Anda di halaman 1dari 44

PROPOSAL

PENERAPAN MINUM AIR HANGAT TERHADAP PENCEGAHAN


KONSTIPASI PADA PASIEN HEMOROID

NURAENI
219.072

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


INSTITUT ILMU KESEHATAN PELAMONIA
MAKASSAR
2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Proposal oleh Nuraeni 219.072 dengan judul “Penerapan Minum Air


Hangat Terhadap Pencegahan Konstipasi pada Pasien Hemoroid” di
Rumah Sakit TK II Pelamonia” telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.

Makassar, Maret 2022

Pembimbing utama, Pembimbing Pendamping,

Ns. Dwi Esti Handayani,S.Kep.,M.Kep Ns La Masahuddin ,S.Kep.,M.Kep


NIDN. 0909028501 NIDN. 0930018703

Mengetahui
Ketua Program Studi DIII Keperawatan
Institut Ilmu Kesehatan Pelamonia
Makassar,

Ns. Nurun Salaman Alhidayat, S.Kep.,M.Kep


NIDN. 090398803
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahamat


dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proporsal Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “Penerapan Minum Air Hangat Terhadap
Pencegahan Konstipasi pada Pasien Hemoroid” telah disetujui oleh tim
penguji siding program DIII keperawatan institiut Ilmu Kesehatan
pelamonia Makassar sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian
akhir Program DIII Keperawatan Institut Ilmu Kesehatan Pelamonia
Makassar
Dalam penyusunan proposal Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak
mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak , untuk itu
penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada
teman-teman dan terkhusus kepada dosen pembimbing yang telah
membantu saya dalam menyusun proposal karya tulis ilmiah ini.
Akhir kata kiranya Tuhan Yang Maha Esa membalas segala
kebaikan yang telah diberikan kepada peneliti dan semoga Karya Tulis
Ilmiah ini bermanfaat bagi rekan rekan Perawat dalam meningkatkan
kualitas pelayanan di bidang Keseahtan.

Makassar 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

SAMPUL ...................................................................................................
KATA PENGANTAR.................................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................iii
DAFTAR ISI...............................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................vi
DAFTAR SINGKATAN .............................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................6
C. Tujuan Penelitian...............................................................................6
D. Manfaat Penelitian.............................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Asuhan keperawatan dengan gangguan kebutuhan eliminasi ….......7
1. Pengkajian ...................................................................................7
2. Diagnosa Keperawatan ……….. ..................................................9
3. Intervensi keperawatan ................................................................13
4. Implementasi ...............................................................................18
5. Evaluasi ........................................................................................18
B. Prosedur penerapan minum air hangat terhadap
pencegahan konstipasi pada pasien hemoroid...................................
1. definisi ..........................................................................................18
2. etiologi ..........................................................................................19
3. patofisiologi .................................................................................20
4. maniferstasi klinis .........................................................................22
C. SPO pemberian minum air putih pada pasien konstipasi ..................25
1. Pengertian ....................................................................................25
2. Tujuan ..........................................................................................26
3. Standar Operasional Prosedur
Pemberian Minum Air Hangat.......................................................

iv
D. Hasil penelitian sebelumnya ...............................................................28
BAB III METODE PENULISAN
A. Desain Penelitian.................................................................................30
B. Tempat dan waktu penelitian ..............................................................30
C. Subyek Studi Kasus............................................................................30
D. Fokus studi .........................................................................................31
E. Definisi operasional fokus studi...........................................................31
F. Instrument dan data pengumpulan .....................................................32
G. Penyajian data ....................................................................................32
H. Etika studi kasus .................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN

v
DAFTAR SINGKATAN

PPNI : Persatuan Perawat Nasional Indonesia.


WHO : World Health Organization.
CDC : Centers For Disease Control and Prevention.
Kemenkes RI : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
DEPKES : Departemen Kesehatan
KEMENKES RI : Kemenetrian Kesehatan Republik Indonesia
PPNI : Persatuan Perawat Nasional
ROM : Range of Motion
BAB : Buang Air Besar

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Jadwal kegiatan


Lampiran 2: Permohonan menjadi Responden
Lampiran 3: Persetujuan menjadi Responden
Lampiran 4: Informed Consent
Lampiran 5: Lembar Pengkajian dengan gangguan kebutuhan eliminasi
Lampiran 6: Lembar Observasi
Lampiran 7: Standar Prosedur Operasional pemberian minum air putih
Lampiran 8: Lembar Pengesahan Judul
Lampiran 9: Lembar Konsultasi penyusunan Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 10: Artikel

vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hemoroid sering dikenal dengan penyakit wasir atau ambien,
salah satu penyakit yang umum terjadi di masyarakat. Hemoroid
dikenal di masyarakat sebagai penyakit wasir atau ambeien,
merupakan penyakit yang sering dijumpai dan telah ada sejak
zaman dahulu (Sjamsuhidajat W, 2015). Penyakit hemoroid
merupakan gangguan anorektal yang sering ditemukan pelebaran
dan inflamasi dari pleksus arteri dan vena di saluran anus yang
berfungsi sebagai katup untuk mencegah inkontinensia flatus dan
cairan.
Menurut data World Health Organisaation (2019), kejadian
hemoroid cenderung meningkat seiring bertambahnya usia
seseorang, insiden populasi meningkat lebih tinggi dari usia 20
sampai 50 tahun bahkan 75% penduduk dunia pernah mengalami
hemoroid. Insiden hemoroid terjadi pada 13%-36% populasi umum
di Inggris. Di negara Amerika 500.000 orang didiagnosis menderita
hemoroid setiap tahunnya. Berdasarkan data dari The National
Center of Health Statistics di Amerika Serikat, prevalensi hemoroid
sekitar 4,4%. Sedangkan jumlah kasus hemoroid di Asia tenggara
pada tahun 2019 mencapai 285 jiwa dan diperkirakan meningkat
menjadi 350 jiwa, pada tahun 2030 prevelensi hemoroid sekitar
5,9%.
Di negara Indonesia penderita hemoroid terus bertambah,
menurut data Depkes (Departemen Kesehatan) tahun 2018,
prevelensi hemoroid di indonesia adalah 6,1%, namun hanya 1,2%
saja yang terdiagnosa. Data dari kementrian kesehatan diperoleh
dari rumah sakit di 33 provinsi terdapat 248 kasus hemoroid,
sedangkan prevelensi hemoroid di provinsi Sulawesi selatan
berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun

1
2018 sebanyak 1,7%, serta Dinkes data dari profil kesehatan pada
tahun 2019 mencapai angka 1,1% pada semua umur dan jenis
kelamin (Riskesdas, 2018).
Pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus
yang berasal dari plexus hemorrhoidalis. Hemoroid eksterna adalah
pelebaran vena yang berada dibawah kulit (subkutan) di bawah
atau luar linea dentate. Hemoroid interna adalah pelebaran vena
yang berada dibawah mukosa (submukosa) diatas atau didalam
linea dentate (Padila, 2015)
Hemoroid adalah suatu pelebaran vena dari vena vena di
dalam pleksus hemoroidalis,hemeoroid ini dibedakan menjadi 2
yaitu internal dan eksternal. Hemoroid interna adalah pelebaran
vena pada pleksus hemeoroid pleksus di atas garis mukokutan dan
tutupi oleh mukosa. 7 Hemeoroid eksterna yang merupakan
pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid inferior terdapat di
sebelah distal garis mukokutan di dalam jaringan di bawah epitel
anus (Wijaya at el, 2016)
Penderita hemoroid sering kali terjadi dan akan menjadi berat
bila kurang mengonsumsi sayur dan buah. Kurangya komsumsi
sayuran akan mengakibatkan masalah pencernaan akibat
pencernaan kekurangan serat yang memicu terjadinya penyakit
hemoroid dengan gejala seperti pendarahan, pembentukan
benjolan disekitar lubang anus dan konstipasi (Muttaqin, 2014).
Hemoroid dapat dipicu oleh pekerjaan, mengendan berlebihan,
dan kebiasaan buang air besar yang sulit. Hemoroid timbul karna
dilatasi, pembengkakan atau inflasi vena hemoroidalis yang
menyebabkan nyeri, Pendarahan saat buang air besar (BAB), dan
konstipasi (Syarif & Hegar, 2017). Sehingga perlu dilakukan terapi
untuk mengurangi mengatasi dan meminimalisir konstipasi.
Konstipasi merupakan keadaan tertahannya feses (tinja) dalam
usus besar pada waktu cukup lama karena adanya kesulitan dalam

2
pengeluaran. Hal ini terjadi akibat tidak adanya gerakan peristaltik
pada usus besar sehingga memicu tidak teraturnya buang air besar
dan timbul perasaan tidak nyaman pada perut (Smeltzer and
Bare ,2013).
Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau
berisiko tinggi mengalami stasis usus besar sehingga menimbulkan
eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja yang keluar jadi terlalu
kering dan keras (Sjamsuhidajat W, 2015). Konstipasi merupakan
penyakit yang disebabkan karena adanya gangguan antara
hubungan sistem saraf dan pencernaan dikarenakan adanya
penyumbatan pada pembuluh darah otak oleh trombus dan
embolus (Windahandayani, 2021).
Konstipasi adalah suatu gejala bukan penyakit. Di masyarakat
dikenal dengan istilah sembelit, merupakan suatu keadaan sukar
atau tidak dapat buang air besar, feses (tinja) yang keras, rasa
buang air besar tidak tuntas (ada rasa ingin buang air besar tetapi
tidak dapat mengeluarkannya), atau jarang buang air besar.
Seringkali orang berpikir bahwa mereka mengalami konstipasi
apabila mereka tidak buang air besar setiap hari yang disebut
normal dapat bervariasi dari tiga kali sehari hingga tiga kali
seminggu (Kozier et al., 2014)
Manajemen Konstipasi merupakan intervensi yang dilakukan
berupa pemberian tindakan non farmakologi dalam mengatasi
konstipasi seperti yang dilakukan dalam penelitian ini berupa
pemberian terapi air. Terapi air merupakan sebuah budaya di India
yang disebut “usha kaala chikitsa”, sebuah istilah bahasa
Sansekerta untuk terapi air. Penggunaan terapi air saat ini sudah
mulai meluas di Asia dan Amerika. Terapi ini ada yang bersifat
internal dan eksternal (Waluyo and Ohorella, 2019).
Menurut Firdaus, (2020), dampak yang muncul jika konstipasi
tidak di tangani yaitu luka di sekitar anus, timbul wasir dan prolaps

3
rectum. Luka di sekitar anus dapat terjadi jika mengalami sambelit
berkepanjangan. Pada penderita konstipasi, tinja menjadi kering
dan keras sehingga sulit dikeluarkan dari anus. Akibatnya,
frekuensi BAB menjadi kurang dari 3 kali dalam seminggu.
Terapi air adalah suatu metode penyembuhan dengan
menggunakan air untuk mendapatkan efek-efek terapis atau
penyembuhan. Air adalah salah satu nikmat anugrah yang
diberikan oleh Tuhan kepada makhluknya terutama umat manusia.
Air putih memiliki daya penyembuhan (Anisa, 2019)..
Manajemen konstipasi dengan pemberian terapi air membantu
colon dalam memecah makanan padat, mencairkan komponen-
komponen makanan padat yang tidak dapat larut agar sarinya
dapat diserap, Apa pun yang dilarutkan kemudian akan diserap ke
dalam aliran darah dan dikirim ke hati untuk diproses, dan
Komponen makanan yang tidak dapat dipecah lebih lanjut akan
dilewatkan melalui beberapa segmen usus dan secara bertahap
dipadatkan untuk pembuangan
Beberapa penelitian telah dilkukan dalam mengatasi konstipasi
seperti penelitian yang dilakukan oleh Mindaria, (2017) yang
menerapkan terapi nonfarmakologis dengan melakukan minum air
hangat selama 6 hari. Evaluasi pasien mampu BAB pada hari ke 5.
Dan terbukti minum air hangat dapat mencegah dan mengatasi
konstipasi. Penelitian ini menyarankan agar terapi ini bisa dilakukan
untuk mencegah dan mengatasi konstipasi. Menurut hasil studi
Anisa, (2019) jumlah banyaknya mengkonsumsi cairan kurang dari
3 gelas per hari mengalami konstipasi sebanyak 27%, individu yang
minum 3-5 gelas per hari mengalami konstipasi sebanyak 15%, dan
persentase individu yang mengalami konstipasi semakin berkurang
dengan meminum cairan 6 gelas per hari, yakni menjadi 11%.
Sejalan dengan penelitian Hasil penelitian Anisa, (2019), rata-
rata intake cairan sehari-hari untuk usia dewasa adalah 30 ml/kg

