Anda di halaman 1dari 19

Makalah

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN KESETARAAN

(disusun dan didiskusikan pada mata kuliah IPA Pendidikan Kesetaraan yang
diampu oleh Ibu Nurhayati, M.Pd)

Oleh:
Ingka M. Djafar (433419047)
Noviana Djailani (433419029)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA


JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit


sekali yang kita ingat. Segala puji kepada Allah SWT atas segala berkat, rahmat
dan taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya sehingga saya dapat
menyelesaikan Makalah “Perkembangan Pendidikan Kesetaraan” ini.
Meskipun penulis berharap isi dari makalah penulis ini bebas dari kekurangan
dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar tugas makalah ini dapat
lebih lagi.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga makalah ini
bermanfaat.

Gorontalo, 12 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah............................................................................................3
1.3 Tujuan..............................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................4
2.1 Pendidikan Kesetaraan....................................................................................4
2.2 Perkembangan Sasaran Program Kesetaraan..................................................9
2.3 Faktor pendukung dan penghambat dalam peningkatan mutu layanan
pendidikan kesetaraan ....................................................................................12
BAB III PENUTUP.............................................................................................14
3.1 Kesimpulan......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu jenis pendidikan nonformal adalah pendidikan kesetaraan, yang
memberikan layanan pendidikan bagi anak yang tidak bersekolah akibat
kemiskinan, keterpencilan, dan keterbelakangan. Jumlah sasaran pendidikan
kesetaraan yang ada di Indonesia setiap tahunnya terus mengalami
peningkatan. Untuk itulah pendidikan kesetaraan menjadi dasar yang penting
bagi seluruh anak bangsa untuk mendapatkan layanan pendidikan, di mana
pun berada dan kapan pun waktunya.

Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan


pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen
pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program
wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk
meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati,
olahpikir, olahrasa, olahraga, dan olahkarya agar memiliki daya saing dalam
menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan
untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis
potensi sumber daya alam dan sumberdaya manusia Indonesia. Peningkatan
efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen
berbasis masyarakat dan otonomi perguruan tinggi serta pembaharuan
pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, transparan, demokratis, dan
berkesinambungan.

Pendidikan kesetaraan adalah program pendidikan nonformal yang


menyelenggarakan pendidikan umum setara SD/MI, SMP/MTs, dan
SMA/MA yang mencakup program Paket A, Paket B dan Paket C.
Penyetaraan hasil belajar pendidikan kesetaraan diatur oleh Pasal 26 ayat (6)
UU Sisdiknas 20/2003: ”Pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan
hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan
oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan
mengacu pada standar nasional pendidikan”. Dengan demikian mengenai
setara adalah sepadan dalam civil effect, ukuran, fungsi dan kedudukan.

Pendidikan kesetaraan meliputi Paket A setara SD, Paket B setara SMP


dan Paket C setara SMA, yang ditujukan bagi peserta didik yang berasal dari
masyarakat yang kurang beruntung, tidak pernah sekolah, putus sekolah dan
putus lanjut serta usia produktif yang ingin meningkatkan pengetahuan dan
kecakapan hidup, dan warga masyarakat lain yang memerlukan layanan
khusus dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai dampak dari perubahan
peningkatan taraf hidup, ilmu pengetahuan dan teknologi. (Depdiknas, 2006)
Sementara Unesco mendefinisikan pendidikan kesetaraan sebagai: An
Equivalency program is defined as an alternatif educational program
equivalent to existing formal general or vocational education.

Banyak anak yang berada di daerah terpencil dan masyarakat miskin yang
belum dapat menyelesaikan pendidikannya dengan baik pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Berdasarkan data dari Ikhtisar Pendidikan
Nasional tahun 2008/2009 jumlah peserta didik yang belum terlayani dari
tingkat SD sampai SM sebanyak 2.362.825 orang. (Depdiknas, 2009). Apabila
dijabarkan lebih lanjut jumlah sasaran peserta pendidikan kesetaraan untuk
Program Paket A sebanyak 533.183 orang, Program Paket B sebanyak
555.596, dan Program Paket C sebanyak 1.274.046 orang. Akan tetapi karena
kemampuan pemerintah yang masih terbatas, sampai tahun 2008, kemampuan
pemerintah memberikan layanan pendidikan Program Paket A sebanyak
133.873 orang dan Program Paket B sebanyak 487.541 orang (Depdiknas,
2009b). Sesuai dengan kebijakan nasional bidang pendidikan, alokasi sumber
daya pendidikan kesetaraan banyak diberikan untuk Program Paket A dan
Program Paket B, yang sejalan dengan program penuntasan wajib belajar
pendidikan dasar 9 tahun. Program Paket C banyak dilakukan dengan
menggunakan peran serta atau swadaya masyarakat. Melihat kondisi di atas
maka masih banyak anak-anak usia sekolah atau dewasa yang sampai saat ini
belum terlayani pendidikannya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana definisi pendidikan kesetaraan?
2. Bagaimana perkembangan masa remaja?
3. Bagaimana perkembangan masa dewasa?
4. Bagaimana perkembangan sasaran program kesetaraan?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi definisi pendidikan kesetaraan.
2. Mengetahui perkembangan masa remaja.
3. Mengetahui perkembangan masa dewasa.
4. Mengetahui perkembangan sasaran program kesetaraan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pendidikan Kesetaraan


Pendidikan merupakan proses terpenting untuk mengintegrasikan individu
yang sedang mengalami suatu perubahan ke dalam kolektifitas di masyarakat,
pendidikan bertujuan untuk membangun kesadaran dan kepekaan setiap
individu terhadap perkembangan social, ekonomi dan politik sehingga
individu memiliki suatu kemampuan ilmu pengetahuan dan keterampilan
hidup untuk memperbaiki dan meningkatkan kedudukannya dalam
masyarakat. Pendidikan yang berkualitas yaitu Pendidikan yang dapat
mewujudkan generasi penerus bangsa yang mempunyai kemampuan, sikap
dan pengetahuan yang terus berkembang serta mampu bersaing di era
globalisasi (Sardiyanto, 2017:2). Suatu pendidikan dapat dikatakan berhasil
apabila tujuan pendidikan itu tercapai, salah satunya yaitu menghasilkan
keberhasilan belajar yang maksimal.
Secara garis besar proses Pendidikan terpilah menjadi tiga jalur yang
meliputi Pendidikan formal, Pendidikan nonformal dan Pendidikan informal
yang dapat saling melengkapi dan memperkaya sebagaimana yang dijelaskan
dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003
Pasal 1 ayat 10 yang menerangkan bahwa “Satuan Pendidikan adalah
kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur
formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan”.
Pendidikan nonformal adalah proses belajar yang terjadi secara terorganisir
dan dilakukan diluar sistem Pendidikan formal (Marzuki, 2012:137). Program
Pendidikan nonformal meliputi meliputi pendidikan kecakapan hidup,
pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan
perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan
kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik.
Pendidikan kesetaraan adalah program pendidikan nonformal yang
menyelenggarakan pendidikan umum setara SD/MI, SMP/MTs, dan
SMA/MA yang mencakup program Paket A, Paket B dan Paket C.
Penyetaraan hasil belajar pendidikan kesetaraan diatur oleh Pasal 26 ayat (6)
UU Sisdiknas 20/2003: ”Pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan
hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan
oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan
mengacu pada standar nasional pendidikan”. Dengan demikian mengenai
setara adalah sepadan dalam civil effect, ukuran, fungsi dan kedudukan.
Pendidikan kesetaraan meliputi Paket A setara SD, Paket B setara SMP
dan Paket C setara SMA, yang ditujukan bagi peserta didik yang berasal dari
masyarakat yang kurang beruntung, tidak pernah sekolah, putus sekolah dan
putus lanjut serta usia produktif yang ingin meningkatkan pengetahuan dan
kecakapan hidup, dan warga masyarakat lain yang memerlukan layanan
khusus dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai dampak dari perubahan
peningkatan taraf hidup, ilmu pengetahuan dan teknologi (Depdiknas, 2006).
Pendidikan kesetaraan merupakan bagian dari pendidikan nonformal yang
memberikan layanan pendidikan Program Paket A setara SD, Program Paket
B setara SMP dan Program Paket C setara SMA, dengan memberikan
penekanan pada peningkatan kemampuan ilmu pengetahuan, keterampilan,
pengembangan sikap kepribadian kepada peserta didik. Pendidikan kesetaraan
diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat melalui lembaga-
lembaga seperti Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), Balai Pengembangan
Kegiatan Belajar (BPKB), PKBM, Lembaga Pelatihan Kursus (LPK),
Organisasi Sosial (Orsos), Organisasi Masyarakat (Ormas) atau Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), dan Pondok Pesantren. Bahkan, mulai tahun
2008 telah dibuka kesempatan lembaga kursus/pelatihan dapat turut serta
menyelenggarakan pendidikan kesetaraan khususnya untuk percepatan
peningkatan keterampilan peserta didik. Sesuai dengan kebijakan Menteri
Pendidikan Nasional lulusan pendidikan kesetaraan mempunyai hak
eligibilitas untuk meneruskan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi baik
di lembaga pendidikan formal maupun nonformal, serta memiliki pengakuan
yang sama ketika mereka memasuki dunia kerja (Direktorat Pendidikan
Kesetaraan, 2010).
Sudadio dkk (2016:129-144) bahwa Pendidikan kesetaraan
merupakan salah satu program Pendidikan nonformal yang
menyelenggarakan Pendidikan dasar yang mencakup program Paket A setara
SD/MI, Paket B setara SMP/MTs, dan Paket C setara SMA/MA yang
bertujuan untuk melayani peserta didik yang berasal dari masyarakat kurang
beruntung, tidak pernah sekolah atau putus sekolah, serta masyarakat yang
ingin meningkatkan kecakapan hidupnya. Program pendidikan kesetaraan
Paket B (setara SMP/MTs) merupakan salah satu program pendidikan
nonformal, yang berupaya untuk memenuhi wajib belajar pendidikan dasar 9
tahun dan kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan (Vita, 2019:8).
Terlaksananya program pendidikan kesetaraan Paket B tidak terlepas dari
adanya peserta didik yang mempunyai motivasi belajar yang tinggi.

Pendidikan kesetaraan adalah pendidikan nonformal dengan standar


kompetensi lulusan yang sama dengan sekolah formal, tetapi konten, konteks,
metodologi dan pendekatan untuk mencapai standar kompetensi tersebut
lebih memberikan konsep-konsep terapan, tematik, indiktif yang terkait
dengan permasalahan lingkungan dan melatih kehidupan berorientasi kerja
atau berusaha mandiri. Dalam pembangunan pendidikan nasional, pendidikan
kesetaraan memiliki dua peranan strategis: (1) Penunjang suksesnya wajib
belajar pendidikan dasar 9 tahun dengan program utamanya paket A setara
SD/MI dan paket B setara SMP/MTs, dan (2) Melayani siswa usia sekolah
menengah atas dan orang dewasa yang ingin memiliki pendidikan dasar
(Paket A dan Paket B) serta pendidikan menengah yang diselenggarakan
melalui Pendidikan kesetaraan Paket C.

Wahyu (2014:32) Pendidikan kesetaraan merupakan pendidikan yang


berada pada jalur pendidikan nonformal yang mencakup program Paket A
setara SD/MI, Paket B setara SMP/MTS, dan Paket C setara SMA/MA
dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan fungsional,
serta pengembangan sikap dan kepribadian professional peserta didik.
Sedangkan menurut pendapat Senjawati (2015:34) pendidikan kesetaraan
merupakan bagian dari pendidikan nonformal yang ditujukan kepada
masyarakat yang kurang beruntung , putus sekolah, dan untuk masyarakat
yang memiliki keinginan untuk meningkatkan pengetahuan yang dimilikinya.
Pendidikan kesetaraan diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat
melalui Lembaga-lembaga seperti Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), Balai
Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB), dan Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM).

Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa


pendidikan kesetaraan adalah layanan pendidikan jalur pendidikan nonformal
yang ditujukan kepada masyarakat karena berbagai macam faktor tidak dapat
menyelesaikan pendidikannya atau putus sekolah di tingkat SD, SMP, dan
SMA. Peserta didik lulusan program pendidikan kesetaraan diharapkan
memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dinyatakan dan diakui
setara dengan lulusan yang sesuai dengan tingkatannya.

Penyelenggaraan pendidikan kesetaraan yang dilakukan oleh masyarakat


mempunyai dinamika dan kualitas yang beragam karena kemampuan peserta
didik, lembaga penyelenggara serta kondisi lingkungan sangat berpengaruh
terhadap mutu lulusan pendidikan kesetaraan yang ada di daerah. Untuk
mengurangi permasalahan dan peningkatan mutu layanan pendidikan
kesetaraan maka pemerintah menetapkan standar kompetensi lulusan peserta
didik, standar isi, proses dan sistem penilaian kepada peserta didik Sebagai
sebuah pendidikan alternatif, pendidikan kesetaraan mempunyai sasaran
peserta didik yang spesifik, yaitu anak usia sekolah maupun dewasa yang
belum menyelesaikan pendidikan formal karena adanya lima hambatan, yaitu
ekonomi, waktu, geografis, keyakinan, dan sosial/hukum. Hambatan ekonomi
terjadi akibat kemiskinan di kalangan petani, nelayan, buruh, pekerja rumah
tangga, tenaga kerja wanita, penduduk di daerah kumuh maupun penduduk
miskin di daerah kota. Hambatan waktu karena pekerjaan mereka sebagai
pengrajin, buruh, dan pekerja kasar lainnya. Hambatan geografis, seperti
masyarakat suku terasing, etnik minoritas, masyarakat terisolir di kepulauan
atau tengah hutan. Hambatan keyakinan, yaitu masyarakat pondok pesantren
(salafiyah) yang tidak menyelenggarakan pendidikan formal. Hambatan
sosial/hukum seperti anak jalanan, anak lembaga pemasyarakatan, dan anak
penyandang masalah sosial lainnya. Pembelajaran yang diberikan kepada
peserta didik tetap mengacu pada standar kompetensi lulusan serta peraturan
lainnya dalam kerangka peningkatan mutu lulusan untuk mandiri, kreatif, dan
profesional.
Peserta didik pendidikan kesetaraan adalah anak usia sekolah dan dewasa
yang belum mampu menyelesaikan SD, SMP, dan SM. Dilihat dari sisi peserta
didik kesetaraan mempunyai dimensi yang luas, yaitu warga negara yang
belum menyelesaikan pendidikan karena keterbatasan yang dimiliki baik di
bidang ekonomi, sosial, budaya atau karena kondisi geografis maka mereka
berhak untuk mendapatkan pendidikan. Untuk itu, pendidikan kesetaraan yang
dapat dikatakan sebagai pendidikan alternatif mempunyai peranan yang
strategis untuk mengatasi masalah pendidikan masyarakat yang belum
beruntung karena kemiskinan, keterbelakangan, dan ketidakmampuan lainnya.
Bila dilihat dari sisi latar belakang sosial ekonomi peserta didik kesetaraan
adalah masyarakat kurang mampu dengan jenis profesi sebagai buruh, petani,
nelayan, perambah hutan, masyarakat di daerah terpencil, dan lain sebagainya.
Namun, terdapat kelompok masyarakat kaya di perkotaan yang karena kurang
bisa menerima sistem pendidikan persekolahan mereka mengadakan kegiatan
pendidikan sekolah rumah (home schooling) yang hasil akhir ujiannya
mengikuti pendidikan kesetaraan. Jadi, layanan pendidikan kesetaraan
memberikan kesempatan kepada setiap warga negara yang belum
menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah tanpa mengenal suku, agama,
ras, atau golongan dengan usia berapa pun selama masih mempunyai minat
dan kemauan untuk terus belajar.
Tantangan pendidikan kesetaraan ke depan adalah semakin besarnya
kebutuhan masyarakat akan pendidikan, kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, perubahan orientasi pendidikan di masyarakat, tuntutan kualitas
penyelenggaraan dan membangun citra pendidikan kesetaraan sebagai
pendidikan alternatif. Selain kondisi tersebut, jumlah pengangguran yang
besar, kemiskinan masyarakat, masih rendahnya pendidikan penduduk, dan
perlunya pengembangan keterampilan masyarakat menjadi fokus untuk
layanan pendidikan kesetaraan di masa depan. Untuk menangkap kebutuhan
masyarakat tersebut maka program pendidikan kesetaraan diarahkan untuk
menuju pada tiga spektrum pendidikan, yaitu 1) akademik murni, 2) vokasi
terintegrasi dan 3) vokasi murni. Dengan ketiga spektrum ini diharapkan
kebutuhan peserta didik untuk membekali dirinya dengan pendidikan dan
keterampilan tercapai dan pada akhirnya masyarakat yang berpendidikan
dapat terwujud (Direktorat Pendidikan Kesetaraan, 2010).
2.2 Perkembangan Sasaran Program Kesetaraan
Dalam sejarah pendidikan Kesetaraan telah mengalami 3 (tiga) fase
perkembangan sesuai dengan prioritas yang hendak dicapai:
1. Periode pertama tahun 1945 hingga tahun 1990 program yang dijalankan
adalah program pemberantasan buta huruf, keaksaraan fungsional, model
pertama pemberantasan buta huruf dengan program Paket A.
2. Periode kedua tahun 1991 hingga tahun 2004. yaitu pengembangan Paket
A, dan Paket B dengan hasil ujian nasional pertama untuk Paket A dan
Paket B setara SMP; pelaksanaan ujian nasional Paket C setara SMA/ MA;
dan dicantumkannya pendidikan kesetaraan dalam Undang-undang
Sisdiknas Tahun 2003. Hasilnya pendidikan kesetaraan Paket A dan Paket
B menyukseskan wajar pendidikan dasar 9 tahun dan peserta ujian
nasional Paket C meningkat sampai 50% serta pelatihan tutor dan master
training; dan pada periode ini juga ada pengesahan kurikulum berbasis
kompetensi (KBK) dan perluasan akses lintas departemen hasilnya
pengintegrasian kurikulum kecakapan hidup, pengembangan Paket B
plus voucher untuk pemuda penganggur dan perjanjian kesepakatan
(MoU) dengan Departemen Pertanian, Departemen Agama, Departemen
Kelautan, Departemen Kehakiman dan HAM.
3. Periode ketiga antara tahun 2005 sampai 2008 diarahkan pada pendidikan
kesetaraan, dengan menyelenggarakan proses pembelajaran yang
berorientasi pada pencapaian standar kompetensi lulusan (SKL) dengan
tiga pendekatan yaitu: materi ajar, yang bermuatan literacy dan life skill,
pengorganisasian materi secara tematik, proses pembelajaran yang bersifat
induktif dan penilaian kompetensi.
Pada periode ini juga dikembangkan layanan pendidikan kesetaraan dalam
bentuk diversifikasi layanan pendidikan kesetaraan
1. Pangkalan belajar, yaitu sistem pelayanan pendidikan kesetaraan yang
menghubungkan antara pangkalan (homebased) dengan daerah daerah
penyangga (hinterland) pada kawasan khusus, seperti kawasan perbatasan,
dan pulau kecil.
2. Pembelajaran langsung, yaitu model layanan pembelajaran yang dilakukan
secara langsung.
3. Lumbung Sumber Daya, yang berorientasi basis komunitas.
4. Layanan Pendidikan bergerak (mobile education service) atau Kelas
Berjalan (Mobile Classroom), merupakan pelayanan pendidikan dengan
sistem jemput bola (door to door) yang dilakukan oleh tutor pada peserta
didik dari satu tempat ke tempat yang lain.
5. E-Learning, yaitu pembelajaran pendidikan kesetaraan secara online (e-
learning) sebagai alternatif bagi peserta didik yang relatif sulit untuk
bertemu langsung.
Perkembangan sasaran program kesetaraan
Perkembangan sasaran program seperti halnya kebijakan pendidikan
kesetaraan dirangkum dalam tiga periode, yaitu:
1. Periode pertama tahun 1945 hingga tahun 1990 secara rinci adalah sebagai
berikut: (1) 1945-1965 program pemberantasan buta huruf, hasil/produknya
adalah sebagian besar peduduk Indonesia mengetahui alfabet dan dapat
menulis nama mereka sendiri dan memahami kalimat-kalimat sederhana; (2)
1966-1977, keaksaraan fungsional, hasil/produknya adalah keterampilan
membaca dan menulis; dan (3) 1971-1990 yaitu model pertama pemberantasan
buta huruf dengan program Paket A. Dua hasil atau produk yang dicapai
adalah menurunkan jumlah buta aksara 46,49 juta pada tahun 1971 menjadi
45,76 juta tahun 1980 dan tahun 1990 menurunkan hingga 37,67 juta.
2. Periode kedua tahun 1991 hingga tahun 2004. Sejak tahun 1991 hingga 2003
Pendidikan Kesetaraan program Paket A, Paket B, dan Paket C berperan secara
signifikan, ditunjukkan bahwa pada tahun 1997 dilaksanakan Ujian Nasional,
yang pertama untuk Paket A dan Paket B, kemudian pada tahun 2001
dilakukan Ujian Nasional pertama untuk program Paket C. Pada tahun 2004
menurut Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah siswa putus sekolah atau tidak
melanjutkan pada rentang usia 7 s.d. 22 tahun untuk SD berjumlah 4.244.204
siswa, SMP berjumlah 3.431.523 siswa, dan SMA berjumlah 4.978.307 siswa.
Lebih rinci dapat dilihat pada grafik berikut ini:

3. Periode ketiga antara tahun 2005 sampai 2008.  Tahun 2006 merupakan tahun
yang signifikan terhadap penerimaan masyarakat terhadap program Paket A,
Paket B, dan Paket C. Hal ini ditunjukkan dengan melonjaknya peserta ujian
Paket B dan Paket C yang berasal dari jalur formal karena tidak lulus UN.
Grafik 2 menunjukkan bahwa pada tahun 2006 terdapat 170.658 orang (55%)
lulusan paket B berasal dari jalur Pendidikan Formal dan 90.591 orang (42%)
lulusan paket C berasal dari Jalur Pendidikan Formal. Kemudian pada tahun
2007 lulusan Paket B berasal dari formal meningkat menjadi 232.947 (60%)
orang sedangkan lulusan Paket C meningkat menjadi 126.830 orang (43%).
Kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi anak telah tampak
nyata. Didukung dengan kesempatan berupa bantuan yang diberikan
Pemerintah dengan besarnya angka subsidi hendaklah tidak menjadi sia-sia.
Pendidikan kesetaraan berhasil dalam beberapa
hal. Pertama, meningkatnya jumlah peserta didik dan
lulusan; Kedua, meluasnya keragaman karakteristik sasaran program; Ketiga,
meluasnya jang kauan akses pendidikan kesetaraan; Keempat, meningkatnya
rata-rata nilai hasil ujian nasional; Kelima, bervariasinya satuan pendidikan
program Paket A, Paket B, dan Paket C; Keenam, berkembangnya inovasi
pendidikan kesetaraan, termasuk model jemput bola dan sekolah rumah
(homeschooling) dan e-home schooling; Ketujuh meningkatnya pemahaman
masyarakat tentang pendidikan kesetaraan akibat keterlibatan berbagai pihak
(legislatif, selebriti, tokoh agama, pegiat) dalam sosialisasi pendidikan
kesetaraan. Sejak 1 Januari 2011 pendidikan kesetaraan dikelola oleh Ditjen
Pendidikan Dasar (Paket A dan Paket B) dan Ditjen Pendidikan Menengah
(Paket C) (Direktorat, 2010).
2.3 Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam peningkatan mutu
layanan pendidikan kesetaraan
Faktor pendukung dalam peningkatan mutu layanan pendidikan kesetaraan
diantaranya terakreditasinya lembaga dan program oleh BAN-PNFI yang tidak
semua lembaga dengan mudah mendapatkan status akreditasi oleh BAN-PNFI
selain itu sarana prasarana penunjang pembelajaran yang memadai, lengkap dan
memenuhi kebutuhan belajar, serta biaya pendidikan yang terjangkau untuk
semua kalangan masyarakat, dan kualifikasi pendidikan sarjana oleh tutor
pendidikan kesetaraan. Dengan adanya faktor pendukung dalam peningkatan mutu
layanan diharapkan mencapai kepuasan baik warga belajar, tutor, maupun
masyarakat, bahwa kepuasan pelanggan dibuktikan dari penggunaan jasa terus
menerus atau menyebarluaskan rasa kepuasan kepada orang lain dengan tujuan
merekomendasikan lembaga dengan pelayanan terbaik, sebaliknya pelanggan
yang tidak puas ada kemungkinan beralih dalam penggunaan jasa dan
menginformasikan kepada orang lain terhadap lembaga dengan pelayanan yang
kurang baik (Indrawati, 2011: 27).
Faktor penghambat yang dialami dalam peningkatan mutu layanan
pendidikan kesetaraan yakni masih banyaknya masyarakat yang berfikir akan
pendidikan kesetaraan hanya untuk mendapat ijazah paket C setara SMA dengan
cara yang mudah sehingga masyarakat memandang sebelah mata pendidikan
kesetaraan, kurangnya pemberian honor yang pantas untuk tutor karena minimnya
sumber dana masukan program pendidikan kesetaraan sehingga tutor kurang
maksimal dalam memberikan pelayanan, kurang efektifnya waktu belajar peserta
didik karena banyak peserta didik yang memiliki beban pekerjaan.
Akan tetapi faktor penghambat yang dialami, adapun cara untuk
mengurangi hambatan dalam peningkatan mutu layanan yakni memberikan
sosialisasi kepada masyarakat mengenai proses mendapatkan ijazah paket C setara
SMA agar masyarakat tidak persepsi negatif., pihak lembaga berusaha untuk
memberikan honor yang pantas untuk tutor, dan memberikan motivasi serta
semangat selalu kepada warga belajar akan pentingnya proses pembelajaran untuk
bekal di masa mendatang.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pendidikan kesetaraan meliputi Paket A setara SD, Paket B setara SMP
dan Paket C setara SMA, yang ditujukan bagi peserta didik yang berasal dari
masyarakat yang kurang beruntung, tidak pernah sekolah, putus sekolah dan
putus lanjut serta usia produktif yang ingin meningkatkan pengetahuan dan
kecakapan hidup, dan warga masyarakat lain yang memerlukan layanan
khusus dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai dampak dari perubahan
peningkatan taraf hidup, ilmu pengetahuan dan teknologi. (Depdiknas, 2006)
Dalam sejarah pendidikan Kesetaraan telah mengalami 3 (tiga) fase
perkembangan sesuai dengan prioritas yang hendak dicapai:
1. Periode pertama tahun 1945 hingga tahun 1990 program yang dijalankan
adalah program pemberantasan buta huruf, keaksaraan fungsional, model
pertama pemberantasan buta huruf dengan program Paket A.
2. Periode kedua tahun 1991 hingga tahun 2004. yaitu pengembangan Paket
A, dan Paket B dengan hasil ujian nasional pertama untuk Paket A dan
Paket B setara SMP; pelaksanaan ujian nasional Paket C setara SMA/ MA;
dan dicantumkannya pendidikan kesetaraan dalam Undang-undang
Sisdiknas Tahun 2003.
3. Periode ketiga antara tahun 2005 sampai 2008 diarahkan pada pendidikan
kesetaraan, dengan menyelenggarakan proses pembelajaran yang
berorientasi pada pencapaian standar kompetensi lulusan (SKL) dengan
tiga pendekatan yaitu: materi ajar, yang bermuatan literacy dan life skill,
pengorganisasian materi secara tematik, proses pembelajaran yang bersifat
induktif dan penilaian kompetensi.
Cara untuk mengurangi hambatan dalam peningkatan mutu layanan
yakni memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai proses
mendapatkan ijazah paket C setara SMA agar masyarakat tidak persepsi
negatif., pihak lembaga berusaha untuk memberikan honor yang pantas untuk
tutor, dan memberikan motivasi serta semangat selalu kepada warga belajar
akan pentingnya proses pembelajaran untuk bekal di masa mendatang
DAFTAR PUSTAKA

Andi, Mappiare. 1983. Psikologi Orang Dewasa. Surabaya: Usaha Nasional


Direktorat Pendidikan Kesetaraan. 2010. Trend Pendidikan Kesetaraan. Jakarta:
Ditjen PNFI Depdiknas
Hermawan, I. K. Dewi. 2012. Kinerja Pendidikan Kesetaraan Sebagai Salah Satu
Jenis Pendidikan Non Formal. Jurnal Pendidikan Kebudayaan, 18 (1): 65-
84
Hurlock, E.B 1991. Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Alih Bahasa Istiwidayanti. Jakarta: Penerbit Erlangga
Nurmala Cahya Ningrum. 2020. Motivasi Belajar Dalam Mendukung
Keberhasilan Belajar Peserta Didik Pendidikan Kesetaraan Paket B. E-
ISSN 2580-8060
Nurul, Fakhruddin.2017, Evaluasi Mutu Layanan Pendidikan Kesetaraan pada
PKBM Citra Ilmu di Semaran. Journal of Nonformal Education. JNE 3 (2)
(2017): 149-15. p-ISSN 2442-532X e-ISSN 2528-4541
Santrock, J.W. 2002. Life-Span Development, Jilid I, (Terjemahan). Jakarta:
Erlangga
Suharjudin. Manajemen Pendidikan Kesetaraan Paket C Di Lembaga
Pemasyarakatan (Studi Kasus Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas Iia
Bekasi). Jurnal Manajemen Pendidikan
Suhendro dkk,2019. Pelaksanaan program pendidikan kesetaraan di pusat
kegiatan belajar masyarakat (pkbm) kecamatan terentan. Artikel
Penelitian Program Studi Pendidikan Sosiologi Jurusan Piis Fakultas
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Pontianak

Anda mungkin juga menyukai