Anda di halaman 1dari 24

PEMANFAATAN TUMBUHAN ECENG GONDOK

(EICHHORNIA CRASSIPES) DI DANAU SIPIN


PROVINSI JAMBI UNTUK BRIKET
SEBAGAI BAHAN BAKAR
ENERGI ALTERNATIF

OKTA APRIANTO
J1B119034

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN


PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL.......................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................................vi
BAB I. PENDAHULUAN...........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................................4
1.4 Hipotesis..............................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................5
2.1 Briket....................................................................................................................5
2.2 Eceng Gondok......................................................................................................5
2.3 Biochar.................................................................................................................6
2.4 Bambu Tabah.......................................................................................................7
2.5 Bahan Perekat......................................................................................................7
2.6 Proses Karbonasi..................................................................................................8
2.7 Uji Kualitas Briket...............................................................................................9
2.7.1 Kadar Abu.....................................................................................................9
2.7.2 Kadar Air.....................................................................................................10
2.7.3 Volatille Matter...........................................................................................10
2.7.4 Laju Pembakaran.........................................................................................11
BAB III. METODE PENELITIAN..........................................................................12
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian............................................................................12
3.2 Bahan dan Alat...................................................................................................12
3.2.1 Alat..............................................................................................................12
3.2.2 Bahan...........................................................................................................12
3.3 Rancangan Penelitian.........................................................................................13
3.4 Pelaksanaan Penelitian.......................................................................................14
3.4.1 Persiapan Bahan Baku Arang Briket...........................................................14

ii
3.4.2 Penghancuran dan Pengayakan...................................................................15
3.4.3 Pembuatan Perekat......................................................................................15
3.4.4 Pencampuran Arang Dengan Perekat..........................................................15
3.4.5 Pencetakan...................................................................................................15
3.4.6 Pengeringan.................................................................................................15
3.5 Parameter yang Diamati.....................................................................................15
3.6 Analisis Data......................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................17

iii
DAFTAR TABEL

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Briket........................................................................................................5
Gambar 2. 2 Eceng Gondok..........................................................................................6
Gambar 2. 3 Sekam Padi...............................................................................................7
Gambar 2. 4 Bambu Tabah............................................................................................7

v
DAFTAR LAMPIRAN

vi
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Provinsi Jambi termasuk Provinsi yang memiliki keanekaragaman wisata
daerahnya, salah satunya adalah danau Sipin yang memiliki pemandangan yang
sangat eksotis, dan memiliki suasana yang sejuk dan nyaman, sehingga dapat menarik
minat wisatawan untuk berkunjung. Namun belakangan ini, perairan di danau Sipin
tampak kotor dan tercemar akibat pertumbuhan eceng gondok yang semakin luas,
sehingga perairan di daerah tersebut menjadi sempit terhalang oleh pertumbuhan
eceng gondok tersebut.
Eceng gondok adalah salah satu tanaman hidup yang mengapung di air. Eceng
gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap
gulma yang merusak lingkungan perairan. Eceng gondok juga dikategorikan ke dalam
jenis tumbhan invasif, dimana dapat mengancam ekosistem, menurunkan jumlah
spesies asli, dan menimbulkan dampak negatif pada aspek sosial ekonomi, sehingga
mengurangi kadar oksigen akibat proses evapotranspirasi tanaman, pendangkalan,
rusaknya habitat perikanan, dan mengganggu transportasi air. Supaya eceng gondok
ini tidak mengalami penumpukan dan menjadi limbah biomassa, maka dapat
dilakukan suatu pemanfaatan alternatif terhadap eceng gondok ini dengan pembuatan
biobriket arang. Enceng gondok mempunyai sifat-sifat yang baik antara lain dapat
menyerap logam-logam berat, senyawa sulfida, selain itu mengandung protein lebih
dari 11,5%, dan mengandung selulosa yang lebih tinggi besar dari non selulosanya
seperti lignin, abu, lemak, dan zat-zat lain.
Biobriket merupakan bahan bakar alternatif yang memiliki prospek yang baik
untuk dikembangkan karena proses pembuatannya yang mudah, dan juga pembuatan
biobriket dari bahan baku eceng gondok diharapkan dapat mengatasi permasalahan
lingkungan yang ada di danau Sipin Provinsi Jambi dan juga menjadi solusi dari
kelangkaan bahan bakar. Terdapat banyak sekali biomassa yang dapat menjadi bahan
baku pembuatan briket beberapa diantaranya adalah biochart dan bambu tabah.

