Anda di halaman 1dari 30

Al- Qur’ an yang penuh dengan petunjuk, undang- undang, serta hukum, diturunkan selaku

pokok- pokok penjelasan yang tidak bisa disangkal kebenarannya. Al- Qur’ anmembekali
manusia dengan bermacam prinsip serta beragam kaidah universal dan dasar- dasar ajaran yang
merata. Allah SWT menegaskan kepada Rasul- Nya Muhammad SAW supaya menarangkan
kepada manusia atas seluruh yang tersirat dalam seluruh prinsip, kaidah, serta ajaran pokok
tersebut secara terperinci, bagian demi bagian, tercantum seluruh cabang serta rantingnya.

Kitab suci Al- Qur’ anmempunyai isi pengetahuan yang luar biasa luasnya, menyangkut aspek
kesemestaan, kesejarahan, kemasyarakatan, fisika, serta metafisika. Al- Qur’ anialah inspirator
untuk pengembangan cabang- cabang ilmu pengetahuan yang menuntut umat manusia buat
menggali serta memahaminya lebih jauh.

Al- Qur’ anbanyak menarangkan bermacam berbagai permasalahan kehidupan umat manusia dan
menimpa penciptaan alam semesta. Perihal ini nampak jelas dari tiap isi serta isi Al- Qur’ an,
salah satu permasalahan yang banyak dibahas dalam Al- Qur’ an merupakan kata
fasad(kehancuran). Fasaddalam kamus bahasa Arab:‫فساد‬/ fasadyakni kata yang berarti rusak,
binasa, ataupun busuk.

Secara terminology Bagi Ar- Raghib, Fasadmemiliki makna“ terbentuknya ketidak seimbangan
ataupun disharmoni”, Arti fasadkerapkali digunakan buat menunjuk perbuatan orang- orang kafir
yang memunculkan kehancuran serta keonaran ditengah- tengah warga. Bagi At- Thaba’ i,
penafsiran Fasad itu mencakup seluruh kehancuran berbentuk hilangnya tatanan yang baik
didunia ini, baik yang berhubungan dengan kehendak manusia ataupun yang tidak. Sebab pada
prinsipnya seluruh wujud instabilitas dan disharmoni yang mengusik kehidupan manusia, dikira
selaku hasil ulah manusia, baik langsung ataupun tidak langsung.

Kata“‫ “فسد‬memiliki makna: Kehancuran, ialah keluarnya suatu dari penyeimbang, baik sedikit
ataupun banyak. Kata ini ialah lawan dari‫ الصالح‬Kata ini digunakan buat merujuk baik pada jiwa,
raga ataupun seluruh suatu yang keluar dari yang balance.

Pemakaian kata Fasad di dalam Al- Qur’ an yang berarti kehancuran kerap kali dirangkai dengan
kata ishlah yang berarti revisi. Didalam Al- Qur’ an ditemui banyak ayat- ayat yang berdialog
tentang aneka kehancuran serta kedurhakaan yang dikemukakan dalam konteks penjelasan
tentang Fasad

Sebutan Fasad dengan segala kata didalam Al- Qur’ an terulang sebanyak 50 kali, didalam 23
surah serta surah tersebut dibagi madaniah 6 serta makkiah 17. Kata ini lebih kerap timbul dalam
wujud fi’ il mudari serta isim fa’ il. Boleh jadi ini merupakan isyarat dari Al- Qur’ an kalau aksi
mengganggu merupakan aksi yang secara terus menerus dicoba oleh manusia sebagaimana yang
dimengerti dari wujud fi’ il mudari’ apalagi jadi watak yang menempel pada mayoritas
manusia( sebagaimana yang dimengerti dari wujud isim fa’ il). Sedangkan itu cakupan arti Fasad
nyatanya lumayan luas, ialah menyangkut jiwa/ rohani, tubuh/ raga, serta apa saja yang
menyimpang dari penyeimbang yang semestinya. Sebutan Fasad merupakan lawan
kata(antonim) dari shalah yang secara universal, keduanya terpaut dengan suatu yang berguna
serta yang tidak berguna. Maksudnya, apa saja yang tidak bawa khasiat, baik secara orang
ataupun sosial tercantum jenis Fasad, begitu pula kebalikannya.

Dalam Al- Qur’ an, ditemui ayat- ayat yang memakai kata Fasad serta perkata yang semakna
dengan Fasad tersebut dan di aplikasikan dalam bermacam wujud fi’ il/ fa’ il, perkata tersebut
membutuhkan uraian linguistik sehingga maknanya ditemui dengan pas. Salah satu wujud Fasad
yang dimaksudkan dalam Al- Qur’ an, yang menampilkan arti kehancuran yang terjalin di bumi
disebutkan didalam QS. Ar- Rum ayat 41

Kata‫ ظهر‬pada awal mulanya berarti terbentuknya suatu di muka bumi. Sehingga, sebab suatu itu
terletak di permukaan, hingga perihal itu jadi terlihat serta cerah dan dikenal dengan jelas.
Lawannya merupakan‫ (بطن‬bathana) yang berarti terbentuknya suatu diperut bumi, sehingga tidak
terlihat. Demikian al- Ashfahani dalam maqayisnya. Berikutnya, kata‫ ظهر‬pada ayat di atas
mempunyai makna banyak serta tersebar.

Kutipan dari tafsir al- Mishbah tentang ayat diatas, perilaku kalangan musyrikin yang dijabarkan
ayat- ayat yang kemudian, yakni mempersekutukan Allah SWT serta mengabaikan tuntunan-
tuntunan agama, berakibat kurang baik terhadap diri mereka, warga serta area. Dengan
melaporkan: Sudah terlihat kehancuran didarat semacam terbentuknya, kekeringan, serta
hilangnya rasa nyaman, serta dilaut semacam ketertenggelaman serta kekurangan hasil laut serta
sungai, diakibatkan sebab perbuatan tangan manusia yang durhaka, sehingga dampaknya Allah
SWT berikan peringatan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan dosa serta pelanggaran
mereka, supaya mereka kembali ke jalur yang benar.

Bagi Ali Ash- Shabuni menukil komentar Imam Al- Baidhawi yang diartikan dengan al- Fasad
merupakan: Kekeringan, banyaknya kebakaran serta banjir, hilangnya keberkahan, banyaknya
bahaya sebab maksiat yang manusia jalani. Sayyid Quthb menarangkan kalau Fasad ialah
kehancuran yang ditimbulkan sebab kejahatan manusia. Sebaliknya bagi al- Maraghi suatu yang
melewati batasan kewajaran. Lawan katanya Shalah( Kebaikan)‫ الرضففسد‬berarti meledakkan
peperangan serta berkembangnya fitrah yang menyebabkan merosotnya kehidupan serta
munculnya kehancuran akhlak, pula tersiarnya kebodohan, ketidak terdapatnya pemikiran yang
benar.

Bagi Ibnu Katsir yang diartikan dengan Fasadialah kekafiran, kemunafikan serta kemaksiatan.
Firman Allah SWT QS. Al- Baqarah 2/ 11

Serta apabila dikatakan kepada mereka:" Janganlah kalian membuat kehancuran di muka bumi".
mereka menanggapi:" Sebetulnya Kami orang- orang yang Mengadakan revisi." ( QS. Al-
Baqarah: 11).

Kalangan munafik menebak kalau dengan mengaku beriman, mereka bisa menipu kalangan
mukmin, namun Allah SWT membuka rahasia mereka biar kalangan mukmin tidak terpedaya
oleh mereka, kemudian menjadikan mereka selaku pemimpin, sebaliknya mereka pada
hakikatnya merupakan kalangan munafik. Hingga perihal tersebut ialah kehancuran yang besar
yang hendak terjalin dimuka bumi.

Seluruh aksi manusia di dunia ini merupakan buat ibadah, baik ibadah mahdah( langsung)
ataupun ghairu mahdah( tidak langsung). Dengan ketentuan ini manusia diharapkan jadi makhluk
yang baik di dunia serta akhirat. Norma- norma ketentuan Islam tidak hendak terlepas dari
tujuan- tujuan mulia: ialah hifzud- din( memelihara agama), hifzun- nafs( memelihara jiwa),
hifzul- mal( memelihara harta), hifzun- nasl( memelihara generasi), hifzul- aql( memelihara ide),
hifzul- bi’ ah( memelihara area).

Kerusakan yangada di dunia ini akibat dari tangan- tangan manusia butuh melaksanakan nazar,
memandang, mangulas, menelaah, kenapa kehancuran terjalin. Ternyata kerusakan terjadi karena
hidup yang kelewatan, boros, dan bermewah- mewah, seperti itu life gaya manusia dikala ini,
sehingga melaksanakan perbaikan atas alam ini sudah menjadi tanggung jawab manusia. Di
sinilah Al- Qur’ an membagikan kaidah- kaidah kehidupan, yaitu membunuh satu jiwa bagaikan
membunuh seluruh jiwa dan memberi kehidupan pada satu jiwa bagaikan memberi kehidupan
pada seluruhnya.

Oleh sebab itu, pengetahuan Al- Qur’ an dalam perkara ini memiliki nilai yang sangat diyakini
kalau Al- Qur’ an tiba bawa petunjuk- petunjuk, penjelasan, ketentuan, prinsip- prinsip serta
konsep baik yang bertabiat global ataupun teperinci, dalam bermacam perkara serta bidang
kehidupan manusia. Karena tanpa uraian yang semestinya terhadap Al- Qur’ an, kehidupan,
pemikiran serta kebudayaan umat Islam pastinya hendak susah buat dimengerti. Selaku petunjuk
Al- Qur’ an menolong kita menciptakan nilai- nilai serta norma- norma dan ketentuan yang bisa
dijadikan pedoman untuk penyelesaian problem kehidupan.

Bersumber pada latar balik permasalahan diatas hingga penulis tertarik buat melaksanakan kajian
lebih lanjut dan mengkaji ayat- ayat Al- Qur’ an yang secara tekstual ataupun kontekstual,
karena dari bermacam berbagai wujud pengungkapan Fasad semacam yang sudah disinggung
salah satunya diatas, nampak kalau Fasad dalam Al- Qur’ an tidak seluruhnya berkonotasi
berbuat Fasad kepada sesama manusia, namun pula berbuat Fasad terhadap orang itu sendiri,
apalagi antara manusia dengan area alam serta ikatan manusia dengan Tuhan si pencipta
sekalipun. Serta Fasad kerapkali digunakan buat menunjuk perbuatan orang- orang kafir yang
memunculkan kehancuran serta keonaran ditengah- tengah warga. Hingga dari itu dengan kajian
serta riset ini, diharapkan hendak ditemui gimana arti Fasad dalam Al- Qur’ an serta Fasad bagi
tafsir Fi Zhilalil Qur’ an karangan Sayyid Quthb.

Objek riset yang penulis pakai merupakan kitab tafsir Fi Zhilalil Qur’ an karangan Sayyid Quthb,
disebabkan tata cara riset yang digunakan di dalam tafsir Fi Zhilalill Qur’ an sesungguhnya tidak
nampak jauh berbeda dengan kitab- kitab tafsir yang lain. Diantara ulama kontemporer yang
sangat tidak berubah- ubah terhadap pengertian Al- Qur’ an merupakan Sayyid Quthb, salah
seseorang ulama terkemuka digolongan Ikhwan al- Muslimin. Dengan karyanya besarnya kitab
tafsir Fi Zhilalill Qur’ an yang jadi karya monumentalnya diantara karya- karya lain yang
dihasilkannya. Kitab tafsir ini dinilai relevan, sebab di dalamnya kaya dengan pemikiran sosial
kemasyarakatan yang mengkaji masalah- masalah sosial yang sangat diperlukan oleh generasi
muslim saat ini. Serta tafsir Fi Zhilalill Qur’ an pula dikategorikan ke dalam tafsir yang bercorak
adabi ijtima’ i, ialah tafsir yang berorientasi pada sastra serta kemasyarakatan. Yang menarik
dari kitab tafsir ini merupakan penjelasannya yang sarat hendak style bahasa sastra. Perihal
tersebut pastinya dipengaruhi oleh latar balik Sayyid Quthb selaku seseorang sastrawan.
Terdapat sebagian poin pemikiran Sayyid Quthb menimpa keistimewaan Al- Qur’ an yang
tercantum dalam kitab tafsir Fi Zhilalil Qur’ an. Dengan inilah, periset berupaya mengkaji dan
mau mengenali Fasad bagi Sayyid Quthb, salah satu penafsir kontemporer yang memberi warna
corak pengertian Al- Qur’ an.