4
BB. Jumlah minimum cairan yang dikonsumsi sehari-hari 1.500 –
2.000 ml untuk kebutuhan sehari-hari. Pada pasien yang
mengalami gangguan pencernaan seperti konstipasi dianjurkan
untuk mengkonsumsi air putih sebanyak 2.000 ml – 3.000 ml,
sehingga pasien yang mengalami gangguan pencernaan seperti
konstipasi mengkonsumsi 1.000 ml air tambahan diluar dari pada
normalnya. Menurut hasil studi (Nur et al. 2021) bahwa individu
yang minum kurang dari 3 gelas per hari mengalami konstipasi
sebanyak 27%, individu yang minum 3-5 gelas per hari mengalami
konstipasi sebanyak 15%, dan persentase individu yang mengalami
konstipasi semakin berkurang dengan meminum cairan 6 gelas per
hari, yakni menjadi 11%.
Sedangkan Hasil penelitian Folden , kotoran akan bereaksi
dengan asam dipecah dan diserap oleh instetine lebih cepat
daripada makanan padat. Kotoran akan berbaris dalam usus besar
dengan cepat akan berubah menjadi lemak dan menjadi pemicu
kanker. Dianjurkan untuk meminum air putih hangat untuk
memperlancar pencernaan (Cahya, 2021).
Penderita hemoroid mengalami faktor resiko dengan gejala
yang berbeda beda dan sering diabaikan, gejala yang dirasakan
seperti terjadi nyeri, pendarahan dan konstipasi yang bisa
menyebabkan terganggunya pengeluaran feses di rectum. Telah
dilakukan berbagai penelitian dalam menangani konstipasi seperti
manajemen konstipasi.
Berdasarkan uraian masalah diatas salah satu pencegahan
sekunder yang dilakukan mengatasi konstipasi pada klien penderita
hemoroid adalah dengan judul “ Penerapan Minum Air Hangat
Terhadap Pencegahan Pada Pasien Hemoroid”.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran penerapan minum air hangat terhadap
pencegahan konstipasi pada pasien hemoroid

5
C. Tujuan
Untuk mengetahui gambaran penerapan minum air hangat
terhadap pencegahan konstipasi pada pasien hemoroid.
D. Manfaat
1. Bagi Penelitian
Memperbanyak pengetahuan dan memperluas ilmu yang
berhubungan dengan pengaruh penerapan manajemen cairan
terhadap penurunan konstipasi pada pasien hemoroid yang
menjadi landasan bahan referensi tambahan bagi para peneliti
lain agar berfokus pada penelitian yang sama atau yang
berkaitan dengan karya tulis ilmiah ini.
2. Masyarakat
Semoga hasil dari penelitian ini bisa menambah informasi
maupun pengetahuan baru untuk seluruh masyarakat yang
berkaitan dengan manfaat penerapan manajemen cairan
terhadap penurunan konstipasi pada pasien hemoroid.
3. Institusi Pendidikan
Memperbanyak referensi untuk dibaca oleh mahasiswa dan
dapat dimanfaatkan pada penelitian kedepannya yang
berhubungan dengan penerapan manajemen cairan terhadap
penurunan konstipasi pada pasien hemoroid.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Kebutuhan Eliminasi


Asuhan keperawatan adalah serangkaian tindakan sistematis
berkesinambungan, yang meliputi tindakan untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan individu atau kelompok, baik actual maupun
potensial kemudian merencanakan tindakan untuk menyelesaikan,
mengurangi, atau mencegah terjadinya masalah baru dan
melaksanakan tindakan atau menugaskan orang lain untuk
melaksanakan tindakan keperawatan serta mengevaluasi keberhasilan
dari tindakan yang dikerjakan. Asuhan keperawatan memacu pada
(DPP PPNI, 2016) dan (DPP PPNI, 2018)
1. Pengkajian (Wartonah, 2015)
1) Riwayat keperawatan
a) Pola defekasi: frekuensi, perubahan pola
b) Perilaku defekasi: penggunaan laksatif, cara
mempertahankan pola, tempat yang biasa digunakan.
c) Deskripsi feses: warna, bau, dan tekstur, jumlah
d) Diet: makanan yang mempengaruhi defekasi, makanan
yang biasa dimakan, makanan yang dihindari, dan pola
makan yang teratur atau tidak
e) Cairan: jumlah dan jenis minuman per hari
f) Aktivitas: kegiatan sehari-hari
g) Kegiatan yang spesifik
h) Penggunaan medikasi: obat-obatan yang mempengaruhi
defekasi
i) Stress: stress berkepanjangan atau pendek, koping untuk
mengahadapi atau bagaimana menerima
j) Pembedahan atau penyakit menetap

7
2) Pemeriksaan fisik
a) Abdomen: distensi, simetris, gerakan eristaltic, adanya
massa pada perut bagian kiri bawah, tenderness
b) Rektum dan anus: tanda-tanda inflamasi, perubahan warna,
lesi, fistula, hemoroid, adanya massa, tenderness
3) Keadaan feses
a) Konsistensi, bentuk, bau, warna, jumlah, unsur abnormal
dalam feses
4) Pemeriksaan peristalti
a) Kolonoskopi
b) Proktosigmoidoskopi
c) Rontgen dengan kontras
1. Diagnosis Keperawatan
Menurut (DPP PPNI, 2016), Diagnosa keperawatan merupakan
penilaian klinis terhadap pengalaman atau respon individu, keluarga,
atau komunikasi pada masalah kesehatan, pada resiko masalah
kesehatan, atau pada proses kehidupan. Diagnosa keperawatan
yang mungkin muncul pada pasien dengan masalah stroke, yaitu:
a. Konstipasi
1) Definisi
Penurunan defekasi normal yang disertai pengeluaran
feses sulit dan tidak tuntas serta feses kering dan banyak.
2) Penyebab
a) Fisiologis
(1) Penurunan motilitas gastrointestinal
(2) Ketidakadekuatan pertumbuhan gigi
(3) Ketidakcukupan diet
(4) Ketidakcukupan asupan serat
(5) Ketidakcukupan asupan cairan
(6) Aganglionik (mis. Penyakit Hircsprung)
(7) Kelemahan otot abdomen