1
Salah satu bahan baku yang memungkinkan untuk membuat briket adalah
sekam padi. Pemanfaatan limbah sekam padi saat ini hanya dapat dimanfaatkan
sebagai pengganti media tanam baik itu hidsoponik maupun aquaponik, bahan bakar
untuk proses pembakaran bata, alas kandang ayam, abu gosok, dan membuat tungku.
Sekam padi memiliki sifat-sifat dan kandungan yang baik di dalamnya antara lain
bahan baku industri kimia terutama kandungan zat kimia, bahan baku industri bahan
bangunan terutama kandungan silica (SiO2) yang dapat digunakan untuk campuran
pada pembuatan semen, portland, bahan isolasi dan campuran pada industri bata
merah, dan sumber energi panas karena kadar selulosanya cukup tinggi sehingga
dapat memberikan pembakaran yang merata dan stabil
Bambu tabah adalah salah satu jenis tumbuhan yang dapat menjadi bahan baku
sumber alternatif yang bersifat kontinyu, disamping itu bambu tabah juga memiliki
sifat dengan kandungan lignin yang tinggi yaitu sebesar 22,19% dan selulosa sebesar
44,94% sehingga baik untuk dijadikan bahan baku pembuatan briket.
Untuk mendapatkan hasil briket dengan kualitas yang baik dan memenui
standar mutu, maka memerlukan bahan baku yang harus memenuhi standar untuk
pembuatan briket. Syarat briket yang baik adalah briket yang permukaannya halus
dan tidak meninggalkan bekas hitam di tangan. Selain sebagai bahan bakar, briket
juga harus memenuhi kriteria yaitu mudah dinyalakan, tidak mengeluarkan asap,
emisi gas hasil pembakaran tidak mengandung racun, kedap air dan hasil pembakaran
tidak berjamur bila disimpan pada waktu lama.
Beberapa peneliti juga telah melakukan penelitian, bahwa eceng gondok dan
sekam padi dapat menghasilkan briket yang berkulitas. Menurut Fatwa Aji
Kurniawan dan Ahmad Aftah Syukron (2019) pada penelitiannya tentang
Karakteristik Briket Bioarang Dari Campuran Limbah Baglog Jamur Tiram
(Pleurotus Ostreatus) Dan Sekam Padi. Diamana, arang limbah baglog jamur tiram
dapat digunakan sebagai bahan baku briket dengan penambahan arang sekam padi
dapat mempengaruhi nilai kalor yang akan dihasilkan oleh briket. Dimana, pada
penelitian ini briket terbaik yang dapat dihasilkan mengandung kadar air 1.57%,

2
kadar abu 36.1% dan nilai kalor 3547 kal/gr pada komposisi arang limbah baglog
jamur tiram dan sekam padi masing-masing 50%.
Menurut Indah Suryani, M. Yusuf Permana U., dan M. Hatta Dahlan (2012)
pada penelitiannya tentang Embuatan Briket Arang Dari Campuran Buah Bintaro
Dan Tempurung Kelapa Menggunakan Perekat Amilum bahwa Buah bintaro dan
tempurung kelapa dapat ditingkatkan nilai ekonomisnya dengan cara
memanfaatkannya sebagai bahan baku pembuatan briket arang. Adapun briket arang
yang dihasilkan dari bahan baku buah bintaro dan tempurung kelapa dapat dijadikan
alternative bahan bakar karena kualitas briket yang dihasilkan sesuai dengan range
yang ada. Kemudian hasil dari Volatile Matter, Ash, Inherent Moisture, fixed carbon
dan Calorific Value terbesar pada percobaan ini yaitu 18.00%, 4.59%, 8.11%,
77.36% dan 7086 Cal/gr sedangkan nilai yang terkecil yang didapat yaitu
12.46%, 2.06%, 6.71%, 71.80% dan 6734 Cal/gr. Selanjutnya dalam pembuatan
briket arang didapat komposisi yang terbaik yaitu 40%:60% dengan nilai Inherent
Moisture sebesar 7.03%, ash 2.36%, kadar volatile matter 13.47%, fixed carbon
77.12% dan calorific value 6970 kal/gr.
Selain itu juga, dengan berbedanya komposisi bahan baku pada proses
pembuatan briket, maka akan berpengaruh juga terhadap nilai kalornya. Dari ketiga
komposisi bahan baku yang digunakan maka dapat dilihat bahwa briket dengan
komposisi 30:70 memiliki nilai kalor yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
yang lain. Hal ini disebabkan karena kandungan karbon pada tempurung kelapa lebih
banyak bila dibandingkan dengan komposisi bahan baku yang lain.
Berdasarkan dari kondisi dan penjelasan tersebut, penelitian berupaya untuk
meneliti pembuatan briket yang berkualitas dengan bahan baku yang mudah didapat
dan solusi bagi lingkungan. Oleh karena itu, peneliti bermaksud mengajukan
penelitian dengan judul “Pemanfaatan Tumbuhan Eceng Gondok (Eichhornia
Crassipes) Dengan Campuran Arang Sekam Dan Bambu Tabah Untuk Briket Sebagai
Bahan Bakar Energi Alternatif”.

