Anda di halaman 1dari 4

b.

Matan Hadits
Jika kritik sanad lazim di kenal dengan istilah krtik ekstern(al-naqd al-khariji),maka
kritik matan lazim di kenal kritik intern (al naqd al-dakhili). Istilah ini di kaitkan dengan
orientasi kritik matan itu sendiri, yakni di fokuskan kepada teks hadits yang merupakan
intisari dari apa yang pernah di sabdakan Rasulullah, yang di transmisikan ke pada
generasi-generasi berikutnya hingga ke tangan para mukharrij al- hadith, baik
secara lafdzi (lafaz) maupun ma’nawi (makna).
Istilah kritik matan hadits, di pahami sebagai upaya pengujian atas keabsahan matan
hadits, yang di lakukan untuk memisahkan antara matan-matan hadits yang sahih dan
yang tidak sahih. Dengan demikian, kritik matan tersebut, bukan di maksud untuk
mengoreksi kelemahan sabda Rasulullah, akan tetapi di arahkan kepada redaksi dan
makna guna menetapkan keabsahan suatu hadits. Karena itu kritik matan merupakan
upaya positif dalam rangka menjaga kemurnian matan hadits, di samping juga untuk
mengantarkan kepada pemahaman yang lebih tepat terhadap hadits Rasulullah.1
Secara etimologi matan berarti punggung jalan, tanah yang tinggi dan keras. Adapun
matan menurut ilmu hadits adalah isi hadits. Matan hadits terbagi tiga, yaitu
ucapan,perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad Saw.2
Memang keshahihan hadits tidak menjamin keakuratan (validitas) teksnya. 3  Secara
umum kajian kritik matan hadits dapat disebutkan bahwa lingkup pembahasannya adalah
terkait dengan matan hadits. Matan hadits disini memiliki beberapa kriteria untuk
dilakukan kritik matan terhadapnya. Yang pertama, terkait dengan lafaznya, jika dalam
lafaz hadits terdapat pertentangan dengan Alquran, maka kritik terhadap matan hadits
harus dilakukan sebagaimana apa yang pernah dilakukan oleh Saydatuna Aisyah tentang
sebuah hadits yang menurutnya bertentangan dengan sebuah ayat alquran. Yang kedua
adalah terkait maknanya, jika makna satu hadits bertentangan dengan hadits yang lain
maka harus dilakukan kritik terhadap matan hadits. Hal ini dilakukan dengan
membandingkan redaksi matan antara para ahli hadits dengan mendengarkan hafalannya
masing-masing.4
Dari persyaratan keshahihan hadits di ketahui bahwa matan yang shahih adalah matan
yang selamat dari syudzuz dan illat.5
1.      Matan Hadits Terhindar dari Syuzudz
Syuzudz, dengan arti janggal. Syuzudz pada matan didefinisikan dengan adanya
pertentangan atau ketidak sejalanan riwayat seorang perowi yang menyendiri dengan

1 Umi Sumbulah, Kritik Hadits, UIN – Malang Press, hlm.94


2  http://warokakmaly.blogspot.com/2012/04/kritik-matan-hadits.html
3 Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampek Surabaya, Studi Hadits, IAIN Sunan Ampel Press.
Hlm.165
4 http://warokakmaly.blogspot.com/2012/04/kritik-matan-hadits.html
5 Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampek Surabaya, Studi Hadits, IAIN Sunan Ampel Press.
Hlm.165
seorang perowi yang lebih kuat hafalan/ ingatannya. Berdasarkan pendapat imam al-
Syafi’i dan al- Khalili dalam masalah hadits yang terhindar dari syudzuz adalah:
a. Sanad dari matan yang bersangkutan harus mahfud dan tidak ghaib
b. Matan hadits bersangkutan tidak bertentangan atau tidak menyalahi riwayat yang
lebih kuat.
Konsekuensi di atas dalam melakukan penelitihan terhadap matan hadits yang
mengandung syazd adalah bahwa penelitihan tidak dapat terlepas dari penelitihan atas
kualitas sanad hadits yang bersangkutan. Dengan demikian langka metodologis yang
perlu ditempuh untuk mengetahui apakah suatu matan hadits itu terdapat syuzudz atau
tidak adalah:
a. Melakukan penelitihan terhadap kualitas sanad matan yang di duga bermasalah.
b. Membandingkan redaksi matan yang bersangkut dengan matan-matan lain yang
memiliki sanad berbeda.
c. Melakukan klarifikasi keselarasan antar redaksi matan-matan hadits yang
mengangkat tema sama.
Dengan kegiatan ini akan di peroleh kesimpulan, mana matan yang mahfudz dan matan
yang janggal ( syadz). Untuk memenuhi kebutuhan tersebut harus di lakukan pengglihan
data dengan menempuh langka takhrij bi al-maudlu’.6
2.      Matan Hadits Terhindar dari ‘illat
Pada bagian ini lebih di tekankan akan kaidah terhindar matan hadits dari ‘illat. Kaidah
minor matan hadits yang terhindar dari ‘illat adalah:
a. Tidak terdapat ziyadah ( tambahan) dalam lafadz.
b. Tidak terdapat idraj ( sisipan) dalam lafadz matan.
c. Tidak terjad idztirab ( pertentangan yang tidak dapat di kompromikan) dalam
lafadz matan hadits.
d. Jika ziyadah, idraj, dan idztirab bertentangan dengan riwayat yang tsiqat lainnya,
maka matan hadits tersebut sekaligus mengandung syuzudz.
Langka metodologis yang perlu di tempuh dalam melacak dugaan illat pada matan
hadits adalah:
a. Melakukan tahrij ( melacak keberadaan hadit) untuk matan bersangkutan, guna
mengetahui seluruh jalur sanadnya.
b. Melakukan kegiatan i’tibar guna mengkategorikan muttaba’ tam / qashir dan
meghimpun matan yang bertema sekalipun  berujung pada akhir sanad ( nama
sahabat) yang berbeda ( syahid).
c. Mencermati data dan mengukut segi-segi perbedaan atau kedekatan pada: nisbah
ungkapan kepada nara sumber, pegantar riwayat dan susunan kalimat matannya,
kemudian menentukan sejauh mana unsure perbedaan yang teridentifikasikan.

