Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS METODE PSBH TENTANG


“PENINGKATAN DEFISIT PERAWATAN DIRI PADA ODGJ
PENDERITA HALUSINASI PENDENGARAN” DI RW II DUSUN MOJO,
DESA TAMPINGMOJO, KECAMATAN TEMBELANG, JOMBANG

Di Susun Oleh
Anggota Kelompok :

1. Mar atus Sholihah


2. Ratna Nur Hayati
3. Bella Dinita R
4. Dewi Zakiyah

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


STIKES BAHRUL ‘ULUM TAMBAKBERAS
JOMBANG
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmatnyalah maka kami dapat menyelesaikan sebuah karya tulis
ilmiah ini dengan tepat waktu.
Berikut penulis mempersembahkan sebuah laporan asuhan keperawatan
komunitas metode PSBH dengan judul “PENINGKATAN DEFISIT
PERAWATAN DIRI PADA ODGJ PENDERITA HALUSINASI
PENDENGARAN” yang menurut kami bermanfaat bagi warga Dusun Mojo,
dimana kesadaran warga dengan halusinasi pendengaran masih belum mampu dan
mengerti mengenai deficit perawatan diri .
Didalam laporan asuhan keperawatan komunitas metode PSBH ini,
membahas tentang kesadaran warga tentang deficit perawatan diri pada pasien
dengan halusinasi pendengaran .
Dengan ini kami mempersembahakan laporan pendahuluan ini dengan
penuh terima kasih dan Allah swt memberkahi laporan pendahuluan ini sehingga
dapat memberika manfaat.

Jombang, 8 Februari 2021

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Rahmawati (2019) Halusinasi merupakan salah satu dari

gangguan jiwa dimana seseorang tidak mampu membedakan antara

kehidupan nyata dengan kehidupan palsu. Dampak yang muncul dari

pasien dengan gangguan halusinasi mengalami panik, perilaku

dikendalikan oleh halusinasinya, dapat bunuh diri atau membunuh orang,

dan perilaku kekerasan lainnya yang dapat membahayakan dirinya

maupun orang disekitarnya .

Menurut data WHO (2016), dari keseluruhan penduduk dunia

sebanyak 25% orang mengalami gangguan jiwa dan angka ini cukup

terbilang tinggi dengan sebanyak 1% mengalami gangguan jiwa berat..

Indonesia merupakan negara dengan angka gangguan jiwa yang relative

tinggi dari jumlah total populasi orang dewasa. Jika ada 250.000.000

orang dewasa maka sebanyak 15.000.000 atau 6,0% orang Indonesia

mengalami gangguang jiwa (Damanik, 2019)

Kasus gangguan jiwa di Indonesia berdasarkan hasil riset data

riskesdas pada tahun 2018 meningkat . peningkatan ini terlihat dari

kenaikan prevalensi rumah tangga yang memilki ODGJ di Indonesia . per

1000 rumah tangga terdapat 7 rumah tangga dengan ODGJ , sehinngga

jumlahnya diperkirakan 450 rb ODGJ berat . Data dari Riskesdas (Riset

3
Kesehatan Dasar) 2019 menunjukan 1,7 jiwa atau 1-2 orang dari 1.000

warga di Indonesia. Jumlah ini cukup besar, artinya 50 juta atau sekitar 25

% dari jumlah penduduk indonesia mengalami gangguan kesehatan jiwa

dan provinsi Jawa Timur menunjukan angka 2,2 jiwa berdasarkan data

jumlah penduduk Jawa Timur yaitu 38.005.413 jiwa, maka dapat

disimpulkan 83.612 jiwa yang mengalami gangguan jiwa di Jawa Timur.

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran

2.2.1 Pengertian Halusinasi

Halusinasi merupakan salah satu dari gangguan jiwa dimana seseorang

tidak mampu membedakan antara kehidupan nyata dengan kehidupan

palsu. Dampak yang muncul dari pasien dengan gangguan halusinasi

mengalami panik, perilaku dikendalikan oleh halusinasinya, dapat bunuh

diri atau membunuh orang, dan perilaku kekerasan lainnya yang dapat

membahayakan dirinya maupun orang disekitarnya (Rahmawati, 2019).

Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam

membedakan rangsangan internal maupun rangsangan eksternal. Penderita

memberi pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan

yang nyata, misalnya penderita mengatakan mendengar suara padahal

tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati, 2010).

2.2.2 Etiologi Halusinasi

Menurut Halimah (2016) , factor penyebab halusinasi adalah :

1. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi halusinasi terdiri dari

1) Faktor Biologis : Adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami

gangguan jiwa (herediter), riwayat penyakit atau trauma kepala, dan

5
riwayat penggunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain

(NAPZA).

2) Faktor Psikologis Memiliki riwayat kegagalan yang berulang.

Menjadi korban, pelaku maupun saksi dari perilaku kekerasan serta

kurangnya kasih sayang dari orang-orang disekitar atau overprotektif.

3) Sosio budaya dan lingkungan Sebahagian besar pasien halusinasi

berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi rendah, selain itu pasien

memiliki riwayat penolakan dari lingkungan pada usia perkembangan

anak, pasien halusinasi seringkali memiliki tingkat pendidikan yang

rendah serta pernahmmengalami kegagalan dalam hubungan sosial

(perceraian, hidup sendiri), serta tidak bekerja.

