Anda di halaman 1dari 19

MUAL DAN MUNTAH YANG DIALAMI OLEH IBU HAMIL

SECARA BERLEBIHAN
Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Maternitas

Dosen Pengampu : Anny Fauziyah, S. Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh :

1. Bagas Alfantoro (P1337421020001)


2. Septi Novita Sari (P1337421020010)
3. Tafana Putri Nilasari (P1337421020014)
4. Ola Yunita (P1337421020025)
5. Hifz Ilma Thorq (P1337421020029)
6. Riska Rahmawati (P1337421020030)
7. Yunita Wulandari (P1337421020031)
8. Dwiyan Bagus Saputra Sugiarto (P1337421020033)
9. Zhinda Nur Maulidia (P1337421020042)
10. Muhamad Sultan Salatin Asyifa (P1337421020049)

Kelompok 5
Kelas 2A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN TEGAL

Jl. Dewi Sartika No.1, RT.001/RW.001, Debong Kulon, Kec. Tegal Sel., Kota Tegal, Jawa
Tengah 52133
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Mual dan Muntah Yang Dialami Oleh Ibu
Hamil Secara Berlebihan" dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Maternitas. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan menambah wawasan tentang gejala Kesehatan yang dialami oleh
ibu hamil bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Anny selaku dosen Mata Kuliah Keperawatan
Maternitas. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Tegal, 19 Agustus 2021

Penulis

i
Daftar Isi

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehamilan adalah suatu fenomena fisiologis yang dimulai dengan pembuahan
dan diakhiri dengan proses persalinan (Mansjoer, 2001). Selama masa kehamilan, ibu
dan janin adalah unit fungsi yang tak terpisahkan. Penggunaan obat sering kali dapat
menyebabkan efek yang tidak dikehendaki pada janin selama masa kehamilan
(Anonimb, 2006). Selama kehamilan normal, saluran cerna dan organ-organ
penunjangnya mengalami perubahan, baik secara anatomis maupun fungsional, yang
dapat mengubah secara bermakna kriteria untuk diagnosis dan terapi untuk beberapa
penyakit yang sering mengenai saluran cerna (Cunningham, 2006).
Perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen, oleh karena
keluhan ini terjadi pada trimester pertama. Pengaruh fisiologis hormon estrogen ini
tidak jelas, mungkin berasal dari sistem saraf pusat atau akibat berkurangnya
pengosongan lambung. Penyesuaian terjadi pada kebanyakkan wanita hamil,
meskipun demikian mual dan muntah dapat berlangsung berbulan bulan. Hiperemesis
gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil muda, bila
terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak imbangnya elektrolit
dengan alkalosis hipokloremik (Soejoenes, 2005).
Hiperemesis gravidarum merupakan ibu hamil yang mengalami mual muntah
yang berlebih, dapat menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari sehingga
membahayakan kesehatan bagi janin dan ibu, bahkan dapat menyebabkan kematian.
Selain itu, mual muntah juga berdampak negatif bagi ibu hamil, seperti aktivitas
sehari-hari menjadi terganggu. Biasanya mual muntah sering terjadi saat pagi hari,
bahkan dapat timbul kapan saja maupun terjadi kadang dimalam hari. Gejala tersebut
40-60% biasa terjadi pada multigravida (Rocmawati, 2011).
Mual (nausea) dan muntah (emesis gravidarum) adalah suatu yang wajar pada
ibu hamil trimester 1. Kondisi ini akan berubah jika mual muntah terjadi >10 kali
dalam sehari, sehingga dapat mengganggu keseimbangan gizi, cairan elektrolit, dan
dapat memengaruhi keadaan umum serta menganggu kehidupan sehari-hari (Morgan,
2009).
1
Kehamilan menurut Morgan (2009) adalah merupakan proses produksi yang
memerlukan perawatan yang khusus agar persalinan dapat berjalan dengan lancar dan
aman, sehingga bayi terlahir dengan sehat, selamat sesuai keinginan keluarga.
Sedangkan menurut Hutaean (2009), kehamilan merupakan peristiwa yang sangat
ditunggu bagi perempuan yang sudah menikah. Saat perempuan tidak lagi mendapat
menstruasi dan setelah melakukan pemeriksaan urin serta ditandai dengan hasil positif
maka bisa dikatakan hamil. Perempuan tersebut akan merasa senang begitu juga
dengan keluarganya.
Morgan (2009); Fitriana (2014) menyatakan bahwa kondisi hiperemesis
gravidarum yang dijumpai pada kehamilan 16 minggu pertama yaitu mual dan
muntah, perempuan hamil pada trimester 1 mengalami mual muntah kurang lebih
66%, sedangkan mual disertai muntah mencapai 34%. Apabila semua makanan yang
dimakan dimuntahkan pada ibu hamil, maka berat badan akan menurun, turgor kulit
berkurang, dan timbul aseto nuria. Kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan pada
kehamilan. Hiperemesis gravidarum juga berdampak negatif, seperti anemia.
Sedangkan anemia sendiri dapat mengakibatkan syok disebabkan kekurangan asupan
gizi yang dimakan dan diminum semua dimuntahkan semua.
Perubahan fisiologis yang terjadi pada masa ibu hamil menurut Hutaean
(2009), yaitu perubahan pada sistem pencernaan, mengalami penurunan nafsu makan,
ibu hamil trimester 1 sering mengalami mual muntah yang merupakan perubahan
saluran cerna dan kenaikan kadar ekstrogen, progesterone, dan human chorionic
gonadotropin (HCG) dapat menjadi pencetus terjadinya mual dan muntah pada ibu
hamil. Meningkatnya hormone progesterone dapat mengakibatkan otot polos pada
sistem gastrointestinal mengalami relaksasi sehingga motilitas lambung menurun dan
pengosongan lambung melambat. Refluks esofagus, penurunan motilitas lambung dan
menurunnya sekresi asam hidroklorid juga berkontribusi terjadinya mual dan muntah.
Selain itu, mual muntah juga diperberat adanya faktor lain, seperti faktor psikologis,
lingkungan, spiritual, dan sosiokultural (Runiari, 2010).
Maulana (2008) menyatakan bahwa faktor psikologis yang memengaruhi
hiperemesis gravidarum, yaitu umur, kehamilan, status nutrisi, kecemasan, dan
pendidikan. Setiap ibu hamil mengalami mual muntah yang mengakibatkan berat
badan cenderung menurun, turgor kulit menurun, mata terlihat cekung. Jika hal
tersebut berlangsung secara terus menerus dan tidak segera ditangani akan

