Anda di halaman 1dari 42

PANDUAN

PENANGGULANGAN
BAHAYA,
KEGAWATDARURATAN
SERTA BENCANADALAM
RANGKA
KESIAPSIAGAAN
KONDISI DARURAT DAN /
ATAU BENCANA

DIREKTORAT SDM, PENDIDIKAN DAN UMUM


RUMAH SAKIT JIWA DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR
TAHUN 2021
KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA
NOMOR : HK.02.03/XXV.2/5755/2021

TENTANG

PANDUAN PENANGGULANGAN BAHAYA, KEGAWATDARURATAN SERTA BENCANA


DALAM RANGKA KESIAPSIAGAAN KONDISI DARURAT DAN / ATAU BENCANA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT JIWA DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR,

Menimbang : a. bahwa salah satu upaya mengurangi dampak yang ditimbulkan


akibat kejadian bencana, maka Rumah Sakit perlu meningkatkan
kesiapsiagaan dalam menghadapi keadaan darurat dan/atau
bencana;
b. bahwa standar kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat
dan/atau bencana merupakan salah satu standar tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS);
c. bahwa Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas yang memberikan
layanan kesehatan bagi korban bencana diharuskan memiliki
kesiapan dan rencana mitigasi untuk menghadapi bencana yang
akan terjadi;
d. bahwa rumah sakit perlu melakukan penilaian terus menerus untuk
memenuhi regulasi keamanan dan keselamatan sehingga secara
efektif dapat mengidentifikasi, analisis, pengendalian risiko
sehingga dapat dan meminimalkan risiko yang terjadi;
e. bahwa sehubungan dengan huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d
diatas, perlu dibuat Panduan Penanggulangan Bahaya,
Kegawatdaruratan Serta Bencana Dalam Rangka Kesiapsiagaan
Kondisi Darurat Dan / Atau Bencana Di Lingkungan Rumah Sakit
Jiwa dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.

Mengingat : 1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;


2. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
3. Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran
Negara No 4431);
4. UU Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
(Lembaran Negara Tahun 2007 No 66, Tambahan Lembaran
Negara No. 4723
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 2009 No. 144, Tambahan Lembaran
Republik Indonesia Nomor 5063);
6. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara Tahun 2009 No. 153, Tambahan Lembaran No.
5072);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996, Tambahan Lembaran
Republik Indonesia Nomor 3637);
8. Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan
Radiasi Pengion Dan Keamanan Sumber Radioaktif (Lembaran
Negara Tahun 2007 No. 74, Tambahan Lembaran Negara No.
4730);
9. Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2019 tentang
Penyakit Akibat Kerja (Lembaran Negara Tahun 2019 No.18);
10. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 02/MEN/1980 tentang
Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan
Keselamatan Kerja;
11. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No:
Per.04/Men/1980 Tentang Syarat-Syarat Pemasangan Dan
Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan;
12. Permen PU No. 26 Tahun 2008 Tentang Persyaratan Teknis Sistem
Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/ 2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Berita Negara Tahun
2011 No. 541);
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan (Berita Negara
Tahun 2016 No. 1475);
15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 66 Tahun 2016 tentang
Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 38);
16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2020 tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit (Berita Negara Tahun 2020
No 21);
17. PermenLHK NO 6 Tahun 2021 tentang Tata Cara Dan Persyaratan
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (Berita
Negara Tahun 2021 Nomor 294);
18. Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I No. KEP.186/MEN/ 1999
Tentang Unit Penanggulangan Kebakaran Di Tempat Kerja;
19. Instruksi Menteri Kesehatan Nomor 84/Menkes/Inst/IIV/ 2002
tentang Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Kerja dan Sarana
Kesehatan;
20. Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 4 Tahun 2020
tentang Pedoman Kriteria Penetapan Kecelakaan Kerja, Cacat, dan
Penyakit Akibat Kerja, Serta Kriteria Penetapan Tewas bagi
Pegawai Aparatur Sipil Negara (Berita Negara Tahun 2020 No 337);
21. Petunjuk Teknis Kesiapsiagaan Kondisi Darurat dan/atau Bencana
di Rumah Sakit, Tahun 2020.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PANDUAN PENANGGULANGAN BAHAYA, KEGAWATDARURAT AN


SERTA BENCANA DALAM RANGKA KESIAPSIAGAAN KONDISI
DARURAT DAN / ATAU BENCANA DI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT
JIWA dr. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR

KESATU : Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas yang memberikan layanan
kesehatan bagi korban bencana diharuskan memiliki kesiapan dan
rencana mitigasi untuk menghadapi bencana yang akan terjadi,
mengingat kejadian bencana dapat menimbulkan korban jiwa massal
dan kemungkinan Rumah Sakit tersebut juga terkena dampak
bencana;

KEDUA : Program manajemen bencana Rumah Sakit mengarahkan


perkembangan dan eksekusi kegiatan yang mampu memitigasi,
mempersiapkan, merespon, dan pemulihan situasi dari suatu bencana;

KETIGA : Rumah Sakit diharuskan dapat mengembangkan dan memelihara


program manajemen bencana untuk menanggapi becana baik bencana
non alam, bencana alam atau lainnya yang memiliki potensi terjadi
dimasyarakat;

KEEMPAT : Direktur Utama dan Direktur Teknis melakukan pembinaan dan


pengawasan pelaksaan Keputusan ini sesuai tugas dan fungsinya
masing-masing
KELIMA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di
kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam surat keputusan ini
akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya

Ditetapkan di Bogor
Pada tanggal 21 Juli 2021
DIREKTUR UTAMA,

FIDIANSJAH
LAMPIRAN
SK DIREKTUR UTAMA RSJ. DR. H.
MARZOEKI MAHDI BOGOR
NOMOR: HK.02.03/XXV.3/5755/2021
TENTANG PANDUAN PENANGGULANGAN
BAHAYA, KEGAWATDARURATAN SERTA
BENCANA DALAM RANGKA KESIAPSIAGAAN
KONDISI DARURAT DAN / ATAU BENCANA

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat, yang disebabkan baik oleh
faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia. Bencana yang
disebabkan faktor alam sering kali terjadi di Indonesia. Hal ini disebabkan secara
geografis Indonesia terletak di cincin api pasifik (wilayah dengan banyak aktivitas
tektonik), sehingga terus menghadapi risiko bencana berupa letusan gunung berapi,
gempa bumi, banjir, dan tsunami. Data BNPB tahun 2019, mengungkapkan bahwa
kejadian bencana alam mengalami peningkatan jumlah tiap tahunnya. Bencana ini
berpotensi merusak bahkan menghancurkan pemukiman, tempat kerja, tempat
ibadah, termasuk fasilitas pelayanan kesehatan.

Selain bencana yang disebabkan oleh alam, bencana juga bisa disebabkan oleh
faktor non alam diantaranya adalah outbreak, epidemic dan wabah penyakit.
Bencana epidemi yang menular hingga lintas negara berubah menjadi pandemi
sehingga perlu diwaspadai. Bencana pandemic sering disebabkan oleh Penyakit
Infeksi Emerging dan Re-emerging (PINERE) atau new - emerging infectious
diseases. Setiap bencana akan menimbulkan kerugian baik harta benda, kerusakan
lingkungan bahkan korban jiwa. Rumah Sakit Jiwa dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor
(selanjutnya disebut RSJMM) sebagai salah satu fasilitas yang memberikan layanan
kesehatan bagi korban bencana diharuskan memiliki kesiapan dan rencana mitigasi
untuk menghadapi bencana yang akan terjadi, mengingat kejadian bencana dapat
menimbulkan korban jiwa massal dan kemungkinan rumah sakitpun terkena
dampak bencana.

Manajemen darurat dan/atau bencana harus dapat dilakukan oleh RSJMM sehingga
pada saat terjadi bencana, RSJMM tetap dapat diakses, dapat memberikan layanan
kesehatan terhadap korban bencana dan berfungsi maksimum dengan infrastruktur
yang sama sebelum terjadi bencana, selama bencana, dan segera setelah bencana
(WHO, 2015). Program manajemen bencana RSJMM mengarahkan perkembangan
dan eksekusi kegiatan yang mampu memitigasi, mempersiapkan, merespon, dan
pemulihan situasi dari suatu bencana.

Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan Permenkes nomor 66 tahun 2016


tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) yang mengatur
tentang penyelenggaraan SMK3RS (Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Rumah Sakit) dan melakukan penerapan standar K3RS, termasuk
didalamnya kesiapsiagaan RS dalam menghadapi kondisi darurat dan/atau bencana.
Rumah Sakit Jiwa dr. H. Marzoeki Mahdi juga diharuskan dapat mengembangkan
dan memelihara program manajemen bencana untuk menanggapi becana baik
bencana non alam, bencana alam atau lainnya yang memiliki potensi terjadi
dimasyarakat sesuai standar akreditasi Manajemen Fasilitas dan Keselamatan
(MFK) (STARKES, 2022).

Sehubungan dengan pertimbangan tersebut, perlu disusun petunjuk teknis


kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat dan/atau bencana di Rumah Sakit Jiwa
dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor yang mengacu kepada Buku Petunjuk Teknis
Kesiapsiagaan Kondisi Darurat Dan/Atau Bencana di Rumah Sakit yang diterbitkan
oleh Direktorat Kesehatan Kerja dan Olah Raga Tahun 2020.

B. Tujuan
Sebagai acuan Rumah Sakit Jiwa dr. H. Marzoei Mahdi Bogor dalam melakukan upaya
kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat dan/atau bencana.

C. Sasaran
1. Rumah Sakit
2. Manajemen Rumah Sakit
3. Pengelola K3
4. Pegawai Rumah Sakit
5. Pasien
6. Pihak ketiga di Rumah Sakit / tenant
7. Pengunjung/ keluarga pasien

D. Ruang lingkup
Petunjuk teknis ini mengatur ketentuan-ketentuan yang harus dilakukan oleh RSJMM
Bogor dalam menghadapi kondisi darurat dan/atau bencana dari aspek pengelolaan
sumber daya yang ada untuk menghadapi bencana baik internal maupun bencana
eksternal. Lingkup kesiapsiagaan RSJMM dalam menghadapi bencana ekternal
sebatas fungsi Rumah Sakit yaitu menerima rujukan korban bencana dari luar.
BAB II KONDISI DARURAT DAN/ATAU BENCANA

A. Pengertian
• Darurat adalah suatu keadaan tidak normal/tidak diinginkan yang terjadi pada
suatu tempat/kegiatan yang cenderung membahayakan manusia, merusak
peralatan/harta benda atau merusak lingkungan sekitarnya yang masih dapat
ditangani oleh sumber daya internal RSJMM.
• Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologi yang tidak dapat ditangani sendiri oleh
sumber daya internal RSJMM.
• Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi kondisi darurat dan/atau bencana melalui pengorganisasian serta
melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
• Tanggap darurat dan bencana adalah serangkaian upaya yang dilakukan
dengan segera pada saat kejadian darurat dan bencana untuk menangani
dampak buruk yang ditimbulkan, meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi
korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan
korban, penyelamatan, dan pemulihan sarana prasarana.
• Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.
• Penyakit Infeksi Emerging (PIE) adalah penyakit yang muncul dan menyerang
suatu populasi manusia untuk pertama kalinya atau telah ada sebelumnya
namun meningkat dengan sangat cepat, baik dalam jumlah kasus baru di dalam
satu populasi, ataupun penyebarannya ke daerah geografis yang baru (re-
emerging infectious disease) yang dapat berasal dari virus, bakteri dan parasit.
Termasuk kelompok PIE adalah penyakit yang pernah terjadi di suatu daerah di
masa lalu, kemudian menurun atau telah dikendalikan, namun kemudian
dilaporkan lagi dalam jumlah yang meningkat. Bentuk lainnya lagi adalah
penyakit lama yang muncul dalam bentuk klinis yang baru, yang bisa jadi lebih
parah atau fatal.
• Kedaruratan Kesehatan Masyarakat adalah kejadian kesehatan masyarakat
yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular dan/atau
kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi
kimia, bioterorisme dan pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan
berpotensi menyebar ke lintas wilayah atau lintas negara.
B. Kriteria Kondisi darurat di Rumah Sakit
Beberapa kondisi darurat yang kemungkinan terjadi di RSJMM antara lain
1. Kedaruratan keselamatan dan keamanan (demonstrasi/huru-hara, penculikan bayi,
kekerasan dalam Rumah Sakit dan risiko kecelakaan yang diakibatkan oleh kondisi
gedung dan fasilitas lainnya)
2. Tumpahan bahan dan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
3. Kegagalan peralatan medik dan non medik
4. Kedaruratan utilitas Rumah Sakit meliputi kegagalan kelistrikan, kegagalan
ketersediaan air, kegagalan informasi teknologi/ IT, dan kegagalan sistem tata udara
5. Outbreak/wabah/pandemi penyakit

Kondisi darurat di RSJMM dapat berkembang menjadi bencana apabila tidak dapat
ditangani oleh sumber daya internal Rumah Sakit.