B. Rumusan Masalah

Bersumber pada latar balik permasalahan diatas, penulis membuat pokok permasalahan yang
hendak penulis angkat dalam riset ini merupakan:

1. Gimana Pemaknaan Fasad Didalam Al- Qur’ an?

2. Gimana Pengertian Fasad Bagi Sayyid Quthb Dalam Tafsir Kitab Fi Zhilalil Qur’ an?

C. Batas Masalah

Penulis merasa butuh buat menghalangi permasalahan dalam riset ini guna menjauhi melebarnya
fokus riset yang hendak penulis bahas. Karenanya dalam riset ini, penulis cuma hendak
mangulas Fasad bagi Sayyid Qutb dalam tafsir Fi Zhilalil Qur’ an.

D. Tujuan serta Khasiat Penelitian

Tujuan dari sesuatu penilitian merupakan buat menanggapi persoalan dari permasalahan yang
hendak diteliti secara khusus, serta pula sesuatu gejala kearah mana ataupun informasi( data) apa
yang hendak dicari. Hasil penilitian ini diharapkan memiliki khasiat yang bertabiat selaku
berikut:

1. Secara teoritis, buat menaikkan pengetahuan untuk pertumbuhan khazanah ilmu ke Islaman
serta ilmu untuk penulis, paling utama tentang pengertian Fasad dalam Al- Qur’ an serta dalam
tafsir Fi Zhilalil Qur’ an, sehingga bisa lebih tingkatkan pemahaman serta keilmuan dengan
menggapai kecerdasan hati, kecerdasan spritual serta mencapai kecerdasan ide.

2. Secara instan, pemapaparan tentang Fasad dalam Al- Qur’ an dengan kajian riset tematik
dalam tafsir Fi Zhilalill Qur’ an karya Sayyid Qutb, dengan penilitian ini diharapkan bisa
menanggapi persoalan seputar klasifikasi ayat- ayat Fasad dan pemaknaan Fasad yang
dimaksudkan didalam Al- Qur’ an serta tafsir Fi Zhilalil Qur’ an.
3. Berguna untuk pengembangan dunia keilmuan Fakultas Ushuluddin serta Riset Agama UIN
STS Jambi, paling utama prodi Ilmu Al- Qur’ an serta Tafsir.

E. Tinjauan Pustaka

Riset terhadap pengertian Sayyid Quṭb tercantum kajian yang telah banyak diteliti, tetapi belum
ditemukan terdapatnya ulasan yang betul- betul khusus menimpa penafsirannya terhadap ayat
Fasad dalam tafsir Fi Zhilalil Qur’ an. Berikut merupakan sebagian kajian terdahulu yang
berhubungan dengan riset penulis:

Awal, Harian karya Rabiah Z harahap dari UMSU yang berjudul‚“ Etika Islam Dalam Mengelola
Bumi” ulasan didalam harian ini berisi tentang gimana etika terhadap alam serta area hidup.

Kedua, Harian karya Eko prayetno dari Universitas Islam Negara Sunan Kalijaga Yogyakarta
yang bertajuk,“ Kajian Al- Qur’ an Serta Sains Tentang Kehancuran Area”. Harian ini berisi
tentang Salah satu aspek terbentuknya kehancuran alam merupakan ikatan yang tidak balance
antara manusia serta alam itu sendiri. Oleh sebab itu, butuh terdapatnya uraian tiap manusia
terhadap pesan- pesan dalam Al- Qur’ an terpaut dengan pemeliharaan alam. Sebagian metode
yang bisa digunakan dalam mengantarkan pesan Al- Qur’ an kepada manusia merupakan lewat
pendekatan bacaan serta kontekstual terhadap Al- Qur’ an.

Ketiga, Harian Dede Rodin dari Fakultas Ekonomi serta Bisnis Islam UIN Walisongo Semarang
yang bertajuk,“ Al- Qur’ an Konservasi Area: Jajak Ayat- Ayat Ekologis”. Ulasan ini berisi
tentang diskursus konservasi area yang jadi isu aktual di tengah ancaman krisis area global.
Sebab krisis area dikira selaku permasalahan terbanyak abad ini yang berakibat pada penunggu
dunia saat ini serta generasi masa depan.

Keempat, skripsi karya Bagus Eriyanto degan judul“ Fasad Al- Ardi Dalam Tafsir Al- Sya’
rawi” Jurusan Ilmu Al- Qur’ an serta Tafsir Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negara
Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019. Skripsi ini mangulas tentang deskripsi Fasad al- Ardhi
serta diperuntukan buat mengenali arti fasad dalam Al- Qur’ an bagi pengertian Al- Sya’ rawi.
Bagi al- Say’ rawi, bila manusia menginginkan rahmat Allah SWT hingga hendaknya manusia
itu sendiri berbuat kebaikan. Sebab Allah Merendahkan rahmatnya bergantung kepada manusia.
Maksudnya Allah merendahkan rahmat- Nya untuk manusia yang berbuat baik.

Kelima, skripsi karya Ali Ashar dengan judul“ Fasad Fi Al- Ard Bagi Al- Tabari( Riset Tentang
Pengertian Kitab Jami’ Al- Bayan‘ An Takwil Ay Al- Qur’ an Karya At- Thabari)”. Jurusan
Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negara Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun
2005. Skripsi ini mangulas tentang bermacam ayat- ayat kehancuran dalam Al- Qur’ an serta
uraian bagi Ibnu Jarir At- Thobari. Kalau upaya manusia wajib lebih bersabar serta menahan diri
dari kemauan mengeksploitasi bumi secara kelewatan. Bila terdapat upaya pengambilan khasiat
bumi ataupun alam yang akibatnya hendak mengganggu alam itu sendiri wajib di jalani upaya
pelestarian pula.
Dari sekian informasi yang diperoleh penulis menimpa tema yang dinaikan oleh penilitian
terdahulu tentang arti Fasad. Dalam konteks ini belum terdapat yang mangulas tentang gimana
Fasad dalam Al- Qur’ an dengan kajian tematik dalam tafsir Fi Zhilalill Qur’ an karya Sayyid
Quthb. Oleh sebab itu penulis tertarik buat mengkaji lebih lanjut lagi tentang Fasad dalam tafsir
Fi Zhilalill Qur’ an karya Sayyid Quthb.

F. Metodologi Penelitian

Supaya riset ini bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah, hingga dibutuhkan tata cara yang
cocok buat dikaji. Selaku metode buat memperoleh hasil yang memuaskan cocok dengan tujuan
tersebut serta supaya riset berjalan terencana, efisien. Ada pula tata cara yang dipakai dalam riset
ini merupakan selaku berikut:

1. Tipe Penelitian

Riset ini ialah riset kepustakaan( library research) ialah riset yang menitik beratkan pada
literature dengan riset baik dari sumber informasi primer ataupun sekunder. Sebaliknya tata cara
yang digunakan dalam riset ini merupakan tata cara deskriptif analisis.

2. Sumber Data

Sumber informasi dalam riset ini merupakan informasi primer ialah informasi pokok yang
diperlukan dalam riset ini dari kitab Fi Zhilalill Qur’ an karya Sayyid Quthb. Serta informasi
sekunder, ialah peralatan informasi yang dibutuhkan dalam riset ini selaku informasi pendukung
yang berkaitan dengan kasus tema.

3. Tata cara Pengumpulan Data

Pengumpulan informasi ialah proses mengenali serta mengoleksi data yang dicoba oleh periset,
cocok dengan tujuan riset. Pada proses pengumpulan informasi, penulis hendak memakai tata
cara dokumentasi ialah dengan mencari informasi ataupun variabel yang berkaitan dengan ulasan
riset, baik informasi itu berbentuk novel, transkip, catatan, postingan ataupun majalah- majalah,
harian serta yang lain. Data- data yang dikumpulkan tersebut meliputi informasi primer serta
sekunder yang termuat di media cetak ataupun internet. Sehabis itu penulis menyusun sebagian
poin ataupun ilham yang hendak dituangkan dalam tulisan

4. Tata cara Pengelolahan Data

Sehabis pengumpulan informasi dicoba, hingga sesi berikutnya merupakan mencerna informasi
tersebut sehingga riset jadi sistematis serta terencana. Pengolahan informasi dicoba dengan
tahapan selaku berikut:

a. Klasifikasi, yang dicoba pada sesi ini merupakan mengklasifikasi ayat yang telah
dikumpulkan, baik yang menyebut langsung kata fasad, ataupun yang berhubungan dengan
fasad, dan mengenali asbab an- nuzul apabila dibutuhkan, serta masa turunnya ayat antara
Makiyah serta Madaniyah.

b. Reduksi, disini penulis hendak merangkum serta memilah hal- hal yang pokok serta fokus
pada hal- hal yang berarti yang berkaitan dengan kajian riset.

c. Deskripsi, pada sesi ini penulis hendak terfokus pada ayat- ayat yang berkaitan dengan objek
kajian ialah ayat- ayat yang berjudul Fasad. Setelah itu mendeskripsikan ayat Al- Qur’ an yang
mangulas Fasad.

d. Analisa, pada sesi ini penulis hendak melaksanakan analisa terhadap pemikiran Sayyid Quthb
tentang Fasad yang diperoleh dari bermacam informasi yang terdapat. Sehingga hendak ditemui
garis besar dari pemikiran dia tentang Fasad, analisa dicoba dengan pemaparan yang
argumentatif.

e. Kesimpulan, penulis hendak menarik kesimpulan secara teliti selaku jawaban atas rumusan
permasalahan sehingga menghasilakan uraian yang mencukupi.

Gram. Sistematika Penulisan

Sistematika penyusunan riset ini bersumber pada pada metode penyusunan yang disepakati
Fakultas Ushuluddin serta Riset Agama UIN STS Jambi. Riset ini di untuk jadi sebagian bab:

1. BAB I mangulas tentang latar balik permasalahan, kasus, batas permasalahan, tujuan serta
khasiat permasalahan, tinjauan kepustakaan, tata cara riset dan sistematika penyusunan.

2. BAB II menyajikan data- data yang berkaitan dengan biografi Sayyid Quṭhb serta profil kitab
tafsirnya.

3. BAB III mangulas tentang pemaknaan fasad di dalam Al- Qur’ an.

4. BAB IV menganalisis pengertian fasad bagi sayyid quthb dalam tafsir kitab Fi Zhilalil Qur’
an.

5. Bab V ialah penutup riset, yang berisi kesimpulan, saran- saran, dan kata penutup dari penulis

Nama lengkap Sayyid Quthb merupakan Sayyid Quthb Ibrahim Husain. Dia dilahirkan pada
tahun 1906 di kampung Musyah, Kota Asyut, Mesir. Dia ialah anak ke 3 dari 5 bersaudara, yang
terdiri dari 3 wanita serta 2 pria. Tetapi jumlah kerabat kandung yang sesungguhnya terdiri dari 7
orang, namun 2 orang sudah wafat dunia sewaktu umur mereka masih kecil. Al- Faqir Abdullah
ialah kakeknya yang ke- enam tiba dari India ke Makkah serta mengarah daratan besar Mesir.
Kakeknya sangat takjub dengan keelokan pemandangannya, dan kesuburan tanah di wilayah
Mausyah. Dengan demikian dia tinggal di situ. Diantara keturunannya lahirlah Sayyid Quthb.
Sayyid Quthb terlahir dari pendamping Al- Haj Quthb bin Ibrahim dengan Sayyidah Nafash
Quthb. Bapaknya ialah seseorang petani serta jadi anggota komisaris partai nasional di desanya.
Rumahnya dijadikan selaku markas untuk aktivitas politik. Disamping itu pula dijadikan pusat
data yang senantiasa dikunjungi oleh orang- orang yang mau menjajaki berita- berita yang
bertabiat Nasional ataupun Internasional dengan berdiskusi bersama aktivis partai yang kerap
berkumpul disitu ataupun ataupun tempat membaca koran. Kala Sayyid Quthb masih kuliah, dia
ditingggal bapak serta ibunya buat selama- lamanya pada tahun 1941. Dengan kepergian kedua
orang tuanya membuat dia sangat kesepian. Hendak namun, kondisi ini malah membagikan
pengaruh positif dalam karya tulis serta pemikirannya.

2. Proses Pembelajaran Sayyid Quthb

Sayyid Quthb menempuh pembelajaran bawah di desanya sepanjang 4 tahun serta dia bergelar
hafidz kala berumur 10 tahun, dia pula kerap menjajaki lomba Al- Qur’ an di desanya.
Pengetahuan Al- Qur’ an yang mendalam serta luas dalam konteks pembelajaran agama
nyatanya mempengaruhi besar pada kehidupannya. Menyadari bakatnya, orang tuanya
memindahkan keluarganya ke Halwan, wilayah Kairo. Di Kairo Sayyid Quthb tinggal bersama
pamannya Ahmad Husain Utsmani sepanjang 4 tahun. Tahun 1929 dia mendapatkan peluang
buat masuk ke Tajhiziah Darul Ulum( nama lain Universitas Kairo, yang populer dalam bidang
pengkajian ilmu Islam serta sastra Arab, serta pula tempat al- Imam Hasan al- Banna belajar
lebih dahulu). Pada tahun 1933 Sayyid Quthb mendapatkan ijazah S1 dalam bidang sastra serta
diploma dalam bidang Pembelajaran.

Semasa dia kuliah banyak dipengaruhi oleh pemikiran abbas Mahmud al- Aqqad seseorang
sastrawan besar yang cenderung pada pendekatan pemberatan, lewat dibuka pintu- pintu
bibliotek yang besar. Perihal ini membuat Sayyid Quthb asyik di bibliotek dengan mengambil
keuntungan dari pemikiran beserta komentar pemberatan dalam bidang sastra, kritik serta
kehidupan. Kala Sayyid Quthb jadi mahasiswa, dia beserta sahabat seperjuangannya menerbitkan
sajak- sajak ataupun esai- esainya di bermacam media semacam koran serta majalah, da pula
ceramah- ceramah kritisnya di mimbar Fakultas.

Sehabis berakhir S1, dia bekerja di Kementerian Pembelajaran selaku tenaga pengajar di
sekolah- sekolah kepunyaan Departem Pembelajaran sepanjang 6 tahun. Sehabis itu, dia pindah
kerja selaku pegawai kantor di Kementerian Pembelajaran selaku owner buat sedangkan waktu,
setelah itu pindah tugas di Lembaga Pengawasan Pembelajaran Universal sepanjang 8 tahun.

Sewaktu bekerja di Lembaga ini Sayyid Quthb berkesempatan belajar ke Amerika Serikat buat
memperdalam pengetahuannya di bidang pembelajaran sepanjang 2 tahun lamanya. Kala itu
Sayyid Quthb membagi waktu studinya antara Wilson’ s Teacher’ s College di
Washington( dikala ini bernama the University of the Distruct of Columbia) serta Greeley
College di Corolado, sehabis menuntaskan studinya dengan mencapai gelar MA di Universitas of
the Distruct of Columbia, Greeley College di Corolado serta di Stanford University dia pernah
berkunjung ke Inggris, Swiss serta Italia.

Semasa tinggal di amerika, Sayyid Quthb dikagetkan dengan 2 peristiwa. Awal, kematian Hasan
al- Banna di sambut gembira serta suka cita di amerika serta dipajang dihalaman depan sebagian
pesan berita disitu. Kedua, ditempat penginapannya di amerika Sayyid Quthb berulang kali di
datangi oleh wartawan Inggris. Dia berikan ketahui Sayyid Quthb kalau pergerakan Ikhwan serta
kekhawatiran penguasa Mesir serta Barat jatuh ke tangan Ikhwan. 2 peristiwa ini membuat
Sayyid Quthb mengenali peranan Hasan al- Banna serta pergerakan Ikhwan dalam perjuangan
melawan Barat. Perihal ini membangkitkan pemahaman keIslaman Sayyid Quthb serta
menaikkan pengetahuan pemikirannya menimpa problem- problem social warga yag ditimbulkan
oleh mengerti materialisme yang gersang hendak mengerti ketuhana. Setibanya di amerika,
tulisan Sayyid Quthb lebih terang- terangan kemasyarakatan, bukan sekedar peringatan ataupun
nasihat moral individual. Sayyid Quthb meninggalkan Amerika pada tahun 1950.

Pada tahun 1951, Sayyid Quthb kembali ke Kairo, Mesir. Dia semangkin percaya kalau Islamlah
yang mampu menyelamatkan manusia dari mengerti materialisme sehingga bisa terlepas dari
cengkraman materialisme yang tidak terdapat habisnya. Sayyid Quthb aktif kembali menulis di
media massa dalam permasalahan sosial serta politik, serta pula Sayyid Quthb mengaitkan diri
dalam pergerakan Mesir Kontemporer sehabis dia formal bergabung dengan Ikhwan al-
Muslimin. Setahun setelah itu Sayyid Quthb diseleksi selaku anggota Dewan Penasehat Ikhwan
serta di tunjuk selaku pimpinan bidang Dakwah Ikhwan.

Sayyid Quthb turut berpartisipasi dalam memproyeksikan revolusi. Kala revolusi itu sukses,
hingga Sayyid Quthb jadi sangat dihormati serta dimuliakan oleh para tokoh revolusi
sepenuhnya. Para tokoh revolusi sempat menawarkan jabatan menteri dan peran yang besar,
tetapi sebagian besar ditolak olehnya. Dalam kurun waktu dekat, dia bekerja selaku
penasehat( musytasyar) Dewan Komando Revolusi serta bidang kebudayaan, setelah itu jadi
sekretaris untuk lembaga penerbitan pers. Hendak namun kerjasama Ikhwan serta Nasser tidak
langsung lama. Sayyid Quthb juga kecewa sebab pemerintah Nasser tidak menerima gagasannya
buat membentuk negeri Islam. Pada bulan November 1954 sehabis 2 tahun setelah itu, Sayyid
Quthb ditangkap oleh Nasser bersama- sama dengan penangkapan besar- besaran pemimpin
Ikhwan. Dia dituduh bersekongkol buat menewaskan, buat melaksanakan aktivitas agitas anti
pemerintah serta dijatuhi hukuman 5 belas tahun dan menemukan bermacam tipe siksaan yang
begitu tidak berprikemanusiaan.

Sayyid Quthb ditahan di sebagian tahanan Mesir sampai pertengahan tahun 1964. Dia leluasa
dari tahanan pada tahun itu atas permintaan presiden Iraq ialah Abdul Salam Arif yang
mendatangi kunjungan ke Mesir. Hendak namun, baru setahun menghisap hawa fresh, dia
kembali ditangkap bersama 3 orang saudaranya ialah Muhammad Quthb, Hamidah serta Aminah
dan 20. 000 orang yang lain turut ditahan antara lain 700 perempuan. Presiden Nasser
memantapkan tuduhannya kalau Ikhwanul Muslimin berkomplot buat membunuhnya.
Bersumber pada Undang- Undang No 911 Tahun 1966 di Mesir, presiden memiliki kekuasaan
buat menahan tanpa proses. Siapapun yang di anggap bersalah serta mengambil alih
kekuasaannya dan melaksanakan kejahatan seragam itu.

Sayyid Quthb dihukum mati bersama sahabatnya pada hari Senin bertepatan pada 29 Agustus
1966 ataupun 13 Jumadil Awwal 1386. Pemerintah Mesir tidak menghiraukan yang berdatangan
dari Organisai amnesti Internasional buat keluhan karna proses peradilan militer terhadap Sayyid
Quthb sangat berlawanan dengan keadilan.

Dalam pengakuannya dia merasa tidak bersalah serta di zalimi:

Meski aku belum mengenali kenyataan yag sesungguhnya, sudah berkembang perasaan dalam
diri aku kalau politik sudah diran cang oleh Zionisme serta Salibisme- imperialis buat
menghancurkan gerakan Ikhwanul Muslimin di kawasan ini, guna mewujudnkan kepentinga
grupnya. Mereka sudah sukses, cuma pada waktu yng sama, terdapat usaha buat menangkis
rencana mereka dengan jalur yang membangkitkan Gerakan Islam. Meski pihak pemerintah,
karen satu karena ataupun yang lain, tidak menghendakinya. Pemerintah kadang- kadang benar
serta kadang- kadang pula salah. Begitulah, aku dipadati perasaan di dzolimi, sebagaimana yang
sudah dialami oleh ribuan orang serta ribuan keluarga, sebab peristiwa yang jelas sekali telah di
atur meski pada waktu itu belum dikenal secara tentu siapa yag mengendalikan peristiwa iru
serta sebab kemauan mereka buat mempertahankan pemerintah yag legal dari bahaya yang
dibesar- besarkan oleh oknum- oknum yang tidak diketahui buat tujuan yag jelas, lewat buku-
buku, koran- koran serta laporan mereka.

Dengan demikian Sayyid Quthb diucap selaku seseorang syahid yang dalam hukuman gantung
tali, bersama sahabat satu selnya abdul Fatah Ismail serta Muhammad Yusuf Hawwasy.

3. Karya- Karya Sayyid Quthb

Sayyid Quthb merupakan seorang yang sangat produktif dalam mengisi khazanah keislaman. Dia
menulis lebih dari 2 puluh buah novel, dia mengawali meningkatkan bakat menulisnya dengan
membuat novel buat kanak- kanak yag meriwayatkan pengalaman Nabi Muhammad SAW. serta
cerita- cerita menimpa sejarah Islam. Setelah itu perhatiannya meluas denga menulis cerita-
cerita pendek, sajak- sajak, kritik sastra, dan postingan buat majalah

Tafsir Fi Zhilalill Qur’ anmerupakan tafsir yang lengkap terdiri dari 30 juz, serta tercantum karya
terbanyak Sayyid Quthb. Di tengah kesibukannya selaku aktifis Ikhwan al- Muslimin, dia pula
menyempatkan waktu buat membaca, menulis karya ilmiah sepanjang 8 sampai 10 jam. Kitab Fi
Zhilalill Qur’ an merupakan kitab tafsir yang populer yang mempunyai keistimewaan tertentu
baik dari segi penyajian, segi style bahasa, ataupun dari segi isi kandungannya.

Bagi Sayyid Quthb Al- Qur’ an diturunkan selaku petunjuk kepada umat manusia mengarah
kebenaran serta kebaikan. Buat menggapai tujuan tersebut wajib penuhi sebagian pokok: awal,
membentuk individu muslim yang tangguh( Takwin al- Syakhshiyyah al- Islaamiyyah). Kedua,
membentu komunitas warga Islam( Iqaamat al- Islaamiyyah). Ketiga, mewujudkan
kepemimpinan umat Islam dalam melawan jahiliyyah. Dengan demikian, Al- Qur’ an tidak cuma
dibaca serta dikaji saja, hendak namun lebih berarti dari seluruh itu yakni mewujudkan nilai-
nilai Al- Qur’ an dalam kehidapan tiap hari.

Penyusunan kitab tafsir Fi Zhilalill Qur’ an terbit pada tahun 1952. Sayyid Quthb menulis tafsir
secara serial di majalah, dimulai dari QS. Al- Fatihah dilanjutkan pesan Al- Baqarah. Perihal itu
dicoba atas permintaan pimpinan redaksi majalah ialah Sa’ id Ramadhan serta pula dia
berprofesi selaku redaktur dalam rubik ini. Hendak namun rubik ini dihentikan diakibatkan dia
mau mengubahnya dengan rubik lain serta berjanji hendak menulis tafsir secara spesial serta
hendak terbit tiap juz. Penyusunan tafsir Fi Zhilalill Qur’ an berakhir pada tahun 1964 kala
Sayyid Quthb mendekam di dalam penjara.

Tujuan Sayyid Quthb menulis kitab tafsir Fi Zhilalill Qur’ an selaku berikut:

Awal, melenyapkan jurang yang terdapat antara kalangan muslimin saat ini dengan Al- Qur’ an.“
Sebetulnya aku serukan kepada pembaca Zhilal, jangan hingga Zhilal ini yang jadi tujuan
mereka. Namun hendaklah mereka membaca Zhilal supaya mereka dekat bersama Al- Qur’ an
secara hakiki serta membuang Zhilal ini” kata Sayyid Quthb.

Kedua, mengenalkan pada golongan Muslimin saat ini pada guna amaliyah harakiyah Al- Qur’
an, menarangkan hidup yang berkarakter serta bernuansa jihad, memperlihatkan kepada mereka
tata cara Al- Qur’ an dalam pergerakan serta jihad melawan kejahiliahan, menggariskan jalur
yang mereka lalui dengan menjajaki petunjuknya, menarangkan jalur yang lurus dan meletakkan
tangan mereka di atas kunci yang bisa digunakan perbendaharaan yang terpendam.

Ketiga, membekali orang Muslim saat ini ini dengan petunjuk amaliyah tertulis mengarah
karakter Islami serta Qur’ ani.

Keempat, mendidik orang Muslim dengan karakter Qur’ ani yang integral, karakter Islam yang
efisien, menarangkan ciri serta ciri- cirinya, aspek pembuatan dalam kehidupannya.

Kelima, menarangkan identitas warga Islami yang di wujud oleh Al- Qur’ an, mengenalkan asas-
asas yang jadi pijakan warga Islami, menggariskan jalur yang bertabiat gerakan serta jihad buat
membangunnya. Dakwah buat menegakkannya, membangunkan semangat aktivis buat mencapai
tujuan, menarangkan menimpa warga Islami awal yang didirikan Rasulullah SAW. Diatas nash-
nash Al- Qur’ an, arahan serta manhajnya selaku wujud nyata yang biasa dijadikan teladan, misal
serta contoh untuk para aktivis.

