Anda di halaman 1dari 9

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI Jenis Ujian : UTS/UAS/UPM *)

(UNINDRA) Nama : SETIAWATI


FAKULTAS PASCASARJANA NPM : 20207179017
SEMESTER GENAP T.A. 2021/2022 Program Studi :PPENDIDIKAN BAHASA INDONES
Mata Kuliah : Psikolinguistik
Jl. Nangka No.58C Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan
Tlp.: (021) 78835283 – 7818718 ex .: 104 Kelas/
: RA/1a/1b/1c/2n/2o *)/Semester
Semester
Dosen : Dr. Restoeningroem, M.Pd
Ket: *) Coret/hilangkan yang tidak pe

PILIHLAH 4 SOAL DIBAWAH INI YANG ANDA KUASAI (No. 5 Wajib dikerjakan)!

1. a. Jelaskanlah bagaimana mekanisme proses mempersepsi ujaran !

b. Bagaimanakah upaya yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan kompetensi ujaran tersebut ?

2. Bahasa merupakan hasil buah pikiran manusia yang dimulai dari encode semantic dalam otak pembicara,
dan berujung pada decode semantic dalam otak pendengar.

Jelaskan makna kalimat yang digaris bawahi di atas tersebut.

3. a. Jelaskan bagaimanakah tahapan pemerolehan bahasa pada anak sampai usia 5 (liam) tahun.

b. Jelaskan bagaimana memanfaatkan memori yang dimiliki anak-anak untuk meningkatkan kualitas hasil
pembelajaran mereka.

4. Dilihat dari segi biologis, alat pernafasan manusia memang ditakdirkan untuk menjadi penghubung hingga
anak dapat berbicara.

Jelaskan proses tahapan perkembangan bahasa anak dari awal umur 6 bulan hingga 4-5 tahun seiring dengan
perkembangan biologisnya!

5. Proses berbicara adalah suatu proses produksi ucapan oleh kegiatan terpadu dari pita suara, dari otot-otot
yang membentuk rongga mulut, kerongkongan dan paru-paru, sehingga sering muncul gangguan bicara yang
disebabkan oleh kelemahan paru-paru (pulnomal), pada pita suara (laringal), pada lidah (lingual), dan pada
rongga mulut, kerongkongan (resonontal).

Jelaskan masing kalimat yang digaris bawahi tersebut di atas dan berikan masing-masing contohnya!
JAWABAN
1.a. Mekasnisme proses mempersepsi ujaran!

Perkembangan penelitian di bidang persepsi ujaran dimulai dengan adanya kemajuan dalam bidang
teknologi terutama dengan terciptanya alat telepon. Pada tahun 1940-an perusahaan telepon ini
mengembangkan spektograf, yakni, alat untuk merekam suara dalam bentuk garis-garis tebal-tipis dan
panjang-pendek yang dinamakn spektogram. Kini teknologi sudah dapat mengetahui siapa pembicara
dalam suatu rekaman dengan akurat.

Sedangkan mekanisme ujaran merupakan semua bunyi yang dibuat dengan udara melalui hidung
disebut bunyi nasal. Sementara itu, semua bunyi yang udaranya keluar melewati mulut dinamakan bunyi
oral. Pada mulut terdapat dua bagian: bagian atas dan bagian bawah mulut. Bagian atas mulut umumnya
tidak bergerak sedangkan bagian bawah mulut bisa digerakkan. Di samping pembagian bunyi menjadi
bunyi nasal dan oral, bunyi juga dapat dibagi menjad dua kelompok besar: konsonan dan vokal.

ersepsi terhadap ujaran bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan oleh manusia karena ujaran
merupakan suatu aktivitas verbal yang meluncur tanpa ada batas waktu yang jelas antara satu kata
dengan kata yang lain. Perhatikan tiga ujaran berikut : (a) Bukan angka, (b) Buka nangka, (c) Bukan
nangka. Meskipun ketiga ujaran ini berbeda maknanya satu dari yang lain, dalam pengucapannya ketiga
bentuk ujaran ini bisa sama