8
b) Psikologis
(1) Konfusi
(2) Depresi
(3) Gangguan emosional
c) Situasional
(1) Perubahan kebiasaan makan (mis. Jenis makanan,
jadwal makan)
(2) Ketidakadekuatan toileting
(3) Aktivitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan
(4) Penyalahgunaan laksatif
(5) Efek agen farmakologis
(6) Ketidakteraturan kebiasaan defekasi
(7) Kebiasaan menahan dorongan defekasi
(8) Perubahan lingkungan
3) Gejala dan tanda mayor
a). Subjektif
(1) Defekasi kurang dari 2 kali seminggu
(2) Pengeluaran feses lama dan sulit
b). Objektif
(1) Feses keras
(2) Peristaltik usus menurun
4) Gejala dan tanda minor
a). Subjektif
(1) Mengejan saat defekasi
b). Objektif
(1) Distensi abdomen
(2) Kelemahan umum
(3) Teraba massa pada rektal
5). Kondisi klinis terkait
a) Lesi/cedera pada medulla spinalis
b) Spina bifida

9
c) Stroke
d) Sclerosis multiple
e) Penyakit Parkinson
f) Demensia
g) Hiperparatiroidisme
h) Hipoparatiroidisme
i) Ketidakseimbangan elektrolit
j) Hemoroid
k) Obesitas
l) Pasca operasi obstruksi bowel
m)Kehamilan
n) Pembesaran prostat
o) Abses rektal
p) Fisura anorectal
q) Striktura anorectal
r) Prolaps rektal
s) Ulkus rektal
t) Rektokel
u) Tumor
v) Penyakit Hircsprung
w) Impaks feses
b. Inkontinensia fekal
1). Definisi
Perubahaan kebiasaan buang air besar dari pola normal
yang ditandai dengan pengeluaran feses secara involunter
(tidak disadari).
2). Penyebab
1) Kerusakan susunan saraf motorik bawah
2) Penurunan tonus otot
3) Gangguan kognitif
4) Penyalahgunaan laksatif

10
5) Kehilangan fungsi pengendalian sfingter rectum
6) Pascaoperasi pullthrough dan penutupan kolostomi
7) Ketidakmampuan mencapai kamar kecil
8) Diare kronis
9) Stress berlebihan
3). Gejala dan tanda mayor
a). Subjektif
(1) Tidak mampu mengontrol pengeluaran feses
(2) Tidak mampu menunda defekasi
b). Objektif
(1) Feses keluar sedikit dan sering
4). Gejala dan tanda minor
a). Subjektif
(tidak tersedia)
b). Objektif
1) Bau feses
2) Kulit perianal kemerahan
5). Kondisi klinis terkait
a) Spina bfida
b) Afresia ani
c) Penyakit Hirschsprung
c. Risiko konstipasi
1. Definisi
Beresiko mengalami penurunan frekuensi normal defekasi
disertai kesulitan dan pengeluaran feses tidak lengkap.
a). Faktor risiko
1). Fisiologis
(a) Pertumbuhan Penurunan mobilitas gastrointestinal
(b) gigi tidak adekuat
(c) Ketidakcukupan diet
(d) Ketidakcukupan asupan serat

11
(e) Ketidakcukupan asupan cairan
(f) Aganglionik (mis. Penyakit Hirschprung)
(g) Kelemahan otot abdomen
2). Psikologis
(a) Konfusi
(b) Depresi
(c) Gangguan emosional
3). Situasional
(a) Perubahaan kebiasaan makan (mis. Jenis makanan,
jadwal makan)
(b) Ketidakadekuatan toileting
(c) Aktivitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan
(d) Penyalahgunaan laksatif
(e) Efek agen farmakologis
(f) Ketidakteraturan kebiasaan defekasi
(g) Kebiasaan menahan dorongan defekasi
(h) Perubahan lingkungan
2. Intervensi Keperawatan
Menurut (DPP PPNI, 2018), Intervensi keperawatan merupakan
segala tindakan yang dikerjakan oleh perawat didatakan pada
pengetahuan. Luaran merupakan penilaian klinis untuk mencapai
tujuan (outcome) yang diharapkan (DPP PPNI, 2017).
a. Konstipasi
1) Tujuan (eliminasi fekal)
Proses defekasi normal yang disertai dengan pengeluaran
feses mudah dan konsistensi, frekuensi serta bentuk feses
normal
Ekspektasi membaik dengan kriteria hasil:
a) Kontrol pengeluaran feses meningkat (1-5 menurun-
meningkat)

12
b) Keluhan defekasi lama dan sulit menurun (1-5 meningkat-
menurun)
c) Mengejan saat defekasi menurun (1-5 meningkat-menurun)
d) Distensi abdomen menurun (1-5 meningkat-menurun)
e) Terasa massa pada rektal menurun (1-5 meningkat-
menurun)
f) Urgency menurun (1-5 meningkat-menurun)
g) Kram abdomen menurun (1-5 meningkat-menurun)
h) Konsistensi feses membaik (1-5 memburuk-membaik)
i) Frekuensi defekasi membaik (1-5 memburuk-membaik)
j) Peristaltik usus membaik (1-5 memburuk-membaik)
2) Intervensi (manajemen eliminasi fekal)
Mengidentifikasi dan mengelola gangguan pola eliminasi.
a) Observasi
(1) Identifikasi masalah usus dan penggunaan otot
pencahar
(2) Identifikasi pengobatan yang berefek pada kondisi
gastrointestinal
(3) Monitor buang air besar (mis. Warna, frekuensi,
konsistensi, volume)
(4) Monitor tanda dan gejala diare, konstipasi, atau impaks
b) Terapeutik
(1) Berikan air hangat setelah makan
(2) Jadwalkan waktu defekasi bersama pasien
(3) Sediakan makanan tinggi serat
c) Edukasi
(1) Jelaskan jenis makanan yang membantu meningkatkan
keteraturan peristaltik usus
(2) Anjurkan mencatat warna, frekuensi, konsistensi,
volume feses
(3) Anjurkan meningkatkan aktivitas fisik, sesuai toleransi

13
(4) Anjurkan pengurangan asupan makanan yang
meningkatkan pembentukan gas
(5) Anjurkan mengkonsumsi makanan yang mengandung
tinggi serat
(6) Anjurkan meningkatkan asupan cairan, jika tidak ada
kontraindikasi
d) Kolaborasi
(1) Kolaborasi pemberian obat supositoria anal, jika perlu
b. Inkontinensia fekal
1) Tujuan (kontinensia fekal)
Kemampuan untuk mengontrol buang air besar
Ekspektasi membaik dengan kriteria hasil:
a) Kemampuan mengontrol pengeluaran feses meningkat
(1-5 menurun-meningkat)
b) Penggunaan laksatif menurun (1-5 meningkat-menurun)
c) Penggunaan enema menurun (1-5 meningkat-menurun)
d) Kemampuan menunda pengeluaran feses membaik (1-5
memburuk-membaik)
e) Frekuensi BAK membaik (1-5 memburuk-membaik)
f) Kondisi kulit perianal membaik (1-5 memburuk-membaik)
2) Intervensi (Latihan eliminasi fekal)
Mengajarkan suatu kemampuan melatih usus untuk
dievakuasi pada interval tertentu
a). Observasi
(1) Monitor peristaltik usus secara teratur
b). Terapeutik
(2) Anjurkan waktu yang konsisten untuk buang air besar
(3) Berikan privasi, kenyamanan dan posisi yang
meningkatkan proses defekasi
(4) Gunakan enema rendah, jika perlu
(5) Anjurkan dilatasi rektal digital, jika perlu

