Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

EMBRIOGENESIS

Disusun Oleh

Raula Yuliana Subha 2010801006


Setya Arum Maulidina 2010801027
Alda Khabibah Ulfiana 2010801043
Safitri 2010801061
M Ramdhani Alfarizki 2010801079

PROGRAM STUDI AKUAKULTUR


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIDAR
MAGELANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmatnya
kita diberikan kesehatan secara jasmani maupun rohani, sehingga kami mampu
menyelesaikan tugas laporan makalah yang berjudul “EMBRIOGENESIS” ini dengan tepat
waktu.

Penulis juga berterimakasih kepada teman-teman seperjuangan yang telah


memberikan dukungannya kepada kami. Kami sadar dalam penulisan laporan makalah yang
telah di buat ini tidaklah sempurna oleh karena itu jika ada kritik maupun saran penulis akan
terima dengan lapang dada karena manusia tidaklah sempurna.

Apabila didalam penulisan laporan makalah ini terdapat perkataan yang


menyinggung maupun perkataan yang tidak baik mohon dimaafkan, karena manusia tidak
luput dari dosa. Semoga laporan makalah ini dapat menambah wawasan para pembaca dan
mampu menjadikan para pembaca lebih memahami tentang materi yang dibahas pada
laporan makalah ini.

Magelang, 1 November 2022


Penulis

DAFTAR ISI
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Embriogenesis adalah proses pembentukan dan perkembangan embrio. Proses ini
merupakan tahapan perkembangan sel setelah mengalami pembuahan atau fertilisasi.
Embriogenesis meliputi pembelahan sel dan pengaturan di tingkat sel. Sel pada
embriogenesis disebut sebagai sel embriogenik. Embriologi mempelajari perkembangan
tingkat awal individu sejak zigot (sel telur yang telah dibuahi spermatozoon)
[Ardhardiansyah, Subhan, & Yustiati (2017)].
Pengetahuan tentang perkembangan embrio dan larva pada spesies ikan yang berbeda
bertujuan untuk lebih memahami fungsi biologi spesies ikan yang berbeda dalam
pengembangan organ, kebutuhan gizi dan preferensi lingkungan. Embriologi dan
perkembangan larva dalam praktek budidaya merupakan hal yang penting dan jelas dalam
praktek produksi ikan. Secara khusus adanya informasi perkembangan embrio dan larva ikan
merupakan langkah kunci untuk meningkatkan pertumbuhan larva dan memaksimalkan
kelangsungan hidup larva [Puvaneswari et al. (2009)].
Salah satu faktor yang memberikan pengaruh sangat besar terhadap tingginya kematian
ikan pada fase awal kehidupannya adalah suhu serta dapat mempengaruhi pertumbuhan rata-
rata dan menentukan waktu penetasan serta berpengaruh langsung pada proses
perkembangan embrio. Fase awal kehidupan ikan merupakan fase yang paling sensitif dan
mudah stres dalam menerima pengaruh lingkungan. Suhu dingin akan mengurangi aktifitas
metabolisme sel sehingga dapat menghambat pertumbuhan, sebaliknya semakin tinggi suhu
media inkubasi akan memacu metabolisme embrio sehingga perkembangan embrio pada
media inkubasi yang lebih tinggi akan semakin cepat (Andriyanto dkk., 2013).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud embriogenesis?
2. Bagaimana proses terjadinya embriogenesis?
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi pertumbuhan embriogenesis?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari embriogenesis.
2. Mengetahui proses terjadinya embriogenesis.
3. Mengetahui faktor yang mempengaruhi pertumbuhan embriogenesis.
BAB 2