3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diidentifikasikan beberapa rumusan
masalah dibawah ini yaitu:
1. Apakah campuran limbah eceng gondok, sekam padi, dan bambu tabah
dapat menjadi bahan alternatif dalam pembuatan briket?
2. Bagaimana briket bioarang secara kimia meliputi: kadar air, kadar abu,
volatille matter, dan laju pembakaran?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk memanfaatkan campuran limbah eceng gondok, sekam padi, dan
bambu tabah menjadi bahan alternatif dalam pembuatan briket.
2. Untuk mengatahui briket bioarang secara kimia meliputi: kadar air, kadar
abu, volatille matter, dan laju pembakaran.

1.4 Hipotesis
Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah adanya pengaruh terhadap variasi
campuran eceng gondok, sekam padi, dan bambu tabah terhadap kadar air, kadar abu,
volatille matter, dan laju pembakaran.

4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Briket
Briket adalah sebuah blok bahan yang dapat dibakar yang digunakan sebagai
bahan bakar untuk memulai dan mempertahankan nyala api (Pratama, 2019). Bahan
baku briket diketahui dekat dengan masyarakat pertanian karena biomassa limbah
hasil pertanian dapat dijadikan briket. Penggunaan briket, terutama briket yang
dihasilkan dari biomassa, dapat menggantikan penggunaan bahan bakar fosil
(Dahdah, 2020).

Gambar 2. 1 Briket

Briket memiliki harga yang murah dibandingkan bahan bakar jenis lainnya
sehingga penggunaannya dalam dunia industri dapat memberikan penghematan biaya
(Billak, 2016). Penggunaan briket diketahui memberikan manfaat dari sisi
pengeluaran usaha. Dewasa ini, minat pasar terhadap usaha kuliner grill juga menjadi
pertimbangan dalam pembuatan briket eceng gondok karena diharapkan briket eceng
gondok dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif (Ariyanto dkk, 2014). Selain
itu, dari sisi pelestarian lingkungan briket jauh lebih ramah lingkungan dibandingkan
bahan bakar fosil (Serevina, dkk, 2021).

2.2 Eceng Gondok


Eceng Gondok atau Eichhornia crassipes adalah gulma (pengganggu) yang
mengapung di atas permukaan air. Tumbuhan ini sangat cepat berkembang dilahan
yang perairannya terkena limbah, karena tumbuhan ini dapat mengikat logam berat
didalam air. Pertumbuhan Eceng Gondok dapat mencapai 1,9% perhari dengan tinggi
antara 0,3-0,5m. Pesatnya pertumbuhan Eceng Gondok mengakibatkan berbagai

5
kesulitan seperti terganggunya transportasi, penyempitan sungai dan masalah lainnya.
(Dwitati, 2014).