2
mengakibatkan gastritis. Peningkatan asam lambung akan memperparah mual muntah
pada ibu hamil.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka kami akan menentukan rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apa definisi dari Hiperemesis Gravidarum ?
2. Apa penyebab Hiperemesis gravidarum ?
3. Bagaimana cara untuk pemeriksaan Hiperemesis Gravidarum ?
4. Apa gejala klinis pada Gravidarum dan tanda bahayanya serta penanganan ?
5. Faktor resiko yang dapat ditimbulkan oleh Hiperemesis Gravidarum ?
6. Seperti apa cara untuk menghindari Hiperemesis Gravidarum ?
1.3 Tujuan Makalah
1. Mengetahui definisi dari Hiperemesis Gravidarum.
2. Mengetahui bagaimana penyebab terjadinya Hiperemesis Gravidarum.
3. Pembaca bisa mengerti bagaimana cara pemeriksaan untuk Hiperemesis
Gravidarum.
4. Untuk mengetahui gejala klinis yang ditimbulkan oleh Hiperemesis Gravidarum
dan tanda bahaya yang ditimbulkan serta penanganannya.
5. Mengetahui Faktor Resiko yang ditimbulkan oleh Hiperemesis Gravidarum.
6. Pembaca bisa mengetahui bagaimana cara agar terhindar dari Hiperemesis
Gravidarum.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Hiperemesis Gravidarum