6 Ibid, hlm. 166


Selanjutnya akan di peroleh kesimpulan apakah kadar penyimpangan dalam
penuturan riwayat matan hadits masih dalam batas toleransi ( illat khafifah) atau
sudah pada taraf merusak dan memanipulasi pemberitaan ( illat qadihah).
Secara umum matan hadits dapat dikatakan sahih apabila:
a. Tidak bertentangan dengan petunjuk al-Qur’an.
b. Tidak bertentangan dengan hadits yang lebih kuat.
c. Tidak bertentangan dengan akal sehat, indera, dan sejarah.
d. Susunan bahasanya menunjukkan ciri-ciri lafaz kenabian,yaitu: tidak rancu, 
sesuai dengan kaidah bahasa Arab, fasih.
Dari pejelasan di atas dapat di simpulkan bahwa standar matan yang shahi adalah:7 
a. Sanad periwayatan berkualitas
b. Redaksi matannya terhindar dari illat/ cacat
c. Reaksi matanya terhidar dari syudzuz
d. Kandungan maknanya tidak bertentangan dengan dalil-dalil dan realitas yang
shahih.
Contoh Kritik Matan Hadits antara lain:
Contoh kritik matan hadis yang dilakukan pada masa sahabat: Dari ‘Aisyah tatkala
mendengar sebuah hadis yang disampaikan oleh Ibn Abbas dari Umar. 8 Rasulullah SAW
bersabda:
‫إن الميت ليعذب ببكاء أهله عليه‬
“ Mayat itu akan disiksa karena ditangisi keluarganya “
Dengan serta merta Aisyah membantah hadits tersebut dengan berkata semoga Umar
dirahmati Allah. Rasulullah tidak pernah bersabda demikian melainkan beliau bersabda:
‫إن هللا يزيد الكافر عدابا ً ببكاء أهله عليه‬
“ Sesungguhnya Allah akan menambah siksa orang kafir karena ditangisi keluarganya”.
Hadits di atas menunjukkan bahwa kritik matan hadis sudah dimulai sejak masa sahabat.
Aisyah telah mengkritik matan hadis yang didengar dari Ibn Abbas tersebut dengan cara
membandingkan dan mengkonfirmasikan dengan hadis yang bertema sama yang pernah
didengarnya sendiri dari Rasulullah dan juga nash al-Quran
Oleh karena itu, Istilah kritik matan hadits, di pahami sebagai upaya pengujian atas
keabsahan matan hadits, yang di lakukan untuk memisahkan antara matan-matan hadits
yang sahih dan yang tidak sahih. Dengan demikian, kritik matan tersebut, bukan di
maksud untuk mengoreksi kelemahan sabda Rasulullah, akan tetapi di arahkan kepada
redaksi dan makna guna menetapkan keabsahan suatu hadits. Karena itu kritik matan

7 Ibid, hlm. 169


8 http://warokakmaly.blogspot.com/2012/04/kritik-matan-hadits.html
merupakan upaya positif dalam rangka menjaga kemurnian matan hadits, di samping juga
untuk mengantarkan kepada pemahaman yang lebih tepat terhadap hadits Rasulullah.
baik secara lafdzi (lafaz) maupun ma’nawi (makna).
Mempelajari Hadis dan Mengajarkannya adalah kewajiban bagi orang islam
mempelajari syariat islam terus menerus. Sumber ajarannya di Al-qur’an dan hadis Nabi.
Maka menyampaikan dan mempelajari ajaran dari sumber tersebut dimana hadis
didalamnya adalah termasuk kewajiban. Dengan demikian aspek memahami hadist itu
merupakan produk ijtihad.

Anda mungkin juga menyukai