Gambar 2. 2 Eceng Gondok

Eceng gondok dikategorikan ke dalam jenis tumbuhan invasive, dapat


mengancam ekosistem, menurunkan jumlah spesies asli, dan menimbulkan dampak
negatif pada aspek sosial ekonomi, mengurangi kadar oksigen akibat proses
evapotranspirasi tanaman, pendangkalan, rusaknya habitat perikanan, dan
mengganggu transportasi air. Oleh karena itu, diperlukan inovasi pemanfaatan eceng
gondok, agar pertumbuhan eceng gondok lebih terkendali (Junaidi et al., 2021)

2.3 Sekam Padi


Alternatif bahan baku briket lainnya adalah sekam padi. Sekam padi terdapat
dalam jumlah yang melimpah, murah, dan terbarukan. Data Biro Pusat Statistik tahun
2011 menunjukkan bahwa produksi padi di Indonesia sekitar 67,31 juta ton per tahun.
Total potensi sekam di Indonesia mencapai 16 juta ton per tahun(Yuliza et al., 2013).
Sekam memiliki kerapatan jenis 125 3kg/m , dengan nilai kalori 1 kg sekam
padi sebesar 3300 kkal dan ditinjau dari komposisi kimiawi, sekam mengandung
karbon 1,33%, hidrogen 1,54%, oksigen 33,645 % dan silika (SiO ) 16,98%, artinya
sekam 2 berpotensi dimanfaatkan sebagai bahan baku industri kimia dan sebagai
sumber energi panas untuk keperluan manusia (Yuliza et al., 2013).
Salah satu kelemahan sekam bila digunakan langsung sebagai sumber energi
panas adalah menimbulkan asap pada saat dibakar. Hal ini mengakibatkan bahan
yang dikeringkan berbau asap dan warna bahan berubah sehingga menurunkan
kualitas bahan di samping menimbulkan polusi udara (Yuliza et al., 2013).

6
Gambar 2. 3 Sekam Padi

2.4 Bambu Tabah


Bambu yaitu salah satu jenis tumbuhan yang dapat menjadi bahan baku sumber
alternatif yang bersifat kontinyu dan dapat terus diperbaharui disamping itu bambu
juga mempunyai kandungan lignin yang cukup tinggi. Diantaranya jenis bambu yang
memiliki sifat dengan kandungan lignin yang tinggi adalah bambu tabah yaitu sebesar
22,19% dan selulosa sebesar 44,94% sehingga baik untuk dijadikan bahan baku
pembuatan briket (Kencana et al., 2012).

Gambar 2. 4 Bambu Tabah

2.5 Bahan Perekat


Dalam pembuatan briket bahan lain yang diperlukan adalah perekat alami,
biasanya adalah campuran air dan tepung. Perekat ini berfungsi agar partikel arang
kulit mahoni berikatan sehingga tidak mudah hancur saat digunakan. Penggunaan
perekat berbahan dasar tepung tapioka daan tepung jagung ini memiliki beberapa

7
keuntungan yaitu harganya murah dan sangat mudah dijumpai di pasar. Dengan
adanya bahan perekat maka susunan partikel makin baik, teratur dan lebih padat
sehingga dalam proses pengempaan keteguhan tekanan arang briket akan semakin
baik. Dalam penggunaan bahan perekat harus memperhatikan faktor ekonomi
maupun non-ekonominya38.
Perekat tapioka umumnya digunakan sebagai bahan perekat pada briket arang
karena banyak terdapat di pasaran dan harganya relatif murah. Pertimbangan lain
dengan menggunakan perekat tapioca dalam bentuk cair sebagai perekat yang
menghasilkan fiberboard bernilai rendah dalam hal kerapatan, keteguhan tekan, kadar
abu, dan zat mudah menguap, tapi akan lebih tinggi dalam karbon terikat dan nilai
kalor, serta penggunaannya menimbulkan asap yang lebih sedikit dibandingkan
dengan mengunakan perekat lain. Ditinjau dari jenis perekat yang digunakan, briket
dapat dibagi menjadi:
1. Briket yang sedikit atau tidak mengeluarkan asap pada saat pembakaran.
Jenis perekat ini tergolong ke dalam perekat yang mengandung zat pati.
2. Briket yang banyak mengeluarkan asap pada saat pembakaran. Jenis perekat
ini tahan terhadap kelembaban tetapi selama pembakaran menghasilkan
asap40

2.6 Proses Karbonasi


Karbonisasi atau pengarangan adalah proses mengubah bahan baku asal
menjadi karbon berwarna hitam melalui pembakaran dalam ruang tertutup dengan
udara yang terbatas atau seminimal mungkin. Dimana, lamanya pengarangan
ditentukan oleh jumlah atau volume bahan organik, ukuran parsial bahan, kerapatan
bahan, tingkat kekeringan bahan, jumlah oksigen yang masuk, dan asap yang keluar
dari ruang pembakaran. Adapun, karbonisasi merupakan istilah untuk konversi dari
zat organic menjadi karbon atau residu yang mengandung karbon melalui pirolisis
atau destilasi destruktif. Karbon yang terkandung di dalam arang bereaksi dengan
oksigen pada permukaan membentuk karbon monoksida menurut reaksi berikut:
C + ½ O2 => CO (1)