14
(6) Ubah program latihan eliminasi fekal, jika perlu
c). Edukasi
(1) Anjurkan mengkonsumsi makanan tertentu, sesuai
program atau hasil konsultasi
(2) Anjurkan asupan cairan yang adekuat sesuai
kebutuhan
(3) Anjurkan olahraga sesuai toleransi
d). Kolaborasi
(1) Kolaborasi penggunaan supositoria, jika perlu
c. Risiko konstipasi
1) Tujuan (eliminasi fekal)
Proses pengeluaran feses yang mudah dengan
konsistensi, frekuensi dan bentuk feses yang normal
kriteria hasil:
a) Kontrol pengeluaran feses meningkat (1-5 menurun-
meningkat)
b) Keluhan defekasi lama dan sulit menurun (1-5 meningkat-
menurun)
c) Mengejan saat defekasi menurun (1-5 meningkat-menurun)
d) Distensi abdomen menurun (1-5 meningkat-menurun)
e) Teraba massa pada rektal menurun (1-5 meningkat-
menurun)
f) Urgency menurun (1-5 meningkat-menurun)
g) Nyeri abdomen menurun (1-5 meningkat-menurun)
h) Kram abdomen menurun (1-5 meningkat-menurun)
i) Konsistensi feses membaik (1-5 memburuk-membaik)
j) Frekuensi BAB membaik (1-5 memburuk-membaik)
k) Peristaltik usus membaik (1-5 memburuk-membaik)

15
2) Intervensi (pencegahan konstipasi)
Mengidentifikasi dan menurunkan risiko terjadinya
penurunan frekuensi normal defekasi yang disertai kesulitan
pengeluaran feses yang tidak lengkap.
a). Observasi
(1) Identifikasi faktor risiko konstipasi (mis. Asupan serat
tidak adekuat, cairan tidak adekuat, aganglionik,
kelemahan otot abdomen, aktivitas fisik kurang)
(2) Monitor tanda dan gejala konstipasi (mis. Defekasi
kurang 2 kali seminggu, defekasi lama/sulit, feses
keras, peristaltik menurun)
(3) Identifikasi status kognitif untuk mengkomunikasikan
kebutuhan
(4) Identifikasi penggunaan obat-obatan yang
menyebabkan konstipasi
b). Terapeutik
(1) Batasi minuman yang mengandung kafein dan alcohol
(2) Jadwalkan rutinitas BAK
(3) Lakukan masase abdomen
(4) Berikan terapi akupresur
c). Edukasi
(1) Jelaskan penyebab dan faktor risiko konstipasi
(2) Anjurkan minum air putih sesuai dengan kebutuhan
(1500-2000 ml/hari)
(3) Anjurkan mengkonsumsi makanan berserat (25-30
gram/hari)
(4) Anjurkan meningkatkan aktivitas fisik sesuai
kebutuhan
(5) Anjurkan berjalan 15-20 menit 1-2 kali/hari
(6) Anjurkan berjongkok untuk memfasilitasi proses BAB
d). Kolaborasi

16
(1) Kolaborasi dengan ahli gizi, jika perlu
3. Implementasi
Pelaksanaan merupakan komponen dari proses keperawatan
adalah kategori dari prilaku keperawatan dimana tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari
asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori,
implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti
komponen perencanaan dari proses keperawatan.
4. Evaluasi
Evaluasi adalah langkah terakhir dalam asuhan keperawatan,
evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP (data subjektif, data
objektif, analisa dan planning). Dalam evaluasi ini dapat ditemukan
sejauh mana keberhasilan rencana tindakan keperawatan yang
harus dimodifikasi.
B. Prosedur Penerapan Minum Air Hangat Terhadap Pencegahan
Konstipasi pada Pasien Hemoroid
1. Defenisi
Hemoroid adalah penebalan bantalan jaringan submukosa(anal
cushion) yang terdiri dari venula, arteriol, dan jaringan otot polos
yang terletak di kanalis anal. Hemoroid atau di kenal pula dengan
sebutan ambeien adalah suatu pelebaran pembuluh darah balik
(vena) pada anus / dubur, teraba seperti bola atau benjolan kecil
yang dapat menimbulkan rasa nyeri, gatal, dan ketidak nyamanan.
(Barnett, K. & Smith, 2016).
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah
vena di daerah anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis.
Hemoroid eksterna adalah pelebaran vena yang berada dibawah
kulit (subkutan) di bawah atau luar linea dentate. Hemoroid interna
adalah pelebaran vena yang berada dibawah mukosa (submukosa)
diatas atau didalam linea dentate Synder, S. & Fradsen, (2016).
Hemoroid adalah suatu pelebaran vena dari vena vena di dalam

17
pleksus hemoroidalis,hemeoroid ini dibedakan menjadi 2 yaitu
internal dan eksternal. Hemoroid interna adalah pelebaran vena
pada pleksus hemeoroid pleksus di atas garis mukokutan dan tutupi
oleh mukosa. 7 Hemeoroid eksterna yang merupakan pelebaran dan
penonjolan pleksus hemoroid inferior terdapat di sebelah distal garis
mukokutan di dalam jaringan di bawah epitel anus (Muttaqin, 2014).
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah
vena di daerah anus yang berasal dari plexus homorrhoidalis.
Hemoroid eksterna adalah pelebaran vena yang berada dibawah
kulit (subkutan) di bawah atau luar linea dentate. Hemoroid interna
adalah pelebaran vena yang berada dibawah mukosa (submukosa)
diatas atau di dalam linea dentate (Smeltzer and Bare, 2013).
Hemorhoid adalah varikositis akibat pelebaran (dilatasi) pleksus
vena hemorrhoidalis interna. Mekanisme terjadinya hemorhoid belum
diketahui secara jelas. Hemorhoid berhubungan dengan konstipasi
kronis disertai penarikan feces. Pleksus vena hemorrhoidalis interna
terletak pada rongga submukosa di atas valvula morgagni. Kanalis
anal memisahkannya dari pleksus vena hemorrhoidalis eksterna,
tetapi kedua rongga berhubungan di bawah kanalis anal, yang
submukosanya melekat pada jaringan yang mendasarinya untuk
membentuk depresi inter hemorrhoidalis. Hemorhoid sangat umum
dan berhubungan dengan peningkatan tekanan hidrostatik pada
system porta, seperti selama kehamilan, mengejan waktu
berdefekasi, atau dengan sirosis hepatis (Padila, 2015).
2. Etiologi
Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi
vena hemorrhoidalis yang disebabkan oleh faktor-faktor
resiko/pencetus, seperti :
a. Mengedan pada buang air besar (BAB) yang sulit