C. Jenis bencana yang dapat berdampak pada kesiapan Rumah Sakit


Potensi bahaya yang terjadi di Indonesia berdasarkan UU Nomor 24 tahun 2007
dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis bencana yaitu bencana alam, bencana non alam,
dan bencana sosial.
1. Bencana Alam
− Gempa bumi
− Letusan gunung berapi
− Tsunami
− Tanah longsor
− Kekeringan
− Angin topan
− Gelombang pasang/badai
− Likuifaksi
− Banjir

2. Bencana Non Alam


− Kecelakaan transportasi
− Kegagalan konstruksi/teknologi
− Kebakaran hutan yang disebabkan oleh manusia
− Ledakan nuklir
− Dampak industri (kimia/biologi, dll)
− Pencemaran lingkungan
− Outbreak/Wabah/pandemi penyakit

3. Bencana Sosial
− Konflik sosial dipicu oleh kecemburuan sosial, budaya, ekonomi dan SARA −
Demonstrasi/ huru-hara
− Aksi teror
− Sabotase
BAB III
IDENTIFIKASI DAN PENILAIAN RISIKO KONDISI DARURAT DAN/ATAU BENCANA
DI RUMAH SAKIT dr. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR

A. Proses Manajemen Risiko


Risiko adalah peluang peristiwa atau kondisi tidak pasti, apabila terjadi dapat
memberikan dampak positif atau negatif yang dapat mempengaruhi perubahan
terhadap biaya, ruang lingkup, dan kualitas pelayanan rumah sakit. Manajemen risiko
adalah proses perumusan dan pelaksanaan tindakan untuk memitigasi bahaya
berdasarkan hasil penilaian risiko (NRC, 1983). Manajemen risiko bertujuan untuk
meningkatkan peluang dan dampak positif, serta mengurangi peluang dan dampak
yang merugikan, misalnya menurunkan kualitas pelayanan rumah sakit atau
mengganggu fungsi operasional rumah sakit saat kondisi darurat dan/atau bencana.

Program manajemen risiko keadaan darurat dan/ atau bencana rumah sakit dilakukan
melalui beberapa tahapan, sebagai berikut:
1. Penetapan Konteks
Manajemen bencana rumah sakit dimulai dari penetapan konteks yaitu menetapkan
ruang lingkup jenis kondisi darurat dan/atau bencana yang akan dikendalikan.
2. Identifikasi risiko
Identifikasi risiko meliputi segala jenis bahaya dan kelemahan sistem yang dapat
menyebabkan kondisi darurat dan/atau bencana dan berdampak pada penghentian
proses kerja atau layanan rumah sakit serta identifikasi sumber daya internal dan
ekternal yang dimiliki atau telah dipersiapkan oleh rumah sakit untuk menghadapai
kondisi darurat dan/ataubencana. Beberapa dokumen dan sumber data yang perlu
dipersiapkan saat melakukan identifikasi diantaranya sebagai berikut:
a. Analisis catatan rekaman data kejadian darurat dan/atau bencana
Analisis data insiden/kejadian darurat dan/atau bencana yang pernah terjadi
sebelumnya baik pada Rumah Sakit itu sendiri maupun di tempat lain termasuk
wabah/endemi.
b. Survey potensi risiko
Survey terhadap semua kondisi yang dapat menimbulkan kejadian darurat
dan/atau bencana. Survey dapat dilakukan dengan menggunakan daftar periksa
yang tidak terbatas pada :
1) Bahan
Melakukan analisis potensi risiko yang berasal dari bahan-bahan yang ada di
Rumah Sakit seperti Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan limbahnya.
2) Peralatan
Melakukan analisis semua peralatan yang berpotensi untuk terjadinya kondisi
darurat dan/atau bencana seperti peralatan radiologi/radioterapi, instalasi gas
medis sentral, peralatan laboratorium, genset, boiler, panel listrik dan
sebagainya.
3) Proses/ Metode
Melakukan analisis semua proses dan metode kerja yang berpotensi untuk
terjadinya kondisi darurat dan/atau bencana seperti tidak menutup dengan
rapat tabung gas medis, proses penyimpanan tabung gas yang tidak tepat,
ketidakpatuhan terhadap SPO, pengujian alat yang tidak sesuai standar dan
sebagainya.
4) Kondisi Lingkungan
Melakukan analisis semua kondisi lingkungan kerja yang berpotensi
menimbulkan kondisi darurat dan/atau bencana seperti suhu ekstrim, penataan
ruangan kerja yang tidak sesuai standar dan sebagainya.
5) Faktor manusia
Melakukan analisis faktor manusia yang mempunyai kemungkinan
menimbulkan kondisi darurat dan/atau bencana seperti perilaku yang tidak
aman dan sebagainya.
Penilaian risiko adalah kegiatan untuk menilai tingkat kemungkinan dan tingkat
keparahan/kerusakan/penghentian proses pelayanan Rumah Sakit akibat kondisi
darurat dan/atau bencana. Ada beberapa metode penilaian risiko, diantaranya sebagai
berikut:
a. What if analysis (Analisis ‘Bagaimana Jika’);
b. Process Hazard Analysis (PHA);
c. Hazard Identification Risk Assessment and Determine Control (HIRADC);
d. Failure Mode and Effects Analysis (FMEA);
e. Hazard Vulnerability Analysis (HVA);
f. Hospital Safety Index (HSI);
g. Fire Safety Risk Assesment (FSRA); dan lainnya

3. Analisis Risiko
Hasil penilaian risiko dilakukan analisis sehingga didapatkan informasi yang menjadi
dasar Rumah Sakit dalam menentukan prioritas bahaya yang perlu segera
dikendalikan, serta menentukan cara pengendalian terbaik untuk meminimalkan
risiko. Informasi hasil analisis penilaian risiko juga dapat menghasilkan data yang
digunakan

untuk pengukuran kinerja, akreditasi fasilitas, peningkatan layanan, dan penilaian


kepatuhan terhadap peraturan.
4. Evaluasi Risiko
Langkah pertama dalam evaluasi risiko adalah menyusun rencana penanganan
risiko. Beberapa hal yang masuk dalam rencana penanganan risiko yaitu hasil
identifikasi dan penilaian risiko, penanggung jawab penanganan risiko, dan rencana
aksi untuk menguatkan peluang positif dan meminimalkan risiko yang tidak
diinginkan. Berdasarkan rencana penanganan risiko kemudian disepakati upaya
penanganan risiko, diantaranya sebagai berikut:
a. Mitigasi, tindakan pencegahan awal untuk mencegah atau mengurangi peluang
terjadinya risiko yang tidak diharapkan.
b. Kontigensi, tindakan yang diambil dalam merespon pencetus terjadinya risiko
sehingga dapat mengurangi dampak risiko yang tidak diinginkan.
c. Transfer, tindakan menggeser/memindahkan risiko ke dalam tanggung jawab
bagian lain.
d. Menolak risiko, yaitu tindakan merubah proses kerja atau sistem kerja atau alat
kerja sehingga hal tersebut tidak ada lagi dalam draft identifikasi risiko.
e. Menerima risiko, yaitu kesadaran bahwa risiko tersebut merupakan bagian dari
pekerjaan dan menerima konsekuansi yang ditimbulkan.
5. Penanganan Risiko
Mengidentifikasi pilihan penanganan risiko dan memilih penanganan terbaik.
6. Monitoring dan review
Pimpinan Unit kerja yang ditunjuk untuk mengelola risiko harus memastikan setiap
risiko yang berhasil diidentifikasi dalam pemantauannya. Monitoring risiko meliputi
proses identifikasi, analisis, rencana pengendalian risiko, analisis ulang risiko yang
masih tersisa, pemantauan pemicu terjadinya risiko, mereview hasil intervensi
terhadap risiko.
7. Komunikasi Risiko
Melaporkan hasil pemantauan risiko secara berkala untuk menyesuaikan setiap
perubahan terkini.

B. Metode Penilaian Risiko


Untuk memudahkan identifikasi dan penilaian risiko kondisi darurat dan/atau bencana
di
Rumah Sakit, terdapat beberapa instrumen yang dapat digunakan antara lain
• Hazard Identification, Risk Assessment, and Determine Control (HIRADC)
• Hazard Vulnerability Analysis (HVA)
• Hospital Safety Index (HSI)
• Fire Safety Risk Assesment (FSRA)

1) Hazard Identification, Risk Assessment, and Determining Control (HIRADC) Salah


satu instrumen yang dapat digunakan untuk identifikasi dan penilaian risiko adalah
HIRADC (Hazard Identification, Risk Assessment, and Determine Control) atau
Identifikasi Bahaya, Penilaian, dan Pengendalian Risiko. Penggunaan instrumen ini
secara praktis dapat disesuaikan dengan kondisi Rumah Sakit masing-masing.
Tabel 1. Formulir Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko di Rumah Sakit

Tabel 2. Contoh Matriks Risiko berdasarkan hasil identifikasi dan penilaian risiko

Tabel 3. Contoh Kategori Dampak terhadap keselamatan dan kesehatan


KATEGORI DAMPAK TERHADAP KESELAMATAN &
KESEHATAN
1 Tidak ada dampak

2 Membutuhkan P3K

3 Membutuhkan perawatan medis

4 Menyebabkan cacat permanent

5 Menyebabkan kematian
Catatan : Untuk kategori dampak dapat disesuaikan definisi operasionalnya dengan
kondisi dan kejadian yang dapat ditimbulkan baik untuk keselamatan maupun kesehatan

Tabel 4. Contoh Kategori Kemungkinan/ Probabilitas

KATEGORI KETERANGAN

1 = sangat jarang Terjadi sekali dalam lima tahun

2= jarang Terjadi sekali dalam 1-2 tahun

3= mungkin Terjadi sekali dalam 1-2 tahun

4= sering Terjadi beberapa kali dalam setahun

5= sangat sering Terjadi dalam hitungan minggu atau bulan


Catatan : Untuk kategori kemungkinan/probabilitas dapat disesuaikan definisi
operasionalnya dengan kondisi dan kejadian yang dapat ditimbulkan baik untuk
keselamatan/kesehatan

Pada kondisi bencana berupa outbreak/wabah/pandemi penyakit, RSJMM akan


melakukan berbagai penyesuaian untuk memastikan operasional dapat berjalan,
namun tetap aman bagi karyawan, pasien, maupun pengunjung. Terjadinya wabah
yang mengakibatkan perubahan alur, penambahan kapasitas, atau penambahan
SDM, akan menyebabkan timbulnya risiko baru.