2. Faktor Presipitasi Stressor presipitasi pasien gangguan persepsi sensori

halusinasi ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis

atau kelainan struktur otak, adanya riwayat kekerasan dalam keluarga,

atau adanya kegagalan-kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya

aturan atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang sering tidak

sesuai dengan pasien serta konflik antar masyarakat.

3. Mekanisme Koping

Tiap upaya yang diarahkanpada pelaksanaan stress, termasuk upaya

penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang

digunakan untuk melindungi diri. Terdapat 3 mekanisme yaitu :

a) Regresi : menjadi malas beraktifitas sehari – hari.

6
b) Proyeksi : menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan

berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang

lain.

c) Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan

stimulus internal (Stuart, 2007).

4. Sumber Koping

Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu

dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber

koping dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk

menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat

membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang

menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.

2.2.3 Jenis jenis Halusinasi

Jenis-jenis halusinasi menurut (Wiscarz, 2016) sebagai berikut:

1) Halusinasi pendengaran: Mendengarkan kegaduhan atau suara,

paling sering dalam bentuk suara. Suara yang berkisar dari

kegaduhan atau suara sederhana, suara berbicara tentang

penderita, menyelesaikan percakapan antara dua orang atau

lebih tentang orang yang berhalusinasi. Pikiran mendengar

dimana penderita mendengar suara- suara yang berbicara pada

penderita dan perintah yang memberitahu penderita untuk

melakukan sesuatu dan kadang-kadang berbahaya.

2) Halusinasi penglihatan: Stimulus visual dalam bentuk kilatan

atau cahaya, gambar geometris, tokoh kartun, adegan, bayangan


7
rumit dan kompleks. Bayangan dapat menyenangkan atau

menakutkan seperti melihat monster.

3) Halusinasi penciuman/penghidu : Mencium tidak enak, busuk,

tengik seperti darah, urin, atau feses dan terkadang bau

menyenangkan. Ini sering terjadi pada seseorang pasca serangan

stroke, kejang,atau dimensia.

4) Halusinasi perabaan: Penderita mengalami nyeri atau

ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Merasa sensasi

listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

5) Halusinasi pengecapan: Penderita sering meludah, muntah,

merasakan seperti mengecap darah,urine seperti feses, atau yang

lainnya.

6) Halusinasi kenestik: Penderita merasakan fungsi tubuh seperti

darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau

pembentukan urine.

7) Halusinasi kinestetik: Penderita merasakan pergerakan

sementara berdiri tanpa bergerak.

2.2.4 Tahap Halusinasi

Menurut Halimah (2016) ,Halusinasi yang dialami pasien memiliki

tahapan sebagai berikut

1) Tahap I : Halusinasi bersifat menenangkan, tingkat ansietas pasien

sedang. Pada tahap ini halusinasi secara umum menyenangkan.

- Karakteristik : Karakteristik tahap ini ditAndai dengan adanya

perasaan bersalah dalam diri pasien dan timbul perasaan takut.


8
Pada tahap ini pasien mencoba menenangkan pikiran untuk

mengurangi ansietas. Individu mengetahui bahwa pikiran dan

sensori yang dialaminya dapat dikendalikan dan bisa diatasi

(non psikotik).

- Perilaku yang Teramati: Menyeringai / tertawa yang tidak

sesuai , Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara ,

Respon verbal yang lambat , Diam dan dipenuhi oleh sesuatu

yang mengasyikan.

2) Tahap II : Halusinasi bersifat menyalahkan, pasien mengalami

ansietas tingkat berat dan halusinasi bersifat menjijikkan untuk

pasien.

- Karakteristik : pengalaman sensori yang dialmi pasien bersifat

menjijikkan dan menakutkan, pasien yang mengalami

halusinasi mulai merasa kehilangan kendali, pasien berusaha

untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan,

pasien merasa malu karena pengalaman sensorinya dan

menarik diri dari orang lain (non psikotik).

- Perilaku yang teramati : Peningkatan kerja susunan

sarapotonom yang menunjukkan timbulnya ansietas seperti

peningkatan nadi, TD dan pernafasan. Kemampuan kosentrasi

menyempit. Dipenuhi dengan pengalaman sensori, mungkin

kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi

dan realita.

9
3) Tahap III : Pada tahap ini halusinasi mulai mengendalikan perilaku

pasien, pasien berada pada tingkat ansietas berat. Pengalaman

sensori menjadi menguasai pasien.

- Karakteristik : Pasien yang berhalusinasi pada tahap ini

menyerah untuk melawan pengalaman halusinasi dan

membiarkan halusinasi menguasai dirinya. Isi halusinasi dapat

berupa permohonan, individu mungkin mengalami kesepian

jika pengalaman tersebut berakhir ( Psikotik )

- Perilaku yang teramati: Lebih cenderung mengikuti petunjuk

yang diberikan oleh halusinasinya dari pada menolak,

Kesulitan berhubungan dengan orang lain. Rentang perhatian

hanya beberapa menit atau detik, gejala fisik dari ansietas berat

seperti : berkeringat, tremor, ketidakmampuan mengikuti

petunjuk.

4) Tahap IV : Halusinasi pada saat ini, sudah sangat menaklukkan dan

tingkat ansietas berada pada tingkat panik. Secara umum halusinasi

menjadi lebih rumit dan saling terkait dengan delusi

- Karakteristik : Pengalaman sensori menakutkan jika individu

tidak mengikuti perintah halusinasinya. Halusinasi bisa

berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak

diintervensi (psikotik).