PEMBAHASAAN

2.1 Pengertian Embriogenesis


Embriogenesis adalah proses pembentukan dan perkembangan embrio. Proses ini
merupakan tahapan perkembangan sel setelah mengalami pembuahan atau fertilisasi.
Embriogenesis meliputi pembelahan sel dan pengaturan di tingkat sel. Sel pada
embriogenesis disebut sebagai sel embriogenik. (Puvaneswari et al., 2009).
Studi perkembangan larva berguna untuk menghubungkan kondisi morfologi
setiap tahap perkembangan larva. Perkembangan embrio yang abnormal selama tahap
perkembangan awal embrio dapat meningkatkan angka kematian pada saat menetas dan
beberapa hari setelah menetas. Morfologi selama embriogenesis telah menjadi indikator
kualitas embrio yang baik, oleh karena itu studi dan informasi awal perkembangan
kehidupan embrio dapat mengungkapkan masalah yang terkait dengan perkembangan
embrio dan larva ikan (Ardhardiansyah et al., 2017).
Menurut Andriyanto et al. (2013), faktor lingkungan dapat memengaruhi
pertumbuhan rata-rata dan menentukan waktu penetasan serta berpengaruh langsung pada
proses perkembangan embrio dan larva. Olivia et al. (2012) menyatakan bahwa
perkembangan embrio dan larva merupakan hal yang harus diperhatikan, hal ini berkaitan
dengan kualitas dan kuantitas benih yang dihasilkan. Suhu tinggi atau rendah pada proses
pembuahan ikan akan dapat mengakibatkan telur tidak terbuahi serta dapat menyebabkan
kematian.
(Tahapan pembentukan embrio)
De v e lo p m e nt st a g e
De v e lo p m e nt st a g e
( m inut e )

Pembelahan pertama inti telur membentuk 39*)


dua sel. Butiran minyak berada pada bidang
sisi telur antara kutub anima dan kutub
vegetatif
First cleavag e, two cell stag e. Oil drop lets at
m id-polar periph ery (between an im al pole
an d veg etal pole)

Pembelahan kedua inti telur membentuk 63


empat sel. Butiran minyak bergerak ke bawah
menuju kutub vegetatif
Secon d cleav ag e, four cell stag e. Oil droplets
down ward m ovem en t toward s veg etal pole

Pembelahan ketiga inti telur membentuk 94


delapan sel. Butiran minyak telah berada pada
kutub vegetatif
Th ird cleavag e, eigh t cell stag e. Most oil
droplets h av e reach ed th e veg etal p ole

Pembelahan keempat inti telur membentuk 127


enam belas sel
Fourth clea vag e, sixteen cell stag es

Pembelahan kelima inti telur membentuk tiga 145


puluh dua sel
Fifth cleavag e, th irty tw o cell s tag es

Pembelahan keenam inti telur membentuk 181


enam puluh empat sel
Sixth cleavag e, sixty four cell stag es

Pembelahan ketujuh inti telur membentuk 274


banyak sel
Seven cleavag e, m an y cell stag es

Morula, sel-sel inti telur mulai bergerak ke 779


bawah melingkupi kuning telur
Mor ula, yolk cells start to m ove down w ard
coverin g yolk sac
Blastula, sel-sel inti telur telah melingkupi ½ 912
kuning telur
Blastula, n uclear cells covered ½ yolc sac

2
Gastrula, sel-sel inti telur telah melingkupi /3 1,063
kuning telur
2
Gasrula, n uclear cells covered / 3 y olc sac

Neurula, calon embrio sudah terbentuk 1,372


Ne urula, pre em bryo already form ed

Embrio awal. Embrio membentuk huruf C dan 1,507


terbentuk calon mata
In itial em bry o. It form ed C letter a n d in itial
eye developed

Embrio akhir. Mata sudah terlihat dan somit- 2,489


somit mulai terlihat jelas
Last em b ryo stag e. Ey es w ere already seen
an d som its clearly form ed

Cairan lasma (tanpa sel darah merah) mulai 3,102


bergerak melalui kantung kuning telur
Plasm a , b ut n o red blood cells, circulat es
th roug h th e yolk sac