2) Hazard and Vulnerability Analysis (HVA)

Hazard and Vulnerability Analysis (HVA) merupakan instrumen untuk menilai


kerentanan Rumah Sakit terhadap kondisi darurat dan/atau bencana baik yang
berasal dari internal maupun eksternal Rumah Sakit. Pengisian instrumen HVA
harus melibatkan berbagai berbagai satuan kerja/unit/instalasi yang terkait.

Penilaian risiko kondisi darurat dan/atau bencana dilakukan dengan instrumen HVA
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Menyiapkan instrumen HVA seperti pada tabel 1
b. Mengumpulkan data potensi bahaya yang ada di Rumah Sakit
c. Memasukkan data potensi bahaya ke dalam tabel HVA
d. Menginput data yang menggambarkan situasi dan kondisi yang sebenarnya di
Rumah Sakit
e. Menghitung tingkat risiko semua kondisi darurat dan/atau bencana yang telah
diidentifikasi
f. Menentukan prioritas kondisi darurat dan/atau bencana sesuai dengan hasil HVA
g. Menyelenggarakan pertemuan untuk penyebaran informasi prioritas hasil HVA
dengan melibatkan pimpinan dan satuan kerja/unit/instalasi terkait
h. Melaporkan hasil penilaian HVA kepada pimpinan tertinggi Rumah Sakit
i. Melakukan review hasil penilaian HVA minimal 1 (satu) tahun sekali atau jika
terjadi perubahan/ kejadian yang berdampak pada HVA

Proses penilaian risiko dengan instrumen HVA di Rumah Sakit sesuai tabel dibawah
ini :

Tabel 5. Hazard and Vulnerability Analysis(HVA) Kondisi darurat dan/atau


bencana
Untuk HVA diisi dengan masing-masing menilai kerentanan Rumah Sakit terhadap
kondisi darurat dan/atau bencana baik yang berasal dari internal maupun eksternal
RSJMM yang diantara terkait dengan human disaster, natural disaster,
technological disaster, hazard material disaster termasuk disease disaster.

HVA diisi oleh tim kewaspadaan bencana yang Sebagian besar terdiri dari unsur
direksi, manajemen, K3, Mutu, PPI (terkait wabah) bagian umum/logistik, IGD/Medis,
pemeliharaan sarana, sanitasi, penunjang medik dan penunjang non medik serta
yang dimungkinkan terlibat dalam kondisi bencana.

Pengisian angka dalam kolom dapat mengacu beberapa hal antara lain:
• Probabilitas (kemungkinan) terjadinya suatu kondisi darurat dan/atau bencana.
Untuk menentukan probabilitas dapat dipertimbangkan risiko yang diketahui, dan
data historis (apakah pernah terjadi sebelumnya).
- Poin 0 tidak pernah (NA) : kondisi darurat atau bencana tidak mungkin terjadi
- Poin 1 jarang (rare) : kondisi darurat atau bencana terjadi < 30 tahun sekali
- Poin 2 kadang-kadang (occasional) : bencana terjadi setiap 5 tahun sekali tapi
lebih dari sekali dalam setiap 30 tahun
- Poin 3 sering (frequent) : bencana terjadi lebih sering dari sekali setiap 5 tahun
• Dampak manusia yaitu potensi cedera atau kematian pada staf atau pada
pasien
- Poin 0 tidak ada dampak : Tidak ada dampak yang berarti/bahaya yang
mempengaruhi masyarakat, kalaupun terjadi pengaruhnya minimal
- Poin 1 rendah : Dampak rendah berarti kejadian bencana umumnya
melibatkan ancaman terhadap sejumlah masyarakat. Mungkin ada beberapa
penduduk yang luka ringan dan membutuhkan pertolongan pertama.
- Poin 2 moderat : Dampak sedang berarti kejadian bencana menyebabkan
sejumlah besar penduduk cidera yang membutuhkan perawatan medis lebih
lanjut.
- Poin 3 tinggi : Dampak yang lebih besar berarti kejadian bencana terjadi pada
masyarakat luas atau daerah yang terkonsentrasi dengan dampak yang parah.
Ini dapat mengakibatkan sejumlah besar kematian dan cidera yang melibatkan
evakuasi besar-besaran dan atau membutuhkan tempat penampungan.
• Dampak properti yaitu adanya biaya untuk menggantikan atau membangun
kembali, biaya untuk penggantian sementara (sewa, pembelian), biaya untuk
memperbaiki, waktu untuk pulih/bertahan dalam bisnis melanjutkan pelayanan
secara normal
- Poin 0 tidak ada dampak : Tidak ada dampak berarti, ada kemungkinan sedikit
atau tidak ada bahaya yang mempengaruhi masyarakat atau, jika itu terjadi,
kerusakan terhadap kalaupun terjadi pengaruhnya minimal
- Poin 1 rendah : Dampak terbatas berarti kejadian bencana umumnya
melibatkan hanya kerusakan properti publik atau swasta. Sumber daya lokal
dapat memperbaiki atau mengganti properti yang rusak
- Poin 2 moderat : Dampak sedang berarti kejadian bencana menyebabkan
kerusakan moderat di area yang luas atau terkonsentrasi. Kerusakan terhadap
properti publik dan swasta dapat melebihi sumber daya lokal untuk
memperbaiki atau mengganti
- Poin 3 tinggi : Dampak yang lebih luas berarti dampak kejadian menyebabkan
kerusakan berat pada properti publik dan swasta di area yang luas atau daerah
terkonsentrasi dengan dampak yang parah. Besarnya bencana dapat
menghasilkan deklarasi pemerintah bencana besar/ nasional atau darurat
• Dampak bisnis yaitu gangguan bisnis, staf tidak dapat melaporkan pekerjaan,
pelanggan tidak dapat mencapai fasilitas, perusahaan yang melanggar
perjanjian kontrak, pengenaan denda dan hukuman atau biaya hukum,
gangguan pasokan
yang kritis, gangguan distribusi pada produk, reputasi dan citra publik, dan
dampak keuangan/beban
- Poin 0 tidak ada dampak : Tidak ada dampak berarti, ada kemungkinan sedikit
atau tidak ada bahaya yang mempengaruhi masyarakat atau, jika itu terjadi,
tidak akan mengganggu jalannya pelayanan
- Poin 1 rendah : Dampak rendah berarti kejadian bencana umumnya
mempengaruhi pelayanan namun hanya dalam waktu kurang dari 2 jam
- Poin 2 moderat : Dampak sedang berarti kejadian bencana umumnya
mempengaruhi pelayanan namun hanya dalam waktu kurang lebih dari 8 jam
- Poin 3 tinggi : Dampak yang lebih luas berarti dampak kejadian umumnya
mempengaruhi pelayanan namun hanya dalam waktu kurang lebih dari 24 jam
• Kesiapan RSJMM meliputi status rencana saat ini, frekuensi latihan, status
pelatihan, asuransi, ketersediaan sumber alternatif untuk pelayanan
- Poin 0 tidak ada : Tidak ada kesiapan sama sekali untuk menghadapi bencana
yang akan terjadi
- Poin 1 tinggi : Kesiapan yang dilakukan sudah terbentuk, bisa dilihat dari
adanya dokumen, SDM, dan simulasi risiko bencana yang terjadi
- Poin 2 sedang : Kesiapan yang dilakukan sudah terbentuk, namun hanya
berupa dokumen dan SDM
- Poin 3 rendah : Kesiapan yang dilakukan sudah terbentuk namun hanya
berupa dokumen
• Respon internal meliputi jenis persediaan yang ada apakah memenuhi
kebutuhan, volume persediaan yang ada, distribusi pasokan, ketersediaan staf,
ketersediaan sistem cadangan, kemampuan sumber daya internal untuk
bertahan terhadap bencana.
- Poin 0 tidak ada : Tidak ada sama sekali
- Poin 1 tinggi : Respon tinggi yaitu sudah ada tim darurat dan sudah mengikuti
pelatihan kegawatdaruratan
- Poin 2 sedang : Respon sedang yaitu sudah ada tim darurat namun belum
diikutsertakan pelatihan
- Poin 3 rendah : Respon rendah yaitu belum ada tim darurat yang jelas
• Respon eksternal meliputi jenis perjanjian dengan lembaga masyarakat/latihan,
koordinasi dengan lembaga lokal/nasional, koordinasi dengan fasilitas perawatan
kesehatan yang lebih tinggi, koordinasi dengan fasilitas pengobatan khusus,
sumber daya masyarakat
- Poin 0 tidak ada : Tidak ada sama sekali
- Poin 1 tinggi : Respon tinggi yaitu Rumah Sakit sudah melakukan kerjasama
dengan semua instansi terkait adanya bencana yang terjadi
- Poin 2 sedang : Respon sedang yaitu Rumah Sakit sudah melakukan
kerjasama dengan beberapa instansi
- Poin 3 rendah : Respon rendah yaitu Rumah Sakit belum melakukan
kerjasama namun sudah ada rencana untuk melakukan kerjasama.

Nilai Risiko adalah pengkalian probabilitas dengan dampak.

Dalam menentukan prioritas penanganan kondisi darurat dan/atau bencana, dapat


mempertimbangkan:
a. Kondisi darurat dan/atau bencana dengan nilai total risiko > 55%
b. Kondisi darurat dan/atau bencana dengan nilai total risiko dibawah 55% tetapi
harus dibuat penanganan sesuai rekomendasi dan ketentuan dari hasil
akreditasi
c. Kondisi darurat dan/atau bencana dengan nilai total risiko dibawah 55% tetapi
merupakan kondisi darurat dan/atau bencana dengan nilai total terbesar
pertama dan kedua

Setelah perhitungan menggunakan tabel, selanjutnya dilakukan analisis dengan


membandingkan hasil identifikasi HVA yang dilakukan di satuan kerja/unit/instalasi
dengan standar yang wajib dipenuhi didalam proses penanggulangan terjadinya
bencana.

3) Hospital Safety Index (HSI)

Hospital Safety Index (HSI) merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk
menilai suatu Rumah Sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan tetap beroperasi,
berfungsi dan memberikan pelayanan dalam kondisi darurat dan/atau bencana. HSI
membantu pengambil kebijakan untuk menentukan secara cepat tindakan yang
diambil untuk meningkatkan keamanan dan kemampuan Rumah Sakit dalam
merespon kondisi darurat dan/atau bencana dengan fokus kepada pencegahan,
mitigasi, respon darurat dan pemulihan.

Penilaian menggunakan Hospital Safety Index (HSI) dibagi menjadi 4 (empat)


bagian penilaian yaitu :

a. Bahaya yang berdampak pada keamanan RSJMM dan peran RSJMM


dalam pengelolaan kondisi darurat dan/atau bencana
Pada aspek ini menilai secara cepat bahaya internal dan eksternal RSJMM dan
keadaan geoteknik tanah yang dapat mempengaruhi keamanan dan fungsi
RSJMM di masyarakat. Pada aspek ini juga mengidentifikasi risiko bencana
alam yang mungkin terjadi pada geografis layanan kesehatan, contohnya
apakah memiliki risiko terjadi gempa bumi, gunung meletus atau bencana alam
lainnya.
b. Keamanan Struktur Bangunan
Pada aspek ini RSJMM akan dievaluasi bagaimana keamanan struktur fasilitas
yang melibatkan penilaian dari jenis struktur, bahan, dan paparan sebelumnya
terhadap bencana alam dan lainnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui
apakah struktur memenuhi standar untuk memberikan pelayanan kepada
penduduk bahkan dalam kasus bencana besar, atau apakah bisa berdampak
dengan membahayakan integritas struktural, dan kapasitas fungsional pada
saat terjadinya bencana.
Keamanan struktur bangunan dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu apakah
RSJMM terdampak bahaya dan kerentanan terhadap bencana. Penilaian kedua
apakah struktur fasilitas berdampak atau rusak dan bagaimana kerusakan
dapat diperbaiki.
c. Keamanan Non-Struktural
Kegagalan non-struktural biasanya tidak membahayakan stabilitas bangunan,
tetapi bisa membahayakan orang dan isi bangunan. Pada aspek ini akan
dilakukan evaluasi dan verifikasi stabilitas elemen non-struktural dan apakah
peralatan dapat berfungsi selama dan setelah bencana. Analisis ini meliputi
akses dan rute keluar dari lingkungan RSJMM, keamanan jaringan kritis seperti
sistem air, listrik, komunikasi, sistem HVAC (Heating, Ventilation and Air-
Conditioning), serta peralatan diagnostik, dan perawatan medis.

d. Pengelolaan kondisi darurat dan/atau bencana


Aspek pengelolaan kondisi darurat dan/atau bencana, RSJMM akan melakukan
evaluasi kesiapan sumber daya manusia RSJMM dalam merespon kondisi
darurat dan/atau bencana. Hal ini dapat diketahui dari koordinasi tim Rencana
Hospital Disaster Management, pusat komando bencana, respon dan rencana
pemulihan Rumah Sakit, manajemen komunikasi dan informasi, ketersediaan
SDM, logistik dan keuangan, layanan dan dukungan pasien, dekontaminasi,
manajemen korban, keselamatan dan keamanan staf.

Perhitungan nilai Hospital Safety Index (HSI)

Perhitungan nilai HSI menggunakan formulir (kalkulator HSI) yang dikeluarkan oleh
WHO dan dapat diunduh di media elektronik
(https://www.who.int/hac/techguidance/preparedness/hospital_safety_index_forms.
p df). Langkah pertama yaitu tim evaluasi mengisi dengan lengkap semua aspek
penilaian berdasarkan situasi dan kondisi sebenarnya di RSJMM.

Selanjutnya hasil penilaian semua aspek dimasukkan dalam instrumen dalam link
yang berisi formula rumus perhitungan. Perhitungan berdasarkan bagaimana
penilaian setiap item pertanyaan, pentingnya item dalam masing-masing aspek
penilaian dan kepada keseluruhan keamanan Rumah Sakit dalam menghadapi
kondisi darurat dan/atau bencana. Dalam melakukan perhitungan, tim evaluasi
harus mendapatkan pelatihan terlebih dahulu.

HSI diisi oleh tim kewaspadaan bencana yang didalamnnya ada yang sudah
mendapatkan pelatihan HSI dan Sebagian besar terdiri dari unsur direksi/
manajemen, K3, Mutu, PPI (terkait wabah) bagian umum/logistik, IGD/Medis,
pemeliharaan sarana, sanitasi, penunjang medik dan penunjang non medik serta
yang dimungkinkan terlibat dalam kondisi bencana.

Hasil perhitungan akhir HSI akan mendapatkan 3 (tiga) kategori kesiapsiagaan


Rumah Sakit dalam menghadapi bencana yaitu kategori A, B, dan C.
Tabel 6. Kategori Hasil Perhitungan HSI

Safety Klasifikasi Implementasi


Index
0 – 0,35 C Keselamatan suatu fasilitas kesehatan dan isinya berada
dalam risiko saat menghadapi situasi bencana

0,36 – 0,65 B Fasilitas kesehatan dinilai dapat bertahan pada situasi


bencana tapi peralatan dan pelayanan penting lainnya
berada dalam risiko
0,66 – 1 A Fasilitas kesehatan dapat melindungi hidup manusia
yang ada di dalamnya dan dinilai dapat tetap berfungsi
dalam situasi bencana

4) Fire Safety Risk Assesment (FSRA)

Rumah Sakit harus merencanakan dan menerapkan suatu program untuk


pencegahan, penanggulangan bahaya kebakaran, serta penyediaan sarana jalan
keluar yang aman sebagai respons terhadap kebakaran dan keadaan darurat
lainnya. RSJMM dalam hal ini perlu melakukan penilaian risiko terjadinya
kebakaran secara berkala.

Penilaian risiko kebakaran harus mencakup identifikasi sumber potensi bahaya


kebakaran berdasarkan setiap proses kerja yang mungkin dilakukan di lingkungan
RSJMM, identifikasi orang yang berisiko untuk terkena bahaya, melakukan evaluasi,
eliminasi, reduksi dan proteksi terhadap potensi risiko. Instrumen penilaian risiko
kebakaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan RSJMM yang ada.
BAB IV
KESIAPSIAGAAN KONDISI DARURAT DAN/ATAU BENCANA DI RUMAH SAKIT

Kesiapsiagaan kondisi darurat dan/atau bencana berdasarkan hasil penilaian


menggunakan instrumen HIRADC, HVA, HSI, dan FSRA dapat dilakukan dengan
menyusun rencana tanggap darurat dan/atau bencana. Rencana tanggap darurat
dan/atau bencana merupakan suatu rencana formal tertulis yang dibuat dan disusun oleh
tim tanggap darurat dan/atau bencana RSJMM yang disahkan oleh Direktur Utama
RSJMM Bogor, dilanjutkan dengan sosialisasi dan pelatihan.

A. Tim Tanggap Darurat Dan/Atau Bencana

Tim tanggap darurat dan/atau bencana atau Incident Command System harus terdiri dari
sumber daya manusia yang yang memiliki pengetahuan atau sudah terlatih, dengan
jumlah anggota yang memadai dan menunjuk seorang pemimpin/ ketua tim. Setiap
satuan kerja/ unit/ instalasi menugaskan 1 (satu) orang sebagai anggota tim tanggap
darurat dan/ atau bencana.

Tim tanggap darurat dan/atau bencana dapat terdiri atas:


1. Pimpinan kondisi darurat dan/atau bencana
2. Penanggung jawab informasi publik
3. Penanggungjawab pusat dan penghubung/ koordinasi
4. Tim Ahli
5. Penanggung jawab keselamatan kerja
6. Penanggung jawab operasional medis dan/atau non medis
7. Penanggung jawab perencanaan
8. Penanggung jawab logistik
9. Penanggung jawab keuangan/administrasi
Bagan 1. Struktur tim tanggap darurat dan/atau bencana

Pimpinan Kondisi/

Incident Commander
Humas/ Expert team
Public Information

Pusat Informasi/ PJ K3/Safety Officer


Liaision Officer

PJ PJ PJ Logistik PJ Keuangan/

Operasional Perencanaan Admisnitrasi

Sumber : Buku Petunjuk Teknis Kesiapsiagaan Kondisi Darurat dan/atau Bencana di RS

Uraian tugas masing-masing penanggung jawab sebagai berikut:

No Nama Jabatan Tugas Jabatan


1 Pimpinan kondisi darurat  Pimpinan kondisi darurat dan/atau bencana berasal
dan/atau bencana/ dari jajaran direksi yang dapat dihubungi pada saat
Incident Commander bencana
 Memberikan arahan seluruh kegiatan yang dilakukan
di pusat komando, mengatur waktu operasional tim,
merencanakan strategi dan prioritas dalam
melaksanakan rencana tanggap darurat dan/atau
bencana
 Memiliki wewenang untuk menunjuk penanggung
jawab pusat informasi publik, penanggung jawab
penghubung, penanggung jawab K3, penanggung
jawab operasional medis dan/atau non medis,
penanggung jawab logistik, penanggung jawab
keuangan/administrasi, penanggung jawab
perencanaan
 Membuat keputusan untuk pembatasan akses
2 Penanggung jawab pusat  Penanggung Jawab Pusat Informasi Publik adalah
informasi publik/ Public Kepala Bagian Pemasaran/Humas/ Promkes atau
Information Officer yang dedelegasikan oleh direksi
 Penanggung jawab informasi publik bertanggung
jawab dalam penyebaran informasi kedalam dan
keluar Rumah Sakit
 Merupakan juru bicara Rumah Sakit terhadap pihak
eksternal (media, LSM dan organisasi lainnya)
 Pengendali dan penghubung pesan baik dari internal
maupun eksternal Rumah Sakit dan atau tim
lapangan
No Nama Jabatan Tugas Jabatan
3 Petugas penghubung/  Petugas penghubung melakukan hubungan antara
koordinasi / Liaison Officer pihak luar untuk memberikan bantuan/dukungan
dengan Rumah Sakit pada saat terjadi bencana
 Pada beberapa kasus, dapat menjadi Pusat
Komando Rumah Sakit
 Menyediakan informasi dan kebutuhan sumber daya
dari Rumah Sakit lainnya
 Menginformasikan kepada yang berwenang terkait
data kesakitan dan kematian korban

4 Tim Ahli / Expert Team  Penanggung jawab terkait dengan kejadian adanya
wabah/endemic
 Penanggung jawab pencegahan dan pengendalian
wabah/epidemi dengan memonitor respon Rumah
Sakit dalam mengidentifikasi dan memperbaiki
kondisi darurat
 Berkewajiban menentukan potensi bahaya terkait
wabah/epidemi yang membahayakan pasien,
karyawan, pengunjung dan lingkungan Rumah Sakit
 Bertanggungjawab untuk memastikan keselamatan
semua sumber daya manusia yang sedang bertugas
 Bertanggungjawab untuk mengidentifikasi,
melakukan evaluasi dan memecahkan masalah
pengendalian dan pencegahan yang berhubungan
fasilitas dan sarana prasarana
 Mengidentifikasi Alat Pelindung Diri (APD) yang
dibutuhkan oleh karyawan berdasarkan potensi
bahaya saat terjadi kondisi darurat dan/atau bencana
yang terkait dengan wabah/endemi
 Memiliki tugas untuk melakukan koordinasi dengan
Tim Medis Reaksi Cepat (TMRC) dan mengaktifkan
satuan kerja yang ada di Kelompok Staf Medis
( KSM ), rawat jalan, rawat inap, rawat intensif,
kamar operasi, penunjang medis dan non medis, dan
Forensik untuk kesiapan pelayanan pasien bila
terjadi darurat wabah/epidemi
 Mendata kapasitas medis yang berupa jumlah
dokter, perawat dan bidan, kapasitas rawat jalan,
kapasitas rawat inap, kapasitas ICU, kapasitas alat
kedokteran, kapasitas alat kesehatan dan APD untuk
tim medis

5 Penanggung jawab  Penanggung jawab keselamatan kerja adalah


keselamatan kerja/ Safety Kepala Instalasi Kesling & K3RS
Officer  Penangung jawab keselamatan kerja memonitor
respon Rumah Sakit dalam mengidentifikasi dan
memperbaiki kondisi darurat
 Berkewajiban menentukan potensi bahaya
keselamatan yang membahayakan pasien,
karyawan, pengunjung dan lingkungan Rumah Sakit
 Bertanggungjawab untuk memastikan keselamatan
No Nama Jabatan Tugas Jabatan
semua sumber daya manusia yang sedang bertugas
 Bertanggungjawab untuk mengidentifikasi,
melakukan evaluasi dan memecahkan masalah
keselamatan dan kesehatan yang berhubungan
dengan struktur bangunan
 Mengidentifikasi Alat Pelindung Diri (APD) yang
dibutuhkan oleh karyawan berdasarkan potensi
bahaya saat terjadi kondisi darurat dan/atau
bencana
 Memiliki tugas untuk melakukan koordinasi dengan
Tim Medis Reaksi Cepat (TMRC) dan mengaktifkan
Tim rawat jalan, Tim Rawat inap, Tim rawat intensif,
Tim kamar operasi, Tim Rawat khusus, Tim
penunjang medis, tim evakuasi radiasi, Tim
Evakuasi KLB/wabah dan Tim Forensik serta
Departemen Medik untuk kesiapan pelayanan
pasien bila terjadi darurat bencana
 Mendata kapasitas medis yang berupa jumlah
dokter, perawat dan bidan, kapasitas rawat jalan,
kapasitas rawat inap, kapasitas ICU, kapasitas alat
kedokteran, kapasitas alat kesehatan dan APD
untuk tim medis
 Berkoordinasi dengan Koordinator Manajemen
Operasional dalam menentukan alternatif lokasi
untuk tambahan Rumah Sakit darurat
6 Penanggung jawab  Penanggung jawab operasional medis dan/atau non
operasional medis medis mengatur semua kegiatan yang sesuai
dan/atau non medis/ dengan rencana tanggap darurat dan/atau bencana
Operations Section Chief  Memiliki tugas mengkoordinasikan kegiatan
operasional tanggap darurat yang terdiri dari
infrastruktur, pengamanan, penyelamatan,
pendampingan pasien dan SDM untuk mendukung
manajemen medis
7 Penanggung jawab  Penanggung jawab perencanaan mengumpulkan,
perencanaan/Planning mengevaluasi dan menyebarluaskan informasi
Section  Menyiapkan rencana tanggap darurat dan/atau
bencana secara berkala
 Menyiapkan laporan status kondisi darurat dan/atau
bencana
 Mendata sumber daya yang ada dan
mengidentifikasi kekurangan sumber daya yang
dibutuhkan
8 Penanggung jawab  Penanggung jawab logistik menyediakan semua
logistic / Logistics Section kebutuhan pada saat kondisi darurat dan/atau
Chief bencana
 Bertanggung jawab dalam penyediaan sumber daya
termasuk memperoleh bantuan sumber daya dari
dalam dan luar Rumah Sakit, organisasi lain dan
pusat krisis kesehatan setempat
 Penanggung jawab logistik adalah Kepala Bagian
No Nama Jabatan Tugas Jabatan
Unit Layanan Pengadaan
 Mendata ketersediaan sumber daya di Rumah Sakit
 Mendata kapasitas obat-obatan dan alat kesehatan
yang ada di Instalasi Farmasi
 Menyiapkan fasilitas dan sarana darurat meliputi
kemungkinan pengadaan alat kedokteran, obat-
obatan dan makanan
 Penanggung jawab logistik dibagi menjadi Bagian
Pelayanan dan Bagian Pendukung
 Bagian Pelayanan bertanggung jawab untuk
mendukung komunikasi dan informasi, dan
pemberian bantuan makanan untuk pasien dan
karyawan
 Bagian Pendukung bertanggung jawab untuk
memperoleh semua dukungan, mengkoordinasikan
transportasi, memperoleh tambahan sumber daya
tenaga kesehatan
9 Penanggung jawab keuangan /administrasi/
 Penanggung jawabFinance/Administration
keuangan/administrasiSection Chief
mengkoordinasikan bagian pengadaan, kompensasi,
dan pembayaran
 Menghitung anggaran yang dibutuhkan dalam
rencana tanggap darurat dan/atau bencana
 Membuat kontrak, kebutuhan pengadaan dan
pembayaran seluruh sumber daya

Penanda Tim Tanggap Darurat dan/atau Bencana

Tim tanggap darurat dan/atau bencana atau wabah/endemi di RSJMM Bogor


menggunakan penanda berupa helm, yang terdiri dari Helm Merah, Biru, Kuning
dan Putih.

Ketentuan tentang Helm adalah :

- Helm merah = untuk petugas pemadam


- Helm biru = untuk petugas pengarah evakuasi manusia
- Helm Kuning = untuk petugas pengaman aset
- Helm Putih = untuk Petugas pengaman berkas

B. Standar Prosedur Operasional (SPO)

Standar Prosedur Operasional (SPO) berisikan informasi mengenai pengertian, tujuan,


kebijakan, prosedur dan unit terkait. Beberapa SPO umum yang minimal harus ada
berdasarkan jenis kondisi darurat dan/atau bencana antara lain:
1. Pada Semua kondisi darurat dan/atau bencana:
a. Pedoman Kewaspadaan Bencana Rumah Sakit
b. SPO Aktivasi Tim Hospital Disaster Plan (HDP)
c. SPO Briefing dan SPO Debriefing
d. SPO Pelimpahan Wewenang (Transfer of Command) dari Direktur kepada Ketua
HDP
e. SPO Layanan Kritis
f. SPO Sistem Rujukan
g. SPO Keamanan dan Keselamatan
h. SPO Komunikasi Internal
i. SPO Pencatatan dan Pelaporan
j. SPO Aktivasi Tim Lapangan
k. SPO Triase Mass Casualty Incident
l. SPO Penyediaan Logistik
m. SPO Pengadaan dan Penyediaan Barang
n. SPO Manajemen Bantuan
o. SPO Manajemen Relawan
p. SPO Mobilisasi Internal (SDM, Sarana dan Prasarana)
q. SPO Manajemen Media (Humas)
r. SPO Administrasi dan Keuangan
s. SPO Pemulangan Pasien
t. SPO Pemulasaraan Jenazah (terutama bencana terkait infeksi)
u. SPO Pelaporan Insiden dan Investigasi

2. Natural Disaster:
a. SPO Gempa Bumi
b. SPO Tsunami
c. SPO Banjir
d. SPO Gunung Meletus
e. SPO Kebakaran Hutan
f. SPO Tanah Longsor
g. SPO Angin Kencang
h. SPO Suhu Ekstrim
i. SPO Kekeringan

3. Human Disaster:
a. SPO Kejadian Penculikan Bayi
b. SPO Ancaman Bom
c. SPO Huru-hara dan demonstrasi
d. SPO Sabotase dan Terorisme
e. SPO Kecelakaan Masal
f. SPO Kerusuhan Sipil
g. SPO Penyanderaan
h. SPO Konflik Bersenjata
i. SPO Kerumunan Massa

4. Technological Disater:
a. SPO Kejadian Kebakaran/ Code Red
b. SPO Penggunaan APAR
c. SPO Penggunaan Hidran
d. SPO Penggunaan sensor asap dan pemadam otomatis
e. SPO Penggunaan APD Fire Fighter
f. SPO Mitigasi Kebakaran
g. SPO Kegagalan Kelistrikan
h. SPO Kegagalan Generator
i. SPO Kecelakaan Industri
j. SPO Kegagalan Transportasi
k. SPO Kegagalan Sistem Persediaan Air
l. SPO Kekurangan Gas Medis
m. SPO Kekurangan Supply
n. SPO Kerusakan Struktur Bangunan
o. SPO Kecelakaan Transportasi

5. Hazmat Disaster:
a. SPO Tumpahan B3
b. SPO Tanggap Darurat Tumpahan B3
c. SPO Penggunaan Spillkit
d. SPO Penggunaan APD terkait Disaster Hazmat
e. SPO Kebocoran Radiasi
f. SPO Tanggap Darurat Bencana Radiasi
g. SPO Penggunaan APD terkait Bencana Radiasi

6. Disease Disaster:
a. SPO Keracunan makanan Masal
b. SPO KLB
c. SPO Penggunaan APD terkait Wabah
d. SPO Epidemi, Pandemi dan Emerging Diseases
e. SPO Serangan Hama

Apabila kondisi darurat meningkat menjadi bencana, pihak Rumah Sakit memiliki SPO
untuk mengelola komunikasi dengan pihak eksternal yang terkait.

C. Sistem Kode Darurat di Rumah Sakit

 Kode darurat
Kode darurat di RSJMM digunakan untuk menginformasikan petugas dan pengunjung
akan terjadinya suatu kondisi darurat dan bencana yang terjadi. Kode darurat dibuat
singkat dan dipahami oleh seluruhnya, sehingga dianggap lebih gampang apabila
dipresentasikan dalam warna. Di RSJMM ada beberapa kode kedaruratan yang
secara umum digunakan antara lain:

a. Kode Biru (Code Blue) : Kedaruratan Medik / resusitasi


Kode Biru (Code Blue) adalah kode yang mengumumkan adanya pasien, keluarga
pasien, pengunjung, dan karyawan yang mengalami kegawatan medis atau henti
jantung atau henti nafas dan membutuhkan tindakan bantuan hidup dasar /
resusitasi segera.

Pengumuman ini utamanya adalah untuk memanggil tim medis reaksi cepat atau
tim code blue yang bertugas pada saat tersebut, untuk segera berlari secepat
mungkin (Respon time < 10 menit) menuju ke tempat lokasi/ ruangan yang
diumumkan dan melakukan resusitasi jantung dan paru pada pasien.

b. Kode Merah (Code Red) : Kebakaran


Kode Merah (Code Red) adalah kode yang mengumumkan adanya ancaman
kebakaran di lingkungan RSJMM (api maupun asap), sekaligus mengaktifkan tim
siaga bencana RSJMM untuk khusus kebakaran. Dimana tim ini terdiri dari seluruh
personel RSJMM, yang masing-masing memiliki peran spesifik yang harus
dikerjakan sesuai dengan panduan kebakaran/tanggap darurat bencana/Disaster
plan Rumah Sakit.

c. Kode Merah Muda (Code Pink) : Penculikan bayi


Kode Merah Muda (Code Pink) adalah kode yang mengumumkan adanya
penculikan bayi/ anak atau kehilangan bayi/ anak di lingkungan RSJMM. Secara
universal, pengumuman ini seharusnya diikuti dengan lock down (menutup akses
keluar-masuk) RSJMM secara serentak oleh petugas keamanan.

d. Kode Hijau (Code Green) : Kejadian Gempa Bumi


Kode Hijau (Code Green) adalah kode yang mengumumkan adanya kejadian
gempa bumi yang terjadi di RSJMM yang diumumkan setelah kejadian gempa
dengan maksud agar segera dilakukan penilaian awal dan mencegah kepanikan
yang tidak terkendali.

e. Kode Hitam (Code Black) : Ancaman bom


Kode Hitam (Code black) adalah kode yang mengumumkan adanya ancaman bom
atau ditemukan benda yang dicurigai bom di lingkungan RSJMM.

f. Kode Abu-abu (Code Grey) : Kedaruratan keamanan


Kode Abu-abu (Code Grey) adalah kode yang mengumumkan adanya kedaruratan
keamanan seperti huru-hara, ancaman orang yang membahayakan (ancaman
orang bersenjata atau tidak bersenjata yang mengancam akan melukai seseorang
atau melukai diri sendiri), kekerasan terhadap karyawan, pengunjung dan
ancaman lain.

g. Kode Kuning (Code Yellow) : Kedaruratan massal / emergensi internal


Kode Kuning (Code Yellow) adalah kode yang mengumumkan adanya kejadian
kedaruratan masal / emergensi baik itu yang terjadinya berasal dari luar maupun
dari dalam RSJMM, diantaranya adanya kejadian kecelakaan massal, keracunan
masal, wabah/epidemic, KLB dari suatu penyakit baik menular/tidak menular.

h. Kode Coklat (Code Brown) : Kehilangan/Pencurian


Kode Coklat (Code Brown) adalah kode yang mengumumkan adanya kejadian
kehilangan barang atau adanya kejadian pencurian di dalam / diluar gedung pada
area RSJMM.

i. Kode Ungu (Code Purple) : Evakuasi


Kode Ungu (Code Purple) adalah kode yang mengumumkan pengaktifan evakuasi
pasien, pengunjung dan karyawan RSJMM pada titik-titik kumpul / aman yang
telah ditentukan setelah ada komando akibat adanya kegawat daruratan
kebakaran ataupun bencana. Pada intinya, menginisiasi tim evakuasi untuk
melaksanakan tugasnya.

Untuk kode bencana lainnya yang berupa tambahan selain yang ada pada kode
bencana tersebut diatas dapat ditambahkan sesuai dengan kesepakatan,
pemahaman dan kebijakaan dari RSJMM. Kejadian-kejadian bencana tersebut
seperti : Banjir bandang, Tanah longsor, Angin Puting Beliung/Badai, dan Kejadian
bencana lainnya

 Nomor penting
Nomor penting yang dapat dihubungi dibagi menjadi nomor internal Rumah Sakit dan
nomor eksternal RSJMM. Nomor internal RSJMM yang dapat dihubungi antara lain :
111 (Code Red) dan 333 (Code Blue), 135 (Direksi), 100 Operator, dan 125 (IGD).
Nomor penting eksternal RSJMM ketika terjadi bencana antara lain Pusat krisis
Kementerian Kesehatan (Public Safety Center), Ambulan gawat darurat, Polisi/ Kodim,
SAR, PLN, Pemadam kebakaran, Posko bencana, PMI atau nomor lain sesuai
dengan kondisi darurat dan/atau bencana di RSJMM.

D. Tingkat Kesiapsiagaan Kondisi darurat dan/atau bencana

Penanganan kondisi darurat dan/atau bencana dilakukan berdasarkan tingkatan


kesiapsiagaan. Untuk kejadian adanya bencana wabah/endemic atau pandemik maka
tingkatannya mengikuti kebijakan RSJMM dan juga mengacu dari kebijakan
pemerintah pusat.
Tabel 7. Tingkat Status Kondisi Darurat dan/atau Bencana
Status Kondisi darurat Istilah Dalam Penjelasan
dan/atau bencana Bahasa

I Awas/ Merah Kondisi darurat dan/atau bencana yang dapat


diselesaikan dengan bantuan pihak luar

II Siaga/ Orange Kondisi darurat dan/atau bencana yang dapat


diselesaikan oleh internal RSJMM

III Waspada/ Kuning Kondisi darurat dan/atau bencana yang dapat


diselesaikan oleh satuan kerja/unit/instalasi
terkait
E. Rambu-rambu mengenai keselamatan dan tanda darurat sesuai dengan standar
dan pedoman teknis

Rambu-rambu keselamatan dan tanda darurat harus diletakkan pada tempat yang
mudah dilihat baik oleh petugas RSJMM maupun pengunjung.:

Tabel 8. Desain dan Penempatan Rambu-rambu Keselamatan dan Tanda Darurat

No. Rambu-rambu Contoh Desain Penempatan Dasar


( Antara lain ) Regulasi
1 Arah Jalur Minimal 20cm - 40cm dan SNI 03-
Evakuasi maksimal 140-170 cm 1746-2000
dari atas permukaan lantai,
ditempatkan pada persimpangan
koridor, jalan ke luar menuju ruang
tangga darurat, balkon atau teras dan
JALUR pintu menuju tangga darurat.
EVAKUASI Rambu evakuasi yang terpasang
harus mudah diidentifikasi, mudah
terlihat dan tidak terhalang dengan
warna dasar hijau dan tulisan warna
EVAKUASI
putih serta dapat berpendar dalam
gelap (glow in the dark / fosforisensi)
dengan ukuran tulisan, jarak antara
rambu evakuasi yang proporsional
dan beberapa rekomendasi untuk
penempatannya adalah :

Dalam ruangan, dapat dikombinasikan


sesuai dengan keadaan penempatan
barang dan kondisi dari lay out
ruangan tersebut. Kombinasi bisa
dilakukan pada dinding
 Terpasang di dinding dengan
ketinggian dari lantai antara 20cm
EVAKUASI - 40cm
 Dan/Atau terpasang di dinding
dengan ketinggian dari lantai
antara 140cm 170 cm
 Dan/Atau digantung pada area
tertentu yang menunjukkan arah
evakuasi menuju titik kumpul
aman

Di luar ruangan atau area koridor


dapat dikombinasikan dengan
Pada koridor yang keadaan dan kondisi dari layout
panjang dan lurus ruangan dan gedung, yaitu :
(lebih dari 40  Terpasang di dinding dengan
meter) ketinggian dari lantai kurang lebih
No. Rambu-rambu Contoh Desain Penempatan Dasar
( Antara lain ) Regulasi
20cm 40cm
 Dan/Atau terpasang di dinding
dengan ketinggian dari lantai antar
140cm 170 cm
 Atau di gantung pada area tertentu
dimana rambu tersebut dapat
mudah diidentifikasi, dilihat dan
tidak terhalang
 Jika menggunakan tiang pada
area menuju lapangan atau titik
kumpul aman dengan ketinggian
antara 175cm – 200cm.
 Tiang tidak mudah bergeser dan
kuat

2 Tanda Exit Maksimal 20 cm di atas pintu darurat/ Permen


akses menuju keluar gedung PUPR
Nomor
14 Tahun
2017
Lampiran
3 Rambu Dipasang pada lokasi titik kumpul yang Permen
Titik sudah ditentukan pada lokasi yang PUPR
kumpul aman Nomor
14 Tahun
2017
Lampiran
4 Rambu Tinggi pemberian rambu/tanda APAR Permenakert
Penanda adalah 125 cm dari dasar lantai tepat rans No
APAR diatas satu atau kelompok alat PER.04/MEN
pemadam api ringan bersangkutan /1980

5 Sign Kotak Ditempat yang mudah dilihat dan Permenakert


P3K ditempat yang cukup cahaya rans No
PER.15/MEN
/VIII/2008

Untuk rambu yang terkait dengan adanya bencana wabah/endemic/pandemic dapat


disesuaikan dengan kondisi, lokasi dan ruangan yang digunakan dengan
petunjuk/rambu yang jelas dan informatif.

F. Kedaruratan Kesehatan Masyarakat


Dalam menyelenggarakan pelayanan pasien dalam keadaan darurat tersebut, setiap
pasien yang dicurigai menderita penyakit menular terkait kedaruratan kesehatan
masyarakat harus diterima di RSJMM melalui satu pintu yang telah ditetapkan
misalnya IGD atau poliklinik yang khusus ditetapkan sebagai pusat penanganan
penyakit tersebut, baik bagi pasien rujukan maupun bukan rujukan. RSJMM
menyusun alur penanganan pasien yang efektif dan efisien untuk mempercepat
proses penanganan dan mencegah penularan penyakit.
Untuk mengantisipasi dan menanggulangi lonjakan pasien terkait kedaruratan
kesehatan masyarakat ini, maka diperlukan prosedur tanggap darurat dan
mempersiapkan adanya kemungkinan eskalasi dengan menjalankan rencana
Penanggulangan Bencana Rumah Sakit (Hospital Disaster Plan). Alur pengaktifan tim
bencana RSJMM adalah sebagai berikut :
1. Kepala IGD melapor sampai dengan Pimpinan berdasarkan informasi dari
lapangan
2. Pimpinan RSJMM memberikan instruksi kepada tim investigasi KLB untuk
melakukan asesmen lapangan secara cepat
3. Diluar jam kerja, Nurse on Duty (NOD) mengaktifkan tim investigasi dan memimpin
koordinasi pada saat itu untuk laporan segera pada Pimpinan RSJMM.
4. Tim investigasi melaporkan hasil asesmen cepat kepada Pimpinan RSJMM.
5. Pimpinan RSJMM mengaktifkan tim penanggulangan bencana RSJMM dengan
Direktur Medik dan Keperawatan sebagai IncidentCommander
6. Tim bencana segera melakukan koordinasi di posko yang sudah ditetapkan

Pimpinan RSJMM memberikan instruksi kepada jajaran tim penanggulangan bencana


untuk mempersiapkan
1. Pemetaan Area/Pos Kegiatan (Staging)
Melakukan pengkajian kebutuhan area atau pos kegiatan utama meliputi area
pelayanan utama, pembagian zona pelayanan pasien, maupun kebutuhan area
lainnya diatur berdasarkan kajian di lapangan