- Perilaku yang teramati : Perilaku menyerang - teror seperti

panik. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh

orang lain. Amuk, agitasi dan menarik diri. Tidak mampu

10
berespon terhadap petunjuk yang komplek . Tidak mampu

berespon terhadap lebih dari satu orang.

2.2.4 Tanda Gejala Halusinasi

Menurut Trimelia (2011), data subyektif dan obyektif klien

halusinasi pendengaran adalah sebagai berikut:

1) Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai

2) Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara

3) Gerakan mata cepat

4) Respon verbal lambat atau diam

5) Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan

6) Terlihat bicara sendiri

7) Menggerakkan bola mata dengan cepat

8) Bergerak seperti membuang atau mengambil sesuatu

9) Duduk terpaku, memandang sesuatu, tiba-tiba berlari ke ruangan

lain

10) Disorientasi (waktu, tempat, orang)

11) Perubahan kemampuan dan memecahkan masalah

12) Perubahan perilaku dan pola komunikasi

13) Gelisah, ketakutan, ansietas

14) Peka rangsang

15) Melaporkan adanya halusinasi

2.2.5 Rentang Neurobiologi Halusinasi

11
Halusinasi merupakan gangguan dari persepsi sensori, waham

merupakan gangguan pada isi pikiran. Keduanya merupakan gangguan

dari respons neurobiologi. Oleh karenanya secara keseluruhan, rentang

respons halusinasi mengikuti kaidah rentang respons neurobiologi.

Rentang respons neurobiologi yang paling adaptif adalah adanya

pikiran logis dan terciptanya hubungan sosial yang harmonis. Rentang

respons yang paling maladaptif adalah adanya waham, halusinasi,

isolasi sosial, dan menarik diri.

Berikut adalah gambaran rentang respons neurobiology :

Adaptif Maladaptif

 Pikiran sesekali
 Pikiran logis  Gangguan
terdistorsi
 Persepsi akurat pemikiran/
 Ilusi reaksi
waham
 Emosi konsisten  Berlebihan
dengan  Halusinasi
emosional
pengalaman  Kesulitan
bereaksi atau
 Perilaku cocok penngolahan
tidak
emosii
 Hubungan sosial  Perilaku aneh
harmonis  Perilaku kacau
atau penarikan
tidak biasa  Isolasi sosial

12
Proses terjadinya halusinasi

1) Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-

norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu

tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan

dapat memecahkan masalah tersebut. Respon adaptif meliputi:

a) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarahkan pada

kenyataan

b) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan

c) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul

dari pengalaman ahli

d) Perilaku cocok adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam

batas kewajaran

e) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain

dan lingkungan.

2) Respon psikososial meliputi:

a) Proses pikiran sesekali terdistorsi adalah proses yang

menimbulkan gangguan dalam ekonomi.

b) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang

penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena

rangsangan panca indra.

c) Emosi berlebihan atau berkurang.

d) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang

melebihi batas kewajaran.

13
e) Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindari intraksi

dengan orang lain.

3) Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan

masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan

lingkungan, adapun respon maladaptif ini meliputi:

a) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh

dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan

bertentangan dengan kenyataan social

b) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi

eksternal yang tidak realita atau tidak ada

c) Kesulitan pengolahan emosi adalah sesuatu yang timbul dari

hati

d) Perilaku kacau merupakan pola pembicaraannya tidak jelas dalam

susunan bahasa dan logika

e) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh

individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan

sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.

2.2.6 Manifetasi Klinis Halusinasi

Menurut Halimah (2016) Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil

observasi terhadap pasien serta ungkapan pasien. Adapun tanda dan gejala

pasien halusinasi adalah sebagai berikut:

a) Data Subyektif: Pasien mengatakan :

1. Mendengar suara-suara atau kegaduhan.

2. Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.

14
3. Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.

4. Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat

hantu atau monster

5. Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang

bau itu menyenangkan.

6. Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses

7. Merasa takut atau senang dengan halusinasinya

b) Data Obyektif

1) Bicara atau tertawa sendiri

2) Marah-marah tanpa sebab

3) Mengarahkan telinga ke arah tertentu

4) Menutup telinga

5) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu

6) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.

7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.

8) Menutup hidung.

9) Sering meludah

10) Muntah

2.2.7 Pemeriksaan penunjang

Pada Halusinasi dilakukan pemeriksaan diagnostic meliputi :

1. Pemeriksaan darah dan urine untuk melihat kemungkinan

infeksi dan serta penyalahgunaan alcohol dan NAPZA

2. EEG untuk mengetahui apakah halusinasi disebabkan

oleh epilepsy

15
3. Pemindaian CT scan atau MRI untuk mendeteksi stroke

atau kemungkinan adanya cedera atau tumor di otak

2.2.8 Penatalaksanaan Keperawatan

Penatalaksanaan terapi keperawatan pada klien skizofrenia dengan

halusinasi bertujuan membantu klien mengontrol halusinasinya

sehingga diperlukan beberapa tindakan keperawatan yang dapat

dilakukan perawat dalam upaya meningkatkan kemampuan untuk

mengontrol halusinasinya yaitu dengan tindakan keperawatan generalis

dan spesialis (Kanine, 2012).

