Anda di halaman 1dari 2

Nama : Masayu Siti Nurhaliza Candra Putri

NIM : 2110202057
Kelas. : PAI B
MK. : Ilmu Kalam
Tugas : Resume Hubungan Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf.
Sabtu, 11 September 2021

HUBUNGAN   ILMU KALAM, FILSAFAT  DAN  TASAWUF

Adapun hubungan antara ilmu kalam dan filsafat berkaitan dengan penggunaan rasio (logika)
dalam mencari kebenaran akidah agama.
Filsafat dijadikan sebagai alat untuk membenarkan nash agama. Filsafat mengawali
pembuktiannya dengan argumentasi akal, barulah  pembenarannya diberikan wahyu
sedangkan  ilmu kalam  mencari wahyu yang berbicara tentang keberadaan Tuhan baru
kemudian didukung oleh argumentasi akal. Bahkan menurut Hamka, yang dikutip oleh
Yunan,, betapa pentingnya kekuatan akal dalam beragama sebagai latar berpikir bagi
manusia. Akal merupakan alat bagi manusia untuk memaknai hidupnya dimuka bumi serta
sebagai alat untuk berawas-awas dan beringat-beringat dalam menjalani kehidupan ini.
Al-Qur’an memberikan tuntunan kepada manusia suapaya beragama hendaklah dengan
peringatan dan kesadaran, dengan berpikir dan menilai.
Konsekuensi logis dari pemikiran yang memberikan penghargaan terhadap akal ini adalah
tantangan keras terhadap taklid, karena menurutnya dengan taklid membuat orang percaya
saja secara membuta dan tuli terhadap apa yang diterima dari guru,membuat akal menjadi
beku dan tidak bergerak.
Sikap taklid itu sendiri, menurut Hamka adalah sikap yang dilarang oleh Allah. Ini dijelaskan
oleh hamka ketika ia menafsirkan ayat 36 suarat al-Isra’ : “ janganlah kamu mengikuti
sesuatu yang kamu sendiri tidak mamiliki pengetahuan tentang itu”. Ia mengatakan bahwa
awal ayat tersebut menggunakan kata wa la taqfu, dan kata taqfu mengandung arti mengikuti
jejak. Lebih jauh dijelaskan jika orang hanya menurut saja mengikuti jejakorang lain baik
nenek moyang atau tradisi atau hanya ta’assub pada golongan, akan membuat orang tidak lagi
mempergunakan pertimbangannya sendiri. Padahal, manusia telah diberi hati,akal dan pikiran
oleh Allah SWT untuk menimbang baik dan buruk. Karena dalam beragama sangat
diperlukan penggunaan pendengaran, penglihatan serta pertimbangan akal. Sebab, kadang-
kadang dicampuradukkan orang amalan yang sunnah dan bid’ah. Bahkan, kerap kali kejadian
perkara yang sunnah tertimbun dan yang bid’ah muncul dan lebih masyhur. Itulah sebabnya
menurut Hamka yang dikutip oleh Yunan kita wajib beragama dengan berilmu. Namun untuk
penggunaan akal dalam menentukan yang baik dan yang buruk dalam perspektif  Hamka
dibatasi hanya dalam hal-halyang lokal dan temporal saja. Dan barulah setelah wahyu datang,
nilai baik dan buruk yang sudah diketahui oleh akal tadi menjadi bernilai universal.
Dalam  perkembangan ilmu kalam didunia islampun terdapat dua corak  pemikiran yang
umumnya dikenal dengan pemikiran yang bercorak rasional dan pemikiran yang bercorak
tradisioanal. Pemikiran kalam yang bercorak rasioanal adalah pemikiran yang memberi
kebebasan berbuat dan berkehendak kepada manusia, daya yang sangat kuat tehadap
akal,kekuasaan dan kehendak tuhan yang terbatas, tidak terikat kepada makna harfiah, dan
banyak memakai arti majazi dalam memberikan interpretasi ayat-ayat al-Qur’an. Pemikiran
kalam ini akan melahirakan aliran paham rasional tentang ajaran islam serta menumbuhkan
sikap hidup yang dinamis dalam diri manusia. Paham ini terdapat pada aliram Mu’tazilah dan
Maturidiyah Samarkand. Sebaliknya, pemikiran ilmu kalam yang bercorak tradisional adalah
pemikiran kalam yangb tidak memberikan kebebasan berkehendak dan berbuat kepada
manusia, daya yang kecil bagi akal, kekuasaan kehendak tuhan yang berlaku semutlak-
mutlaknya, serta terikat makna harfiah dalam memberikan intrerpertasi ayat-ayat al-Qur’an.
pemikiran kalam ini, melahirkan paham tradisional tentang ajaran islam serta akan
menumbuhkan  sikap hidup fatalistik dalam diri manusia. Paham ini terdapat dalam aliran
Asy’ariyah dan Maturidiyah Bukhara.
Setelah membahas tentang hubungan antara ilmu kalam dan filsafat sekarang beralih ke
hubungan antara ilmu kalam dan tasawuf.
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa materi-materi ilmu kalam dalam mencari dalil-
dalil rasioanal hanya menyangkut tentang seberapa besar kekuatan akal dan terkesan tidak 
menyentuh dzauq (rasa rohaniyah). Seperti pembahasan dalam yang menenerangkan bahwa 
Allah itu Sama’, Bashor, Qudrat, Iradah, Hayat. Namun, ilmu kalam/tauhid tidak
menjelaskan bagaimana seorang hamba dapat merasakan langsung bahwa  Allah dalam
melihat dan mendengan. Disinilah peran dari tasawuf yaitu untuk pemberi wawasan spiritual
dalam pemahaman kalam (pemahaman soal ketuhanan) sehingga dapat memberikan
penghayatan yang mendalam lewat hati yang diimplikasikan dalam perilaku terumata kualitas
ibadah.
Selain ituilmu kalam juga berfungsi sebagai ‘pengendali’ ilmu tasawuf. Karena itu jika
timbul satu aliran atau kecenderungan tasawuf yang bertentangan dengan akidah,atau lahir
kepercayaan baru yang bertentangan dengan al-Qur’an maupun Sunnah, maka hal itu
termasuk penyimpangan doktrial yang harus ditolak.
Dari hubungan-hubungan diatas dapat disimpulkan bahwa ketiganya berusaha menemukan
apa yang disebut kebenaran. Kebenaran tasawuf berupa tersingkapnya  (kasyaf) kebenaran
sejati melalui mata hati. Kebenaran dalam ilmu kalam berupa diketahuinya kebenaran ajaran
agama melalui penalaran rasio lalu dirujukkan kepada nash al-Qur’an dan hadits . kebenaran
dalam filsafat berupa kebenaran spekulatif tentang segala yang ada (wujud). Maka   ketiganya
mendalami pencarian  segala yang bersifat rahasia ( ghaib) yang dianggap sebagai kebenaran
terjauh dimana  tidak semua  orang dapat melakukannya.

Anda mungkin juga menyukai