Di samping itu, suatu bunyi juga tidak diucapkan secara persis sama tiap kali bunyi itu muncul. Bagaimana
suatu bunyi diucapkan dipengaruhi oleh lingkungan dimana bunyi itu berada. Bunyi (b) pada kata buru,
misalnya tidak persis sama dengan bunyi (b) pada kata biru. Pada kata buru bunyi /b/ dipengaruhi oleh
bunyi /u/ yang mengikutinya sehingga sedikit banyak ada unsur pembundaran bibir dalam pembuatan
bunyi ini. Sebaliknya, bunyi yang sama ini akan diucapkan dengan bibir yang melebar pada kata biru
karena bunyi /i/ merupakan bunyi vokal depan dengan bibir melebar.

Namun demikian, manusia tetap saja dapat mempersepsi bunyi-bunyi bahasanya dengan baik. Tentu saja
persepsi seperti ini dilakukan melalui tahap-tahap tertentu. Pada dasarnya ada tiga tahap dalam
pemrosesan persepsi bunyi (Clark & Clark, 1977).

1. Tahap auditori : Pada tahap ini manusia menerima ujaran sepotong demi sepotong. Ujaran ini
kemudian ditanggapi dari segi fitur akustiknya. Konsep-konsep seperti titik artikulasi, cara artikulasi, fitur
distingtif, dan VOT sangat bermanfaat di sini karena ihwal seperti inilah yang memisahkan satu bunyi
yang lain. Bunyi-bunyi dalam ujaran ini kita simpan dalam memori auditori kita

2. Tahap fenotik : Bunyi-bunyi itu kemudian kita identifikasi. Dalam proses mental kita, kita lihat,
misalnya, apakah bunyi tersebut [+consonantal], [+vois], [+nasal], dst. Begitu pila lingkungan bunyi itu:
apakah bunyi tadi diikuti oleh vokal atau oleh konsonan. Kalau oleh vokal, vokal macam apa-vokal depan,
vokal belakang, vokal tinggi, vokal rendah, dsb. Seandainya ujaran itu adalah bukan nangka, maka mental
kita menganalisis bunyi /b/ terlebih dahulu dan menentukan bunyi apa yang kita dengar itu dengan
memperhatikan hal-hal serpeti titik artikulasi, cara artikulasi, fitur distingtifnya. Kemudian VOT –nya juga
diperhatikan karena VOT inilah yang akan menentukan kapan getaran pada pita suara itu terjadi.

Segmen-segmen bunyi ini kemudian kita disimpan di memori fonetik.

Perbedaan antara memori auditori dengan memori fonetik adalah bahwa pada memori auditori semua
variasi alofonik yang ada pada bunyi itu kita simpan sedangkan pada memori fonetik hanya fitur-fitur
yang sifatnya fonemik saja. Misalnya, bila kita mendengar bunyi [b] dari kata buntu maka yang kita
simpan pada memori auditori bukan fonem /b/ dan bukan hanya titik arkulasi, cara arkulasi, dan fitur-
fitur distingtifnya saja tetapi juga pengaruh bunyi /u/ yang mengikutinya. Dengan demikian maka [b] ini
sedkit banyak diikuti oleh bundaran bibir (lip-rounding). Pada memori fonetik, hal-hal seperti ini sudah
tidak diperlukan lagi karena begitu kita tangkap bunyi itu sebagai bunyi /b/ maka detailnya sudah tidak
signifikan lagi. Artinya, apakah /b/ itu diikuti oleh bundaran bibir atau tidak, tetap saja bunyi itu adalah
bunyi /b/

Analisis mental yang lain adalah untuk melihat bagaimana bunyi-bunyi itu diurutkan karena urutan bunyi
inilah yang nantinya menentukan kata itu kata apa.

3. Tahap Fonologis : Pada tahap ini kita menerapkan aturan fonologis pada deretan bunyi yang kita
dengar untuk menentukan apakah bunyi-bunyi tadi sudah mengikuti aturan fonotaktik yang pada bahasa
kita. Untuk bahasa inggris, bunyi /n/ tidak mungkin memulai suatu suku kata. Karena itu. Penutur inggris
pasti tidak akan menggabungkannya dengan bunyi yang berikutnya, dia pasti akan menempatkan bunyi
itu dengan bunyi dimukanya, bukan di belakangnya. Dengan demikian deretan bunyi /b/, / /, /n/, /i/,
dan /s/ pasti akan dipersepsi sebagai beng dan is, tidak mungkin be dan ngis.