a) Tindakan Keperawatan Generalis : Individu dan Terapi

Aktifitas Kelompok Tindakan keperawatan generalis individu

berdasarkan standar asuhan keperawatan jiwa pada klien

skizofrenia dengan halusinasi oleh Carolin (2008), maka

tindakan keperawatan generalis dapat dilakukan pada klien

bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif atau

pengetahuan dan psikomotor yang harus dimiliki oleh klien

skizofrenia dengan halusinasi yang dikemukakan oleh Millis

(2000, dalam Varcolis, Carson dan Shoemaker, 2006), meliputi

1) Cara mengontrol halusinasi dengan menghardik dan

mengatakan stop atau pergi hingga halusinasi dirasakan pergi,

2) Cara menyampaikan pada orang lain tentang kondisi yang

dialaminya untuk meningkatkan interaksi sosialnya dengan

16
cara bercakapcakap dengan orang lain sebelum halusinasi

muncul,

3) Melakukan aktititas untuk membantu mengontrol halusinasi

dan melawan kekhawatiran akibat halusinasi seperti

mendengarkan musik, membaca, menonton TV, rekreasi,

bernyanyi, teknik relaksasi atau nafas dalam. Kegiatan ini

dilakukan untuk meningkatkan stimulus klien mengontrol

halusinasi.

4) Patuh minum obat. Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) yang

dilakukan pada klien skizofrenia dengan halusinasi adalah

Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) Stimulasi Persepsi yang

terdiri dari 5 sesi yaitu :

1. Sesi pertama mengenal halusinasi,

2. Sesi kedua mengontrol halusinasi dengan memghardik,

3. Sesi ketiga dengan melakukan aktifitas,

4. Sesi keempat mencegah halusinasi dengan bercakap dan

5. Sesi kelima dengan patuh minum obat

b) Tindakan Keperawatan Spesialis : Individu dan Keluarga

Terapi spesialis akan diberikan pada klien skizofrenia dengan

halusinasi setelah klien menuntaskan terapi generalis baik

individu dan kelompok. Adapun terapi spesialis meliputi terapi

spesialis individu, keluarga dan kelompok yang diberikan juga

melalui paket terapi Cognitive Behavior Therapy (CBT).

Tindakan keperawatan spesialis individu adalah Cognitive

17
Behavior Therapy (CBT). Terapi Cognitive Behavior Therapy

(CBT) pada awalnya dikembangkan untuk mengatasi gangguan

afektif tetapi saat ini telah dikembangkan untuk klien yang

resisten terhadap pengobatan. Adapun mekanisme pelaksanaan

implementasi keperawatan sebagai berikut: langkah awal

sebelum dilakukan terapi generalis dan spesialis adalah

mengelompokan klien skizofrenia dengan halusinasi mulai dari

minggu I sampai dengan minggu IX selama praktik resdensi.

Setelah pasien dikelompokan, selanjutnya semua klien akan

diberikan terapi generalis mulai dari terapi generalis individu

untuk menilai kemampuan klien skizofrenia dengan halusinasi.

Langkah berikutnya adalah mengikutkan klien pada terapi

generalis kelompok yaitu Terapi Aktifitas Kelompok (TAK)

Stimulasi Persepsi Sensori Halusinasi. Demikian juga keluarga

akan dilibatkan dalam terapi keluarga. Hal ini bertujuan agar

keluarga tahu cara merawat klien skizofrenia dengan halusinasi

di rumah. Terapi keluarga dilakukan pada setiap anggota

keluarga yang datang mengunjungi klien. Terapi spesialis

keluarga yaitu psikoedukasi keluarga yang diberikan pada

keluarga klien skizofrenia dengan halusinasi adalah Family

Psycho Education (FPE) yang terdiri dari lima sesi yaitu sesi I

adalah identifikasi masalah keluarga dalam merawat klien

skizofrenia dengan halusinasi, sesi II adalah latihan cara

merawat klien halusinasi di rumah, sesi III latihan manajemen

18
stres oleh keluarga, sesi IV untuk latihan manajemen beban dan

sesi V terkait pemberdayaan komunitas membantu keluarga.

c) Komunikasi Terapeutik Pada Klien Gangguan Jiwa

(Halusinasi)

Komunikasi terapeutik merupakan media utama yang digunakan untuk

mengaplikasikan proses keperawatan dalam lingkungan kesehatan jiwa.

Keterampilan perawat dalam komunikasi terapeutik mempengaruhi

keefektifan banyak intervensi dalam keperawatan jiwa. Komunikasi

terapeutik itu sendiri merupakan komunikasi yang direncanakan dan

dilakukan untuk membantu penyembuhan/pemulihan pasien. Tujuan

komunikasi terapeutik membantu klien untuk menjelaskan dan

mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan

untuk mengubah situasi yang ada bila klien percaya pada hal yang

diperlukan, mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil

tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya serta

mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri (Putri, N,

& Fitrianti, 2018).

Berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah

teknik khusus, ada beberapa hal yang membedakan berkomunikasi

antara orang gangguan jiwa dengan gangguan akibat penyakit fisik.

Perbedaannya adalah :

1. Penderita gangguan jiwa cenderung mengalami gangguan konsep

diri, penderita gangguan penyakit fisik masih memiliki konsep diri

19
yang wajar (kecuali pasien dengan perubahan fisik, ex : pasien

dengan penyakit kulit, pasien amputasi, pasien pentakit terminal dll).