2. Alur Penanganan Pasien/Prosedur penanganan pasien


a. Pasien rujukan penyakit menular terkait kedaruratan kesehatan masyarakat
1) Petugas menerima informasi rujukan pasien yang dicurigai menderita
penyakit menular kedaruratan kesehatan masyarakat kemudian
berkoordinasi dengan ruang perawatan isolasi dan melaporkan
2) PJ Ruang mengumumkan situasi code yellow bagi para petugas diikuti
briefing koordinasi cepat dipimpin oleh Kepala/PJ untuk persiapan
mengantisipasi kedatangan ambulans perujuk terkait
3) Saat ambulans perujuk tiba di halaman (dropzone), petugas triase
melakukan konfirmasi rujukan secara cepat dengan petugas yang
mengantar pasien. Pasien tetap berada di dalam ambulans. Petugas triase
menentukan level triase pasien dengan mengacu pada Emergency
Severity Index (ESI) sesuai kondisi pasien menurut laporan petugas
perujuk
4) Tim keamanan mengawal dan ambulans perujuk menuju ruang isolasi
sesuai jalur yang ditetapkan
5) PJ memberitahu tim jaga di ruang perawatan isolasi untuk bersiap
menerima pasien
6) Kepala Ruangan melaporkan situasi ke Pimpinan Rumah Sakit
b. Pasien datang sendiri (bukan rujukan)
1) Petugas triase melakukan asesmen triase cepat termasuk skrining
kemungkinan penyakit menular udara akibat infeksi virus terkait
kedaruratan kesehatan masyarakat saat pasien datang. Sedapat mungkin
skrining dilakukan sebelum pasien masuk ke dalam area utama. Kriteria
skrining disesuaikan dengan gejala penyakit menular terkait kedaruratan
kesehatan masyarakat tersebut
2) Berdasarkan hasil skrining awal, apabila pasien dicurigai menderita
penyakit menular kedaruratan kesehatan masyarakat maka petugas triase
mengarahkan pasien masuk ke ruang isolasi transit untuk dilakukan
asesmen triase lebih lanjut;
3) Proses asesmen triase dilanjutkan dengan asesmen medis dan resusitasi-
stabilisasi (bila diperlukan) oleh tim dokter spesialis jaga onsite
berkolaborasi dengan perawat jaga
4) Tim dokter spesialis jaga onsite yang bertanggung jawab melakukan
asesmen medis dalam hali ini terdiri atas dokter jaga anestesi, penyakit
dalam, dan anak. Keterlibatan bidang medis lain sesuai prioritas
kebutuhan klinis pasien.
5) Proses asesmen dan asuhan pasien di ruang isolasi transit dilakukan
secara efektif dan efisien mengacu pada panduan praktik klinis. Hanya
petugas berkepentingan yang melakukan kontak dengan pasien dalam
rangka meminimalkan risiko penularan.
6) Berdasarkan hasil asesmen awal, dokter spesialis jaga onsite
berkoordinasi dan memutuskan tindak lanjut dalam waktu paling lama 2
jam sejak pasien datang
7) Apabila pasien mengarah ke suspek penyakit menular kedaruratan
kesehatan masyarakat maka pasien segera diputuskan masuk rawat inap
di ruang isolasi. Bila bukan suspek, maka pasien dikelola sesuai alur rutin.
8) Perawat jaga melapor ke Kepala untuk diteruskan ke Pimpinan Rumah
Sakit
9) PJ mengumumkan situasi code yellow bagi para petugas diikuti briefing
koordinasi cepat untuk merespon situasi terkait
10) Petugas memberitahu tim jaga di ruang isolasi untuk bersiap menerima
pasien
11) Pemindahan pasien ke ruang isolasi dilakukan dengan menggunakan
ambulans

c. Prosedur penanganan pasien di ruang perawatan isolasi


1) Ruang perawatan isolasi yang digunakan untuk perawatan pasien penyakit
menular kedaruratan kesehatan masyarakat adalah bangsal yang telah
ditetapkan menggunakan prinsip Kohorting
2) Tim jaga di ruang perawatan isolasi menerima informasi mengenai
kedatangan pasien terkait penyakit menular kedaruratan kesehatan
masyarakat
3) SDM dan fasilitas ruang perawatan isolasi dipersiapkan sesuai antisipasi
kebutuhan perawatan pasien, terutama kebutuhan perawatan intensif
(dengan ventilator)
4) Tim medis utama yang bertanggung jawab mengelola penanganan pasien
di ruang perawatan isolasi terdiri atas dokter anestesi, paru, dan anak.
Keterlibatan bidang medis lain sesuai prioritas kebutuhan klinis pasien
5) Untuk pasien rujukan eksternal, tim medis yang bertugas di ruang
perawatan isolasi melanjutkan asesmen awal gawat darurat kemudian
diikuti dengan asesmen rawat inap. Sedangkan untuk pasien bukan
rujukan yang sebelumnya sudah dikelola maka tim medis ruang isolasi
langsung melanjutkan dengan asesmen rawat inap
6) Tatalaksana kasus penyakit sesuai dengan panduan praktik klinis yang
berlaku

3. Pelayanan Penunjang Medis


Pelayanan penunjang medis perlu disiapkan dan menyesuaikan alurnya.
Pertimbangan untuk mengintegrasikan pelayanan di satu pintu sangat penting
agar penanganan pasien tidak bercampur dengan pelayanan pasien umum.
Pelayanan penunjang medis meliputi:
a. Laboratorium
 Sebagai penunjang medis, laboratorium juga perlu disiapkan dalam
membantu klinisi untuk menentukan diagnosa penyakit sesuai panduan
praktik klinik. Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah rutin,
dan pemeriksaan lainnya yang diperlukan sesuai standar yang telah
ditetapkan Kementerian Kesehatan
 Melakukan pengambilan spesimen sesuai standar fasilitas laboratorium
dan pedoman pengambilan, pengepakan, pengiriman dan pemeriksaan
spesimen serta bila diperlukan adanya koordinasi dengan laboratorium
rujukan yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan untuk pemeriksaan
spesimen
b. Radiologi

Proses pemeriksaan sampai hasil radiologi sebaiknya dilaksanakan di ruang


isolasi. Pelaksanaan rontgen dilakukan di ruang isolasi dengan menggunakan
alat rontgen portable, kemudian imaging platedibungkus dengan plastik dan
didesinfeksi, selanjutnya di proses seperti biasa dengan menerapkan kaidah
proteksi radiasi

c. Kamar operasi

Pelayanan operasi emergensi pada pasien penyakit menular kedaruratan


kesehatan masyarakat dilakukan sesuai indikasi medis dengan
memperhatikan standar PPI. Untuk tata udara, dapat digunakan hepafilter
yang sudah ada pada ruang tersebut atau digunakan hepafilter portable di
kamar operasi

d. Hemodialisis

Pelayanan hemodialisis bagi pasien penyakit menular kedaruratan kesehatan


masyarakat dengan memperhatikan standar PPI

4. Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi


Penanganan pasien penyakit menular kedaruratan kesehatan masyarakat di
RSJMM harus memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi menurut panduan PPI,
yang secara umum meliputi :
a. Kewaspadaan standar/ Standard Precaution
1) Merupakan gabungan dari Universal Precaution dan Body Substain
Isolation
2) Waspada terhadap darah, cairan tubuh, sekresi dan ekskresi kecuali
keringat
3) Ditujukan kepada semua pasien tanpa memandang infeksi atau tidak
infeksi Kewaspadaan standar meliputi :
 Kebersihan tangan
 Penggunaan APD
 Pengelolaan limbah dan benda tajam
 Pengendalian lingkungan
 Penyuntikan yang aman
 Kebersihan pernapasan/etika batuk
 Praktek pungsi lumbal
 Perawatan peralatan kesehatan
 Pengelolaan linen
 Kesehatan pegawai
 Penempatan pasien
b. Kewaspadaan transmisi
 Merupakan kewaspadaan tambahan
 Ditujukan kepada pasien yang terinfeksi atau diduga infeksi
 Meliputi kewaspadaan airborne, kontak, blood borne dan droplet
c. Pemakaian APD

Penyediaan dan penggunaan APD (alat pelindung diri) atau PPE (personal
protection equipment) menyesuaian dengan Panduan yang ditetapkan oleh
WHO maupun Kementerian Kesehatan sesuai tingkat risiko penularan penyakit.
Penyediaan APD sesuai area, untuk area yang masuk zona merah, kuning
maupun area hijau. Penyediaan APD diprioritaskan kepada petugas kesehatan
di Rumah Sakit yang termasuk kelompok risiko tinggi, seperti :
1) APD untuk petugas di ruang isolasi adalah APD lengkap (penutup kepala,
kaca mata goggle/Face Shield, masker N95, sarung tangan, apron/pakaian
pelindung/gown, sepatu pelindung)
2) APD untuk petugas di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) yang
melakukan kontak langsung dengan pasien menggunakan APD lengkap
3) APD untuk petugas yang tidak kontak langsung dengan pasien minimal
terdiri dari masker medis dan sarung tangan
4) APD untuk petugas laboratorium adalah APD lengkap (penutup kepala,
kaca mata goggle/face shield, masker N95, sarung tangan, apron/pakaian
pelindung/gown, sepatu pelindung)
5) Pada situasi dimana telah terjadi penularan wabah penyakit menular udara
antar manusia di lingkungan RSJMM maka semua petugas kesehatan,
baik yang kontak dengan pasien secara langung maupun tidak, diharuskan
menggunakan APD lengkap

Untuk ketentuan APD terkait dengan risiko penularan penyakit dapat mengikuti
apa yang direkomendasikan dari PPI yang mengacu pada standar yang ada.

d. Dekontaminasi Ambulans

Sebelum keluar dari RSJMM, mobil ambulans yang mengantar pasien penyakit
menular kedaruratan kesehatan masyarakat harus didekontaminasi di lokasi
yang disiapkan.
1) Persiapan
 Petugas menggunakan APD sarung tangan rumah tangga lateks,
celemek kedap air, kacamata pelindung, sepatu boot
 Menyiapkan perlengkapan desinfeksi udara dan Spill Kit darah serta
cairan tubuh
2) Prosedur
 Petugas cuci tangan dan menggunakan APD
 Langkah pertama dilakukan desinfeksi udara
 Selanjutnya jika ada tumpahan darah atau muntah maka dilakukan
pembersihan sesuai prosedur penanganan tumpahan darah dan cairan
tubuh (SpillKit)
 Terakhir dilakukan desinfeksi permukaan
5. Kebutuhan Logistik
Logistik yang perlu dipersiapkan meliputi :
a. Kebutuhan peralatan medis (ventilator, bed side monitor, tabung oksigen, tiang
infus, dsb) sesuai kebutuhan
b. Kebutuhan obat untuk pasien
c. Kebutuhan obat profilaksis untuk petugas sesuai kebutuhan
d. Rekam medis
e. Kebutuhan APD lengkap
f. Kebutuhan spill kit
g. Kebutuhan forensik
h. Kebutuhan pakaian harian jaga petugas
i. Makanan untuk pasien dan keluarga yang berada di Rumah Sakit
j. Makanan untuk petugas
k. Kebutuhan logistik lainnya

6. Penyiapan Infrastruktur
a. Menyiapkan ruang isolasi perawatan pasien
b. Menyiapkan eskalasi ruang isolasi bila diperkirakan akan kapasitas terlampaui
c. Menyiapkan ruang triage darurat bila diperlukan
d. Menyiapkan ruang dekontaminasi ambulans
e. Menyiapkan ruang istirahat bagi petugas kesehatan dan non kesehatan bila
diberlakukan penutupan terbatas dalam lingkungan RSJMM
f. Menyiapkan Rumah Sakit lapangan, bila diperlukan
g. Menyiapkan infrastruktur terkait gas medis, air, pembuangan limbah, listrik,
telepon, dan sistem informasi, termasuk jaringan internet untuk memenuhi
kebutuhan di lapangan
7. Manajemen Dan Mobilisasi SDM
a. Pendataan tenaga, baik tenaga kesehatan maupun nonkesehatan di Rumah
Sakit
b. Menyiapkan tenaga cadangan baik tenaga kesehatan maupun non kesehatan
c. Pengerahan bantuan SDM untuk eskalasi di IGD maupun ruang isolasi
mengutamakan SDM yang on site di Rumah Sakit
d. Apabila dibutuhkan SDM yang lebih banyak maka Rumah Sakit memberikan
instruksi bagi petugasyang sedang libur untuk membantu penanganan pasien
e. Rekruitmen dan kredensialing tenaga bantuan atau relawan dari eksternal
dilakukan sesuai prosedur dengan akses koordinasi satu pintu
f. Sebelum terjun ke lapangan dilakukan program pembekalan/pelatihan cepat
terkait penanganan kasus bagi para tenaga bantuan
8. Prosedur Keamanan
a. Memaksimalkan tim petugas keamanan Rumah Sakit untuk meningkatkan
keamanan Rumah Sakit
b. Meningkatkan keamanan wilayah IGD dan ruang isolasi
c. Mengamankan jalur masuk dan keluar ambulans rujukan
d. Melakukan pengawalan bagi ambulans perujuk menuju ruang isolasi.
e. Mengamankan jalur petugas yang mentranspor pasien penyakit menular
terkait kedaruratan kesehatan masyarakat
f. Berkoordinasi dengan pihak kepolisian
g. Apabila dilakukan penutupan Rumah Sakit untuk karantina maka akses
masuk/keluar pengunjung Rumah Sakit melalui satu pintu dan semua orang
yang masuk/keluar Rumah Sakit harus dicatat, termasuk alamat rumah yang
jelas sesuai dengan tanda pengenal yang sah
9. Komunikasi dan Informasi
a. Menyiapkan satu orang juru bicara RSJMM
b. Melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah, dalam hal ini
melalui pusat komunikasi publik, mengenai informasi yang akan diberikan
kepada media yang diatur sesuai dengan aturan yang berlaku
c. Menyiapkan bahan yang akan disampaikan kepada pusat media pemerintah
d. Menyiapkan pesan yang akan disampaikan kepada pasien dan seluruh staf
RSJMM
e. Menyiapkan hotline atau nomor telepon penting RSJMM dan petugas medis
10. Transportasi
a. Menyiapkan kendaraan untuk operasional RSJMM
b. Menyiapkan ambulans untuk rujukan