2.1.1 Definisi
Hiperemesis gravidarum adalah suatu penyakit dimana wanita hamil
memuntahkan segala apa yang dimakan dan diminum hingga berat badannya
sangat turun, turgor kulit berkurang, diuresis berkurang dan timbul asetonuria.
Sedangkan dari literatur lain menyebutkan bahwa hiperemesis gravidarum
adalah muntah yang cukup parah sehingga menyebabkan kehilangan berat
badan, dehidrasi, asidosis dari kelaparan, alkalosis dari kehilangan asam
hidroklorid saat muntah dan hipokalemia (Yasa, 2012).
Sebagian besar emesis gravidarum (mual-muntah) saat hamil dapat
diatasi dengan berobat jalan, serta pemberian obat penenang dan anti muntah.
Namun sebagian kecil wanita hamil tidak dapat mengatasi mual muntah yang
berkelanjutan sehingga mengganggu kegiatan sehari-hari dan menimbulkan
kekurangan cairan serta terganggunya keseimbangan elektrolit (Manuaba, dkk,
2009).
2.1.2 Etiologi
Ada teori yang menyebutkan bahwa perasaan mual adalah akibat dari
meningkatnya kadar korionik gonado tropin, estrogen dan progesteron karena
keluhan ini mucul pada 6 minggu pertama kehamilan yang dimulai dari hari
pertama haid terakhir dan berlangsung selama 10 minggu. Pengaruh fisiologis
hormon ini korionk gonado tropin, estrogen dan progesteron ini masih belum
jelas, mungkin berasal dari sistem saraf pusata kibat berkurangnya system
pengosongan lambung. Penyesuaian terjadi pada kebanyakan ibu hamil,
meskipun demikian mual dan muntah dapat berlangsung berbulan-bulan.
Selain teori hormon korionik gonado tropin, estrogen dan progesteron ini
masih ada beberapa teori lain yang dapat menyebabkan hiperemesis
gravidarum seperti infeksi H. Pylori. Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa
infeksi H. Pylori dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum. Selain itu
masih ada teori penyebab . hiperemesis gravidarum akibat psikologis. (Yasa,
2012).

4
1. Faktor Endokrin
Faktor endokrin atau hormonal memiliki efek metabolik yang dapat
mengganggu metabolisme dan sistem pencernaan sehingga memperparah
keadaan mual muntah. 12 Studi prospektif tahun 1990 hingga 2005
meneliti hubungan antara Hormon Chorionic Gonadho tropin (HCG) dan
hiperemesis, merangkum hasil bahwa secara signifikan peningkatkan nilai
HCG ditemukan pada hyperemesis gravidarum. 6 HCG secara struktural
mirip dengan TSH. Sebelas dari 15 studi prospektif yang membandingkan
nilai T4 pasien hiperemesis dengan pasien hamil normal, ditemukan
peningkatan signifikan nilai T4 dalam wanita dengan hiperemesis, dan ini
juga kasus yang berkaitan dengan nilai-nilai TSH.
Hormon Progesteron juga diduga menyebabkan mual dan muntah dengan
cara menghambat motilitas lambung dan gelombang kontraksi otot polos
lambung. Hormon lain seperti kortisol yang tinggi dan adanya ke parahan
keadaan stress atau gangguan psikologis menunjukan korelasi positif,
ketika stres muncul sumbu hipotalamus hipofisis adrenal akan memicu
reaksi psikologis seperti peningkatan kadar serum kortisol.
2. Factor Metabolik
Teori metabolik menyatakan bahwa kekurangan vitamin B6 dapat
mengakibatkan mual dan muntah pada kehamilan. Pada hiperemesis
gravidarum terjadi abnormalitas saraf simpatik dan gangguan sekresi
vasopressin sebagai respon terhadap perubahan volume intra vaskular. Hal
tersebut akan mempengaruhi peristaltik lambung sehingga menimbulkan
gangguan motilitas lambung.
3. Helycobacter Pylori
Bakteri gram negatif, dengan bentuk spiral melengkung dan berflagel yang
ditemukan hidup berkoloni pada lapisan mukosa lambung yang dapat
menyebabkan gangguan saluran pencernaan. Pada studi ilmiah ditemukan
sebanyak 61,8% perempuan hamil dengan hiperemesis gravidarum
menunjukkan hasil tes deteksigenom Helycobacter Pylori yang positif.
4. Imunologi
Hiperemesis gravidarum dikaitkan dengan aktivitas berlebihan saraf
simpatik dan peningkatan produksi Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF α)