2. Tata cara serta Corak Tafsir Fi Zhilalil Qur’ an

a. Tata cara penafsiran


Tafsir Fi Zhilalill Qur’ an karangan Sayyid Quthb terdiri dari 12 jilid, serta tiap- tiap jilidnya
yang di terbitkan Gema Insani, Jakarta, tiap- tiap jilid terdiri dari 400 taman. Dalam tafsir Fi
Zhilalil Qur’ an, Sayyid Quthb memakai tata cara tahlili, ialah sesuatu tata cara tafsir yang
bermaksud menarangkan isi ayat- ayat Al- Qur’ an serta segala aspeknya secara runtun,
sebagaimana yang tersusun dalam mushaf. Didalam tafsirnya dijabarkan munasabah ayat serta
pula menarangkan ikatan iktikad ayat- ayat tersebut satu denga yang yang lain. Serta pula di
dalam tafsir Fi Zhilalill Qur’ an dijabarkan menimpa asbabun nuzul( karena turunnya) ayat,
diiringi dalil- dalil yang berasal dari Al- Qur’ an, hadits, serta perkataan teman ataupun para
tabiin serta pemikiran rasional( ra’ yu).

Tata cara tahlili yang digunakan Sayyid Quthb terdiri dari 2 tahapan. Awal, Sayyid Quthb cuma
mengambil dari Al- Qur’ an saja, sama sekali tidak mengambil referensi, rujukan, serta sumber-
sumber yang lain. Kedua, bertabiat sekunder, dan menyempurnakan untuk sesi awal yang
dilakuka oleh Sayyid Quthb. Dalam perihal ini Sayyid Quthb tidak terbawa- bawa dengan corak-
corak tafsir serta takwil.

Sayyid Quthb dalam tafsirnya pula mengutip penafsiran- penafsiran ulama yang lain yang sejalan
dengan alur pemikirannya, ialah tafsir bi al- ma’ sur pula merujuk pada tafsir bi al- ra’ y. Dari
mari pula bisa difahami kalau tata cara pengertian Sayyid Quthb pula tidak terlepas dari
pemakaian tata cara tafsir muqaran.

b. Corak Penafsiran

Sepanjang Sayyid Quthb terletak dalam penjara, meski dalam kondisi pilu penuh siksaan serta
penderitaan Sayyid Quthb menciptakan kedamaian serta ketenangan di dalam hatinya.
Disebabkan secara raga senantiasa memperoleh cobaan serta penyakit, Sayyid Quthb merasakan
kedamaian di dalam jiwanya sebab kedatangan Al- Qur’ an yang tidak bisa dialami oleh
siapapun kecuali orang- orang yang terdapat di dasar naungannya. Tafsir Fi Zhilalill Qur’ an
merupakan salah satu kitab tafsir yang memiliki terobosan baru dalam melaksanakan pengertian
Al- Qur’ an. Perihal ini diakibatkan sebab tafsir ini dia mengusungkan pemikiran- pemikiran
kelompok yang berorientasi buat kejayaan Islam pula mempunyai metodologi tertentu dalam
menafsirkan Al- Qur’ an. Tercantum melaksanakan pembaruan terhadap bidang interpretasi serta
mengesampingkan dialog yag dikira tidak berarti.

Salah satu karakteristik yang nampak dalam penafsirannya di dalam tafsir Fi Zhilalill Qur’ an
merupakan penyajian dari segi bahasa ataupun sastra. Di dalam tafsirnya pada barisan awal kita
bisa memandang sisi sastra yang dia pakai. Hendak namun, seluruh uraian tentang uslub Al-
Qur’ an, ciri ungkapan Al- Qur’ an dan dzauq yang diusung seluruhnya menampilkan sisi
anugerah Al- Qur’ an serta pokok- pokok ajaran Sayyid Quthb buat membagikan pendekatan
pada jiwa pembacanya serta orang- orang Islam pada biasanya. Dengan demikian mudah-
mudahan Allah bisa membagikan khasiat serta hidayah- Nya. Yang ialah hakikat pada Al- Qur’
an itu sendiri. Bagi Sayyid Quthb Al- Qur’ an merupakan kitab dakwah, undang- undang yang
komplit dan ajaran kehidupan.

Bagi Issa J. Boullata dilansir oleh Antony H. Johns, Sayyid Quthb pendekatan yang pakai
merupakan pendekatan tashwir( penggambaran) ialah sesuatu style penggambaran yang
berupaya menunjukkan pesan Al- Qur’ an selaku pesan yang muncul, yang hidup, serta konkrit
sehingga dapat menimbulkan uraian“ aktual” untuk pembacanya dan membagikan dorongan buat
berbuat. Oleh sebab itu, bagi Sayyid Quthb qashash di dalam Al- Qur’ an ialah penuturan drama
kehidupan yang tetap terjalin dalam kehipan manusia. Ajaran- ajaran yang ada dalam cerita tidak
hendak sempat kering dari relevansi arti buat diambil selaku tuntunan kehidupan manusia.

Dilihat dari tata cara tashwir yang digunakan oleh Sayyid Quthb, bisa dikatakan kalau tafsir Fi
Zhilalill Qur’ an bisa digolongkan dalam tafsir al- Adabi al- Ijtima’ i ialah pengertian yang
memandang dari segi sastra, budaya serta kemasyarakatan. Perihal ini menegaskan tentang latar
balik dia yang ialah sastrawan sehingga Sayyid Quthb bisa merasakan keelokan bahasa dan nilai-
nilai yang dibawa Al- Qur’ an yang kaya dengan style bahasa.

Salah satu contoh pengertian Sayyid Quthb dalam menafsirkan QS. Al- A’ raf: 40

“ Sebetulnya( untuk) orang- orang yang mendustakan ayat- ayat Kami serta menyombongkan
diri terhadapnya, tidak hendak dibukakan untuk mereka pintu- pintu langit serta mereka tidak
hendak masuk surga saat sebelum unta masuk ke dalam lubang jarum. Demikianlah Kami
berikan balasan kepada orang- orang yang berbuat durhaka.”

Bagi Sayyid Quthb ayat ini mengimajinasikan dalam menggambarkan pintu langit yang terbuka
serta cerminan masuknya tambang/ benang besar kedalam lubang jarum. Uslub Al- Qur’ an
memilah salah satu nama tambang itu diucap‘ jamal’ onta. Arti ini jelas bawa pembaca dalam
mengimajinasikan bukan cuma lewat benak semata, hendak namun kecepatan benak.

3. Sistematika Tafsir Fi Zhilalil Qur’ an

Sayyid Quthb dalam menafsirkan Al- Qur’ an cocok dengan lapisan mushaf Al- Qur’ an, ayat
demi ayat serta surah- demi surah. Diawali dari surah al- Fatihah serta di akhiri dengan surah an-
Nass, secara sistematis tafsir Fi Zhilalill Qur’ an menempuh tartib mushhafi. Memulai
penafsirannya, Sayyid Quthb menyajikan sekelompok ayat yag berentetan, yang berkaitan
ataupun berhubungan dalam tema kecil. Para mufassir yang semasa dengan Sayyid Quthb
mayoritas menafsirkan kata per kata ataupun kalimat per kalimat. Sayyid Quthb dalam menafsiri
tiap ayat menarangkan secara rinci, dengan mencantumkan sebagian periwayat yang kemudian
selaku pendukung dari argumentasinya.

Pengertian sekelompok ayat bawa uraian terdapatnya munasabah ayat dalam tiap kelompok ayat
dalam tartib mushhafi. Dengan demikian hendak dikenal terdapatnya keintegralan ulasan Al-
Qur’ an dalam satu tema kecil yang dihasilkan sekelompok ayat yang memiliki munasabah
antara ayat- ayat Al- Qur’ an sehingga bebas dari pengertian secara parsial yang bisa keluar dari
redaksi ayat tersebut. Dari metode tersebut, menampilkan terdapatnya keutuhan uraian Sayyid
Quthb dalam menguasai munasabah ayat.

Kitab Tafsir ini sangat diminati oleh golongan intelektual. Sebab dinilai kaya dengan pemikiran
sosial kemasyarakatan yang sangat diperlukan oleh muslim kontemporer. Serta pula Sayyid
Quthb melaksanakan analisis sosiologi yang kental dengan penjelasan signifikasi konteks ayat.

Bagi penjelasan Sayyid Quthb sendiri tentang kitabnya, kalau penyusunan kitab ini dilatar
belakangi oleh kemauan Sayyid Quthb buat menjadikannya suatu“ naungan dalam kehidupan”
serta nikmat yang tiada bisa dialami kecuali untuk orang yang merasakannya. Perihal ini
semacam yang di ungkapkan Quthb senndiri dalam kata pengantar tafsir Fi Zhilalil Qur’ an
selaku berikut:

“ hidup dalam naungan Al- Qur’ an itu merupakan nikmat. Nikmat yang tidak dikenal kecuali
untuk orang yang merasakannya, nikmat yang bisa meninggikan usia, serta memberkahinya serta
mencerahkannya. Serta seluruh puji untuk Allah SWT yang sudah memberikanku hidup dalam
naungan Al- Qur’ an selama waktu. Sampai bisa merasakan nikmat yang belum sempat
kurasakan selama hidupku. Merasakan naungan nikmat yang mengangkut usia serta
keberkahannya serta mencerahkannya”.

Dilihat dari sistematika yang di pakai oleh Quthb dalam kitab Tafsir Fi Zhilalil Qur’ an nyatanya
tidak jauh berbeda dengan sistematika ulama- ulama tafsir pada biasanya. Quthb, saat sebelum
masuk pada uraian ayat, Quthb mengatakan jumlah ayat serta tempat turunnya ayat( jenis
Madinah ataupun Makiyyah). Sehabis itu, menarangkan nama surah diiringi dengan komentar
yang setelah itu di ikuti dengan dalil, baik dari hadis ataupun al- Qur’ an. Pengelompokan ayat
bersumber pada sub tema serta membuat ringkasan universal di dini pesan pula ialah perihal
yang terkesan baru di sisi pengertian al- Qur’ an. Setelah itu sebagian besar pula dilengkapi
dengan analisis bahasa, nunasabah ayat, serta asbab an- nuzul. Jadi bisa di pahami kalau tafsir ini
merupakan tafsir bil Ma’ tsur.

4. Pemikiran Ulama Terhadap Tafsir Fi Zhilalil Qur’ an

a. Yusof al- Azym

Yusof al- Azym merupakan seorang yang pakar dalam mengkaju Al- Qur’ an. Dia berkata kalau
pengertian Tafsir Fi Zhilalill Qur’ an bisa dikatakan selaku pembuka Rabbani yang diilhami oleh
Allah kepada penulisnya. Sayyid Quthb sudah diberi sinar yang sanggup menjawab uraian,
gagasan serta pemikiran lembut yang tidak diperoleh oleh mufasir yang lain. Saleh Abdul Fatah
al- Khalidi, seseorang penulis biografi serta meninjau karya Sayyid Quthb berkomentar kalau
dalam Tafsir Fi Zhilalill Qur’ an di anggap selaku mujaddid dalam dunia interpretsi sebab dia
meningkatkan bermacam arti, pemikiran dan pemikiran tertang akademi yang melebihi tafsir-
tafsirnya.
“( Dialah Allah) Yang Maha Pengasih( serta) bersemayam di atasʻArasy

arti istawa’ di atas Arsy bisa dimengerti bahwasanya istawa’ ialah kinayah( kiasan) dari al-
Haimanah( kemampuan) atas makhluk ciptaan- Nya ini. Setelah itu Samahatursy Syaikh‘ Abdul’
Aziz Ibn baz Rahimahullahu mengatakan,“ Ini seluruh perkata yang fasid( rusak), kata istawa’
yang berarti mereka merupakan penguasa, serta dia tidak menetapkan istawa’. Ini berarti dia
mengingkari istawa’ yang sudah ma’ ruf ialah al- Uluw( besar) di atas singgasana. Pendapatnya
merupakan kesombongan menampilkan kalau dia miskin( lemah) serta dhoyi’( ilmu yang
kosong) penafsirannya

Secara bahasa Fasad dari bahas arab‫ فساد‬yang memiliki makna rusak, binasa, ataupun busuk.
Kata Fasad dengan wujud perubahannya mempunyai sebagian arti diantaranya

1. Rusak‫صدصلح‬:‫وفسد‬-‫فسادا‬-‫فسد‬

2. Mengganggu‫ضداصلحه‬:‫افسدوفسد‬

3. Berselisih, bermusuhan‫القومتفاسد‬

4. Mendapatinya, busuk‫استفسد‬

5. Kehancuran, kebusukan‫الفساد‬

6. Batal, tidak legal‫البطالن‬:‫الفساد‬

7. Perihal happy- happy bermain‫اللهو‬:‫الفساد‬

8. Sumber, karena kehancuran‫اسمالفاعلالافسدالفسدة‬:‫الفسد‬

9. Yang rusak/ busuk, yang jadi semangkin rusak/ busuk‫اسمالفاعللفسد‬:‫الفاسد‬

10. Yang rusak moral, akhlaknya‫فاسداالخالق‬

Berikut tabel buat lebih mempermudah turunan dari kata fasada:

“ Kehancuran, ialah keluarnya suatu dari penyeimbang, baik sedikit ataupun banyak. Kata ini
ialah lawan kata dari‫ الصالح‬kata ini digunakan buat merujuk baik pada jiwa, raga ataupun seluruh
suatu yang keluar dari yang balance.

Al- Jurnaniy( w. 815 H) mengatakan pemaknaan fasad di dalam Ta’ rifatnya yang
menungkapkan kalau fasad merupakan hilangnya foto/ wujud/ watak dari suatu modul sehabis
lebih dahulu terdapat. Di masa modern ini para ulama menawarkan pemaknaan fasad jadi 4 arti,
ialah al- talaf wa al-‘ atab ( kerusakan dan kejahatan), al- idt irab wa al- khalal( kekacauan/
kerusuhan serta bahaya/ kerugian), al- jadb wa al- qaht ( kegersangan dan kekeringan) dan ilhaq
al- darar(“ menyertakan” bahaya/ kerugian). Sebaliknya al- Mu‘ jam al-‘ Arabiy Bain Yadaik
karya kolektif yang dipromotori oleh Muhammad‘ Abd al- Rahman Alu al- Syekh, memilah 2
arti terkenal buat pemaknaan fasad, ialah talifa( rusak) serta batala( batal/ percuma).

Didalam Al- Qur’ an pemakaian kata fasad kerap kali dirangkai dengan kata ishlah yang berarti
revisi. Sekian banyak ayat- ayat Al- Qur’ an yang mangulas tentang kehancuran serta
kedurhakaan yag dikemukakan dalam konteks fasad, salah satu firman Allah SWT. QS. Ar-
Rum: 41

“ Sudah nampak kehancuran di darat serta di laut diakibatkan perbuatan tangan manusia.( Lewat
perihal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari( akibat) perbuatan mereka supaya
mereka kembali( ke jalur yang benar).”

Kata al- fasad maksudnya keluarnya suatu dari penyeimbang baik itu sedikit maupun banyak.
Kata ini digunakan buat menampilkan kehancuran, baik jasmani, jiwa, ataupun perihal yang lain.
Al- fasad merupakan lawan kata dari as- shalah yang berarti khasiat maupun perihal yag
bermanfaat. Kata ini menampilkan kehancuran semacam kemusyrikan ataupun pembunuhan,
sedangkan ulama memahaminya dalam makna luas ialah kehancuran area sebab berkaitan
dengan laut serta darat. Kehancuran di laut serta didarat semacam temperatur bumi semangkin
panas, masa kemarau yang terus menjadi panjang, air laut tercemar sehingga hasil laut menurun
serta ketidak seimbangan ekosistem. Di dalam Tafsir Ibnu Katsir yang di iktikad dengan fasad
merupakan kekafiran, kemunafikan serta kemaksiatan. Sebagaimana di sebutkan dalam QS. Al-
Baqarah: 11

“ Apabila dikatakan kepada mereka,“ Janganlah berbuat kehancuran di bumi, mereka


menanggapi,“ Sebetulnya kami cumalah orang- orang yang melaksanakan revisi.”

Di antara wujud kehancuran di atas bumi merupakan kekufuran, kemaksiatan, menyebarkan


rahasia orang mukmin, serta membagikan loyalitas kepada orang kafir. Melanggar nilai- nilai
yang diresmikan agama hendak menyebabkan alam ini rusak, apalagi sirna. Kalangan munafik
menebak kalau dengan mengaku beriman, mereka dapat menipu kalangan mukmin. Tetapi
sayang, Allah SWT. membuka rahasia mereka supaya kalangan mukmin tidak terpedaya oleh
mereka, serta menjadikan mereka pemimpin, sebaliknya mereka merupakan kalangan munafik.
Hingga perihal tersebut ialah kehancuran yang besar di muka bumi ini.

Pergantian wujud kata fasad dalam Al- Qur’ an terulang sebanyak 50 kali yang ada dalam 22
surah. Dengan pergantian wujud selaku berikut:

1. Fii’ il Madhi

a.‫ (لفسدت‬tentu binasalah) sebanyak 2 kali terulang dalam surah al- Baqarah: 251 serta al- Mu’
minun: 71.

“ Mereka( tentara Talut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah serta Daud menewaskan
Jalut. Setelah itu, Allah menganugerahinya( Daud) kerajaan serta hikmah( kenabian); Ia( pula)
mengajarinya apa yang Ia kehendaki. Seandainya Allah tidak menolak( keganasan) sebagian
manusia dengan sebagian yang lain, tentu rusaklah bumi ini. Hendak namun, Allah memiliki
karunia( yang dilimpahkan- Nya) atas segala alam.”

“ Seandainya kebenaran itu menuruti kemauan mereka, tentu binasalah langit serta bumi dan
seluruh yang terdapat di dalamnya. Apalagi, Kami sudah mendatangkan( Al- Qur’ an selaku)
peringatan mereka, namun mereka berpaling dari peringatan itu

seandainya pada keduanya( dilangit serta dibumi) terdapat tuhan- tuhan tidak hanya Allah pasti
keduanya sudah binasa. Mahasuci Allah yang mempunyai‘ arsy dari apa yang mereka sifatkan

“ Ia( Balqis) mengatakan,“ Sebetulnya raja- raja apabila menaklukkan sesuatu negara, mereka
pasti membinasakannya serta menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina. Demikianlah yang
mereka hendak perbuat

“ Apakah seandainya berkuasa, kalian hendak berbuat kehancuran di bumi serta memutuskan
ikatan kekeluargaanmu

“ Mereka( saudara- saudara Yusuf) menanggapi,“ Demi Allah, sangat kalian mengenali kalau
kami tiba bukan buat berbuat kehancuran di negara ini serta kami tidaklah para pencuri.”

“( Ingatlah) kala Tuhanmu berfirman kepada para malaikat,“ Saya hendak menjadikan
khalifah13) di bumi.” Mereka mengatakan,“ Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang
mengganggu serta menumpahkan darah di situ, sebaliknya kami bertasbih memuji- Mu serta
menyucikan nama- Mu?” Ia berfirman,“ Sebetulnya Saya mengenali apa yang tidak kalian tahu.”
QS. Al- Baqarah: 30

“ Apabila berpaling( dari engkau ataupun berkuasa), ia berupaya buat berbuat kehancuran di
bumi dan mengganggu tanam- tanaman serta ternak. Allah tidak menggemari kehancuran.” QS.
Al- Baqarah: 205

“( ialah) orang- orang yang melanggar perjanjian Allah sehabis( perjanjian) itu diteguhkan,
memutuskan apa yang diperintahkan Allah buat disambungkan( silaturahmi), serta berbuat
ٰۤ ُ
kehancuran di bumi. Mereka‫ول ِٕى َكلَهُ ُم‬ ‫ ا‬seperti itu orang- orang yang rugi.” QS. Al- Baqarah: 27

“ Orang- orang yang melanggar perjanjian( dengan) Allah sehabis diteguhkan, memutuskan apa
yang diperintahkan Allah buat disambungkan( semacam silaturahmi), serta berbuat kehancuran
di bumi; mereka seperti itu orang- orang yang menemukan laknat serta untuk mereka tempat
kediaman yang kurang baik( Jahanam).” Ar- Ra’ du: 25

“ Orang- orang yang kufur serta membatasi( manusia) dari jalur Allah, Kami tambahkan kepada
mereka siksaan demi siksaan sebab mereka senantiasa berbuat kehancuran.” An- Nahl: 88

“( Mereka) yang berbuat kehancuran di bumi serta tidak melaksanakan revisi.” Asy- Syu’ ara: 15
“ Di kota itu terdapat 9 orang pria yang berbuat kehancuran di bumi. Mereka tidak melaksanakan
revisi.” QS. An- Naml: 48

“ Kami wahyukan kepada Bani Israil di dalam Kitab( Taurat) itu,“ Kalian betul- betul hendak
berbuat kehancuran di bumi ini 2 kali serta betul- betul hendak menyombongkan diri dengan
kesombongan yang besar.”

Laa tufsiduu( janganlah kalian membuat kehancuran) terulang sebanyak 4 kali dalam

Apabila dikatakan kepada mereka,“ Janganlah berbuat kehancuran di bumi,” mereka


menanggapi,“ Sebetulnya kami cumalah orang- orang yang melaksanakan perbaikan

56. Janganlah kalian berbuat kehancuran di bumi sehabis diatur dengan baik. Berdoalah kepada-
Nya dengan rasa khawatir serta penuh harap. Sebetulnya rahmat Allah sangat dekat dengan
orang- orang yang berbuat baik.

57. Dialah yang mendatangkan angin selaku berita gembira yang mendahului kehadiran rahmat-
Nya( hujan) sehingga apabila( angin itu) sudah memikul awan yang berat, Kami halau dia ke
sesuatu negara yang mati( tandus), kemudian Kami turunkan hujan di wilayah itu. Setelah itu
Kami tumbuhkan dengan hujan itu bermacam berbagai buah- buahan. Semacam seperti itu Kami
membangkitkan orang- orang mati supaya kalian senantiasa ingat.

“ Kepada penduduk Madyan, Kami( utus) kerabat mereka, Syuʻaib. Ia mengatakan,“ Wahai
kaumku, sembahlah Allah. Tidak terdapat bagimu tuhan( yang disembah) tidak hanya Ia. Sangat,
sudah tiba kepadamu fakta yang nyata dari Tuhanmu. Hingga, sempurnakanlah takaran serta
timbangan, serta janganlah merugikan( hak- hak) orang lain sedikit juga. Jangan( pula) berbuat
kehancuran di bumi sehabis perbaikannya. Seperti itu lebih baik bagimu, bila kalian beriman.”

“( Ingatlah) kala Musa meminta( curahan) air buat kaumnya. Kemudian, Kami berfirman,“
Pukullah batu itu dengan tongkatmu!” Hingga, memancarlah darinya( batu itu) 2 belas mata air.
Tiap suku sudah mengenali tempat minumnya( tiap- tiap). Makan serta minumlah rezeki( yang
diberikan) Allah serta janganlah melaksanakan kejahatan di bumi dengan berbuat kerusakan

“ Mereka mengatakan,“ Wahai Zulqarnain, sebetulnya Ya’ juj serta Ma’ juj merupakan( bangsa)
pembentuk kehancuran di bumi, bolehkah kami memberimu imbalan supaya engkau
membuatkan tembok penghalang antara kami serta mereka?”QS. Al- Kahfi: 94

“ Ingatlah, sebetulnya merekalah yang berbuat kehancuran, namun mereka tidak menyadari

“ Tentang dunia serta akhirat. Mereka bertanya kepadamu( Nabi Muhammad) tentang kanak-
kanak yatim. Katakanlah,“ Membetulkan kondisi mereka merupakan baik.” Bila kalian
mempergauli mereka, mereka merupakan saudara- saudaramu. Allah mengenali orang yang
berbuat kehancuran serta yang berbuat kebaikan. Seandainya Allah menghendaki, tentu Ia
mendatangkan kesusahan kepadamu. Sebetulnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana
“ Balasan untuk orang- orang yang memerangi Allah serta rasul- Nya dan membuat kehancuran
di bumi cumalah dibunuh, disalib, dipotong tangan serta kaki mereka secara silang, ataupun
diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu ialah kehinaan untuk mereka di dunia
serta di akhirat( nanti) mereka menemukan azab yang sangat berat

“ Negara akhirat itu Kami peruntukan buat orang- orang yang tidak menyombongkan diri serta
tidak berbuat kehancuran di bumi. Kesudahan( yang baik, ialah surga) itu( disediakan) untuk
orang- orang yang bertakwa

Orang- orang yang kufur, sebagian mereka jadi penolong untuk sebagian yang lain. Bila kalian
tidak melakukan apa yang sudah diperintahkan Allah( buat silih melindungi), tentu hendak
terjalin kekacauan di bumi serta kehancuran yang besar

“ Oleh sebab itu, Kami menetapkan( sesuatu hukum) untuk Bani Israil kalau siapa yang
menewaskan seorang bukan sebab( orang yang dibunuh itu) sudah menewaskan orang lain
ataupun sebab sudah berbuat kehancuran di bumi, hingga seakan- akan ia sudah menewaskan
seluruh manusia. Kebalikannya, siapa yang memelihara kehidupan seseorang manusia, ia
seakan- akan sudah memelihara kehidupan seluruh manusia. Sangat, rasul- rasul Kami betul-
betul sudah tiba kepada mereka dengan( bawa) keterangan- keterangan yang jelas. Setelah itu,
sebetulnya banyak di antara mereka sehabis itu melampaui batasan di bumi

“ Apabila berpaling( dari engkau ataupun berkuasa), ia berupaya buat berbuat kehancuran di
bumi dan mengganggu tanam- tanaman serta ternak. Allah tidak menggemari kerusakan

Buat lebih mempermudah berikut alterasi fasad di dalam Al- Qur’ an dalam wujud tabel

Apabila dikatakan kepada mereka,“ Janganlah berbuat kehancuran di muka bumi,” mereka
menanggapi,“ Sebetulnya kami cumalah orang- orang yang melaksanakan revisi.” QS. Al-
Baqarah: 11

Yang diartikan fasad disini merupakan wujud kehancuran. Di antara wujud kehancuran di atas
bumi merupakan kekufuran, kemaksiatan, menyebarkan rahasia orang mukmin, serta
membagikan loyalitas kepada orang kafir. Melanggar nilai- nilai yang diresmikan agama hendak
menyebabkan alam ini rusak, apalagi sirna.

Pada ayat ini menarangkan karakteristik orang munafik dengan membuat kehancuran dimuka
bumi dengan watak keras kepala serta senantiasa membetulkan perbuatan mereka yang rusak
serta membanggakan diri kala mereka merasa nyaman buat melaksanakan apa yang mereka mau
semacam yang dicontohkan Abdullah bin Ubay bin Salul. Orang- orang yang membuat
kehancuran di bumi dengan serusak- rusaknya sarnbil berkata kalau mereka melaksanakan revisi
ataupun melaksanakan aksi yang baik itu banyak sekali jumlahnya pada tiap era. Mereka berkata
itu sebab timbangan yang terdapat di tangan mereka telah rusak. Karena, apabila timbangan
keikhlasan serta ketulusan di dalam jiwa telah rusak, hingga rusak pulalah seluruh timbangan
serta tata nilai. Orang- orang yang hatinya tidak ikhlas sebab Allah tidak hendak merasakan ke
rusakan amal perbuatan merk, sebab timbangan kebaikan serta keburukan, kesalehan serta
kehancuran di dalam jiwa mereka bergoyang bersama hawa nafsu, tidak berpedoman pada
kaidah Rabbaniyah. Oleh sebab itu, datanglah akibat yang tentu serta ketetapan yang benar,”
Ingatlah, kalau sesunguhnya mereka seperti itu orang- orang yang membuat kehancuran, namun
mareka tidak sadar”.

Kehancuran di muka bumi ialah merosotnya fitrah kehidupan serta munculnya dekandensi
akhlak. Sesuatu indikasi yang terdapat disetiap masa merupakan kalangan perusak mengaku
selaku muslihin. Ayat ini menampilkan larangan kepadahal- hal yang hendak membuat
kehancuran.

Allah SWT. sudah membantah kalau orang munafik yang sudah melaksanakan revisi, hendak
namun merekalah yang membuat kehancuran di muka bumi ini, merekalah sesungguhnya
kalangan perusak. Mereka menyadari hendak kehancuran yang sudah mereka jalani, sebab
syaithan sudah membuat mereka memandang baik dengan apa yang mereka kerjakan.

Ahmad Syakir dalam kitab Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir melaporkan kalau kata al- fasad pada
ayat ini bermakna al- Kufr( kekafiran) serta berbuat kemaksiatan. Ibnu Jarir mengatakan,“
Pelakon kemunafikan merupakan mereka yang berbuat kehancuran di muka bumi dengan
kemaksiatan yang mereka jalani kepada Rabb mereka, mereka menumpuk- numpuk perbuatan
terlarang, menyia- nyiakan kewajiban, merasa ragu dengan Agama Allah yang mana amalan
seorang tidak hendak di terima kecuali dengan meyakini hakikatnya. Mereka pula melaksanakan
kemaksiatan kepada kalangan mukminin dengan tuduhan yang tidak sesungguhnya, mereka
senantiasa pada keraguan serta kebingungannya. Seperti itu wujud kehancuran yang dicoba oleh
kalangan munafik di muka bumi ini, tetapi mereka menyangka kalau mereka lagi melaksanakan
revisi di dalamnya

Kepada penduduk Madyan, Kami( utus) kerabat mereka, Syuʻaib. Ia mengatakan,“ Wahai
kaumku, sembahlah Allah. Tidak terdapat bagimu tuhan( yang disembah) tidak hanya Ia. Sangat,
sudah tiba kepadamu fakta yang nyata dari Tuhanmu. Hingga, sempurnakanlah takaran serta
timbangan, serta janganlah merugikan( hak- hak) orang lain sedikit juga. Jangan( pula) berbuat
kehancuran di bumi sehabis perbaikannya. Seperti itu lebih baik bagimu, bila kalian beriman.”

Allah SWT. sudah menghasilkan alam raya ini dengan kondisi yang sangat harmonis, serasi,
serta penuhi kebutuhan makhluk. Apalagi Allah sudah menjadikannya baik dalam
memerintahkan hamba- hambanya buat memperbaikinya. Membetulkan sehabis mengganggu
jauh lebih kurang baik dari pada merusaknya saat sebelum diperbaiki, sebab ayat ini secara tegas
melarang perihal yang demikian. Meski memperburuk kehancuran ataupun mengganggu yang
baik amatlah tercela
“ Janganlah kalian berbuat kehancuran di bumi sehabis diatur dengan baik. Berdoalah kepada-
Nya dengan rasa khawatir serta penuh harap. Sebetulnya rahmat Allah sangat dekat dengan
orang- orang yang berbuat baik.”

Kegiatan yang menyebabkan suatu yang penuhi gunanya dengan baik serta berguna jadi
kehabisan nilainya sehingga menurun guna serta khasiatnya akibat ulah perisak. Dia merupakan
lawan dari revisi ialah shalah. Oleh karena itu terdapatnya kehancuran disebabkan
ketidakaturannya

Sudah nampak kehancuran di darat serta di laut diakibatkan perbuatan tangan manusia.( Lewat
perihal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari( akibat) perbuatan mereka supaya
mereka kembali( ke jalur yang benar)

“ Orang- orang yang kufur serta membatasi( manusia) dari jalur Allah, Kami tambahkan kepada
mereka siksaan demi siksaan sebab mereka senantiasa berbuat kerusakan

“ Orang- orang yang melanggar perjanjian( dengan) Allah sehabis diteguhkan, memutuskan apa
yang diperintahkan Allah buat disambungkan( semacam silaturahmi), serta berbuat kehancuran
di bumi; mereka seperti itu orang- orang yang menemukan laknat serta untuk mereka tempat
kediaman yang kurang baik( Jahanam)

Komentar ulama terpaut dengan kehancuran di darat serta di laut semacam banjir besar,
kebakaran, kezaliman, kematian percuma, kekeringan, kandas panen, serta krisis ekonomi.
Pemakaian al- fasad dari bermacam derivasinya dalam bacaan Al- Qur’ an, menimpa bermacam
fenomena. Peristiwa politik Raja Fir’ aun dengan Nabi Musa as yang hendak menewaskan Nabi
Musa as merupakan orang yang melaksanakan kehancuran di muka bumi ini. Fenomena sejarah
masa depan, yang di ungkapkan oleh malaikat kalau manusia hendak berbuat kehancuran di
muka bumi ini. Begitu pula fenomena Raja Fir’ aun yang memecah belah keluarga serta
bangsanya serta melaksanakan pembunuhan. Sebab seperti itu Fir’ aun tercantum jenis warga
perusak tatanan sosial serta area hidup di bumi. Fenomena sekelompok warga yang
mengeksploitasi bumi buat kesenangan material dengan membangun istana serta mengganti
gunung buat dijadikan real estate dengan tidak menahan diri dari peluluhlantahkan area. Orang
yang melaksanakan perihal demikian merupakan perusak area. Di dalam Al- Qur’ an di
kemukakan sebagian ayat selaku sumber etika sekalian keimanan, yang semenjak lama sudah
ditegaskan tentang terdapatnya kehancuran alam semesta yang disebabkan oleh perilaku serta
watak manusia dalam berhubungan dengan alam

“ Hingga, kenapa tidak terdapat di antara generasi saat sebelum kalian sekelompok orang yang
memiliki keutamaan yang melarang( berbuat) kehancuran di bumi, kecuali sebagian kecil, ialah
orang yang sudah Kami selamatkan di antara mereka? Orang- orang yang zalim cuma
mementingkan kenikmatan serta kemewahan serta mereka merupakan orang- orang yang
berdosa.”
Kehancuran yang di iktikad berbentuk pencemaran alam, sehingga alam tidak layak huni
makhluk hidup. Serta berbentuk kehancuran alam sehingga tidak bisa di manfaatkan lagi
semacam kehancuran hancurnya flora yang berdampak banjir, longsor, serta hilangkan
penyeimbang kehidupan. Serta kehancuran di laut akibat rusaknya biota laut, punahnya hewan
laut serta sebagainya.

Di dalam Al- Qur’ an berulang- ulang kali menegaskan kalangan muslimin supaya belajar dari
umat- umat terdahulu yang hadapi kepunahan. Penolakan terhadap ayat- ayat Tuhan yang
membuat mereka tidak sanggup mengatur diri dari nafsu rendah, paling utama syahwat
kekuasaan. Muncullah kehancuran di darat serta dilaut akibat keserakahan, yang sepatutnya di
pelihara, dilestarikan, serta di makmurkan. Mereka yang menolak pesan- pesan Tuhan, hendak
dimintai pertanggung jawaban semacam mereka yang berbuat baik serta menerima ganjaran dari
Allah SWT

“ Ia( Balqis) mengatakan,“ Sebetulnya raja- raja apabila menaklukkan sesuatu negara, mereka
pasti membinasakannya serta menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina. Demikianlah yang
mereka hendak perbuat.” QS. An- Naml: 34

Kata ifsad berarti mengganggu apa saja yang terdapat, baik barang ataupun orang, baik dengan
membakar, merobohkan, apalagi menjadikan mereka tidak berdaya serta kehabisan kemuliaan

“ Mereka mengingkarinya sebab kezaliman serta kesombongan, sementara itu hati mereka
meyakini( kebenaran)- nya. Perhatikanlah gimana kesudahan orang- orang yang berbuat
kerusakan

Serta, carilah pada apa yang sudah dianugerahkan Allah kepadamu( pahala) negara akhirat,
namun janganlah kalian lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah( kepada orang lain)
sebagaimana Allah sudah berbuat baik kepadamu serta janganlah kalian berbuat kehancuran di
bumi. Sebetulnya Allah tidak menggemari orang- orang yang berbuat kerusakan

“ Orang- orang yang kufur, sebagian mereka jadi penolong untuk sebagian yang lain. Bila kalian
tidak melakukan apa yang sudah diperintahkan Allah( buat silih melindungi), tentu hendak
terjalin kekacauan di bumi serta kehancuran yang besar

“ Seandainya mereka keluar bersamamu, tentu mereka tidak hendak menaikkan( kekuatan)- mu,
malah cuma hendak membuat kekacauan serta mereka pasti bergegas maju ke depan di celah-
celah barisanmu buat mengadakan kekacauan( di barisanmu), lagi di antara kalian terdapat
orang- orang yang sangat suka mencermati( perkataan) mereka. Allah Maha Mengenali orang-
orang yang zalim

“ Seandainya pada keduanya( langit serta bumi) terdapat tuhan- tuhan tidak hanya Allah, pasti
keduanya sudah binasa. Mahasuci Allah, Tuhan ownerʻArasy, dari apa yang mereka sifatkan
tentu langit serta bumi keluar dari tatanannya serta rusak. Kata fasad ini berarti tidak tertib.
Maksudnya, bila alam raya ini mempunyai Tuhan tidak hanya Allah, tentu tidak hendak tertib.
Ekspedisi matahari, bulan, bintang, serta milyaran planet berjalan secara tertib, hingga
pengaturannya tentu satu ialah Allah SWT. Bagi musthofa, sekiranya di langit serta di bumi
terdapat Tuhan tidak hanya Allah, tentu keduanya hendak roboh serta yang terdapat pada
keduanya hendak binasa

Saat sebelum menarangkan pengertian Sayyid Qutb tentang fasad, penulis hendak mengantarkan
term fasad serta devinisinya yang ada dalam Al- Qur’ an. Dalam mencari ayat tentang fasad,
penulis berupaya menyelusuri ayat- ayat Al- Qur’ an dengan kata kunci yang berkaitan dengan
fasad. Kata fasad mempunyai konteks yang bermacam- macam dari bermacam aspek kehidupan.
Didalam Al- Qur’ an temukan sebanyak 50 kali dalam 23 surah. Penyebutan ini didalam Al-
Qur’ an mempunyai konteks bermacam- macam yang mencangkup bermacam aspek kehidupan.
Mengingat banyaknya ungkapan yang seakar dengan kata fasad, penulis menghalangi pada
sebagian ayat saja

Maha suci Allah yang mengenali yang ghaib serta nyata yang menghasilkan langit serta bumi.
Dicelah- celah pengarahan serta pensyariatan Al- Qur’ an yang berisi manhaj Rabbani yang
sempurna untuk kehidupan manusia, tentu untuk orang yang mencermati pengarahan ini hendak
menjumpai manhaj Tarbiyah. Manhaj ini didasarkan oleh pengalaman jiwa manusia yang
merdeka dan saluran–salurannya yang nampak serta tersembunyi, yang meliputi jiwa dari
seluruh wilayahnya.

Pada ayat lebih dahulu menerangkan tentang orang munafik yang melukiskan dirinya tentang
ketulusan kebaikannya, keikhlasannya, kesuciannya, kecintaannya, keluhurannya, kegemarannya
membagikan kebaikan, kebajikan, kebahagiaan, serta kesucian pada warga. Sementara itu dalam
hatinya penuh dengan kedengkian serta penentangan. Sehingga tidak terdapat naungan untuk
kasih sayang serta toleransi, tiada tempat untuk kebagusan serta mengutamakan orang lain.
Sangat berlawanan lahir serta batinnya, orang semacam ini merajut kebohongan, kepalsuan serta
kepura- puraan. Apabila sudah datang peluang buat memainkan peranan yang sesungguhnya,
hingga tampaklah apa yang dirahasiakan, tersingkaplah apa yang di tutupi, serta nyatalah hakikat
kejahatan, kezaliman, dendam, serta kebusukannya.

Pada ayat ini, jikalau orang munafik itu sudah berperan hingga arahnya merupakan kepada
keburukan serta kehancuran. Dengan hati yang keras, agresif, serta mentang- mentang, dia
membinasakan serta mengganggu seluruh makhluk hidup semacam tanam- tanaman serta
tumbuh- tumbuhan dan buah- buahan. Dia pula mengganggu generasi yang ialah pelestarian
kehidupan manusia. Merusakbinasakan kehidupan semacam ini ialah kiasan tentang apa yang
tersimpan dalam hati manusia yang berbentuk dendam, kejahatan, penipuan, serta kehancuran
yang senantiasa di tutup- tutupinya dengan perkataan yang piawai. Perkataan yang di pulas
dengan kepura- puraan dengan menampak- nampakkan kebaikan, kebajikan, kelapangan dada,
serta kesholehannya. Sementara itu“ Allah tidak menggemari kebinasaan” dan tidak menggemari
orang- orang yang menggemari orang- orang yang suka memunculkan kehancuran di muka bumi
ini

“ Orang- orang yang melanggar perjanjian( dengan) Allah sehabis diteguhkan, memutuskan apa
yang diperintahkan Allah buat disambungkan( semacam silaturahmi), serta berbuat kehancuran
di bumi; mereka seperti itu orang- orang yang menemukan laknat serta untuk mereka tempat
kediaman yang kurang baik( Jahanam).”

Untuk orang- orang yang tidak mempunyai ide benak yang sehat serta tidak ingin mengingat
Allah dan tidak mempunyai mata hati buat memandang. Kondisi semacam inilah yang
berlawanan dengan ulul- albab, mereka mengganggu janji Allah atas fitrah dalam wujud undang-
undang yang azali( janji iman kepada Allah) setelah itu mengganggu seluruh perjanjian itu.
Apabila perjanjian awal telah dirusak, hingga rusaklah seluruh perjanjian yang di dasarkan
atasnya. Orang yang tidak memelihara janjinya dengan Allah, hingga tidak hendak tidak
berubah- ubah terhadap perjanjian apapun. Mereka memutuskan apa yang diperintahkan Allah
supaya disambung secara universal serta absolut. Mereka pula membuat kehancuran di bumi,
selaku kebalikan dari mereka yang tabah, menegakkan sholat, menginfakkan hartanya secara
sembunyi serta terang- terangan, serta menolak kejelekan dengan kebaikan. Hingga, berbuat
kehancuran di bumi merupakan kebalikan dari seluruh ini serta meninggalkan seluruh ini berarti
melaksanakan kehancuran ataupun mendesak berbuat kehancuran.

Mereka bergembira dengan kehidupan dunia yang cuma sedangkan, serta sehabis itu mereka
tidak hendak merasakan kenikmatan akhirat yang abadi. Sementara itu, Allahlah yang
memastikan rezeki itu, yang melapangkan ataupun menyempitkannya. Seluruh urusan dunia
serta akhirat bersama kembali kepada Allah.“ serta untuk mereka tempat kediaman yang kurang
baik( jahannam)” mereka yang mengganggu bumi hendak di usir serta di hindarkan dari rahmat
Allah serta memperoleh laknat

“ Orang- orang yang kufur, sebagian mereka jadi penolong untuk sebagian yang lain. Bila kalian
tidak melakukan apa yang sudah diperintahkan Allah( buat silih melindungi), tentu hendak
terjalin kekacauan di bumi serta kehancuran yang besar

Allah SWT mengenali seluruh suatu yang kalian kerjakan, pendahulu serta dampaknya, masuk
serta tempat keluarnya, motivasi serta akibatnya. Selaku mana di ceritakan pada ayat lebih
dahulu tentang kala Rasulullah saw. mempersaudarakan antar anggota warga yang baru lahir.
Ialah, dia merekrut anggota- anggotanya dari personal warga jahiliah, buat jadi anggota warga
yang silih setia kawan, dengan menegakkan aqidah selaku pengganti ikatan darah serta
kehurunan. Ditegakkannya loyalitas kepada ke pemimpinan baru buat mengambil alih loyalitas
kepada kepemimpinan jahiliah, serta diberikannya loyalitasnya kepada warga baru itu saja.
Setelah itu, kala Allah membuka negara hijrah di Madinah untuk kalangan muslimin, sehabis di
situ mengalami kalangan muslimin yang berjanji setia kepada kepemimpinan Islam buat
melaksanakan kesetiaan absolut( monoloyalitas) serta sudah berdiri Daulah Islamiah di Madinah
di dasar pimpinan Rasulullah saw., Rasulullah mempersaudarakan kembali antara kalangan
Muhajirin serta kalangan Anshar buat mengambil alih jalinan darah serta nasab dengan seluruh
konsekuensinya. Ialah, dengan membagikan hak peninggalan, silih menanggung diat serta
tebusan- tebusan yang biasa terjalin pada jalinan darah dalam keluarga serta famili.

Setelah itu ditemukan personel- personel yang memeluk agama Islam secara aqidah, tetapi belum
bergabung dengan warga Islam secara instan. Mereka belum berhijrah ke negara Islam yang
diatur dengan syariat Allah serta dikendalikan dengan kepemimpinan Islam. Mereka belum
bergabung dengan warga muslim dengan begitu ia bisa menegakkan syariat Allah, serta
melaporkan keberadaannya secara utuh dengan membagikan loyalitas kepada kepemimpinan
baru serta bergabung dalam rekrtmen anggota gerakan, yang mandiri serta lepas dari warga
jahiliah. Apalagi, mengalami warga jahiliah dengan keberadaannya yang mandiri serta merdeka.
Personal- personal demikian itu ditemukan di Mekah ataupun di perkampungan- perkampungan
Arab di dekat Madinah. Mereka memeluk Islam selaku aqidah. Namun, belum bergabung
dengan warga yang tata kehidupannya berpijak di atas landasan aqidah ini.

Sebagaimana halnya warga muslim merupakan warga anggota gerakan yang setia kawan, bantu-
membantu, serta tolong- menolong yang terakumulasi dalam suatu loyalitas, demikian pula
halnya dengan warga jahiliah. Warga jahiliah tidak bergerak secara perorangan. Namun, dia
bergerak selaku seseorang anggota, membela keanggotaannya dengan kepribadian
keberadaannya serta bangunanya, buat mempertahankan eksistensinya. Sebab itu, sebagian
mereka ialah bagian dari yang lain, dalam tabiat serta hukum. Hingga, Islam tidak bisa
mengalami mereka kecuali dalam wujud warga lain dengan identitas spesialnya. Hendak namun,
dengan tingkatan yang lebih dalam, lebih kuat, serta lebih kokoh.

Bila Islam tidak mengalami mereka dengan kekuatan yang berupa warga yang setia kawan,
hingga hendak mencuat fitnah ataupun bencana untuk tiap- tiap personal muslim yang
ditimpakan oleh warga jahiliah. Sebab, kalangan muslimin tidak bisa mengalami warga jahiliah
yang terakumulasi itu secara perorangan. Sehingga, hendak terjalin fitnah ataupun bencana di
muka bumi secara merata dengan kemenangan jahiliah atas Islam sehabis Islam itu eksis.
Hingga, terjadilah kehancuran di muka bumi dengan merajalelanya kezaliman jahiliah atas
Islam, merajalelanya keTuhanan manusia atas keTuhanan Allah, serta terjatuhnya manusia jadi
hamba untuk manusia lain. Perihal yang demikian itu ialah kehancuran yang besar.

“... Bila kalian tidak melakukan apa yang sudah diperintahkan Allah( buat silih melindungi),
tentu hendak terjalin kekacauan di bumi serta kehancuran yang besar”

Tidak terdapat peringatan serta ancaman lagi yang melebihi ini. Kalangan muslimin yang tidak
mengukuhkan keberadaannya selaku anggota yang tidak mengukuhkan keberadaannya selaku
anggota gerakan yang loyal kepada satu kepemimpinan, hendak memikul tanggung jawab di
hadapan Allah
melebihi tanggung jawabnya di dalam kehidupan mereka itu sendiri. Selaku konsekuensinya atas
terbentuknya bencana serta kehancuran besar di muka bumi ini

“ Di antara mereka terdapat orang yang beriman padanya( Al- Qur’ an), serta di antara mereka
terdapat( pula) orang yang tidak beriman padanya. Tuhanmu lebih mengenali tentang orang-
orang yang berbuat kehancuran.”

Orang- orang yang berbuat kehancuran merupakan orang- orang yang tidak beriman. Tidak
hendak terjalin kehancuran dimuka bumi ini yang di sebabkan oleh sesatnya manusia dari
keimanan kepada Tuhannya serta dari beribadah kepada- Nya saja. Bukanlah menggila
kehancuran dimuka bumi ini karna diakibatkan ketundukan kepada tidak hanya Allah dengan
seluruh akibat buruknya untuk kehidupan manusia dalam seluruh segi.

Akibat kurang baik yang diiringi hawa nafsu hendak mengenai diri sendiri serta hendak
mengenai orang lain. Serta hendak berdampak kurang baik serta bisa mengganggu seluruh suatu
semacam mengganggu akhlak manusia, jiwanya, pikirannya, serta ide- idenya cuma demi
mempertahankan ketuhanannya yang palsu. Setelah itu dirusaknya kemaslahatan serta harta
barang mereka demi melanggengkan kepalsuannya yang di buat- buatnya itu. Setelah itu ayat ini
di akhiri dengan senantiasa menampilkan perilaku mereka terhadap Al- Qur’ an seraya
membagikan pengarahan kepada Rasul supaya jangan terbawa- bawa oleh kebohongan yang di
buat oleh pendusta. Serta pula supaya terlepas tangan dari mereka, melaporkan keterbatasannya
dari perbuatan mereka, serta berpisah dari mereka dengan senantiasa berpegang pada kebenaran
yang cerah serta jelas dan meyakinkan

“ Setelah itu bila mereka berpaling, hingga( ketahuilah) kalau Allah maha mengenali orang-
orang yang berbuat kehancuran”

Ayat ini menarangkan tentang utusan- utusan Najran yang melaporkan kalau Isa al- Masi
merupakan putra Allah SWT serta mereka mempertahankan kepercayaan mereka meski yang
mereka anggap benar itu salah. Setelah itu Rasulullah mengajak mereka buat bermusbahala
mereka menyanggupi tetapi kala hendak dilaksanakan mereka mengikarinya hingga dinyatakan
lah kalau mereka merupakan orang- orang yang mempunyai perilaku kepala batu serta tidak lagi
menempuh jalur yang benar.

Bagi Sayyid Quthb berkata kalau keusakan yang dicoba oleh orang- orang yang berpaling dari
tauhid itu merupakan kehancuran yang besar. Bukanlah terjalin kehancuran dimuka bumi ini
dalam kenyatan kecuali sebab penyimpangan dari pengakuan lisan. Karean, pengakuan lisan
tidak terdapat maksudnya bukan pengakuan hati yang pasif. Pengakuan semacam ini tidak
hendak memunculkan sisa yang nyata dalam kehidupan manusia. Pemicu utamanya merupakan
penyimpangan dari pengakuan terhadap hakikat ini dengan seluruh akibat yang menjad
kelazimannya dalam kenyataan kehidupan manusia. Yang jadi kelaziman tauhid rububiyah serta
ubudiyah. Tidak terdapat pengajaran yang diteima melainkan dari Allah baik menimpa syariat,
tata nilai, norma, akhlak ataupun kesopanan.
Alam semesta ini tidak hendak lurus urusannya serta tidak hendak baik keadaannya kecuali jika
cuma terdapat satu tuhan yang mengaturnya.“ Seandainya dilangit serta di bumi terdapat
sebagian tuhan tidak hanya Allah tentu rusaklah keduanya”. Bukanlah terjalin kehancuran di
muka bumi ini melainkan terdapatnya orang- orang yang memperhamba orang lain, kala terdapat
orang yang medakwahkan dirinyaberhak buat di taati sendiri oleh manusia, berhak buat membuat
syari’ at sendiri buat mereka, serta berhak membuat serta menegakkan tat nilai serta tata norma
sendiri untuk mereka. Ini ialah ungkapan uluhiyyah( mengaku dirinya Ilah) walaupun dia tidak
mengucapkan semacam yang dikatakan Fir’ aun“ Saya merupakan Tuhanmu yang maha besar”.
Orang yang demikian merupakan orang yang melaksanakan kehancuran yang seburuk- buruknya
karna sudah melaksanakan syirik ataupun kafir terhadap Allah SWT

Seandainya pada keduanya( dilangit serta dibumi) terdapat tuhan- tuhan tidak hanya Allah, pasti
keduanya sudah binasa. Mahasuci Allah yang mempunyai‘ Arsy, dari apa yang mereka sifatkan.”

Bagi Sayyid Quthb penyembahan tuhan- tuhan lain ialah statment pengingkaran atas realitas
yang terjalin kepada orang kafir. Alam semesta ini berdiri atas hukum yang satu yang mengikat
segala bagian- bagiannya. Dia menyerasikan antara seluruh bagian- bagiannya serta seluruh
geraan- gerakan bagian- bagian itu dengan gerakan segala sistem. Hukum yang ini ialah citaan
dari satu kehendak dari Tuhan yang Esa. Seandainya terdapat sebagian karakter tuhan, hingga
hendak terdapat sebagian berbagai kehendak serta hukum- hukumpun hendak beragam selaku
konsekuensinya. Sebab kehendak itu ialah perwujudan dari zat yang menghendaki. Apabila
terdapat sebagian tuhan, hingga hendak hilanglah keserasian dalam sistem alam semesta ini, arah
serta perilakunya. Setelah itu hendak terjalin kekacauan serta kehancuran selaku konsekuensinya
dari tidak keserasian serta ketidakaturan.

Sebetulnya fitrah yang sehat itu yang menerima sentuhan hukum yang satu buat segala alam
semesta, serta bersaksi dengan kesaksian kalau hukum itu satu, serta yang menghasilkan serta
mengendalikan alam semesta ini pula satu. Tidak terdapat kehancuran sedikitpun dalam
pembuatan alam semesta ini serta tidak terdapat penyimpangan sedikitpun dalam peredarannya.
Dengan demikian kehancuran dimuka bumi ini dengan penyembahan tuhan- tuhan lain

Dari sebagian ayat yang ditafsirkan oleh Sayyid Quthb bisa disimpulkan kalau kehancuran yang
bertabiat raga pada hakikatnya ialah akibat kehancuran non- fisik ataupun mental. Diidentifikasi
dari ayat- ayat yang menampilkan arti kehancuran area pula akibat langsung dari manusia itu
sendiri semacam pencemaran hawa. Dari mari bisa dilihat terdapatnya korelasi positif antara
kehancuran area dengan rusaknya mental ataupun kepercayaan yang menyimpang. Bila
demikian, kehancuran akidah yang dikira selaku pemicu kehancuran area, sepatutnya bukan
diukur dari benar ataupun salahnya akidah seorang hendak namun diukur dari perilakunya kalau
sikap penyimpang, mengganggu serta tidak berguna jadi gambaran rusaknya mental seorang.
Dengan demikian Allah SWT mendedikasikan buat melindungi bumi yang hendak berakibat
secara nyata dalam kehidupan kemanusiaan serta area hidup secara universal.
Pada QS. ar- Rum ayat 41 jelas meyakinkan kalau kehancuran area ialah akibat ulah manusia.
Hendak namun pakar tafsir memahaminya bukan dalam konteks kehancuran alam semacam
penebangan tumbuhan secara ilegal, membuang sampah sembarangan, pembuangan limbah
industri yang tidak cocok serta lainsebagainya. Hendak namun mengacu kepada prilaku non raga
semacam kemusyrikan, kefasikan, kemunafikan, serta yang berkaitan dengan kemunafikan.
Dalam artian penyimpangan akidah serta sikap kemaksiatan seperti itu yang jadi karena
terbentuknya kehancuran area.

Kesimpulan terbentuknya bencana pada hakikatnya selaku akibat dari rusaknya mental ataupun
moralitas manusia. Kehancuran mental inilah yang terkadang mendesak seorang melaksanakan
perilaku- perilaku yang destruktif, baik yang bertabiat langsung semacam illegal logging,
mendirikan bangunan ditempat- tempat resapan air, membendung saluran sungai sehingga
menyempit, peperangan semacam pada pengertian ayat An- Naml, 27: 34, serta lain- lain. Serta
prilaku yang tidak secara langsung, semacam korupsi, suap, penyalahgunaan jabatan, arogansi
kekuasaan, kejahatan ekonomi, serta lain- lain. Bila sikap meyimpang yang tidak terpaut secara
langsung dengan kehancuran alam ini berlangsung secara massif serta membudaya, hingga
disinilah Allah hendak meresponnya, salah satunya dengan bencana alam yang bertabiat alamiah.

Pergantian hawa( climate change) salah satu penyebabnya merupakan menipisnya susunan ozon.
Di Indonesia sendiri bisa dilihat pemakaian bahan perusak ozon bertambah dari tahun ke tahun
yang menimbulkan ozon menipis serta terdapatnya pergantian hawa yang ekstrem di Indonesia.
Pemicu lain dari kehancuran area di Indonesia merupakan ekspoitasi hutan. Deforestasi terus
hadapi kenaikan dari tahun 2009- 2015. Total deforestasi Indonesia pada tahun 2014- 2015
seluas 1, 09 juta hektar. Deforestasi terluas di pulau Sumatera, ialah sebesar 519, 0 ribu hektar
ataupun 47, 5 persen dari total deforestasi di Indonesai, diiringi Pulau Kalimantan sebesar 34, 3
persen. Bersumber pada hasil analisis KLHK menampilkan kalau deforestasi pada provinsi yang
di dalamnya ada banyak izin pemanfaatan serta pemakaian Kawasan Hutan, dan pergantian
jadikan Kawasan Hutan, deforestasi jadi besar disebabkan kegiatan anatara lain penanaman,
perkebunan, land cleaing, operasional tambang, serta sebagainya.

Dosa serta pelanggaran( fasad) yang dicoba manusia, menyebabkan ketiadaan penyeimbang
darat serta di laut. Kebalikannya, ketidak seimbangan di darat serta di laut, menyebabkan siksaan
untuk manusia. Terus menjadi besar peluluhlantahkan terhadap area terus menjadi besar akibat
buruknya terhadap manusia. Pengertian pesan Ar- Rum ayat 41 menampilkan kalau kehancuran
terjalin pada zona daratan serta zona lautan. Terpaut dengan kehancuran di darat serta laut, ada
sebagian komentar ulama antara lain: banjir besar, kekurangan air, kematian percuma, kandas
panen, krisis ekonomi. Pencemaran laut menimbulkan biota laut mati serta hasil laut menurun.
Daratan jadi terus menjadi panas sehingga terjalin kemarau yang berkelanjutan. Dalam
pengertian ayat tersebut nampak terdapat kekurangan faktor ekologi, ialah hawa yang tidak
diucap secara jelas oleh al- Qur’ an. Tetapi, disinilah letak kemukjizatanya serta keahlian Al-
Qur’ an dalam menyusun redaksi serta isinya, karena jika dicermati dengan seksama hendak
terjawab dengan sendirinya sebab manusia hidup di darat ataupun dilaut, secara otomatis hidup
dalam lingkup area suasana, apalagi manusia hendak hadapi kematian apabila 5- 10 menit tidak
memperoleh hawa yang lumayan buat pernapasannya.

Pada pesan al- Baqarah/ 2: 11, Janganlah membuat kehancuran di bumi ialah secara jelas
menyebut kata bumi, bukan hanya melarang melaksanakan pengerusakan. Penyebutan kata
tersebut mencerminkan betapa luas akibat keburukan itu, sehingga bila dibiarkan hendak
menyebar ke segala bumi. Ayat tersebut tidak cuma memegang manusia saja, namun pula
seluruh area hidup. Perihal inilah yang menimbulkan bencana dalam kehidupan manusia.
Bersumber pada penyebabnya bencana alam dipecah jadi 5( 5) kelompok, ialah( 1) Bencana
geofisik/ geologis, diakibatkan aspek yang bersumber dari bumi, tipe bencananya: gempa bumi,
tsunami, letusan gunung api;( 2) bencana meteorologi diakibatkan parameter- parameter curah
hujan, kelembapan, temperatur, angin, yang sering terjalin diIndonesia merupakan angin puting
beliung;( 3) Bencana hidrologi mengaitkan limpasan air yang besar, umumnya menyebabkan
banjir, tanah longsor, gelombang pasang/ abrasi;( 4) Bencana klimatologi merupakan bencana
akibat pergantian hawa yang didalamnya merupakan kekeringan, kebakaran hutan, pergantian
hawa;( 5) bencana hayati berbentuk ancaman terhadap organisme hidup, khusunya manusia
contohnya hawa tumbuhan. Bagi penulis pemecahan buat mengatasi kehancuran lingungan yang
ditawarkan Al- Qur’ an ialah iman serta takwa, tidak melampaui kadarnya, sadar hendak area
serta pengolahan yang berkepanjangan.

BAB

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sehabis menguraikan serta membahas atas ulasan tentang Fasad bagi Sayyid Quthb dalam Tafsir
Fi Zhilalil Qur’ an yang tercantum dalam rumusan permasalahan dari totalitas ulasan pada
skripsi ini, hingga dari totalitas ulasan ini bisa disimpulkan selaku berikut:

1. Pemaknaan fasad dalam Al- Qur’ an meliputi pemaknaan menyimpang serta tidak
berguna( QS. al- Baqarah: 11), kehancuran area( QS. ar- Rum: 41, an- Nahl: 88, ar- Ra’ d: 25),
kebinasaan( QS. an- Naml: 34, 14, al- Qasas: 77), ketidakteraturan ataupun kekacauan( QS. al-
Anfal: 73, Taubah: 47, al- Anbiya’: 22).

2. Pada hakikatnya arti fasad merupakan menyimpangdari jalur lurus ataupun sesuatu kebenaran
ataupun tidak istiqamah. Orang yang melaksanakan penyimpangan hendak menyebabkan
kehancuran, baik dari diri sendiri, orang lain ataupun area. Bagi Sayyid Quthb kehancuran yang
besar merupakan kehancuran iman seorang dengan kemenangan jahiliyah atas Islam. Manusia
dikatakan berbuat fasad bagi Sayyid Quthb dibagi dari 3 aspek ialah awal, aspek aqidah yang
menyekutukan Allah SWT mengingkari Al- Qur’ an serta berpaling dari kebenaran. Kedua,
aspek sosial serta aspek area hidup.
B. Saran

Sehabis skripsi dituntaskan penulis pastinya menyadari seluruh kekurangan yang ada di dalam
karya tulis ini, sehabis penulis melaksanakan riset yang berhubungan dengan Fasad bagi Sayyid
Quthb dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’ an. Penulis berharap kepada pembaca supaya skripsi ini bisa
dijadikan salah satu referensi dalam penyusunan, tidak hanya itu pula supaya penelitiannya bisa
diteruskan pada masa hendak datang

Anda mungkin juga menyukai