Telur menetas menjadi larva 8,579


Hatch in g egg produced larvae

2.2 Macam-Macam Embriogenesis

1. Organogenesis

Organogenesis merupakan tahap dimana organ tubuh mulai terbentuk. Setelah 20


jam maka terjadilah tahap ini, dimana bakal ekor mulai tampak dan ada yang terangkat
dari blastoderm. Setiap spesies berbeda dalam hal waktu organogenesisnya, karena
dipengaruhi oleh spesies dan suhu (Fuiman, 2002). Azuadi et al. (2013) menyatakan ekor
T. tambroides mulai muncul pada jam ke-24 dan pada jam ke-26 bintik mata mulai jelas
dalam suhu inkubasi 25–28 oC. Sedangkan pada Betta splendens, organogenesis dimulai
pada menit ke-900 atau 15 jam setelah pembuahan (Annur, 2016; Duarte et al., 2012).
Dalam tahap organogenesis ini terjadi proses diferensiasi pada embrio, organ
tubuh yang mulai terlihat jelas antara lain; bakal ekor, somit, jantung, mata, kepala,
badan, kuning telur, kristalin, dan melanofor. Tahap organogenesis pada ikan Tor
berlangsung cukup lama tergantung pada spesiesnya. Menurut Sulistyowati et al. (2005),
tahap organogenesis pada Corydoras panda terjadi selama lebih dari 17 jam. Tahap ini
ditandai dengan terbentuknya beberapa organ tubuh antara lain jantung, ekor, pigmen
warna pada punggung, dan kepala.
T. douronensis menetas paling cepat yaitu 100 jam setelah pembuahan.
Sedangkan T. soro 120 jam setelah pembuahan dan T. tambroides 140 jam setelah
pembuahan. Larva masing-masing spesies memiliki ukuran panjang dan bobot yang
berbeda. Larva yang baru menetas berwarna kuning pudar transparant. Pada tahap ini,
yolk sac menyempit pada bagian tengah sehingga seolaholah membentuk dua kantung
depan dan belakang. Bagian depan berukuran lebih besar dibandingkan belakang. Dua
kantung tersebut disebut kantung primer dan sekunder dan berwarna kekuningkuningan
(Azuadi et al., 2013). Larva berenang berputar-putar karena sirip baru terbentuk. Berdiam
di dasar inkubator dengan posisi miring, kepala menghadap ke bawah dan perut naik.
Jantung fungsional mulai memompa darah melewati kuning telur, menampakkan adanya
sirkulasi darah yang berwarna oranye kemerahan. Warna tersebut menunjukkan telah
adanya perkembangan haemoglobin. Setelah menetas sempurna dilakukan pengamatan
pada kondisi larva yang dihasilkan. T. douronensis memiliki panjang dan bobot paling
kecil dibandingkan dua spesies lainnya, sedangkan T. tambroides memiliki panjang dan
bobot paling besar. Kondisi ini seiring juga dengan ukuran kuning telur yang dibawa oleh
masing-masing spesies. Kondisi ini diduga disebabkan karena ukuran diameter telur yang
juga memang berbeda sejak awal

2. Abnormalitas
Abnormalitas merupakan keaadaan dimana ikan memiliki kondisi/bentuk tubuh
yang menyimpang dari keadaan normal atau tidak seperti seharusnya atau cacat
(Ardhardiansyah et al., 2017). Berdasarkan hasil pengamatan terhadap larva yang
mengalami abnormalitas diperoleh hasil bahwa abnormalitas tertinggi ada pada T.
douronensis diikuti T. soro dan T. tambroides terjadi karena adanya proses
penyimpangan pada saat proses pembelahan sel pada saat embriogenesis atau bahkan
larva yang cacat setelah terjadinya penetasan. Abnormalitas pada penelitian ini diduga
terjadi akibat proses pencampuran saat pembuahan dilakukan. Kerusakan tulang adalah
faktor utama yang menurunkan produksi hatchery. Yuliyanti et al. (2016) pada
penelitiannya tentang Tor tambroides dengan variasi suhu penetasan yang berbeda,
menunjukkan nilai abnormalitas antara 2– 10%. Abnormalitas yang terjadi pada larva
ikan menyebabkan organ-organ tubuh ikan tidak dapat berkembang dengan sempurna.
Hal ini berdampak pada rendahnya tingkat kelangsungan hidup larva (Aidil et al., 2016).
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Embriogenesis adalah proses pembentukan dan perkembangan embrio. Proses ini