5
peningkatan kadar adenosin sehingga aktivasi saraf simpatik dan produksi
sitokin yang berlebihan. Imuno globulin C3 dan C4 serta jumlah limfosit
secara signifikan lebih tinggi pada wanita dengan hiperemesis gravidarum.
Keseimbangan Th1 atau Th- 2 menurun pada wanita dengan hiperemesis
gravidarum menghasilkan peningkatan kekebalan humoral. Peningkatan
Deoxiribonucleic Acid (DNA) janin telah ditemukan dalam plasma ibu
dari wanita dengan hiperemesis gravidarum. Dengan demikian,
hiperemesis gravidarum dapat dimediasi oleh penyimpangan kekebalan
tubuh ibu pada kehamilan.
5. Stres Psikologis
Faktor psiko sosial sangat terlibat dalam etiologi hiperemesis gravidarum
dan tidak hanya mempengaruhi durasi lama periode mual dan muntah
tetapi juga keparahan gejala. 17 Beberapa kasus hiperemesis gravidarum
menunjukkan adanya kelainan psikiatri termasuk Sindrom Munchausen,
gangguan konversi, somatisasi dan depresi berat. Hal ini mungkin terjadi
dibawah situasi stres atau ambivalensi pada kehamilan, namun demikian
hiperemesis gravidarum dapat timbul tanpa disertai adanya kelainan
psikiatri. Mengabaikan aspek psikosomatis pada pasien hyperemesis
gravidarium akan mengobati kondisi gejala tanpa menghilangkan
penyebabnya
2.1.3 Patofisologi
Patofisiologi hiperemesis belum diketahui pasti, teori yang paling umum
digunakan karena adanya pengaruh berbagai hormon kehamilan. Namun dari
patofisiologi mual dan muntah kita dapat mengetahui penyebab timbulnya
muntah.
Muntah merupakan cara traktus gastrointestinal mengosongkan isinya, ketika
semua bagian atas gastrointestisinal teriritasi secara luas atau sangat
terstimulasi menyebabkan suatu rangsangan khusus yang kuat untuk muntah.
Sinyal sensorik mual dan muntah dikordinasikan di pusat muntah pada medula
batang otak oleh saraf averen vagal dan aferen simpatis.
Gerakan muntah atau vomitus dikendaikan oleh dua pusat medularis yang
berbeda seperti yang terlihat pada gambar 2.2 mengenai hubungan persarafan
pusat muntah yaitu :

6
1. Pusat vomitus di bagian dorsal retikulum lateralis.
2. Kemoreseptor Trigger Zone di daerah postrema dasar ventrikulus
keempat. Setiap orang memiliki ambang yang sangat berbeda terhadap
berbagai stimulus pada pusat vomitusnya. Pusat muntah mengontrol dan
mengintegrasi kerja emesis. Pusat muntah ini menerima rangsangan aferen
dari traktus gastrointestinal dan bagian lain dari tubuh, dari batang otak yang
lebih tinggi dan pusat korteks, terutama aparatus labirintin, dan dari zona
pencetus kemoreseptor.

Gambar 2.2 Hubungan persarafan pusat muntah, beberapa inti sensorik,


motorik dan kontrol.

Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) atau zona pencetus kemoreseptor


dengan sendirinya tidak mampu menimbulkan gerakan vomitus, aktivasi zona
ini lebih memberikan impuls eferen pada pusat vomitus medularis yang
selanjutnya akan memulai emesis. CTZ merupakan kemoreseptor emetik yang
dapat diaktivasi oleh berbagai stimulus seperti penggunaan obat-obat tertentu
termasuk apomorfin dan morfin, toksin, bakteri, dan abnormalitas metabolik
yang merangsang. kemoreseptor hingga mencetuskan muntah.

