Anda di halaman 1dari 4

Nama : Andi Fajar Rifa’i

NPM : 181000276

Kelas : B

Dosen : Dedy Mulyana S.H.,M.H.,

RESUME KULIAH UMUM OLEH

DR.H ABSAR KARTABRATA S.H., M.HUM.,

• Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara individu dengan individu,
hukum perdata memiliki sumber hukum yakni KUHPER
• Hukum perdata bersifat dualistis karena ada hukum perdata tertulis(KUHPER) dan tidak
tertulis ( hukum adat )
• Cari ketentuan 163is jo 13 is

Pasal 163 I.S suatu pasal yang mengadakan pembedaan golongan penduduk menjadi 3 ( tiga )
golongan yaitu :

a. Golongan Eropa, yang termasuk golongan Eropa ialah :

Semua orang BelandaSemua orang yang berasal dari Eropa tetapi tidak termasuk orang Belanda
Semua orang Jepang ( berdasarkan perjanjian dagang antara Belanda dengan Jepang tahun 1896 –
S. 1898 – 49 ) Semua orang yang berasal dari tempat lainyang di negerinya hukum keluarganya
berasaskan yang sama degan hukum keluarga Belanda Anak – anak sah atau yang diakui menurut
ketentuan UU dari no. 2, 3, dan 4 yang lahir di Hindia Belanda

b. Golongan bumi putra


Golongan Bumiputera, yaitu semua orang asli dari Hinda Belanda ( sekarang Indonesia ).

c. Golongan timur asing

Golongan Timur Asing, yaitu semua orang yang bukan golongan Eropa dan bukan golongan
Bumiputera. Golongan Timur Asing dibedakanmenjadi golongan T.A Tionghoa dan T.A bukan
Tionghoa ( seperti orang – orang yang berasal dari India, Arab, Afrika dan sebagainya ).

pasal 131 I.S adalah ketentuan yang memperlakukan antara lain hukum perdata bagi golongan –
golongan penduduk dan demikian pula menjadikan hukum perdata yang berlaku bagi golongan
penduduk tersebut berbeda – beda sehingga menjadikan adanya sistem hukum yang bersifat
pluralistis di dalam lapangan hukum perdata.

Berdasarkan ketentuan pasal 131 I.S ayat ( 2 ) sub a, bagi golongan Eropa di Hindia Belanda
diperlakukan hukum perdata yang konkor dan dengan negeri Belanda. Hal itu berarti bagi
golongan Eropa diperlakukan hukum perdata yang telah dikodifikasikan ke dalam Burgerlijk
Wetboek ( B.W ) dan Wetboek van Koophandel ( W.v.K ) yang mulai berlaku di Hindia Belanda
sejak tanggal 1 Mei 1848.

• Konsekuensi dari lahirnya UU NO 62 TAHUN 1958

Dengan lahirnya UU ini maka dihapusnya mengenai golongan-golongan yang diatur di pasal 163
IS , yakni di Indonesia hanya mengenal kedududkan kewarganegarran 2 golongan yakni WNI dan
WNA.

Tolong cari uu no62 tahun1958 , cari apa konsekuensinya dengan keluarnya uu ini terhadap
kedudukan 163 is( asas expoteori derogate legoteori)

Maka akan menimbulkan persoalan hukum (bagaimana kedudukan BW sebagai hukum positif

Alasan pembenar (konsideran dari uupa, dimana uupa secara tertulis mencabut buku ke 2
kuhpedata
Sema no3 tahun 1963 dimana pada dasarnya dalam sema itu , jangan menganggap bw sebagai
wethbook tapi anggap bw sebagai recht book

Dalam uu perkawinan pasal 66 no 1 thun 74 (dengan berlakunya nya ketentuan ini maka

Pembinan dan pembangunan hukum di Indonesia

• tujuan mempelajari pedata dalam yurisprudensi


hukum perdata di Indonesia menganut dualisme hukum yang dimana mengakui baik hukum
tertulis ataupun hukum tidak tertulis(adat) oleh karenanya mempelajari ilmu hukum perdata
yurisprudensi sangat penting dimana untuk menemukan jembatan antara kedua hukum tersebut
,. Salah satu bentuk yudifikasi adalah uu Sekalipun sudah yudifikasi uu masih memiliki
kelemahan Karena tidak jelas, tidak lengkp oleh karenanya hakim berperan ketika uu itu
tidak jelas atau tidak lengkap
• Pasal 10 ayat 1 uu no 48 tahu 49 tentang kekuatan kehakiman
Di pasal itu menjelaskan bawasannya pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa,
mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada
atau kurang jelas , melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadili. Dengan ketentuan
tersebut maka ketika hakim menemukan suatu perkara yang dimana aturan hukum nya belum
diatur maka hakim di wajibkan menemukan hukum itu sendiri dengan metode penemuan
hukum.

• Penemuan hukum

Berdasarkan Pasal 20 AB “Hakim harus mengadili berdasarkan Undang-Undang” dan Pasal 22


AB + Pasal 14 Undang-undang No. 14 tahun 1970 mewajibkan “Hakim untuk tidak menolak
mengadili perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan tidak lengkap atau tidak jelas Undang-
undang yang mengaturnya melainkan wajib mengadilinya”.
Jika terdapat kekosongan aturan hukum atau ataurannya tidak jelas maka untuk mengatasinya
diatur dalam pasal 27 UU No. 14 Tahun 1970 menyebutkan : “Hakim sebagai penegak hukum dan
keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup didalam
masyarakat”. Artinya seorang Hakim harus memiliki kemampuan dan keaktifan untuk
menemukan hukum (Recht vinding).

Yang dimaksud dengan Recht vinding adalah proses pembentukan hukum oleh hakim/aparat
penegak hukum lainnya dalam penerapan peraturan umum terhadap peristiwa hukum yang konkrit
dan hasil penemuan hukum menjadi dasar untuk mengambil keputusan.
Van Apeldorn menyatakan, seorang hakim dalam tugasnya melakukan pembentukan hukum harus
memperhatikan dan teguh-teguh mendasari pada asas :

1. Menyesuaikan Undang-undang dengan fakta konkrit


2. dapat juga menambah Undang-undang apabila perlu.

Hakim membuat Undang-undang karena Undang-undang tertinggal dari perkembangan


masyarakat. Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan yang juga berfungsi sebagai penemu
yang dapat menentukan mana yang merupakan hukum dan mana yang bukan hukum. Seolah-olah
Hakim berkedudukan sebagai pemegang kekuasaan legislatif yaitu badan pembentuk per Undang-
undangan. Pasal 21 AB menyatakan bahwa hakim tidak dapat memberi keputusan yang akan
berlaku sebagai peraturan umum. Sebenarnya hukum yang dihasilkan hakim tidak sama dengan
produk legislatif. Hukum yang dihasilkan hakim tidak diundangkan dalam Lembaran Negara.
Keputusan hakim tidak berlaku bagi masyarakat umum melainkan hanya berlaku bagi pihak-pihak
yang berperkara. Sesuai pasal 1917 (2) KUHPerdata yang menentukan “bahwa kekuasaan
keputusan hakim hanya berlaku tentang hal-hal yang diputuskan dalam keputusan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai