Nim : 857464948
MODUL 5
Kegiatan Belajar 1
Aspek –aspek Pembelajaran Bahasa
KELAS 3
a. Mendengarkan
SK : Mampu mendengarkan dan memahami ragam wacana lisan melalui
mendengarkan penjelasan petunjuk, baik petunjuk verbal maupun dengan symbol
dan mendengarkan pembacaan cerita dan teks drama.
b. Berbicara
SK : Mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan dan perasaan secara lisan
melalui kemampuan menceritakan pengalaman lucu, menjelaskan urutan,
mendeskripsikan tempat, menceritakan pengalaman dan peristiwa, serta bermain
peran
c. Membaca
SK : Mampu membaca dengan pemahaman teks agak panjang dengan cara membaca
lancar (bersuara), dan membaca dalam hati secara intensif, dan membaca secara
memindai suatu denah serta membaca dongeng dan puisi.
e. Menulis
SK : Mampu mengekspresikan berbagai pikiran, gagasan, pendapat, dan perasaan
melalui menulis karangan berdasarkan rangkaian gambar seri, dan menulis petunjuk.
KELAS 4
a. Mendengarkan
SK : Mampu mendengarkan dan memahami wacana lisan melalui menjelaskan isi
petunjuk, mendengarkan pengalaman teman, dan mendengarkan pengumuman serta
pembacaan pantun.
b. Berbicara
SK : Mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan secara lisan
melalui kemampuan bertanya/ menyapa, menceritakan kegiatan sehari-hari,
melakukan percakapan, menceritakan pengalaman, melaporkan, dan
mendeskripsikan sesuatu serta mendeklamasikan pantun, menceritakan kembali
cerita, dan bermain peran.
c. Membaca
SK : Mampu membaca dan memahami ragam teks nonsastra dengan berbagai cara
membaca melalui membaca memindai, membaca sekilas, membaca intensif dan
membacakan teks untuk orang lain serta membaca cerita rakyat dan pantun
d. Menulis
SK : Mampu mengekspresikan berbagai pikiran, gagasan, pendapat, dan perasaan
dalam berbagai ragam tulisan melalui melengkapi percakapan, menulis deskripsi,
mengisi formulir sederhana, melanjutkan cerita narasi, menulis surat, menyusun
paragraf, dan menulis pengumuman serta menulis cerita rekaan dan melanjutkan
pantun.
KELAS 5
a. Mendengarkan
SK : Mampu mendengarkan dan memahami ragam wacana lisan melalui
mendengarkan pengumuman, mendengarkan penjelasan dan nara sumber, dan
mendengarkan pesan lewat tatap muka atau telepon serta mendengarkan cerita
pendek dan cerita rakyat
b. Berbicara
SK : Mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan secara lisan
melalui menanggapi suatu persoalan atau peristiwa yang terjadi di sekitar,
berwawancara dan melaporkan hasil wawancara, mendeskripsikan benda atau alat
dan menyampaikan dialog atau percakapan serta memerankan drama pendek
c. Membaca
SK : Mampu memahami ragam teks bacaan dengan berbagai cara membaca untuk
mendapatkan informasi tertentu melalui membacakan tata tertib/ pengumuman,
membaca cepat, membaca intensif dan ekstensif, membaca sekilas dan membaca
memindai teks-teks khusus serta membacakan puisi
d. Menulis
SK : Mampu mengekspresikan berbagai pikiran, gagasan, pendapat, dan perasaan
dalam berbagai tulisan melalui menyusun karangan, menulis surat pribadi, meringkas
buku bacaan, membuat poster, dan menulis catatat dalam buku harian serta menulis
prosa sederhana dan puisi
KELAS 6
a. Mendengarkan
SK : Mampu mendengarkan dan memahami ragam wacana lisan melalui
menengarkan dan meringkas cerita dan mendengarkan dan mendiskusikan isi undang
undang serta mendengarkan pembacaan salah satu ayat dalam suatu undang-undang
dan cerita rakyat.
b. Berbicara
SK : Mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan secara lisan
melalui menceritakan hasil pengamatan, menyampaikan pesan/informasi, membahas
isi buku, mengkritik sesuatu, memuji sesuatu, berpidato, dan berdiskusi serta
memerankan drama anak.
c. Membaca
SK : Mampu memahami ragam/teks bacaan dengan berbagai cara/teknik membaca
melalui membacakan teks untuk orang lain, membaca intensif berbagai teks serta
mmbaca novel anak, cerita rakyat, dan cerita lama yang masih popular.
d. Menulis
SK : Mampu mengekspresikan berbagai pikiran, gagasan, pendapat, dan perasaan ke
dalam berbagai ragam tulisan melalui mengisi formulir sederhana menyusun naskah
sambutan/pidato, menulis iklan sederhana, menyusun ringkasan, menyusun
rangkuman, dan menulis surat resmi serta memparafrasekan puisi dan menyusun
percakapan.
Kegiatan Belajar 2
Kajian Buku Teks
A. SYARAT-SYARAT BUKU TEKS
Menurut W.F. Mackey ( dalam Hanafi, 1981) prinsip-prinsip penyususnan buku teks
adalah:
1. Seleksi, hal-hal yang dipertimbangkan adalah: Tujuan pengajaran bahasa, level
bahasa yang diajarkan dan jumlah waktu belajar Tipe bahasa yang diajarkan (dialek,
register, style, dan media) Jumlah materi yang disajikan Pilihan butir-butir yang akan
diajarkan mencangkup fonetik, tata bahasa, kosakata dan makna kata. Kreteria yang
dipakai melandasi pilihan
2. Gradasi Bahan Pelajaran yakni mempersoalkan tataan yang dipandang paling baik
untuk menyajikan bahan pelajaran yang telah dipilih atau diseleksi.Dalam Gradasi:
Dikelompokan berdasarkan sistem ( pengelompokan fonetis, leksikal) dan
berdasarkan bunyi-bunyi bahasa menjadi kata, kata menjadi frase, frase menjadi
kalimat, kalimat menjadi konteks. Pengurutan / sekuensi mencakup sekuensi
berdasarkan sistem di satu pihak dan struktur di pihak lain.
3. Presentasi Bahan, pengomunikasikan bahan ajar kepada siswa yakni: Penahapan
bahan pelajaran, baik jumlah maupun satuan-satuannya. Pendemonstrasikan bahan
pelajaran baik secara lisan maupun tertulis. Prosedur yang ditempuh dalam
menyajikan isi pelajaran yang terdiri ragam prosedur yaitu eksplanasi,translasi,
otentik atau peragaan (dengan benda, gerak atau situasi), gambar dan konteks.
4. Repetisi Bahan Pelajaran, perilaku guru dalam menyajikan bahan pelajaran yang telah
tertata dalam buku pelajaran (telah terseleksi, degradasi, dan dipresentasikan) yang
berhubungan dengan pembinaan keterampilan kepada peserta didik dalam hal
menyimak, berbicara, menulis atau mengarang.
Menurut Tarigan (1986) ada dua patokan dalam penyusunan buku teks adalah
Patokan Umum (belaku untuk setiap buku) bersumber dari kurikulum. Patokan
Khusus (berlaku untuk buku teks tertentu) bersumber dari karakteristik setiap mata
pelajaran.Patokan Umum ini harus dilengkapi, diisi dengan kekhususan setiap mata
pelajaran meliputi:
a. Pendekatan Keterampilan proses meliputi: mengamati, menginterpretasikan,
mengaplikasikan honsep, meramalkan, merencanakan dan melaksanakan
penelitian dan mengomunikasikan hasil penelitian.
b. Tujuan yang meliputi kognitif, afektif dan psikomotorc. Bahan Pengajarand.
Program yang meliputi kelas, semester/cawu, jam pelajarane. Methodef. Sarana
dan sumberg.
Penelitianh BahasaMenurut Imam Machfuds dan Solchan (1995) dalam
menyusun naskah buku pelajaran harus memperhatikan:
d) jelas, baik dan merupakan hal yang esensial untuk membantu siswa
memahami konsep atau pengertian yang diuraikan dalm buku teks tersebut.
Kegiatan Pembelajaran 1
Pembelajaran Membaca Menulis di Kelas Rendah
Pada hari-hari pertama sekolah, pada permulaan tahun ajaran baru, sekolah-sekolah biasanya
disibukkan oleh keramaian murid-murid baru. Sekolah menjadi bertambah ramai manakala para
pengantar (mungkin ibu, bapak, kakak atau anggota keluarga yang lain) turut pula menyaksikan
pengalaman pertama salah satu anggota keluarganya bersekolah. Berikut ini akan disajikan
rekaman percakapan para pengantar murid baru di suatu sekolah dasar. Ilustrasi percakapan ini
akan membekali Anda dalam memahami modul ini dengan baik. Mari kita lihat percakapannya.
Nah, demikianlah kira-kira rekaman percakapan para pengantar murid baru di suatu
sekolah dasar. Bagaimana, adakah sesuatu yang mengusik pikiran anda? Anda, benar, para murid
baru kelas I itu datang dari berbagai latar yang berbeda. Ada yang sudah melek huruf 5 (sudah
mengenal huruf dan bisa membaca sekelompok atau serangkaian huruf sebagai sekelompok
bunyi yang bermakna), ada yang sekedar mengenal abjad, ada yangsudah bisa menuliskan
namanya sendiri tetapi tidak mengerti apa yang telah dituliskannya, dan bahkan ada yang sama
sekali tidak mengetahui apa-apa.
Pada awal-awal persekolahan murid-murid kelas I SD, sajian pembelajaran yang utama
untuk mereka adalah membaca dan menulis. Pembelajaran untuk kedua jenis keterampilan ini
dikemas dalam satu paket yang biasa disebut paket MMP, paket membaca dan menulis
permulaan. Melalui paket ini, untuk pertama kalinya para murid baru diperkenalkan dengan
lambang-lambang tulis yang biasa digunakan untuk berkomunikasi. Sasaran utamanya adalah
para murid kelas I SD memiliki kemampuan membaca dan kemapuan menulis pada tingkat
dasar. Kemampuan dasar dimaksud akan menjadi landasan bagi keterampilan-keterampilan lain,
baik dalam kehidupan akademik di sekolah, maupun dalam kehidupan bermasyarakat.
Melalui ilustrasi (rekaman percakapan ibu-ibu) di atas, Anda bisa memperkirakan bahwa
anak-anak yang sudah melek huruf sudah mengalami proses pembelajaran MMP di lingkungsn
sebelumnya, mungkin di lingkungan rumah atau persekolahan, seperti taman kanak-kanak,
misalnya. Mereka memperoleh keterampilan membaca dan menulis permulaan melalui metode
MMP yang berbeda. Apa sebenarnya MMP itu? Mari kita ikuti penjelasan berikut ini.
A. PENGERTIAN MMP
MMP merupakan kependekan dari Membaca Menulis Permulaan. Sesuai dengan
kepanjangannya itu, MMP merupakan program pembelajaran yang diorientasikan kepada
kemampuan membaca dan menulis permulaan di kelas-kelas awal pada saat anak-anak
mulai memasuki bangku sekolah. Pada tahap awal anak memasuki bangku sekolah di
kelas 1 sekolah dasar, MMP merupakan menu utama.
Mengapa disebut permulaan, dan apa sasarannya? Peralihan dari masa bermain di
TK (bagi anak-anak yang mengalaminya) atau dari lingkungan rumah (bagi anak yang
tidak menjalani masa di TK) ke dunia sekolah merupakan hal baru bagi anak. Hal
pertama yang diajarkan kepada anak pada awal-awal masa persekolahan itu adalah
kemampuan membaca dan menulis. Kedua kemampuan ini akan menjadi landasan dasar
bagi pemerolehan bidangbidang ilmu lainnya di sekolah.
Kemampuan membaca permulaan lebih diorientasikan pada kemampuan membaca
tingkat dasar, yakni kemampuan melek huruf. Maksudnya, anak-anak dapat mengubah
dan melafalkan lambang-lambang tertulis menjadi bunyi-bunyi bermakna. Pada tahap ini
sangat dimungkinkan anak-anak dapat melafalkan lambang-lambang huruf yang
dibacanya tanpa diikuti oleh pemahaman terhadap lambang bunyi-bunyi lambang
tersebut.
Kemampuan melek huruf ini selanjutnya dibina dan ditingkatkan menuju
pemilikan kemampuan membaca tingkat lanjut, yakni melek wacana. Yang dimaksud
dengan melek wacana adalah kemampuan membaca yang sesungguhnya, yakni
kemampuan mengubah lambang-lambang tulis menjadi bunyi-bunyi bermakna disertai
pemahaman akan lambanglambang tersebut. Dengan bekal kemampuan melek wacana
inilah kemudian anak dipajankan dengan berbagai informasi dan pengetahuan dari
berbagai media cetak yang dapat diakses sendiri.
Kemampuan menulis permulaan tidak jauh berbeda dengan kemampuan membaca
permulaan. Pada tingkat dasar/permulaan, pembelajaran menulis lebih diorientasikan
pada kemampuan yang bersifat mekanik. Anak-anak dilatih untuk dapat menuliskan
(mirip dengan kemampuan melukis atau menggambar) lambang-lambang tulis yang jika
dirangkaikan dalam sebuah struktur, lambang-lambang itu menjadi bermakna.
Selanjutnya, dengan kemampuan dasar ini, secara perlahan-lahan anak-anak digiring pada
kemampuan menuangkan gagasan, pikiran, perasaan, ke dalam bentuk bahasa tulis
melalui lambanglambang tulis yang sudah dikuasainya. Inilah kemampuan menulis yang
sesungguhnya.
[ba], bukan [bea], seperti tampak pada pelafalan awalnya? Hal ini, tentu akan
membingungkan anak. Penanaman konsep hafalan abjad dengan menirukan bunyi
pelafalannya secara mandiri, terlepas dari konteksnya, menyebabkan anak
mengalami kebingungan manakala menghadapi bentukan bentukan baru, seperti
bentuk kata tadi.
Di samping hal tersebut, hal lain yang dipandang sebagai kelemahan dari
penggunaan metode ini adalah dalam pelafalan diftong dan fonem-fonem rangkap,
seperti /ng/, /ny/, /kh/, /ai/, /au/, /oi/, dan sebagainya. Sebagai contoh, kita ambil
fonem /ng/. Anakanak mengenal huruf tersebut sebagai [en] dan [ge]. Dengan
demikian, mereka berkesimpulan bahwa fonem itu jika dilafalkan akan menjadi [en-
ge] atau [neg] atau [nege].
Bertolak dari kedua kelemahan tersebut, tampaknya proses pembelajaran
melalui sistem tubian dan hafalan akan mendominasi proses pembelajaran MMP
dengan metode ini. Padahal, seperti yang Anda ketahui, pendekatan kontekstual
merupakan ciri utama dari pelaksanaan Kurikulum SD yang saat ini berlaku. Prinsip
„kebermaknaan dan menemukan sendiri,‟ sebagai cerminan dari pendekatan tersebut
dalam proses pembelajaran menjadi terabaikan, bahkan terhapus dengan penggunaan
metode ini.
2. Metode Bunyi
Para mahasiswa D2PGSD, masih ingatkah Anda dengan pengalaman pertama
belajar membaca dan menulis, dulu waktu di kelas I SD? Apakah Anda punya
pengalaman yang sama seperti Gina, putranya Bu Imam, atau mungkin seperti saya?
Sebelum memasuki SD, saya diajari membaca untuk pertama kalinya oleh ibu saya
sendiri. Beliau hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Beliau tidak mengenal
istilah metode atau istilah didaktik-metodik. Akan tetapi, proses pembelajaran
membaca permulaan yng beliau tanamkan kepada saya, mampu menjadikan saya
sebagaimana keadaannya sekarang ini.
Ibu saya melakukan proses pembelajaran membaca permulaan ini melalui
proses pelatihan dan proses tubian. Penguat-penguat yang beliau berikan dalam
melaksanakan proses pembelajaran membaca permulaan melalui metode ini, mampu
membangkitkan motivasi saya untuk terus belajar dan berlatih.
Apa yang dapat Anda simpulkan dari pengalaman belajar membaca
permulaan seperti yang diilustrasikan tadi? Ya, benar! Proses pembelajaran MMP
seperti itu dilakukan melalui „Metode Bunyi‟. Metode ini sebenarnya merupakan
bagian dari Metode Eja. Prinsip dasar dan proses pembelajarannya tidak jauh berbeda
dengan Metode Eja/Abjad di atas. Demikian juga dengan kelemahan-kelemahannya.
Perbedaannya terletak hanya pada cara atau sistem pembacaan atau pelafalan abjad
(huruf-hurufnya).
menjadi suku kata dan suku kata menjadi kata. Dengan kata lain, hasil pengupasan
tadi dikembalikan lagi ke bentuk asalnya sebagai kata lembaga (kata semula).
Karena proses pembelajaran MMP dengan metode ini melibatkan serangkaian
proses pengupasan dan perangkaian maka metode ini dikenal juga sebagai „Metode
Kupas-Rangkai‟ (sebagai lawan dari Metode Suku Kata yang biasa juga disebut
Metode Rangkai-Kupas). Sebagian orang menyebutnya ‟Metode Kata‟ atau ‟Metode
Kata Lembaga‟.
5. Metode Global
Sebagian orang mengistilahkan metode ini sebagai ‟Metode Kalimat‟.
Dikatakan demikian, karena alur proses pembelajaran MMP yang diperlihatkan
melalui metode ini diawali dengan penyajian beberapa kalimat secara global. Untuk
membantu pengenalan kalimat dimaksud, biasanya digunakan gambar. Di bawah
gambar dimaksud, dituliskan sebuah kalimat yang kira-kira merujuk pada makna
gambar tersebut. Sebagai contoh, jika kalimat yang diperkenalkan berbunyi ‟ini
nani‟, maka gambar yang cocok untuk menyertai kalimat itu adalah gambar seorang
anak perempuan.
Selanjutnya, setelah anak diperkenalkan dengan beberapa kalimat, barulah
proses pembelajaran MMP dimulai. Mula-mula, guru mengambil salah satu kalimat
dari beberapa kalimat yang diperkenalkan di awal pembelajaran tadi. Kalimat
tersebut dijadikan dasar/alat untuk pembelajaran MMP. Melalui proses deglobalisasi
(proses penguraian kalimat menjadi satuan-satuan yang lebih kecil, yakni menjadi
kata, suku kata, dan huruf), selanjutnya anak menjalani proses belajar MMP.
Proses penguraian kalimat menjadi kata, kata menjadi suku kata, suku kata
menjadi huruf-huruf, tidak disertai dengan proses sintesis (perangkaian kembali).
Artinya, hurufhuruf yang telah terurai itu tidak dikembalikan lagi pada satuan di
atasnya, yakni suku kata. Demikian juga dengan suku-suku kata, tidak dirangkaikan
lagi menjadi kata; kata-kata menjadi kalimat.
Sebagai contoh, di bawah ini dapat Anda lihat bahan untuk MMP yang
menggunakan Metode Gglobal. 1) Memperkenalkan gambar dan kalimat. (tolong
beri gambar (tlg beri gambar kuda dadu di sini) di sini) ini dadu ini kuda. 2)
Menguraikan salah satu kalimat menjadi kata; kata menjadi suku kata; suku kata
menjadi huruf-huruf. ini dadu ini dadu i-ni da-du i-n-i d-a-d-u Metode SAS Anda
pasti sudah hafal benar kepanjangan SAS. Masih ingat? Ya, benar, SAS merupakan
singkatan dari ‘’Struktural Analitik Sintetik’’.
6. Metode SAS
merupakan salah satu jenis metode yang bisa digunakan untuk proses
pembelajaran membaca dan menulis permulaan bagi siswa pemula.
Pembelajarn MMP dengan metode ini mengawali pelajarannya dengan
menampilkan dan memperkenalkan sebuah kalimat utuh. Mula-mula anak disuguhi
sebuah struktur yang memberi makna lengkap, yakni struktur kalimat. Hal ini
dimaksudkan untuk membangun konsep-konsep „‟kebermaknaan‟‟ pada diri anak.
Akan lebih baik jika struktur kalimat yang disajikan sebagai bahan pembelajaran
MMP dengan metode ini adalah struktur kalimat yang digali dari pengalaman
berbahasa si pembelajar itu sendiri. Untuk itu, sebelum KBM MMP yang
sesungguhnya dimulai, guru dapat melakukan pra-KBM melalui berbagai cara.
Sebagai contoh, guru dapat memanfaatkan rangsang gambar, benda nyata, tanya
jawab informal untuk menggali bahasa siswa. Setelah ditemukan suatu struktur
kalimat yang dianggap cocok untuk materi MMP, barulah KBM MMP yang
sesungguhnya dimulai. Pembelajaran MMP dimulai dengan pengenalan struktur
kalimat.
Kemudian, melalui proses analitik, anak-anak diajak untuk mengenal konsep
kata. Kalimat utuh yang dijadikan tonggak dasar untuk pembelajaran membaca
permulaan ini diuraikan ke dalam satuan-satuan bahasa yang lebih kecil yang disebut
kata. Proses penganalisisan atau penguraian ini terus berlanjut hingga pada wujud
satuan bahasa terkecil yang tidak bisa diuraikan lagi, yakni huruf-huruf.
Proses penguraian/penganalisian dalam pembelajaran MMP dengan metode
SAS, meliputi: (a) kalimat menjadi kata-kata (b) kata menjadi suku-suku kata, dan
(c) suku kata menjadi huruf-huruf.
Pada tahap selanjutnya, anak-anak didorong untuk melakukan kerja sintesis
(menyimpulkan). Satuan-satuan bahasa yang telah terurai tadi dikembalikan lagi
kepada satuannya semula, yakni dari huruf-huruf menjadi suku kata, suku-suku kata
menjadi kata, dan kata-kata menjadi kalimat. Dengan demikian, melalui proses
sintesis ini, anak-anak akan menemukan kembali wujud struktur semula, yakni
sebuah kalimat utuh.
Melihat prosesnya, tampaknya metode ini merupakan campuran dari metode-
metode membaca permulaan seperti yang telah kita bicarakan di atas. Oleh karena
itu, penggunaan metode SAS dalam pengajaran MMP pada sekolah-sekolah kita
ditingkat SD pernah dianjurkan, bahkan diwajibkan pemakaiannya oleh perintah.
Beberapa manfaat yang dianggap sebagai kelebihan dari metode ini, di
antaranya sebagai berikut ini. (1) Metode ini sejalan dengan prinsip linguistik (ilmu
bahasa) yang memandang satuan bahasa terkecil yang untuk berkomunikasi adalah
kalimat. Kalimat dibentuk oleh satuan-satuan bahasa dibawahnya, ykni kata, suku
kata, dan akhirnya fonem (huruf-huruf). (2) Metode ini mempertimbangkan
pengalaman berbahasa anak. Oleh karena itu, penga- jaran akan lebih bermakna bagi
anak karena bertolak dari sesuatu yang dikenal dan diketahui anak. Hal ini akan
memberikan dampak positif terhadap daya ingat dan pemahaman anak. (3) Metode
ini sesuai dengan prinsip inkuiri (menemukan sendiri). Anak mengenal dan
memahami sesuatu berdasarkan hasil temuannya sendiri. Sikap seperti ini akan
membantu anak dalam mencapai kebrhasilan belajar.
Bahan ajar untuk pembelajaran membaca permulaan dengan metode ini
tampak seperti berikut. ini mama ini mama i - ni ma - ma i-n-i m-a-m-a i - ni ma - ma
ini mama ini mama Uraian ini ditutup dengan sebuah simpulan bahwa “tidak ada
metode yang terbaik dan juga tidak ada metode yang terburuk”. Masing-masing
metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Metode yang terbaik adalah metode
yang cocok dengan pemakainya.
dilakukan sintesis (perangkaian) huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi
kata, kata menjadi kalimat, hingga kembali lagi ke struktur semula.
6) Membaca tulisan tanpa gambar
Setelah proses ini dilalui, langkah selanjutnya guru secara perlahan-lahan dapat
menyingkirkan gambar-gambar tadi dan siswa diupayakan untuk melihat bentuk
tuliannya saja. Kegiatan ini dapat disertai dengan penyalinan bentuk tulisan di
papan tulisan dan guru menyajikan wacana sederhana yang dapat memberikan
keutuhan makna atau keutuhan informasi kepada anak. Misalnya, guru dapat
menyajikan wacana seperti berikut. ini mama ini mimi ini nana ini mama mimi
ini mama nana.
7) Memperkenalkan huruf, suku kata, kata, atau kalimat dengan bantuan kartu
Berikut ini akan disajikan berbagai alternatif pengenalan berbagai unsur bahasa
melalui kartu-kartu. (a) memperkenalkan unsur kalimat/kata ini mama … mama
ini …. … … (b) memperkenalkan unsur kata/suku kata ma.. .. mi .. na mi .. .. .. ..
.. ini mama mana mimi ma mi na mi 27 (c) memperkenalkan unsur suku
kata/huruf m a m a .. a m a .. .. m a .. .. .. a..............Ada hal penting yang harus
diperhatikan guru dalam menguraikan suku kata menjadi bunyi-bunyi huruf.
Perhatikan ilustrasi berikut. (Guru memperlihatkan kartu suku kata [ma])
Guru : /ma/ (suku kata ini diucapkan panjang dan bunyi [m] didengungkan
Murid : [mmm] (panjang) Guru : Lalu? Murid : [a…] (panjang) (d)
memperkenalkan unsur suku kata/huruf Perhatikan contoh kartu-kartu huruf
berikut serta bentukan-bentukan kata yang dihasilkannya. a i m n ma ma m m a a
28 i n i i i n a m i n m a i n i m a n m i n a (e) merangkai suku kata menjadi kata
Anda dapat melakukannya seperti pada butir (d) di atas, namun kartu yang
dipergunakan untuk merangkai kata adalah kartu-kartu suku kata.
Demikianlah model-model alternatif pengajaran membaca permulaan tanpa
buku. Anda dapat mengembangkan model lain yang lebih kreatif dan menarik serta
cocok dengan situasi dan kondisi murid-murid Anda.
Pengajaran menulis permulaan tanpa buku dapat dilakukan melalui pelatihan
mekanik untuk melemaskan otot-otot tangan, misalnya berlatih membuat telur atau
lingkaran di udara, membuat pagar di udara, menirukan gambar huruf di udara, dan
sejenisnya.
2. Langkah-langkah Pembelajaran MMP dengan Menggunakan Buku
Setelah Anda memastikan diri bahwa murid-murid Anda mengenal bentuk-
bentuk tulisan dengan baik melalui pembelajaran membaca tanpa buku, langkah
selanjutnya anakanak mulai diperkenalkan dengan lambang-lambang tulis yang
tercetak di dalam buku. Langkah aal yang paling penting di dalam pembelajaran
MMP dengan buku adalah bagaimana menarik minat dan perhatian siswa agar
mereka tertarik dengan buku (bacaan) 29 dan mau belajar sendiri yang dilandasi
motivasi intrinsik. Kondisi belajar terpakasa atau dipaksakan harus dihindari.
Ada beberapa tawaran alternatif langkah pembelajaran MMP dengan
menggunakan buku. Kegiatan pembeljaran pada fase ini merupakan tindak lanjut dari
kegiatan awal, yakni pembelajaran MMP tanpa buku. Dengan demikian, diasumsikan
anak-anak tidak berangkat dari kondisi nol. Berikut beberapa alternatif pembelajaran
yang penulis tawarkan.
a. Membaca Buku Pelajaran (Buku Paket)
Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut ini.
1) Siswa diberi buku (paket) yang sama dan diberi kesempatan untuk melihat-
lihat isi buku tersebut. Mereka mungkin membuka-buka dan membolak-balik
halaman demi halaman dari buku tersebut hanya sekedar untuk melihat-lihat
gambarnya saja. Oleh karena itu penting bagi guru untuk mempertimbangkan
segi kemenarikan ilustrasi di dalam memilih buku ajar untuk siswa.
2) Siswa diberi penjelasan singkat mengenai buku tersebut: tentang warna, jilid,
tulisan/judul luar, dan sebagainya.
3) Siswa diberi penjelasan dan petunjuk tentang bagaimana cara membuka
halamanhalaman buku agar buku tetap terpelihara dan tidak cepaat rusak.
4) Siswa diberi penjelasan mengenai fungsi dan kegunaan angka-angka yang
menunjukkan halaman-halaman buku.