Impuls motorik yang menyebabkan muntah di transmisikan dari pusat


muntah melalui jalur saraf kranialis V, VII, IX, X dan XII melalui saraf vagus
dan simpatis. Lintasan eferen yang penting pada vomitus adalah nervus
frenikus (pada diafragma), nervus spinalis (pada muskulatur interkostalis dan
7
abdominalis) dan serabut saraf eferen viseral dalam nervus vagus (pada laring,
faring, esofagus, dan lambung). Pusat muntah berlokasi dekat pusat medula
lain yang mengatur fungsi respirasi, vasomotor dan autonomik yang dapat
terkena pada proses muntah. Ketika pusat muntah sudah cukup terangsang
akan timbul efek :

1. Bernafas dalam.
2. Terangkatnya tulang hioid dan laring untuk mendorong sfingter
krikoesofagus terbuka.
3. Tertutupnya glotis.
4. Terangkatnya palatum mole untuk menutup nares posterior.
5. Berikutnya timbul kontraksi yang kuat dari otot abdomen yang dapat
menimbulkan tekan intragastrik yang meninggi. Akhirnya sfingter esofagus
mengalami relaksasi, sehingga memungkinkan pengeluaran isi lambung.
2.1.4 Penyebab HEG
Penyebab emesis gravidarum secara pasti belum dapat diketahui, tetapi
menurut Jimenez (1995) penyebab terjadinya mual di pagi hari adalah emosi,
perubahan hormon yang meningkatkan keasaman lambung dan rendahnya
gula. Menurut Guyton (1994) mual disebabkan oleh impuls iritasi yang datang
dari traktus gastrointestinal, impuls yang berasal dari otak bawah yang
berhubungan dengan morning sicknees atau impuls dan korteks serebri untuk
memulai muntah. Muntah sendiri disebabkan karena rangsangan yang kuat
sebagai akibat dari distensi yang berlebihan atau iritasi doudenum. Menurut
Farer (2001) penyebab pasti belum diketahui tetapi kemungkinan besar mual
muntah merupakan reaksi terhadap peningkatan kadar hormon yang
mendadak. Dugaan lain adalah peningkatan esterogen, HCl lambung dan
HCG (Human Chorionic Gonadotroopin).
Mekanisme mual dan muntah dikendalikan oleh dua area di SSP yaitu CTZ
(chemoreceptor Trigger Zone) dan di formasio retikularis. CTZ terletak
bilateral dasar ventrikel keempat Medulla Oblongata yang bertanggung jawab
terhadap keberadaan substan emetogenic misalnya toxin, ureum, hypoxia,
keton bodies dan segala sesuatu yang di respon sebagai benda asing yang
masuk dalam sistem aliran darah dan cerebrospinal fluid (CSF). Respon tubuh
terhadap emetogenic memberikan sinyal yang dikirim langsung melalui nervus
8
vagus (N X) kelambung sehingga timbul reaksi mual-muntah. Kasus lain yang
dapat merangsang CTZ misalnya iritasi dinding lambung karena bacteri atau
virus, menghirup atau menelan zat/obat-obat kimia, distensi lambung karena
kekenyangan, hambatan passage isi usus, timbunan gas, termasuk kondisi
psikis (Cemas, takut,). Sedang sinyal dinamika psikis akan dikirim ke formatio
reticularis dan selanjutanya ke nervus Vagus. CTZ dan formatio reticularis
mempunyai hubungan yang saling mempengaruhi melalui pintasan neural.
Berdasar teori diatas HCG merupakan emetogenic yang paling memenuhi
sebagai penyebab emesis gravidarum karena terjadinya pada trimester I
kehamilan. Dalam hal ini HCG akan direspon secara individual sebagai self
antigen yang memberi sinyal kimia pada CTZ dengan reaksi mual – muntah.
Ini konsisten dengan masa plasentasi yaitu selama + 90 hari, setelah masa ini
chorion akan menjadi plasenta dan kadar HCG menurun mual muntahpun
mereda atau hilang. Mengenai dinamika psikis, ini merupakan masalah yang
sangat terbuka untuk diteliti, karena respon spsikis individu terhadap setiap
aspek perubahan kehidupan sangat variatif.
Namun, ada juga yang berpendapat kalu Penyebab hiperemesis gravidarum
belum diketahui secara pasti, namun kondisi ini sering kali dikaitkan dengan
tingginya kadar hormon human chorionic gonadotropin (HCG) dalam darah.
Hormon ini dihasilkan oleh ari-ari (plasenta) sejak trimester pertama
kehamilan dan kadarnya terus meningkat sepanjang masa kehamilan.