Orang Indonesia yang mendengar deretan bunyi /m/ dan /b/ tidak mustahil akan mempersepsikannya
sebagai /mb/ karena fonotaktik dalam bahasa kita memungkinkan urutan seperti ini seperti pada kata
mbak an mbok meskipun kedua-duanya pinjaman dari bahasa jawa. Sebaliknya, penutur inggris pasti
akan memisahkan kedua bunyi ini ke dalam dua suku yang berbeda.

Kombinasi bunyi yang tidak dimungkinkan oleh aturan fonotaktik bahasa tersebut pastilah akan ditolak.
Kombinasi /kt/, /fp/, atau /pk/ tidak mungkin memulai suatu suku sehingga kalau terdapat deretan
bunyi /anaktuŋgal/ tidak mungkin akan dipersepsi sebagai /ana/ dan /ktuŋgal/.

Model Teori Motor untuk Persepsi Ujaran

Model yang diajukan oleh Liberman dkk ini. Yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai Motor Theory of
Speech Perseption, menyatakan bahwa manusia mempersepsi bunyi dengan memakai acuan seperti pada
saat dia memproduksi bunyi itu (Liberman dkk 1967 dalam gleason dan Ratner, 1998). Seperti dinyatakan
sebelumnya, bagaimana suatu bunyi diucapkan dipengaruhi oleh bunyi-bunyi lain disekitarnya. Namun
demikian, bunyi itu akan tetap merupakan fonem yang sama, meskipun wujud fonetiknya berbeda.
Persamaan ini disebabkan oleh artikulasinya yang sama pada waktu mengucapkan bunyi tersebut. Jadi,
meskipun bunyi /b/ pada kata /buka/ dan /bisa/ tidak persis sama dalam pengucapannya, kedua bunyi ini
tetap saja dibuat dengan titik dan cara artikulasi yang sama. Dengan demikian, seorang penutur akan
menganggap kedua bunyi ini sebagai dua kata alofon dari satu fonem yang sama, yakni fonem /b/.
Dengan kata lain, meskipun kedua bunyi itu secara fonetik berbeda, kedua bunyi ini akan dipersepsi
sebagai satu bunyi yang sama.

Penentuan suatu bunyi itu bunyi apa didasarkan pada persepsi si pendengar yang seolah-olah
membayangkan bagaimana bunyi itu dibuat, seandainya dia sendiri yang mengujarkannya.

Persepsi ujaran menurut Gleason (1998:108) adalah proses di mana sebuah ujaran ditafsirkan. Persepsi
ujaran melibatkan tiga proses yang meliputi,pendengaran, penafsiran dan pemahaman terhadap semua
suara yang dihasilkan olehpenutur. Kombinasi fitur-fitur tersebut (secara runtut) adalah fungsi utama
persepsi ujaran. Persepsi ujaran menggabungkan tidak hanya fonologi dan fonetik dari tuturanyang akan
dirasakan, tetapi juga aspek sintakmatik dan semantik dari pesan lisantersebut.

Kesimpulannya:

dalam kenyataannya bunyi itu tidak diujarkan secara terlepas dari bunyi yang lain. Bunyi selalu diujarkan
secara berurutan dengan bunyi yang lain sehingga bunyi-bunyi itu membentuk semacam deretan bunyi.
Lafal bunyi yang diujarkan secara berurutan dengan bunyi yang lain tidak sama dengan lafal bunyi itu bila
dilafalkan secara sendiri-sendiri. Bunyi /p/ yang diujarkan sebelum bunyi /i/ (seperti kata pikir) akan
berbeda dengan bunyi /p/ yang diujarkan sebelum bunyi /u/ (seperti pada kata pukat). Pada rentetan
yang pertama, bunyi /p/ ini akan terpengaruh oleh bunyi /i/ sehngga ucapan untuk /p/sedikit banyak
sudah diwarnai oleh bunyi /i/, yakni, kedua bibir sudah mulaimelebar pada saat bunyi /p/ diucapkan.
Sebaliknya, bunyi /p/ pada /pu/ diucapkandengan kedua bibir bundarkan, bukan dilebarkan seperti
pada /pi/.Namun demikian, sebagai pendengar kita tetap saja dapat menentukanbahwa kedua bunyi /p/
yang secara fonetik berbeda merupakan satu bunyi yangsecara fonemik sama. Karena itulah maka betapa
pun berbedanya lafal suatu bunyi, pendengar akan tetap menganggapnya sama apabila perbedaan itu
merupakan akibat dari adanya bunyi lain yang mempengaruhinya. Dengan kata lain, alofon-alofon suatu
bunyi akan tetap dianggap sebagai satu fonem yang sama. Persepsi terhadap suatu bunyi dalam deretan
bunyi bisa pula dipengaruhi oleh kecepatan ujaran. Suatu bunyi yang diucapkan dengan bunyi-bunyi yang
lainsecara cepat akan sedikit banyak berubah lafalnya. Akan tetapi, sebagai pendengarkita tetap saja
dapat memilah-milihnya dan akhirnya menentukannya. Pengetahuankita sebagai penutur bahasa
membantu kita dalam proses persepsi. Faktor lain yang membantu kita dalam mempersepsi suatu ujaran
adalah pengetahuan kita tentang sintaksis maupun semantik bahasa kita. Suatu bunyi yang terucap
dengan tidak jelas dapat diterka dari wujud kalimat di mana bunyi itu terdapat. Bila dalam mengucapkan
kalimat Dia sedang sakit kita terbatuk persispada saat kita akan mengucapkan kata sakit, sehingga kata ini
kedengaran seperti pendengar kita akan dapat menerka bahwa kata yang terbatukkan ituadalah sakit dari
konteks di mana kata itu dipakai atau dari perkiraan makna yang dimaksud oleh pembicara. Berdasarkan
gambaran ini dapatlah dikatakan bahwa pengaruh konteks (dalam hal ini psikolinguistik) dalam persepsi
ujaran sangatlah besar. Dari sintaksisnya kita tahu bahwa urutan pronomina, kala progsesif, dan adjektiva
adalah urutan yang benar. Dari semantiknya terdapat pula kecocokan antara ketigakata ini. Dari
konteksnya ketiga kata ini mmemberikan makna yang layak.

Persepsi terhadap ujaran bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan oleh manusia karena ujaran
merupakan suatu aktivitas verbal yang meluncur tanpa ada batas waktu yang jelas antara satu kata
dengan kata yang lain. Persepsi ujaran juga ternyata tidaklah sesederhana yang kita pikirkan, di dalamnya
terdapat proses atau tahapan bagaimana suatu persepsi terhadap suatu ujaran itu terjadi. Melalui
tahapan-tahapan tersebut kita sebagai pendengar dapat menafsirkan bunyi yang diujarkan oleh penutur
dan memahaminya secara tepat dan sesuai dengan maksud si penutur.Persepsi ujaran mempunyai
beberapa model, di mana pada masing-masing model terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
bagaimana sebuah persepsi ujaran itu terbentuk seperti keadaan lingkungan, keadaan psikologis si
penutur, dan juga kemampuan bahasa si pendengar atau yang memberikan persepsi. Masalah
utamadalam menentukan model persepsi ujaran adalah menentukan model persepsi yangtepat dari
sebuah proses persepsi ujaran. Hal tersbut dapat terjadi melalui dua cara,yaitu: top-down process atau
bottom-up process. Pada pemrosesan top-down,pendengar merasakan seluruh kata, kemudian
memecahnya menjadi komponen-komponen kecil untuk menentukan maknanya, sedangkan dalam
proses bottom-up,pendengar merasakan sebuah kata pertama, dan kemudian menyusun kumpulan
katasecara bersama-sama untuk membentuk dan menentukan makna.Persepsi terhadap suatu bunyi
dalam deretan bunyi bisa pula dipengaruhioleh kecepatan ujaran. Suatu bunyi yang diucapkan dengan
bunyi-bunyi yang lainsecara cepat akan sedikit banyak berubah lafalnya. Akan tetapi, sebagai
pendengarkita tetap saja dapat memilah-milihnya dan akhirnya menentukannya. Pengetahuankita
sebagai penutur bahasa membantu kita dalam proses persepsi.Faktor lain yang membantu kita dalam
mempersepsi suatu ujaran adalahpengetahuan kita tentang sintaksis maupun semantik bahasa kita. Suatu
bunyi yangterucap dengan tidak jelas dapat diterka dari wujud kalimat di mana bunyi ituterdapat.
1.b. upaya yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan kompetensi ujaran