18
b. Pola buang air besar yang salah (lebih banyak menggunakan
jamban duduk, terlalu lama duduk di jamban sambil membaca,
merokok)
c. Peningkatan tekanan fintra abdomen karena tumor (tumor udud,
tumor abdomen)
d. Kehamilan (disebabkan tekanan jenis pada abdomen dan
perubahan hormonal)
e. Usia tua
f. Konstipasi kronik
g. Diare akut yang berlebihan dan diare kronik
h. Hubungan seks peranal
i. Kurang minum air dan kurang makan-makanan berserat (sayur
dan buah)
j. Kurang olahraga/imobilisasi (Huda & Hardhi, 2015).
3. Patofisiologi
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh
gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Telah diajukan
beberapa faktor etiologi yaitu konstipasi, diare, sering mengejan,
kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran prostat, fibroid uteri, dan
tumor rektum. Penyakit hati kronis yang disertai hipertensi portal
sering mengakibatkan hemoroid, karena vena hemoroidalis superior
mengalirkan darah ke sistem portal. Selain itu sistem portal tidak
mempunyai katup, sehingga mudah terjadi aliran balik. Hemoroid
dapat dibedakan atas hemoroid eksterna dan interna.
Hemoroid eksterna di bedakan sebagai bentuk akut dan kronis.
Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus
dan sebenarnya merupakan suatu hematoma, walaupun disebut
sebagai hemoroid trombosis eksternal akut. Bentuk ini sering terasa
sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan
reseptor nyeri. Kadang-kadang perlu membuang trombus dengan
anestesi lokal, atau dapat diobati dengan “kompres duduk” panas dan

19
analgesik. Hemoroid eksterna kronis atau skin tag biasanya
merupakan sekuele dari hematom akut. Hemoroid ini berupa satu atau
lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan ikat dan sedikit
pembuluh darah. (Smeltzer and Bare, 2013) Hemoroid interna dibagi
berdasarkan gambaran klinis atas :
Derajat 1, bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps
keluar kanal anus, hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.
Derajat 2, pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang
atau masuk sendiri ke dalam anus secara spontan.
Derajat 3, pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi
ke dalam anus dengan bantuan dorongan jari.
Derajat 4, prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan
cenderung untuk mengalami thrombosis dan infark (Barnett, K. &
Smith, 2016)
Menurut Bambang, (2011) hemoroid dapat disebabkan oleh
tekanan abdominal yang mampu menekan vena hemoroidalis
sehingga menyebabkan dilatasi pada vena. Dilatasi tersebut dapat
dibagi menjadi 2, yaitu:
Interna (dilatasi sebelum spinter)
a) Bila membesar baru nyeri
b) Bila vena pecah, BAB berdarah anemia
Eksterna (dilatasi sesudah spingter)
a) Nyeri
b) Bila vena pecah, BAB berdarah-trombosit-inflamasi
Hemoroid dapat terjadi pada individu yang sehat. Hemoroid
umumnya menyebabkan gejala ketika mengalami pembesaran,
peradangan, atau prolaps. Diet rendah serat menyebabkan bentuk
feses menjadi kecil yang bisa mengakibatkan kondisi mengejan
selama BAB. Peningkatan tekanan ini menyebabkan pembengkakan
dari hemoroid kemungkinan gangguan oleh venous return (Guyton,
2011)

20
4. Manifestasi Klinis
a. Perdarahan Umumnya merupakan tanda pertama hemoroid interna
trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah
segar dan tidak bercampur dengan feses. Walaupun berasal dari
vena, darah yang keluar berwarna merah segar karena kaya akan
zat asam, jumlahnya bervariasi.
b. Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid
interna dan hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami
trombosis dan radang.
c. Anemia dapat terjadi karena perdarahan hemoroid yang berulang.
d. Jika hemoroid bertambah besar dapat terjadi prolap awalnya dapat
tereduksi spontan. Pada tahap lanjut pasien harus memasukkan
sendiri setelah defekasi dan akhirnya sampai pada suatu keadaan
dimana tidak dapat dimasukkan.
e. Keluarnya mukus dan terdapatnya feses pada pakaian dalam
merupakan ciri hemoroid yang mengalami prolap menetap.
f. Rasa gatal karena iritasi perianal dikenal sehingga pruritis anus
rangsangan Dalam praktiknya, sebagian besar pasien tanpa gejala.
Pasien diketahui menderita hemoroid secara kebetulan pada waktu
pemeriksaan untuk gangguan saluran cerna bagian bawah yang
lain waktu endoskopi/kolonoskopi (teropong usus besar).
Pasien sering mengeluh menderita hemorhoid atau wasir tanpa
ada hubungan dengan gejala rektum atau anus yang khusus. Nyeri
yang hebat jarang sekali ada hubungan dengan hemorrhoid interna
dan hanya timbul pada hemorrhoid eksterna yang mengalami
thrombosis (Sjamsuhidajat W, 2015).
Gejala yang paling sering ditemukan adalah perdarahan lewat
dubur, nyeri, pembengkakan atau penonjolan di daerah dubur,
sekret atau keluar cairan melalui dubur, rasa tidak puas waktu
buang air besar, dan rasa tidak nyaman di daerah pantat.
Perdarahan umumnya merupakan tanda utama pada penderita