8
Permukaan karbon juga bereaksi dengan karbondioksida dan uap air dengan
reaksi reduksi sebagai berikut:
C + O2 => 2CO (2)
C + H2O => CO + H2 (3)
Selama proses karbonisasi, gas-gas yang bisa terbakar seperti CO, CH 4, H2,
formaldehid, methana, asam formiat dan asam asetat serta gas-gas yang tidak bias
terbakar seperti CO2, H2O dan tar cair dilepaskan. Dimana gas-gas yang dilepaskan
pada proses ini mempunyai nilai kalor yang dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan kalor pada proses karbonisasi41.

2.7 Uji Kualitas Briket


2.7.1 Kadar Abu
Kadar abu merupakan parameter yang penting kedua selain kadar air bagi
proses pengeringan karena kadar abu menentukan karakteristik briket yang baik,
dimana kadar abu yang rendah sangat mempengaruhi kualitas briket yang dihasilkan.
Cara menguji kadar abu yakni: Cawan porselin yang telah dibersihkan dimasukan ke
dalam oven selama 1 jam pada suhu 105°C, lalu timbang 3gram sampel ke dalam
cawan porselin. Bakar menggunakan kompor listrik sebelum dimasukan ke furnace
sehingga asapnya hilang, lalu masukkan sample ke dalam furnace pada suhu 600-
800°C selama 3 jam sehingga menjadi abu. dinginkan cawan beserta isinya ke dalam
desikator selama 15 menit kemudian ditimbang untuk mendapatkan berat abu
(Wijaya AK et al., 2021). Hitunglah kadar abu (%) dengan persamaan:

Wo
Kadar Abu(%) x 100 %
Wdso

Dimana,
Wo = berat sampel setelah pengabuan (g)
Wdso = berat sampel sebelum pengabuan (g)

9
2.7.2 Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu parameter yang sangat penting bagi proses
pengeringan salah satunya adalah menentukan karakteristik briket yang baik, dimana
kadar air yang rendah sangat berpengaruh nyata terhadap briket. Cara menguji kadar
air sebagai berikut: Cawan yang telah dibersihkan dikeringkan dalam oven
menggunakan suhu 105°C selama 1 jam, lalu diamkan dalam desikator selama 15
menit lalu ditimbang. Timbang masing-masing massa cawan dan sampel sebanyak 3
gram, kemudian sampel dikeringkan dengan menggunakan oven dengan suhu 105°C
selama 24 jam. Sampel dimasukan kedalam desikator selama 15 menit setelah itu
ditimbang, lalu penimbangan dan pengeringan secara berulang dengan 27 sampel
(Wijaya AK et al., 2021). Hitunglah kadar air (%) dengan persamaan:

Wo−W
Kadar Air (%) x 100 %
Wso

Dimana,
Wo = berat sampel dan cawan sebelum dikeringkan (g)
W = berat sampel dan cawan sesudah dikeringkan (g)
Wso = berat sampel awal (g)

2.7.3 Volatille Matter


Kadar zat menguap (Volatille matter) merupakan parameter yang menentukan
bagus tidaknya karakteristik briket yang terbakar, jika kadar zat menguap itu rendah
maka briket akan mudah terbakar dan jika kadar zat menguap briket tinggi maka sulit
akan terbakar. Cara menguji volatille matter sebagai berikut cawan porselin
ditimbang terlebih dahulu massanya, lalu masukkan dalam cawan porselin dan diberi
dengan sampel sebanyak 3 gram, kemudian ditimbang. Panaskan ke dalam furnace
menggunakan suhu 750°C selama 7 menit, setelah itu dinginkan dalam desikator
selama ½ jam kemudian ditimbang (Wijaya AK et al., 2021). Hitunglah kadar zat
menguap (%) dengan persamaan:

10
Wo−W
Kadar Volatille (%) x 100 %
Wo

Dimana,
Wo = kadar sampel awal (g)
W = berat sampel akhir
2.7.4 Laju Pembakaran
Laju pembakaran briket adalah kecepatan briket arang habis sampai menjadi
abu. Laju pembakaran briket dipengaruhi oleh faktor nilai kalor dan kadar air.
Pengujian laju pembakaran ini untuk memperoleh kecepatan briket dari terbakar
sehingga menjadi abu.
Menurut Sudding & Jamaluddin, 2015 adalah karakteristik pembakaran pada
briket, yang telah dilakukan sebagai tolak ukur untuk mendapatkan bahan bakar yang
efisien dalam penggunaannya. Disediakan sampel lalu ditimbang bobot briket
sebelum melakukan pengujian laju pembakaran. Selanjutnya, disiapkan kayu yang
sudah di nyalakan apinya lalu briket diletakkan diatas kawat kasa. Setelah briket
sudah terbakar, kayu yang sudah menyala segera dipindahkan dan lama nyalanya
briket dihitung menggunakan stopwatch hingga briket padam. Persamaan yang
digunakan untuk mengetahui laju pembakaran adalah (Batubara & Jamilatun, 2012):

m
Laju Pembakaran (LP)
t

Keterangan:
Lp = Laju pembakaran (gr/menit)
m = Bobot sampel (gr)
t = Waktu pembakaran (menit)

11
BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2022 di Laboratorium Jurusan
Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi dan Bengkel Program
Studi Teknik Pertanian Universitas Jambi

3.2 Bahan dan Alat


3.2.1 Alat
1. Furnace (Merk Barnstead/Thermolyne type 47900)
2. Wadah plastik, oven (Labo DO 255)
3. Cetakan briket besi balok
4. Timbangan analitik (AND GF 300)
5. Cawan aluminium
6. Cawan porselin
7. Kompor listrik (Maspion S-301)
8. Kompor gas portable (Kris Chef)
9. Alat kempa (Alat Press ban)
10. Blender (Merk Panasonic)
11. Alat tumbuk kayu
12. Desikator
13. Ayakan (ayakan 40 mesh farmasi).
3.2.2 Bahan
1. Eceng gondok
2. Biochar
3. Bambu tabah
4. Tepung tapioca
5. Air

12
3.3 Rancangan Penelitian
Penelitian ini dirancang menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
Faktorial yang terdiri dari dua faktor perlakuan dan masing-masing factor terdiri dari
empat taraf:
• Faktor pertama adalah jenis bahan baku:
o A1. Arang eceng gondok dan sekam padi (50%: 50%)
o A2. Arang eceng gondok dan bambu tabah (50%: 50 %)
o A3. Arang eceng gondok, sekam padi, dan bambu tabah (50%: 50%: 50%)
• Faktor kedua adalah persentase bahan perekat berupa kanji perbandingan 10%,
15%, 20% dari 100gr campuran yang digunakan:
o B1. Tepung kanji 10% = 10 gram
o B2. Tepung kanji 15% = 15 gram
o B3. Tepung kanji 20% = 20 gram
Kombinasi rancangan percobaan penelitian yang akan diperoleh adalah sebagai
berikut:
1. A1B1 = bahan baku arang eceng gondok dan arang sekam padi dengan
perekat sebanyak 10% (menggunakan arang eceng gondok 50% dan arang
sekam padi 50% sebanyak 90gram dan perekat tepung kanji sebanyak 10
gram)
2. A1B2 = bahan baku arang eceng gondok dan arang sekam padi dengan
perekat sebanyak 15% (menggunakan arang eceng gondok 50% dan arang
sekam padi 50% sebanyak 85gram dan perekat tepung kanji sebanyak 15
gram).
3. A1B3 = bahan baku arang eceng gondok dan arang sekam padi dengan
perekat sebanyak 20% (menggunakan arang eceng gondok 50% dan arang
sekam padi 50% sebanyak 80gram dan perekat tepung kanji sebanyak 20
gram).
4. A2B1 = bahan baku arang eceng gondok dan arang bambu tabah dengan
perekat sebanyak 10% (menggunakan arang eceng gondok 50% dan arang