5) Siswa diajak memusatkan perhatian pada salah satu teks/bacaan yang terdapat
pada halaman tertentu.
6) Jika bacaan itu disertai gambar, sebaiknya terlebih dahuku guru bercerita
tentang gambar dimaksud.
7) Selanjutnya, barulah pelajaran membaca dimulai. Guru dapat mengawali
pembelajaran ini dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang mengawalinya
dengan pemberian contoh (pola kalimat yang tersedia dengan llafal dan
intonasi yng baik dan benar), ada yang langsung meminta contoh dari salah
seorang siswa yang dianggap sudah mampu membaca dengan baik (melek
huruf), atau dengan cara lainnya. Pembelajaran membaca selanjutnya
dapat dilakukan seperti contoh-contoh model pembelajaran membaca tanpa
buku. Perbedaannya terletak pada alat ajarnya. Membaca tanpa buku
dilakukan dengan memanfaatkan gambar-gambar, kartu-kartu, dan lain-lain;
sementara membaca dengan menggunakan buku memanfaatkan buku sebagai
alat dan sumber belajar. Hal lain yang perlu Anda perhatikan dalam
pembelajaran MMP adalah penerapan prinsip dan hakikat pembelajaran
bahasa (bahasa Indonesia). Salah satu prinsip pengajaran bahasa dimaksud
adalah bahwa pembelajaran bahasa harus dikembalikan kepada fungsi
wacana/bacaan yang dihasilkan bersama: ini mimi ini nana nana adik mimi
mimi dan nana naik sepeda sepeda roda tiga 32 sepeda baru dari ibu 4) Guru
menyajikan gambar dengan bacaan hasil susunan bersama antara guru-siswa
sebagai bahan ajar membaca permulaan. d. Membaca Bacaan Susunan Siswa
(Kelompok-Perseorangan) Langkah-langkah yang ditempuh pada kegiatan ini
pada dasarnya hampir sama dengan kegiatan membaca bacaan susunan
bersama guru-siswa. Hanya pada kegiatan ini lebih banyak melibatakan
kegiatan siswa. Guru berkeliling untuk mengontrol dan membimbing siswa
dan atau kelompok siswa yang mengalami kesulitan. Tentu saja, pada
kegiatan ini lebih banyak diperlukan alat bantu, baik gambar-gambar maupun
kartu-kartu, atau alat ajar lainnya.
3. Langkah-langkah Pembelajaran Menulis Permulaan
Langkah-langkah kegiatan menulis permulaan terbagi ke dalam dua kelompok, yakni
a. penegenalan huruf, dan
b. latihan.
Pengenalan Huruf Kegiatan ini dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan
pembelajaraan membaca permulaan. Penekanan pembelajaran diarahkan pada
pengenalan bentuk tulisan serta pelafalannya dengan benar. Fungsi pengenalan ini
dimaksudkan untuk melatih indra siswa dalam mengenal dan membedakan bentuk
dan lambang-lambang tulisan. Mari kita perhatikan salah satu contoh pembelajaran
pengenalan bentuk tulisan untuk murid kelas 1 SD. Misalnya, guru hendak
memperkenalkan huruf a, i, dan n. Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai
berikut: 1) Guru menunjukkan gambar seorang anak perempuan dan seorang anak
laki-laki. Kedua gambar anak tersebut diberi nama “nani” dan “nana”. 2) Guru
memperkenalkan nama kedua anak itu sambil menunjukkan tulisan “nani” dan
“nana” yang tertera di bawah masing-masing gambar. 3) Melalui proses tanya jawab
secara berulang-ulang anak diminta menunjukkan mana “nani” dan mana “nana”
sambil diminta menunjukkan bentuk tulisannya. 4) Selanjutnya, guru memindahkan
dan menuliskan kedua bentuk tulisan tersebut di papan tulis dan anak diminta
memperhatikannya. Guru hendaknya menulis secara perlahan- 33 lahan dan anak
diminta untuk memperhatikan gerakan-gerakan tangan serta contoh pengucapan dari
bentuk tulisan yang sedang ditulis guru. 5) Setiap tulisan itu kemudian dinalisis dan
disintesiskan kembali.