhan umat Islam.

Dalam upaya perdamaian, Khalifah Hasan bin Ali mengirimkan surat melalui Amr bin Salmah
al-Arabi yang berisi pesan perdamaian. Dalam perundingan ini, Khalifah Hasan mengajukan
syarat bahwa ia bersedia menyerahkan kekuasaan kepada Mu'awiyah dengan beberapa
ketentuan.Akhirnya, pada bulan Rabi'ul Awwal tahun 41 H/661 M, terjadi kesepakatan damai
antara Hasan dan Mu'awiyah, yang kemudian kenal dengan Aam Jama'ah, karena kaum
muslimin sepakat untuk memilih satu pemimpin saja, yaitu Mu'awiyah bin Abu Sufyan.
Penyerahan kekuasaan pemerintahan Islam dari Hasan ke Mu'awiyah ini menjadi tonggak formal
berdirinya kelahiran Dinasti Umayyah di bawah kepemimpinan khalifah pertama, Mu'awiyah in
Abu Sufyan.

Kesimpulan :
Golongan Muawiyah ingin megambil kembali kekuasaan Utsman bin Affan karena tidak setuju
jika umat muslim di pimpin oleh Ali bin Abi Thalib. Muawiyah dan bani Umayyah balas
dendam akibat kematian Utsman bin Affan dan akhirnya perang dengan golongan Ali bin Abi
Thalib beserta pengikutnya. Setelah khalifah Ali bin Abi Thalib wafat kemudian kepemimpinan
digantikan oleh anaknya yang bernama Hasan. Hasan selalu ditekan oleh Muawiyah bin Abi
Sufyan, dan akhirnya ia menyerahkan kepemimpinannya kepada Muawiyah dengan perjanjian
damai bersyarat dan akhirnya Muawiyah mendirikan Dinasti Umayyah.

Dinasti Abbasiyah
Berdirinya Dinasti Abassiyah berkaitan dengan runtuhnya Dinasti Abbasiyah. Pada saat itu
terjadi kekacauan di pemerintahan Dinasti Abbasiyah, hal itu disebabkan karena adanya
kekeliruan dan kesalahan dalam memimpin yang dilakukan oleh para Khalifah dan pejabat
negara. Beberapa kesalahannya diantara lain adalah Dinasti Umayyah mengistimewakan bangsa
arab dan menganggap rendah kaum muslim non arab (Mawali), sehingga orang-orang Mawali
merasa kecewa atas perlakuan ini. Dinasti ini juga menindas pengikut Ali dan keturunan Bani
Hasyim dan juga mengingkari "Ammul Jamaah" yakni saat jabatan kekuasaan Muawiyah bin
Abi Sufyan berakhir seharusnya kekuasan selanjutnya diserahkan kepada kauk muslimin dengan
cara bermusyawarah untuk memilih pemimpin selanjutnya, namun Muawiyah melanggar
perjanjian itu dan malah menyerahkan kekuasaan selanjutnya kepada anak kandungnya sendiri.
Kemudian banyak pemimpin Dinasti Umayyah yang melakukan pelanggaran terhadap ajaran
islam yaitu hidup bermewah-mewah dam berfoya-foya. Akhirnya banyak kelompok yang
tertindas seperti kelompok muslim non Arab (Mawali), Kelompok pengikut Ali (Syiah) dan
Khawarij, kelompok muslim Arab di Mekah, Madinah, dan Irak yang merasa sakit hati atas
perlakuan istimewa terhadap penduduk Suriah, kelompok muslim yang saleh, baik Arab maupun
non Arab yang menganggap keluarga Dinasti Umayyah bergaya hidup mewah jauh dari ajaran
Islam, melakukan propaganda untuk menggulingkan Dinasti Umayyah. Propaganda ini berhasil
dilakukan oleh Abu Abbas As-Saffah (keturunan bani Hasyim/bani Abas) yang kemudian
mendirikan Dinasti Abbasiyah.
KEMENTERIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
Jl. Jend. A. Yani 117 Surabaya –60237 - Telp. (031) 8437893 - Fax (031) 8413300
Website: http://ftk.uinsby.ac.id E-mail: ftk@uinsby.ac.id

Kesimpulan :
Pendirian dinasti ini dilatar belakangi karena kaum Abbasiyah merasa lebih berhak daripada
Bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, karena mereka adalah bagian dari Bani Hasyim yang
secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi Muhammad Saw. Dan juga bani Hasyim dan
kelompok tertindas lainnya merasa geram atas ketidakadilan yang dilakukan oleh Dinasti
Umayyah

Anda mungkin juga menyukai