21
hemorrhoid interna akibat trauma oleh feses yang keras. Darah
yang keluar berwarna merah segar dan tidak tercampur dengan
feses, dapat hanya berupa garis pada anus atau kertas pembersih
sampai pada pendarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air
toilet menjadi merah. Walaupun berasal dari vena, darah yang
keluar berwarna merah segar. Pendarahan luas dan intensif di
pleksus hemorrhoidalis menyebabkan darah di anus merupakan
darah arteri.
Datang pendarahan hemorhoid yang berulang dapat berakibat
timbulnya anemia berat. Hemorhoid yang membesar secara
perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol keluar menyebabkan
prolaps. Pada tahap awal penonjolan ini hanya terjadi pada saat
defekasi dan disusul oleh reduksi sesudah selesai defekasi. Pada
stadium yang lebih lanjut hemorrhoid interna didorong kembali
setelah defekasi masuk kedalam anus. Akhirnya hemorhoid dapat
berlanjut menjadi bentuk yang mengalami prolaps menetap dan
tidak dapat terdorong masuk lagi. Keluarnya mukus dan
terdapatnya feses pada pakaian dalam merupakan ciri hemorhoid
yang mengalami prolaps menetap. Iritasi kulit perianal dapat
menimbulkan rasa gatal yang dikenal sebagai pruritus anus dan ini
disebabkan oleh kelembaban yang terus menerus dan rangsangan
mukus. Nyeri hanya timbul apabila terdapat trombosis yang meluas
dengan udem meradang (Sjamsuhidajat W, 2015). Apabila
hemorrhoid interna membesar, nyeri bukan merupakan gambaran
yang biasa sampai situasi dipersulit oleh trombosis, infeksi, atau
erosi permukaan mukosa yang menutupinya.
Kebanyakan penderita mengeluh adanya darah merah cerah
pada tisu toilet atau melapisi feses, dengan perasaan tidak nyaman
pada anus secara samar-samar. Ketidaknyamanan tersebut
meningkat jika hemorhoid membesar atau prolaps melalui anus.
Prolaps seringkali disertai dengan edema dan spasme sfingter.

22
Prolaps, jika tidak diobati biasanya menjadi kronik karena
muskularis tetap teregang, dan penderita mengeluh mengotori
celana dalamnya dengan nyeri sedikit. Hemorhoid yang prolaps
bisa terinfeksi atau mengalami trombosis, membrane mukosa yang
menutupinya dapat berdarah banyak akibat trauma pada defekasi
(Sudarsono 2017).
Hemorrhoid eksterna, karena terletak di bawah kulit cukup
sering terasa nyeri, terutama jika ada peningkatan mendadak pada
massanya. Peristiwa ini menyebabkan pembengkakan biru yang
terasa nyeri pada pinggir anus akibat trombosis sebuah vena pada
pleksus eksterna dan tidak harus berhubungan dengan
pembesaran vena interna. Karena trombus biasanya terletak pada
batas otot sfingter, spasme anus sering terjadi. Hemorrhoid
eksterna mengakibatkan spasme anus dan menimbulkan rasa
nyeri. Rasa nyeri yang dirasakan penderita dapat menghambat
keinginan untuk defekasi. Tidak adanya keinginan defekasi,
penderita hemorhoid dapat terjadi konstipasi. Konstipasi
disebabkan karena frekuensi defekasi kurang dari tiga kali per
minggu (Suprijono M A., 2019).
Hemorhoid yang dibiarkan, akan menonjol secara perlahan-
lahan. Mulamula penonjolan hanya terjadi sewaktu buang air besar
dan dapat masuk sendiri dengan spontan. Namun lama-kelamaan
penonjolan itu tidak dapat masuk ke anus dengan sendirinya
sehingga harus dimasukkan dengan tangan. Bila tidak segera
ditangani, hemorhoid itu akan menonjol secara menetap dan terapi
satu-satunya hanyalah dengan operasi. Biasanya pada celana
dalam penderita sering didapatkan feses atau lendir yang kental
dan menyebabkan daerah sekitar anus menjadi lebih lembab.
Sehingga sering pada kebanyakan orang terjadi iritasi dan gatal di
daerah anus (Pradiantini, 2021).

23
C. SPO pemberian minum air hangat terhadap pencegahan konstipasi
pada pasien hemoroid
1. Pengertian air minum hangat
Air minum hangat merupakan minuman yang menyehatkan
bagi tubuh diantaranya menjaga keseimbangan pH pada tubuh,
melancarkan metabolisme, mencegah konstipasi, meredakan sakit
kepala (Potter & Perry, 2013).
Air minum hangat berfungsi untuk transportasi mineral, vitamin,
protein dan zat gizi lainnya ke seluruh tubuh serta keseimbangan
tubuh dan temperature bergantung pada air, selain itu air juga
berperan dalam proses pembuangan sisa-sisa produksi makanan,
menyediakan struktur molekul yang besar, membantu proses
metabolisme, sebagai pelarut zat-zat gizi, sebagai pelumas jaringan
tubuh dan bantalan sendi, tulang dan otot serta mengatur suhu
tubuh dan menjaga serta mempertahankan volume darah (Potter &
Perry, 2013).
Terapi air merupakan sebuah budaya di India yang disebut
“usha kaala chikitsa”, sebuah istilah bahasa Sansekerta untuk
terapi air. Penggunaan terapi air saat ini sudah mulai meluas di
Asia dan Amerika. Terapi ini ada yang bersifat internal dan
eksternal. Terapi air yang digunakan untuk mencegah dan
mengatasi konstipasi adalah yang sifatnya internal, yaitu dengan
minum air putih sebanyak 1,5 liter (Anisa, 2019).
Air putih merupakan minuman yang menyehatkan bagi tubuh
diantaranya menjaga keseimbangan pH pada tubuh, melancarkan
metabolisme, mencegah konstipasi, meredakan sakit kepala (Potter
& Perry, 2013).
Terapi air minum hangat dilakukan dengan cara minum air putih
sebanyak 2 liter pada pagi hari, segera setelah bangun tidur.
Pasien dianjurkan untuk tidak minum atau makan apapun satu jam
sebelum dan sesudah terapi air. Terapi ini dapat menggunakan air