2. Penderita gangguan jiwa cenderung asyik dengan dirinya sendiri

sedangkan penderita penyakit fisik membutuhkan support dari orang

lain.

3. Penderita gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik, penderita

penyakit fisik bisa saja jiwanya sehat tetapi bisa juga ikut terganggu.

Komunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah

dasar pengetahuan tentang ilmu komunikasi yang benar, ide yang

mereka lontarkan terkadang melompat, fokus terhadap topik bisa

saja rendah, kemampuan menciptakan dan mengolah kata – kata bisa

saja kacau balau. Ada beberapa trik ketika harus berkomunikasi

dengan penderita gangguan jiwa :

a) Pada pasien halusinasi maka perbanyak aktivitas

komunikasi, baik meminta klien berkomunikasi dengan

klien lain maupun dengan perawat, pasien halusinasi

terkadang menikmati dunianya dan harus sering harus

dialihkan dengan aktivitas fisik.

b) Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan

reinforcement.

c) Pada pasien menarik diri sering libatkan dalam aktivitas

atau kegiatan yang bersama – sama, ajari dan contohkan

cara berkenalan dan berbincang dengan klien lain, beri

20
penjelasan manfaat berhubungan dengan orang lain dan

akibatnya jika dia tidak mau berhubungan dll.

d) Pasien perilaku kekerasan, khusus pada pasien perilaku

kekerasan maka harus direduksi atau ditenangkan

dengan obat – obatan sebelum kita support dengan

terapi – terapi lain, jika pasien masih mudah mengamuk

maka perawat dan pasien lain bisa menjadi korban.

21
BAB 3

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN TENTANG ODGJ HALUSINASI


PENDENGARAN DI DUSUN MOJO, DESA TAMPINGMOJO,
KECAMATAN TEMBELANG, KABUPATEN JOMBANG

3.1 Demografi Wilayah


3.1.1 Data Umum
Kabupaten Jombang mempunyai letak yang sangat strategis, karena
berada pada bagian tengah Jawa Timur dan dilintasi Jalan Arteri Primer
Surabaya-Madiun dan Jalan Kolektor Primer Malang-Babat.Desa Mojo
terdiri dari 13 RT dengan jumlah penduduk sebesar 1890 jiwa, merupakan
salah satu dari 17 dusun di Desa Tampingmojo. Batas Wilayah Dusun Mojo
Desa Tembelang, Kecamatan Tembelang sebagai berikut :
Desa Tampingmojo, Kecamatan Tembelang Kabupaten Jombang sebagai:
a. Sebelah Utara : berbatasan dengan Desa Kedunglosari
b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Desa Kalikejabon
c. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Desa Tambakrejo
d. Sebelah Barat : berbatasan dengan Desa Mojokrapak dan
Pesantren
Desa Tampingmojo terdiri dari 5 dusun yaitu :
1. Dusun Mojo
2. Dusun Tampingan
3. Dusun Bakalan
4. Dusun Madeleg
5. Dusun Randubeso
Batas-batas dusun Mojo sebagai berikut :
 Demografi RW 01
a. Sebelah Utara : Berbatasan dengan sawah

22
b. Sebelah Timur : Berbatasan dengan sungai
c. Sebelah Selatan : Berbatasan RW02/RT01
d. Sebelah Barat : Berbatasan makam dan sawah

 DemografiRW 02
a. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Rw 01
b. Sebelah Timur : Berbatasan dengan sungai
c. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan sawah desa kalikejambon
d. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Rw 03
 DemografiRW 03
a. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Rw 01
b. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Rw 02
c. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan sawah
d. Sebelah Barat : Berbatasan dengan dusun randubeso
1 Jumlah penduduk
A Menurut Usia
Data penduduk menurut golongan umur di Dusun Mojo dapat dilihat
pada diagram dibawah ini :
USIA
Dusun
< 1 Tahun 1-4 Tahun 5-14 15-39 40-64
Tahun Tahun Tahun
Mojo 86 jiwa 140 jiwa 353 jiwa 808 jiwa 425 jiwa

Sumber : data sensus penduduk desa tempingmojo

23
USIA
2% <1 tahun
5% 8%
1-4 tahun
23% 5-14 tahun
19%
15-39 tahun
40-64 tahun
65 tahun
44%

B Menurut mata pencaharian


Data menurut mata pencaharian penduduk dapat dilihat pada diagram
berikut ini:

Dusun Mata pencaharian


Petani Buruh Buruh PNS Pegawai Wiraswata TNI Polri Nakes Lainya Penyandang
tani pabri swasta khusus
k
Mojo 112 180 74 234 148 328 26 36 3 55 10
Sumber : data sensus penduduk desa tempingmojo

PEKERJAAN Petani
0%5%
1% 9% Buruh tani
2% Buruh pabrik
3%
PNS
15% Pegawai swasta
Wiraswasta
27% TNI
6%
Polri
Nakes
19% Lain lain
12% Penyandang khusus

C Menurut pendidikan

24
Rata rata penduduk menurut pendidikan di Dusun Mojo dapat dilihat
pada diagram dibawah :
Dusun Pendidikan
Sd Smp Sma Kuliah
Mojo 662 95 945 189
Sumber : data sensus penduduk desa tempingmojo

10%
PENDIDIKAN
SD
35% SMP
SMA
KULIAH
50%
5%

3.1.2 Data Khusus

Warga dusun Mojo memiliki warga 1890 jiwa dengan jumlah KK 670
dan jumlah rumah sebanyak 500. Warga dengan Gangguan Jiwa
Halusinasi pendengaran sebanyak 1 orang .

3.2 Definisi Masalah


3.2.1 Halusinasi Pendengaran
Halusinasi merupakan salah satu dari gangguan jiwa dimana

seseorang tidak mampu membedakan antara kehidupan nyata dengan

kehidupan palsu. Dampak yang muncul dari pasien dengan gangguan

halusinasi mengalami panik, perilaku dikendalikan oleh halusinasinya,

dapat bunuh diri atau membunuh orang, dan perilaku kekerasan lainnya

yang dapat membahayakan dirinya maupun orang disekitarnya .

25
3.3 Definisi Solusi

3.3.1 Defisit Perawatan Diri Halusinasi pendengaran

Apakah dengan melakukan health education tentang deficit perawatan

diri pada pasien dengan halusinasi pendengaran di desa mojo dapat

meningkatkan kualitas perawatan diri pada pasien tersebut?

3.4 Pengkajian

A.  Pengkajian Keperawatan

1.Data Inti (Core)

a. Riwayat

1) Usia penderita:

2) Jenis ganguan jiwa yang pernah diderita: Defisit Perawatan Diri

3) Riwayat trauma       : -

4) Konflik                    :

b. Demografi

1) Vital statistik:

Kabupaten Jombang mempunyai letak yang sangat strategis, karena

berada pada bagian tengah Jawa Timur dan dilintasi Jalan Arteri Primer

Surabaya-Madiun dan Jalan Kolektor Primer Malang-Babat.Desa Mojo

terdiri dari 13 RT dengan jumlah penduduk sebesar 1890 jiwa,

merupakan salah satu dari 17 dusun di Desa Tam pingmojo.          

2) Agama         : Islam

3) Budaya        : Jawa

26
2. Data Delapan subsistem

a. Lingkungan fisik

Kualitas udara di Kelurahan Patimuan cukup bersih tidak ada

polusi udara, karena Kelurahan tersebut masih banyak terdapat pohon-

pohon rindang.  Di Kelurahan Patimuan untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari memakai air sumur jadi selama pohon-pohon itu masih mampu

menampung air, ketersediaan air bersih akan terpenuhi.

Tingkat kebisingan di Kelurahan Patimuan masih diambang batas

normal, karena di Kelurahan tersebut tidak terdapat pabrik ataupun

industri. Selain itu kendaraan bermotor yang bisa menjadi sumber

kebisingan juga jarang berlalu-lalang di Kelurahan tersebut, karena warga

di Kelurahan Patimuan lebih banyak menggunakan sepeda untuk

beraktifitas sehari-hari.

Jarak antar rumah di Kelurahan Patimuan sangan dekat, hampir tak

ada pagar pembatas untuk tiap-tiap rumah. Kepadatan penduduk di

Kelurahan Patimuan sangat padat. Faktor pengganggu seperti hewan buas

ataupun hewan pemangsa tidak ada.

Sebagian besar pendidikan warga masyarakat Kelurahan Patimuan

lulusan SD, urutan yang kedua lulusan SMP dan sisanya lulusan SMA.

Untuk yang sekolah sampai sarjana masih bisa di hitung dengan jari.

Sarana pendidikan belum begitu terpenuhi, apalagi terkait sarana

pendidikan jiwa, belum ada. Terkait sarana pendidikan formal terdapat 5

27
SD di Kelurahan Patimuan, untuk sekolah SMP ada satu dan SMA juga

ada satu.

b. Keamanan & transportasi

Petugas keamanan di Kelurahan Patimuan sistemnya digilir. Jadi

setiap malam ronda yang terpusat di pos kamling kemudian keliling

Kelurahan, untuk pembagian jadwalnya diatur oleh penanggung jawab

keamanan di Kelurahan tersebut. Setiap malam ada 2 orang yang bertugas.

Sarana tranportasi yang biasa digunakan adalah sepeda “onthel”

dan sebagian kecil menggunakan motor sebagai alat transportasinya. Tidak

jarang orang bepergian ke kota harus jalan kaki dahulu keluar Kelurahan,

setelah itu naik angkot atau kendaraan umum lainnya. Untuk keamanan

transportasi sendiri masih terjaga, selain karena ada jadwal pos kamling

setiap malam, warga Kelurahan Patimuan orangnya lebih bangga dengan

barang-barangnya sendiri. Jadi untuk situasi keamanan lingkungan masih

terjaga. Tidak ada pencurian, perampokan, perkosaan apalagi perkelahian

antar warga. Kelurahan Patimuan walaupun sebagian besar tingkat

penghasilan warganya tergolong menengah kebawah, namun mereka

bangga dengan hasil yang halal, untuk pencurian atau perampokan jarang

terjadi.

Keamanan di jalan bisa dipastikan kurang terpenuhi, selain karena

jalannya apabila hujan licin, dan apabila musim kemarau berdebu. Jadi

untuk keamanan di jalan kurang terjaga, masih ada yang terjatuh gara-gara

28
selip ataupun senggolan karena sempitnya gang masuk di Kelurahan

tersebut. 

c.    Petugas di jalan raya

Petugas dijalan raya di dekat Kelurahan Patimuan sudah bekerja

seoptimal mungkin. Kecelakaan juga jarang terjadi, karena polisi yang

bertugas di lalu lintas mewajibkan setiap pengendara sepeda motor

memakai helm, dan untuk pengendara mobil wajib memakai sabuk

pengaman. Jadi walaupun di jalan raya ramai dengan kendaraan,

kecelakaan bisa di minimalisir.

Antara Kelurahan Patimuan dengan Kelurahan sebelah

dihubungkan dengan jembatan penyeberangan. Jembatan tersebut terbuat

dari bahan bangunan. Jadi untuk keamanan sudah terpenuhi. Tidak ikut

hanyut terbawa sungai, kalaupun itu hujan deras.

d.  Politik & pemerintahan

Pemerintah daerah (Pemda) setempat kurang tanggap dengan

kejadian gangguan jiwa di masyarakat. Pemda masih fokus dengan

masalah-masalah yang sifatnya medis, misalnya demam berdarah, diare,

kusta, terkait program imunisasi lengkap. Gangguan jiwa masyarakat

belum mendapatkan perhatian khusus. Skrining warga dengan gangguan

jiwa juga belum pernah dilakukan. Aturan pemda tentang jiwa di

masyarakat sudah ada, tetapi dalam prakteknya keluarga pasien yang

29
berinisiatif membawanya berobat ke pelayanan pengobatan terkait.

Perlindungan warga dari pasien jiwa juga kurang optimal. Stigma negatif

untuk orang dengan gangguan jiwa masih melekat dalam kehidupan warga

Kelurahan Patimuan.

Situasi politik di Kelurahan Patimuan juga kurang terlihat.

Pemerintah setempat lebih tertarik membiayai pemenuhan sarana dan

prasarana di Kelurahan Patimuan, bukan tertarik di kesehatannya, lebih-

lebih tertarik dengan kesehatan jiwa masyarakat. Jadi pengaruhnya dengan

jiwa masyarakat tidak terdeteksi lebih dini. Banyak orang stress dengan

semakin meningkatnya kebutuhan, tetapi tingkat penghasilan minimal.

Yang seperti itu kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah setempat.

e. Pelayanan umum dan kesehatan

Akses pelayanan kesehatan jiwa terhadap masyarakat kurang

terjangkau. Ada puskesmas pembantu di Kelurahan Patimuan itupun

melayani penyakit yang umum dimasyarakat seperti flu, batuk, dan panas.

Puskesmas di Kecamatan harus menempuh jarak 10 km untuk mengakses

pelayanan kesehatan tersebut. Kalau mau ke rumah sakit harus menempuh

jarak +/- 20 km.

Jenis pelayanan kesehatan jiwa yang diberikan adalah belum begitu

berpengaruh dengan masih tingginya tingkat stress warga di Kelurahan

Patimuan. Pelayanan yang biasanya dilakukan adalah memberikan

penyuluhan sederhana terkait steres dan dampaknya jangka panjang.

Dampak pelayanan kesehatan bagi kesehatan jiwa masyarakat bisa

30
diminimalisir untuk kejadian gannguan jiwa, apalagi yang sampai

mengamuk ataupun merusak prasarana Kelurahan. Jadi deteksi dini jiwa

msyarakat perlu dioptimalkan lagi oleh petugas pelayanan kesehatan

terutama kita sebagai perawat. Tidak menungga ada kasus, tetapi kita

harus peka dengan kejadian walaupun itu baru stress masyarakat.

Jenis pelayanan umum untuk masyarakat adalah kesehatan ibu dan

anak, KB, imunisasi, pelayanan kesehatan untuk masyarakat yang sakit

umum, seperti flu, batuk, panas. Untuk penyakit yang serius akan di rujuk

di rumah sakit terdekat.

f.  Komunikasi

Komunikasi yang digunakan di wilayah kelurahan Patimuan adalah

musyawarah yang dilakukan antar warga dan pejabat kelurahan, serta

setiap informasi yang ada sering dilakukan melalui masjid yang ada.

Media komunikasi yang ada di masyarakat Patimuan cukup di mengerti

oleh warga, namun terhadap kesehatan jiwa belum begitu berdampak

karena masih sedikit media yang menjelaskan mengenai kesehatan jiwa.

g.  Ekonomi

Kondisi ekonomi yang sedang sulit di sebagian keluarga di

kelurahan Patimuan, maka kesejahteraan masyarakatnya masih rendah.

Karena kesejahteraaan ekonomi yang rendah, maka ada sebagian keluarga

yang mengalami sedikit gangguan jiwa seperti seringnya marah-marah

31
pada anak sehingga anak mengalami gangguan konsep diri. Peluang

penghasilan tambahan masyarakat di kelurahan Patimuan ke banyakan

warganya adalah petani, namun karena musim yang sedang mendukung

ada juga sebagian warga menggunakan kendaraan sepeda motornya untuk

mengojeg, dan ada ibu-ibu yang berdagang di depan rumahnya.

Kepadatan kerja masyarakat dan dampak terhadap kesehatan jiwa

masyarakat. Karena kebanyakan warga hanya petani, pada saat musim

tidak mendukung untuk bertani maka sebagian warga beralih ke pekerjaan

yang sama seperti mengojeg, sehingga menyebabkan saingan dan juga

pendapatan yang kurang maka para orang tua sering marah pada anaknya

sebagai pelampiasan kekesalannya terhaap kondisi ekonomi.

h.  Rekreasi

Sarana rekreasi yang sering digunakan oleh warga yang ada di

kelurahan Patimuan adalah bermain bersama di lapangan bola setiap sore,

dan sering berkumpul mengobrol di lingkungan rumah. Warga yang ada di

kelurahan Patimuan biasanya melakukan rekreasi di lapangan pada sore

hari dan banyak yang berkumpul di lingkungan rumah pada saat malam

sehabis magrib.

Dampak rekreasi terhdap kesehatan jiwa masyarakat rekreasi yang

ada cukup memberikan dampak positif pada warga, karena semakin

terjalinnya kebersamaan dan rasa peduli antar warga dan sering berdiskusi

untuk mengatasi masalah ekonomi yang sulit sehinga kondisi emosional

32
sebagian warga yang sering marah dapat di kurangi dengan saling

berdiskusi pada saat berkumpul di lingkungan rumah.

B.  Diagnosa Keperawatan

Harga diri rendah situasional pada remaja di kelurahan Patimuan

berhubungan dengan Gangguan gambaran diri yang dimanifestasikan 

dengan Akibat dimarahi dan diperlakukan kasar sama orang tua.

C.  Perencanan

1.    Tujuan Jangka Panjang

Koping komunitas di kelurahan Patimuan menjadi efektif dalam

menjalani masalah.

2.    Tujuan Jangka Pendek

a.    Orangtua di Kelurahan Patimuan dapat mengatasi Stres.

b.    Tidak terjadi Kekerasan pada remaja di kelurahan Patimuan.

c.    Remaja di Kelurahan Patimuan tidak lagi takut dengan

orangtuanya.

d.   Percaya Diri paa remaja di kelurahan Patimuan meningkat.

e.    Kedekatan orang tua dan remaja menjadi lebih baik.

D.  Tindakan

33
Rencana
Dx Tujuan Umum Tujuan Khusus Strategi Sumber Tempat Waktu
Kegiatan
Dx. Setelah dilakukan Setelah dilakukan Proses 1.   Pembentuka 1.   Ka Aula Kelurahan Setiap hari
I tindakan tindakan kelompok n kelompok der Patimuan minggu,
keperawatan keperawatan selama kerja kes dilakukan 2
selama 3 1 minggu : kesehatan eh kali/ mingg
minggu diharapkan Warga Kelurahan jiwa di desa ata
orangtua di Patimuan dapat 2.   Pembentuka n
Kelurahan membentuk n kelompok 2.   To
Patimuan bisa kelompok kerja pendukung ko
melakukan kesehatan jiwa di seperti h
tindakan koping desa dan kelompok kelompok ma
yang efektif. pendukung . pengajian, sya
kelompok rak
diskusi at
kesehatan 3.   M
jiwa. ah
asi
sw
a
4.   M
ate
ri
ten
tan
g
kes
eh
ata
n
jiw
a

Setelah dilakukan Pedidikan 1.       Latihan 1.     ka Aula Kelurahan Setiap hari


tindakan kesehatan kepemimpin der Patimuan minggu,
keperawatan  Jiwa melalui an kes dilakukan 2
selama 2 minggu Formasi (mengadakan training eh kali/ 1
warga kelurahan kepemimpinan motivasi) ata minggu
patimuan dapat 2.       Edukasi n
melakukan (penyuluhan 2.     to
demonstrasi tentang tentang ko
bagaimana cara bagaimana h
menyelesaikan suatu cara ma
masalah yang baik. memecahkan sya
masalah) rak
at
3.     To
ko
h
Ag
am
a

34
4.     m
ah
asi
sw
a
5.     m
ate
ri
ten
tan
g
kes
eh
ata
n
jiw
a

Setelah dilakukan Pemberdayaan 1.     Pembinaan 1.     ka Aula Kelurahan Setiap hari


tindakan dan kemitraan keluarga der Patimuan minggu,
keperawatan selama sehat dan kes dilakukan 2
3 minggu warga anggota eh kali/ 1
kelurahan patimuan keluarga ata minggu
dapat melakukan resiko n
studi kasus tentang gangguan 2.     to
masalah yang sering jiwa ko
dihadapi membahas h
kasus terkait ma
manajemen sya
stress dan di rak
diskusikan. at
2.    Pembinaan 3.     m
kelompok ah
dan asi
masyarakat sw
melalui a
kunjungan P 4.     m
erawat ate
Puskesmas/ ri
ten
Komunitas
tan
3.     Kerjasama
g
LP dengan
kes
Dinas
eh
Kesehatan
ata
Kabupaten
n
berupa
jiw
pengadaan
a
kegiatan
rutin Life
Skill
Education
dan LS
berupa

35
pelatihan
kewirausaan
dari Dinas
Perikanan.
Setelah dilakukan Intervensi 1.   Terapi 1.   Pe Aula Setiap 2 har
tindakan profesional modalitas ra KelurahanPatimuan sekali/ming
keperawatan selama keperawatan wa
4 minggu warga berupa t
kelurahan patimuan pemberian 2.   To
dapat melakukan teknik ko
studi kasus tentang relaksasi h
masalah yang sering nafas dalam. ma
dihadapi 2.   Terapi sya
komplement rak
er berupa at
manajemen 3.   To
stress ko
3.   Pemberian h
bimbingan ag
keagamaan am
(spiritual) a
4.   M
ah
asi
sw
a

36
37
BAB 4
PENUTUP
1.1. Kesimpulan

38
39

Anda mungkin juga menyukai