Ada beberapa kondisi yang membuat ibu hamil lebih berisiko mengalami
hiperemesis gravidarum, yaitu:

1. Baru pertama kali mengandung


2. Mengandung anak kembar
3. Memiliki anggota keluarga yang pernah mengalami hiperemesis
gravidarum
4. Mengalami hiperemesis gravidarum pada kehamilan sebelumnya
5. Mengalami obesitas
6. Mengalami hamil anggur
2.1.5 Diagnosis

9
Pada diagnosis harus ditentukan adanya kehamilan dan muntah yang terus
menerus, sehingga mempengaruhi keadaan umum. Pemeriksaan fisik pada
pasien hiperemesis gravidarum biasanya tidak memberikan tanda-tanda yang
khusus. Lakukan pemeriksaan tanda vital, keadaan membran mukosa, turgor
kulit, nutrisi dan berat badan. Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai
dehidrasi, turgor kulit yang menurun, perubahan tekanan darah dan nadi.
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan antara lain, pemeriksaan
darah lengkap, pemeriksaan kadar elektrolit, ketonurin, tes fungsi hati, dan
urin alisa untuk menyingkirkan penyebab lain. Bila hyper thyroidism
dicurigai, dilakukan pemeriksaan T3 dan T4. Lakukan pemeriksaan ultra sono
grafi untuk menyingkirkan kehamilan mola. (Yasa, 2012).
Pemeriksaan laboratorium darah, urine, dan elektrolit untuk memastikan
pengidap benar-benar mengalami hiperemesis gravidarum dan bukan kondisi
lainnya. Pencitraan dengan USG, untuk melihat kondisi janin dalam
kandungan.
2.1.6 Gejala Hiperemesis Gravidarium
Gambaran gejala hiperemesis gravidarum secara klinis dapat dibagi menjadi
tiga tingkat berikut ini (Manuaba, dkk, 2009).
1. Hiperemesis gravidarum tingkat pertama.
a. Muntah berlangsung terus.
b. Makan berkurang.
c. Berat badan menurun.
d. Kulit dehidrasi sehingga tonusnya lemah.
e. Nyeri di daerah epigastrum.
f. Tekanan darah turun dan nadi meningkat.
g. Lidah kering.
h. Mata tampak cekung.
2. Hyperemesis Gravidarium tingkat keuda
a. Penderita tampak lebih lemah.
b. Gejala dehidrasi makin tampak, mata cekung, tugor kulit makin
kurang, lidah kering dan kotor.
c. Tekanan darah turun, nadi meningkat.
d. Berat badan makin menurun.