11. Pemulasaran Jenazah


Penatalaksanaan terhadap jenazah pasien penyakit menular terkait kedaruratan
kesehatan masyarakat dilakukan secara khusus:
a. Memperhatikan norma agama atau kepercayaan dan perundangan yang
berlaku
b. Pemeriksaan terhadap jenazah dilakukan oleh petugas kesehatan
c. Perlakuan terhadap jenazah dan penghapushamaan bahan dan alat yang
digunakan dalam penatalaksanaan jenazah dilakukan oleh petugas kesehatan
d. Transportasi jenazah dari ruang isolasi menuju kamar jenazah menggunakan
brankar jenazah tertutup Pengelolaan Kamar Jenazah:
e. Seluruh petugas pemulasaraan jenazah telah mempersiapkan kewaspadaan
standard (standard precaution)
f. Sebelumnya mencuci tangan dengan sabun, serta sebelum dan sesudah
sarung tangandilepas
g. perlakuan terhadap jenazah: luruskan tubuh, tutup mata, telinga, dan mulut
dengan kapas/plester kedap air, lepaskan alat kesehatan yang terpasang,
setiap luka harus diplester dengan rapat
h. Jika diperlukan untuk memandikan jenazah (air pencuci dibubuhi bahan
desinfektan) atau perlakuan khusus terhadap jenazah maka hanya dapat
dilakukan oleh petugas khusus dengan tetap memperhatikan universal
precaution
i. Jenazah pasien pandemi ditutup dengan kain kafan dan bahan dari plastic
(yang tidak dapat tembus air). Dapat juga jenazah ditutup dengan bahan kayu
atau bahan lain yang tidak mudah tercemar
j. Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet
k. Jika akan diautopsi hanya dapat dilakukan oleh petugas khusus, autopsi dapat
dilakukan jika sudah ada izin dari pihak keluarga dan manajemen Rumah Sakit
l. Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi
m. Jenazah sebaiknya hanya diantar/diangkut dengan mobil jenazah
n. Jenazah sebaiknya disemayamkan tidak lebih dari 4 jam dari ruang
pemulasaraan jenazah
o. Jenazah langsung dibawa ke tempat pemakaman umum
12. Surveilans kesehatan terhadap tenaga kesehatan dan pekerja di Rumah Sakit
Dalam pelaksanaan surveilans kesehatan terhadap tenaga kesehatan dan pekerja
di Rumah Sakit dilakukan beberapa hal sebagai berikut
a. Surveilans harian terhadap tenaga kesehatan dan pekerja di Rumah Sakit
karena penyakit menular terkait kedaruratan kesehatan masyarakat selama
masa penanggulangan episenter.
b. Surveilans harian terhadap tenaga kesehatan dan pekerja yang kontak dengan
kasus kedaruratan kesehatan masyarakat di Rumah Sakit.
c. Lakukan pemeriksaan terhadap gejala penyakit yang terkait kedaruratan
kesehatan masyarakat dan pekerja yang kontak dengan pasien, setelah
dilakukan investigasi dan dicurigai menderita penyakit menular kedauratan
kesehatan masyarakat maka dilakukan perawatan di ruang isolasi
d. Pemantauan keluhan kesehatan selanjutnya
e. Berkoordinasi dengan dokter yang merawat dalam melakukan pemantauan
kasus harian (dokumentasi klinis, radiologi, dan lab kasus)
f. Hasil surveilans dilaporkan setiap hari ke Pimpinan Rumah Sakit selaku
g. Incident Commander. Jika pasien meninggal, segera laporkan ke Incident
Commander
13. Penutupan Rumah Sakit
Dilaksanakan mengacu pada peraturan perundangan
14. Alur Pelaporan
a. Ke luar
Pimpinan RSJMM melaporkan setiap saat kepada Dinas Kesehatan
Provinsi/Kabupaten/Kota dengan tembusan ke Posko Pusat yang akan
diteruskan ke Menteri.
b. Ke dalam
Sistem pelaporan internal RSJMM disesuaikan dengan sistem yang berlaku saat
terjadi kondisi darurat dan atau bencana, dengan pimpinan RSJMM sebagai
penanggung jawab.

15. Sumber Daya Alternatif


Apabila RSJMM tidak dapat melakukan upaya apabila eskalasi penyakit terjadi
lebih luas sehingga kapasitas dan sumber daya yang dimiliki terlampaui maka
Pimpinan RSJMM selaku incident commander menempuh upaya :
a. Koordinasi dengan Rumah Sakit rujukan lainnya untuk merujuk pasien
penyakit menular terkait kedaruratan kesehatan masyarakat yang tidak dapat
ditangani
b. Koordinasi dengan Rumah Sakit sekitarnya terkait pengaturan rujukan bagi
pasien selain yang terkait wabah penyakit menular udara selama masa
tanggap daruratbencana
c. Koordinasi dengan Dinas Kesehatan kabupaten/kota/ provinsi lokal maupun
sekitar, pemerintah daerah, serta Kementerian Kesehatan untuk pemenuhan
semua kebutuhan yang diperlukan dalam penanganan pasien
16. Demobilisasi
a. Pengakhiran masa tanggap darurat bencana di lingkungan RSJMM terkait
kedaruratan kesehatan masyarakat dan pengembalian ke fungsi normal
Rumah Sakit ditetapkan oleh Direktur Utama RSJMM dengan memperhatikan
masa tanggap darurat bencana yang ditetapkan secara regional atau nasional.
b. Rumah Sakit melakukan debriefing untuk mengevaluasi keseluruhan proses
yang berlangsung selama masa tanggap darurat dan menyusun rencana
perbaikan untuk masa mendatang
c. Segala keperluan administratif terkait keuangan/pembiayaan diproses sesuai
regulasi yang berlaku
BAB VI

PELATIHAN DAN SIMULASI KONDISI DARURAT DAN/ATAU BENCANA

DI RUMAH SAKIT

Pelatihan dan simulasi kondisi darurat mencakup dua hal penting, yaitu mengenai
penanggulangan pada saat kondisi darurat dan setelah kondisi darurat terjadi. Simulasi
dapat dilakukan secara internal dan eksternal. Simulasi internal dilakukan oleh staf dan
manajemen Rumah Sakit, di dalam satu area gedung atau untuk keseluruhan area
gedung yang ada di Rumah Sakit tanpa melibatkan pihak luar / eksternal terkait. Simulasi
eksternal dilakukan oleh staf dan manajemen Rumah Sakit dengan melibatkan pihak-
pihak eksternal seperti diantaranya dinas penanggulangan pemadam kebakaran dan
penanggulangan bencana, kepolisian, BPBD/BNPB, dan lainnya.

A. Pelatihan
Pelatihan kesiapsiagaan yang dilakukan Rumah Sakit antara lain:
• Pelatihan HVA Dan HSI
• Pelatihan Darurat Dan Bencana Wabah Internal Dan Eksternal Di Rumah Sakit
• Pelatihan Penanganan Kebakaran Di Ruang Perawatan Rumah Sakit
• Pelatihan Darurat Dan Bencana Di Tumpahan B3 Di Rumah Sakit
• Pelatihan Darurat Keamanan Di Rumah Sakit
• Pelatihan Darurat Peralatan Medis Di Rumah Sakit
• Pelatihan Darurat Sistem Utilitas Di Rumah Sakit
• Pelatihan Darurat Sistem IT Di Rumah Sakit
• Pelatihan Basic Life Support (BLS)
• Pelatihan Triase
• Pelatihan Evakuasi Pasien

B. Simulasi
Simulasi dapat dilakukan dengan table top excercise dan simulasi lapangan. Setiap
pegawai Rumah Sakit setidaknya mengikuti simulasi 1 (satu kali) dalam setahun.
Pelaksanaan simulasi menggunakan skenario umum dan detail. Skenario disesuaikan
dengan kondisi masing-masing Rumah Sakit.

Dalam simulasi perlu dilakukan


1. identifikasi pihak-pihak (sumber daya manusia) yang harus terlibat mulai dari
menit-menit pertama kejadian
2. Identifikasi kebutuhan sarana dan prasarana / fasilitas yang dibutuhkan mulai dari
awal sampai dengan akhir (sebelum, saat dan setelah) simulasi
3. Membuat langkah pemecahan masalah untuk menanggulangi bencana tersebut
(siapa berbuat apa)
 Sistem komando
 Alur komando / struktur organisasi
 Koordinasi
 Tim respon cepat
 Triase
 Tim Medik / Treatment
 Tim Logistik
 Evakuasi ( Dokumen, barang dan sistem transportasi )

C. Evaluasi Simulasi Kondisi darurat dan/atau bencana


Pada akhir simulasi, para petugas yang terkait melakukan diskusi (debriefing)
mengenai simulasi yang telah dilakukan untuk dibuat laporan dan tindak lanjut.
BAB VII

PENUTUP

Rumah Sakit Jiwa dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor merupakan salah satu fasilitas pelayanan
kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan secara paripurna kepada
masyarakat. RSJMM dengan karakteristik padat karya, pada modal, padat teknologi dan
padat pakar mempunyai risiko terhadap keselamatan dan kesehatan kerja terhadap
karyawan yang berdampak terhadap kualitas layanan bagi pengguna. Kondisi darurat
dan/atau bencana yang dapat terjadi di RSJMM merupakan suatu kejadian yang dapat
mengancam jiwa dan keselamatan bagi pekerja dan pengguna RSJMM, sehingga perlu
adanya berbagai upaya dalam melakukan identifikasi risiko dan kesiapsiagaandi Rumah
Sakit.

Panduan Kondisi Darurat & Atau Bencana di RSJMM merupakan suatu upaya bagaimana
pekerja dapat memahami dan melakukan tindakan yang semestinya jika terjadi kondisi
darurat dan/atau bencana. Semoga dengan adanya panduan ini dapat menciptakan
RSJMM yang aman, tetap beroperasi dan memberikan pelayanan dalam kondisi darurat
dan/atau bencana.

Anda mungkin juga menyukai