Darjowidjojo (2005: 49) menjelaskan proses pengujaran adalah sebuah perwujudan dari proses artikulasi
dan kemudian terkonsep dalam otak manusia secara sempurna. Selanjutnya hal tersebut diwujudkan
dalam bentuk bunyi yang akan dimengerti oleh interlokutor tertentu. Persepsi ujaran adalah peristiwa
ketika telinga menangkap sebuah bunyi yang dapat berupa bunyi lepas, kata, atau kalimat (Su’udi,
2011:19).

Glasen (1998:108) berpendapat proses mempersepsi ujaran merupakan proses di mana sebuah ujaran
ditafsirkan. Persepsi ujaran melibatkan tiga proses yang meliputi, pendengaran, penafsiran dan
pemahaman terhadap semua suara yang dihasilkan oleh penutur.

Ada beberapa teori dan pendapat tentang upaya memaksimalkan proses mempersepsi ujaran. Salah
satunya Clark & Clark dalam bukunya Dardjowidjojo (2011:49-52) menjelaskan pada dasarnya ada tiga
tahap dalam pemrosesan persepsi bunyi, yaitu tahap auditori, fonetik, dan fonologis. Kompetensi
tersebut bisa dilakukan dengan cara latihan. Misalnya, pada tahap auditori, manusia mendapat ujaran
sepotong-sepotong, maka guru bisa mengasah anak untuk meningkatkan kompetensi ini agar tidak
menjadi sepotong-sepotong sehingga menjadi sempurna.

Di sisi lain, sebenarnya hal itu bisa dilakukan dengan mengembangkan dan mangasah sumber bunyi.
Seperti kita ketahui bahwa sumber bunyi adalah dari paru-paru. Alat pernafasan kita berkembang dan
berkempis untuk menyedot dan mengeluarkan udara. Udara ini kemudian lewat lorong yang dinamakan
faring (pharynx).

Dari faring itu ada dua jalan yang pertama melalui hidung dan yang kedua melalui rongga mulut. Semua
yang dibuat dengan udara melalui hidung disebut bunyi nasal. Sementara itu bunyi yang udaranya keluar
melalui mulut dinamakan bunyi oral. Pada mulut terdapat dua bagian-bagian atas dan bagian bawah
mulut. Dalam hal ini, anak bisa diasah kemampuannya agar proses mempersepsi ujarannya berkembang
baik.

2. Penjelasan dari encode semantic dalam otak pembicara dan encode semantic dalam otak pendengar
adalah sebagai berikut:

Enkode semantik, yaitu proses penyusunan ide, gagasan, atau konsep;


Proses rancangan bahasa produktif dimulai dengan encode semantik yakni proses
penyusunan konsep, ide, atau pengertian. Kemudian dilanjutkan dengan proses decode
gramatikal yakni pemahaman bunyi itu sebagai satuan gramatikal. Selanjutnya diteruskan
encode fonologi yakni penyusunan unsur bunyi dari kode itu.
Proses encode ini terjadi pada otak pembicara. Proses decode dimulai dengan decode
fonologi yakni penerimaan unsure-unsur bunyi melalui telinga pendengar. Kemudian
dilanjutkan dengan proses decode gramatikal yakni pemahaman bunyi itu sebagai satuaan
gramatikal. Lalu diakhiri dengan decode semantic yakni pemahaman atau konsep-konsep
atau ide-ide yang dibawa oleh kode-kode tersebut. Proses decode ini terjadi pada otak
pendengar. Dari proses encode dan decode ini terjadilah proses transmisi. Proses ini artinya
pemindahan atau pengiriman kode-kode yang terdiri atas ujaran manusia yang disebut
bahasa. Proses ini terjadi antara mulut pembicara sampai pada telinga pendengar. Proses
encode dan decode ini terangkum dalam proses komunikasi. Adapun keterangan di atas
dapat ditunjukkan dengan gambar di bawah ini.