10
e. Mata ikterus.
f. Gejalah emo konsentrasi makin tampak; urine berkurang dan badan
aseton dalam urine meningkat.
g. Terjadinya gangguan buang air besar.
h. Mulai tampak gejala gangguan kesadaran, menjadi apati.
i. Napas berbau aseton.
3. Hyperemesis Gravidarium tingkat ketiga
a. Muntah berkurang.
b. Keadaan umum ibu hamil makin menurun; tekanan darah turun, nadi
meningkat, dan suhu naik; keadaan dehidrasi makin jelas.
c. Gangguan faal hati terjadi dengan manifestasi ikterus.
d. Gangguan kesadaran dalam bentuk somnolen sampai koma; komplikasi
susunan saraf pusat (ensefalopati Wernicke): nistagmus (perubahan
arah bola mata), diplopia (gambar tampak ganda), dan perubahan
mental
2.1.7 Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko penyakit hiperemesis gravidarum antara lain adalah
usia ibu, usia gestasi, jumlah gravida, tingkat sosial ekonomi, kehamilan
ganda, kehamilan mola, kodisi psikologis ibu dan adanya infeksi H. Pilory .
Usia ibu merupakan faktor resiko dari hiperemesis gravidarum yang
berhubungan dengan kondisi psikologis ibu hamil. Literatur menyebutkan
bahwa ibu dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun lebih
sering mengalami hiperemesis gravidarum. Usia gestasi atau usia kehamilan
juga merupakan faktor resiko hiperemesis gravidarum, hal tersebut
berhubungan dengan kadar hormon korionik gonadotropin, estrogen dan
progesteron di dalam darah ibu. Kadar hormone korionik gonadotropin
merupakan salah satu etiologi yang dapat menyebabkan hiperemesis
gravidarum. Kadar hormon gonadotropin dalam darah mencapai puncaknya
pada trimester pertama, tepatnya sekitar minggu ke 14-16. Oleh karena itu,
mual dan muntah lebih sering terjadi pada trimester pertama. Faktor resiko lain
adalah jumlah gravida. Hal tersebut berhubungan dengan kondisi psikologis
ibu hamil dimana ibu hamil yang baru pertama kali hamil akan mengalami
stress yang lebih besar dari ibu yang sudah pernah melahirkan dan dapat

11
menyebabkan hiperemesis gravidarum, ibu primi gravida juga belum mampu
beradaptasi terhadap perubahan korionik gonado tropin, hal tersebut
menyebabkan ibu yang baru pertama kali hamil lebih sering mengalami
hiperemesis gravidarum. Pekerjaan juga merupakan faktor resiko penyakit
hiperemesis gravidarum. Pekerjaan berhubungan dengan kondisi sosial
ekonomi yang juga mempengaruhi pola makan, aktifitas dan stres pada ibu
hamil. (Yasa, 2012).
Beberapa faktor risiko hiperemesis gravidarum, antara lain:
1. Hamil pada usia yang sangat muda.
2. Kehamilan pertama.
3. Kelebihan berat badan (obesitas).
4. Memiliki keluarga dekat (misalnya ibu, kakak, atau adik) yang pernah
mengidap hiperemesis gravidarum.
5. Mengidap mola hidatidosa (hamil anggur).
6. Mengandung anak perempuan atau anak kembar.
7. Pernah mengalami hiperemesis gravidarum pada kehamilan sebelumnya.
2.1.8 Bahaya dan Penanganan
Tanda bahaya yang perlu diwaspadai antara lain penurunan berat badan,
kekurangan gizi atau perubahan status gizi, dehidrasi, ketidak seimbangn elektrolit,
ketosis. Selain itu mual muntah berlebihan yang terus menerus saat hamil akan
mengganggu keseimbangan gizi, cairan dan elektrolit tubuh serta penurunan berat
badan. Kehilangan lebih 5 % berat badan sebelum hamil akibat mual muntah dapat
dikategorikan sebagai hiperemesis. Ini dapat berakibat buruk terhadap janin karena
dapat terjadi keguguran, lahir meninggal, lahir lebih awal, BBLR, pertumbuhan
terbelakang, kelainan jari tangan serta cenderung memiliki kelainan dan pertumbuhan
yang sedikit terbelakang. Meskipun penurunan berat badan karena hiperemesis
gravidarum tidak selalu berakibat demikian tetapi perlu diwaspadai atau dihindari
agar hal itu tidak terjadi.
Menurut Jymenez (1995:32) untuk menangani dan mencegah mual muntah
pada ibu hamil dapat dengan cara:

1. Upayakan lambung tidak kosong.


2. Disebelah tempat tidur simpan makanan kecil misalnya sepotong
coklat atau beberapa cracers untuk dimakan sebelum menginjakan kaki
dilantai saat bangun tidur di pagi hari.
12
3. Minum segelas susu atau teh manis yang hangat.

4. Isap atau kunyah es.

5. Makanlah apel atau kentang tanpa dikupas.

6. Teknik relaksasi dengan bernafas dalam dan keluar dengan perlahan


melalui mulut.

7. Hindari makan berminyak atau banyak rempah – rempah.

8. Hindari stres emosi atau fisik yang tidak perlu karena rasa mual kadang
menjadi parah dengan adanya ketegangan fisik dan emosi.