merupakan tahapan perkembangan sel setelah mengalami pembuahan atau fertilisasi.
Embriogenesis meliputi pembelahan sel dan pengaturan di tingkat sel. Sel pada
embriogenesis disebut sebagai sel embriogenik. Secara khusus adanya informasi
perkembangan embrio dan larva ikan merupakan langkah kunci untuk meningkatkan
pertumbuhan larva dan memaksimalkan kelangsungan hidup larva. Faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi proses embiogenesis antara lain faktor lingkungan. Hal tersebut
karena faktor lingkungan dapat memengaruhi pertumbuhan rata-rata dan menentukan
waktu penetasan serta berpengaruh langsung pada proses perkembangan embrio dan
larva. Embriogenesis terdiri atas dua macam yakni organogenesis dan abnormalitas.

3.2 Saran

Diharapkan pada proses embriogenesis ini diamati dan dikontrol atas faktor-faktor
yang mempengaruhinya agar pertumbuhan larva maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Andriyanto, W., B. Slamet dan I. M. D. J. Ariawan. 2013. Perkembangan Embrio dan


Rasio Penetasan Telur Ikan Kerapu Raja Sunu (Plectropoma laevis) Pada Suhu
Media Berbeda. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis 5(1): 192-203.
Ardhardiansyah, Subhan, U. dan Yustiati, A., 2017. Embriogenesis dan karakteristik
larva persilangan ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) jantan dengan ikan
baung (Hemibagrus nemurus) betina. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 8(2), pp.
17–27.
Azuadi, N.M., Siraj, S.S., Daud, S.K., Christianus, A., Harmin, S.A., Sungan, S. and
Britin, R., 2013. Spawning pattern and reproductive strategy of female pouting
Trisopterus luscus (Gididae) on the Galician shelf of north-western Spain.
Aquatic Living Induction of ovulation in F1 of Malaysian mahseer, Tor
tambroides (Bleker, 1854) by using synthetic and non -synthetic. Asian Journal of
Animal and Veterinary Advances, 8(6), pp. 761–774.
Duarte, S.C., Vasconcellos, B.F.,Vidal., Júnior, M.V., Ferreira, A.V., Mattos, D.C. and
Branco, A.T., 2012. Ontogeny and embryonic description of Betta splendens,
Perciformes (Regan, 1910). Revista Brasileira de Saúde e Produção Animal
Salvador, 13 (3), pp. 880–893.
Olivia, S., Huwoyon, G.H. dan Prakoso, V.A., 2012. Perkembangan Embrio dan Sintasan
Larva Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) pada Berbagai Suhu Air. Bulletin
Litbang, 1(2), pp. 135–144.
Puvaneswari, S., Marimuthu, K., Karuppasamy, R. and Haniffa, M.A., 2009. Early
embryonic and larval development of Indian catfish, Heteropneustes fossilis.
EurAsian Journal of BioSciences, 3, pp.84–96.
Sulistyowati, D., Sarah, T. dan Arfah, H., 2005. Organogenesis dan Perkembangan Awal
Ikan Corydoras panda. Jurnal Akuakultur Indonesia, 4(2), pp. 67– 66
Yuliyanti, B.E., Diantari, R. dan Arifin, O.Z., 2016. Pengaruh suhu terhadap
perkembangan telur dan larva ikan Tor (Tor tambroides). Seminar Nasional
Perikanan dan Kelautan. Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung. P. 234.

Anda mungkin juga menyukai