13
bambu tabah 50% sebanyak 90gram dan perekat tepung kanji sebanyak 10
gram).
5. A2B2 = bahan baku arang eceng gondok dan arang bambu tabah dengan
perekat sebanyak 15% (menggunakan arang eceng gondok 50% dan arang
bambu tabah 50% sebanyak 85gram dan perekat tepung kanji sebanyak 15
gram).
6. A2B3 = bahan baku arang eceng gondok dan arang bambu tabah dengan
perekat sebanyak 20% (menggunakan arang eceng gondok 50% dan arang
bambu tabah 50% sebanyak 80gram dan perekat tepung kanji sebanyak 20
gram).
7. A3B1 = bahan baku arang eceng gondok, arang sekam padi, dan arang bambu
tabah dengan perekat sebanyak 10% (menggunakan arang eceng gondok 50%,
arang sekam padi 50%, dan arang bambu tabah 50% sebanyak 45gram dan
perekat tepung kanji sebanyak 10 gram).
8. A3B2 = bahan baku arang eceng gondok, arang sekam padi, dan arang bambu
tabah dengan perekat sebanyak 15% (menggunakan arang eceng gondok 50%,
arang sekam padi 50%, dan arang bambu tabah 50% sebanyak 42,5gram dan
perekat tepung kanji sebanyak 15 gram).
9. A3B3 = bahan baku arang eceng gondok, arang sekam padi, dan arang bambu
tabah dengan perekat sebanyak 20% (menggunakan arang eceng gondok 50%,
arang sekam padi 50%, dan arang bambu tabah 50% sebanyak 40gram dan
perekat tepung kanji sebanyak 20 gram).
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Persiapan Bahan Baku Arang Briket
Untuk tahapan pertama ini persiapkan eceng gondok, biochart, dan bambu
tabah. Bambu yang digunakan berumur sekitar 4 tahun memiliki diameter 3 cm
dengan tebal bambu rata - rata adalah sebesar 1 cm. Selanjutnya, bambu dipotong
menggunakan gergaji sepanjang 5 cm dan dibersihkan. Eceng gondok yang
digunakan adalah eceng gondok limbah dari danau Sipin. Biochart yang digunakan

14
adalah biochart sekam padi limbah dari proses hasil penggilingan beras yang dalam
keadaan kering, selanjutnya dilakukan proses pengarangan pada bahan baku tersebut.

3.4.2 Penghancuran dan Pengayakan


Arang eceng gondok, biochart, dan bambu tabah dihancurkan dengan cara
ditumbuk dan diblender, setelah selesai diblender maka diayak dengan menggunakan
ayakan 40 mesh, ayakan yang digunakan adalah ayakan dengan menggunakan
goyangan tangan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan butiran yang
lebih halus, lebih seragam dan layak dijadikan briket.

3.4.3 Pembuatan Perekat.


Perekat berbahan baku tepung kanji dibuat dengan perbandingan bahan baku
1:1 kemudian air dipanaskan hingga mendidih, lalu tepung tapioca dimasukan dalam
panci yang sudah berisi air mendidih, aduk tepung dan air sehingga berubah menjadi
lem dan siap digunakan.

3.4.4 Pencampuran Arang Dengan Perekat.


Perekat kanji dan bahan baku ditimbang sesuai perlakuan. Masing-masing unit
perlakuan memiliki berat total sebanyak 100 gram. Sebagai contoh untuk perlakuan
A1B1 (bambu 90gram perekat 10 gram). Wadah plastik diisi dengan serbuk arang
lalu diberi perekat dan bahan dicampurkan menggunakan tangan sehingga bahan dan
perekat menjadi satu.

3.4.5 Pencetakan
Setelah bahan dicampurkan maka dilakukan pencetakan briket menggunakan
cetakan berbentuk balok berukuran 3 x 2 x 3cm lalu dikempa dengan alat kempa
selama 3 menit sampai kondisi briket arang berubah menjadi berbentuk balok dan
padat.

3.4.6 Pengeringan
Briket arang yang dihasilkan kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan
suhu 105°C dengan waktu 4 jam, setelah selesai dioven briket diangin-anginkan

15
selama 24 jam, lalu dikemas menggunakan toples agar briket selalu kering dan tidak
basah.

3.5 Parameter yang Diamati


Parameter yang diamati briket arang yaitu metode kadar air (moisture), kadar
abu (ash), volatille matter, dan laju pembakaran.

3.6 Analisis Data


Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan sidik ragam apabila
pengaruh perlakuan signifikan, maka dilanjutkan dengan mengetahui perbedaan antar
rerata perlakuan dilakukan analisis varian yang ditunjukan dengan uji Duncan
Multiple Test (DMRT).

16
DAFTAR PUSTAKA

17
18

Anda mungkin juga menyukai