3. A. Tahapan pemerolehan bahasa pada anak sampai usia 5 (lima) tahun?

Menurut Mackey (dalam Iskandarwassid, 2011: 85) tahap perkembangan bahasa anak adalah
sebagai berikut:

Umur 3 bulan
Anak mulai mengenal suara manusia ingatan yang sederhana mungkin sudah ada, tetapi belum tampak.
Segala sesuatu masih terkait dengan apa yang dilihatnya; koordinasi antara pengertian dan apa yang
diucapkannya belum jelas. Anak mulai tersenyum dan mulai membuat suara-suara yang belum teratur

Umur 6 bulan

Anak sudah mulai bisa membedakan antara nada yang halus dan nada yang kasar. Dia mulai membuat
vocal seperti “aEE.aE..aEEaEE”

Umur 9 bulan

Anak mulai bereaksi terhadap isyarat. Dia mulai mengucapkan bermacam-macam suara dan tidak jarang
kita bisa mendengar kombinasi suara yang menurut orang dewasa suara yang aneh.

Umur 12 bulan

Anak mulai membuat reaksi terhadap perintah. Dia gemar mengeluarkan suara-suara dan bisa diamati,
adanya beberapa kata tertentu yang diucapkannya untuk mendapatkan sesuatu.

Umur 18 bulan

Anak mulai mengikuti petunjuk. Kosakatanya sudah mencapai sekitar dua puluhan. Dalam tahap ini
komunikasi dengan menggunakan bahasa sudah mulai tampak. Kalimat dengan satu kata sudah
digantinya dengan kalimat dengan dua kata.

Umur 2-3 tahun

Anak sudah bisa memahami pertanyaan dan perintah sederhana. Kosa katanya (baik yang pasif maupun
yang aktif) sudah mencapai beberapa ratus. Anak sudah bisa mengutarakan isi hatinya dengan kalimat
sederhana.

Umur 4-5 tahun

Pemahaman anak makin mantap, walaupun masih sering bingung dalam hal-hal yang menyangkut waktu
(konsep waktu belum bisa dipahaminya dengan jelas). Kosakata aktif bisa mencapai dua ribuan,
sedangkan yang pasif sudah makin banyak jumlahnya. Anak mulai belajar berhitung dan kalimat-kalimat
yang agak rumit mulai digunakannya.

3.b. Memanfaatkan memori yang yang dimiliki anak-anak untuk meningkatkan kualitas hasil pembelajaran
mereka?

Ingatan (memori) diartikan sebagai kemampuan untuk mengingat-ingat sejarah termasuk di dalamnya
penanggalan), mengenali wajah dan hakikat dari suatu benda, memahami pengetahuan, dan memahami
bentuk-bentuk yang beraneka ragam. Memori yang sering latih akan membuat otak semakin aktif dan
mendukung pembelajaran di sekolah.
Menurut Muhammad as-Saqa ‘Ied (2008: 77), salah satu cara mengaktifkan otak adalah dengan
melatihnya, sama seperti ketika seseorang melakukan latihan fisik di klub-klub olahraga. Cara terbaik
untuk untuk melatih daya ingat adalah dengan membentuk sebuah ingatan yang kemudian diperkuat
dengan cara mengaitkannya dengan semua indra tubuh. Misalnya, untuk mengingat nama seseorang,
jangan hanya dihubungkan dengan sosok pemilik nama tersebut, tetapi juga dengan melafalkan nama
tersebut beberapa kali dengan suara keras, mengingat perasaan yang terjadi saat berjabat tangan, dan
meresapi nada suaranya.

5.

Anda mungkin juga menyukai