9. Jangan terlalu cepat bangun dari tidur, sehingga tercapai adaptasi aliran
darah menuju susunan saraf pusat.

10. Dianjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering.

11. Ketika istirahat dengan berbaring kaki dan kepala sedikit dinaikkan.

12. Berolahraga dan hiruplah udara segar.

13. Sebelum tidur, pastikan kamar mendapat udara segar.

14. Singkirkan pakaian yang kotor atau bau dan alat rumah tangga lain dari
dalam kamarm tidur.

15. Konsumsi buah segar yang mengandung cairan misalnya, semangka,


melon, sawo, jeruk manis rambutan dsb juga sangat baik.

16. Bila ibu suka mengulum permen pemberian pepermint seperti yang
terdapat pada permen pedas sesudah makan akan menimbulkan
relaksasi oesofagus bagian bawah dan memeberi sensasi lega.

2.1.9 Pengobatan Hiperemesis Gravidarum


Beberapa pengobatan yang umum diberikan dokter pada pengidap
hiperemesis gravidarum, antara lain:
13
1. Pemberian obat-obatan lewat suntikan, seperti vitamin B6, vitamin
B12, serta antiemetik atau antimual, untuk meringankan gejala
hiperemesis gravidarum.
2. Pemasangan cairan infus, untuk menjaga asupan cairan yang
dibutuhkan oleh pengidap agar terhindar dari dehidrasi.
3. Perubahan kebiasaan dan lingkungan, seperti banyak istirahat dan
kurangi gerak, menggunakan pakaian longgar, menghindari aroma-
aroma, suara bising, dan kedipan cahaya berlebih yang dapat memicu
mual. Selain itu, konsumsi kudapan kering (misalnya biskuit) secara
berkala, konsumsi makanan tinggi karbohidrat tapi rendah lemak, serta
minum air jahe ketika merasa mual.

Berbeda dengan moring skicnees yang penanganannya dapat dilakukan di


rumah, penderita hiperemesis gravidarum perlu menjalani perawatan di
rumah sakit. Pengobatan yang diberikan ditentukan berdasarkan tingkat
keparahan gejala dan kondisi kesehatan ibu hamil secara keseluruhan.
Pengobatan dilakukan dengan tujuan untuk menghentikan mual dan
muntah, mengganti cairan dan elektrolit yang hilang akibat muntah
berlebihan, memenuhi kebutuhan nutrisi, serta mengembalikan nafsu
makan.

2.1.10 Pencegahan Hiperemesis Gravidarum

Langkah pencegahan hiperemesis gravidarum belum diketahui. Meski


begitu, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meredakan morning
sickness sehingga tidak berkembang menjadi hiperemesis gravidarum, yaitu:

1. Memperbanyak istirahat untuk meredakan stres dan menghilangkan


rasa lelah.
2. Mengonsumsi makanan tinggi protein, rendah lemak, dan bertekstur
halus agar mudah ditelan dan dicerna.
3. Mengonsumsi makanan dalam porsi kecil, namun sering. Hindari
makanan berminyak, pedas, atau berbau tajam yang dapat memicu rasa
mual.

14
4. Memperbanyak minum air putih untuk mencegah dehidrasi, dan
mengonsumsi minuman yang mengandung jahe untuk meredakan mual
dan menghangatkan tubuh.
5. Mengonsumsi suplemen kehamilan untuk mencukupi kebutuhan
vitamin dan zat besi selama hamil.
6. Menggunakan aromaterapi untuk mengurangi mual di pagi hari.

Menjaga kesehatan kehamilan selama trimester pertama juga penting


dilakukan untuk mencegah hiperemesis gravidarum. Salah satunya adalah
dengan melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin. Pemeriksaan
kehamilan umumnya dilakukan sejak usia kehamilan 4 minggu, untuk
memantau perkembangan janin dan mendeteksi secara dini kelainan yang
mungkin dialami oleh janin.

15
Bab III

Kesimpulan

Saran

16

Anda mungkin juga menyukai