24
yang sudah dimasak atau air jernih yang sudah menjalani
penyaringan.
Kesulitan untuk minum air 2 sekaligus mungkin akan terjadi
khususnya pada awal melakukan terapi ini, namun lambat laun
akan terbiasa. Metode melakukan terapi air putih dapat dimulai
dengan minum empat gelas air terlebih dahulu, dan dua gelas lagi
diminum dua menit kemudian. Cara lainnya dapat dilakukan
dengan minum dua gelas air terlebih dahulu, kemudian satu gelas
setiap lima menit, sampai menghabiskan sebanyak 2 liter air yang
telah disediakan.
Permulaan awal pelaksanaan terapi air mungkin
mengakibatkan buang air kecil 2-3 kali dalam satu jam, tapi
kemudian akan normal Kembali. Perasaan mual dapat terjadi pada
awal pemberian terapi, tetapi hal ini dapat diantisipasi melalui
napas dalam dan pengaturan posisi. Rasa mulas pada abdomen
adalah suatu hal yang normal yang menandakan adanya peristaltic
usus yang akan merangsang defekasi (Nurfitria, 2018).
2. Tujuan
a. Tujuan air minum hangat dalam tubuh
Menurut (Nurfitria, 2018), tujuan air hangat dalam tubuh
yaitu sebagai berikut:
1) Memperlancar peredaran darah
Darah dalam tubuh manusia terdiri dari 90% air. Darah
akan menjadi lebih kental bila tubuh kekurangan air. Hal ini
disebabkan cairan di dalam darah tersedot untuk
kebutuhan dalam tubuh. Darah berfungsi untuk membawa
nutrisi dan oksigen ke seluruh tubuh sehingga ketika tubuh
kehilangan air secara terus menerus maka bisa dipastikan
darah akan lebih cepat mengental. Akibatnya jantung
dipaksa untuk bekerja lebih keras memompa darah ke
seluruh tubuh.

25
2) Memperlancar fungsi pencernaan
Konsumsi air yang cukup akan membantu organ-organ
pencernaan seperti usus besar agar berfungsi mencegah
konstipasi karena gerakan-gerakan usus menjadi lebih
lancar. Metabolisme di dalam tubuh akan berjalan dengan
sempurna dengan konsumsi air yang cukup.
3) Menyehatkan dan menghaluskan kulit tubuh
Ketika tubuh kekurangan air, tubuh akan menyerap
kandungan air di dalam kulit sehingga kulit akan menjadi
tampak kering, kusam, kasar, berkerut dan tidak segar. Air
sangat penting untuk mengatur struktur dan fungsi kulit.
Kecukupan air di dalam tubuh perlu untuk menjaga
kelembaban, kelembutan, dan elastisitas kulit akibat
pengaruh panas dari luar tubuh.
4) Membantu pernapasan tubuh
Paru-paru di dalam tubuh manusia harus selalu basah
dalam melaksanakan fungsinya untuk memasukkan
oksigen ke dalam sel tubuh dan mengeluarkan
karbondioksida.
5) Media untuk memulihkan kondisi tubuh
Cairan yang keluar dari dalam tubuh akan lebih banyak
pada saat terjadi peningkatan suhu tubuh. Kondisi ini
memerlukan konsumsi cairan yang lebih banyak dari
biasanya, karena air berfungsi untuk menggantikan cairan
yang telah terbuang dari dalam tubuh. Efek hormone
pertumbuhan tidak lagi merupakan faktor dominan dalam
pengaturan asupan air bagi tubuh setelah pertumbuhan
fisik terjadi secara penuh, dan tubuh tidak lagi berada
dalam tahap pertumbuhan fisik terjadi secara penuh, dan
tubuh tidak lagi berada dalam tahap pertumbuhan dari
perkembangan fisik. Pengaturan air tubuh terutama

26
menjadi tanggung jawab pusat-pusat saraf di otak yang
mengeluarkan histamin sebagai pembawa pesan kimianya.
Sensasi haus tidak memadai untuk mengatut kecukupan
asupan air. Sistem vaskuler (peredaran darah) akan
membawa air ke bagian tubuh yang memerlukan cairan.
3. Standar Operasional Prosedur pemberian air minum hangat pada
pasien konstipasi
Menurut Nuritari, (2018), prosedur pembrian air minum hangat
meliputi:

1) Pengertian
Air minum hangat merupakan minuman yang menyehatkan
bagi tubuh diantaranya menjaga keseimbangan pH pada tubuh,
melancarkan metabolisme, mencegah konstipasi, meredakan
sakit kepala.
2) Tujuan
a) Untuk mencegah terjadinya feses mengalami pengerasan
akibat kekurangan cairan
b) Untuk melancarkan proses defekasi kepada pasien
konstipasi yang imobilisasi
3) Alat dan bahan
a) Gelas ukur 500ml
b) Thermometer
c) Air minum hangat sesuai kebutuhan
4) Persiapan pasien dan lingkungan:
a) Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
b) Jaga privasi klien
c) Beri klien posisi supine atau semi fowler
5) Pelaksanaan:
a) Mencuci tangan
b) Menggunakan sarung tangan bersih

27
c) Memberikan klien air minum hangat sesuai kebutuhan
6) Teknik pelaksanaan:
Prosedur pemberian minum air hangat :
a) Pengisian lembar persetujuan, pengisian data demografi dan
observasi frekuensi defekasi. Kemudian peneliti memberikan
air minum hangat kepada masing-masing responden
sebanyak 2000ml.
(1) Pemberian I pukul 08.00 sebanyak 200ml.
(2) Pemberian II pukul 08.30 sebanyak 400ml.
(3) Pemberian III pukul 09.00 sebanyak 200ml.
Setelah itu pasien tidak boleh makan dan minum selama 45
menit dari pemberian air putih hangat terakhir
(4) Pemberian IV pukul 09.15 sebanyak 250ml.
(5) Pemberian V pukul 11.15 sebanyak 250ml.
(6) Pemberian VI pukul 14.15 sebanyak 250 ml.
b) Mengobservasi proses defekasi (ada atau tidak) kalau ada,
lihat konsistensi feses atau menanyakan kepada pasien atau
keluarga
c) Mengevaluasi defekasi (ada atau tidak) kalau ada, lihat
konsistensi feses atau menanyakan kepada pasien atau
keluarga
d) Perbedaan sebelum diberi minum air hangat dan setelah
diberi minum air hangat
e) Lihat perbedaan sebelum diberi minum air hangat dan
setelah diberi minum air hangat.
D. Hasil penelitian sebelumnya
Berdasarkan penelitian dilkukan dalam mengatasi konstipasi
seperti penelitian yang dilakukan oleh Mindaria, (2017) yang
menerapkan terapi nonfarmakologis dengan melakukan minum air
hangat selama 6 hari. Evaluasi pasien mampu BAB pada hari ke 5.
Dan terbukti minum air hangat dapat mencegah dan mengatasi

28
konstipasi. Penelitian ini menyarankan agar terapi ini bisa dilakukan
untuk mencegah dan mengatasi konstipasi.Menurut hasil studi Anisa,
(2019) jumlah banyaknya mengkonsumsi cairan kurang dari 3 gelas
per hari mengalami konstipasi sebanyak 27%, individu yang minum 3-
5 gelas per hari mengalami konstipasi sebanyak 15%, dan persentase
individu yang mengalami konstipasi semakin berkurang dengan
meminum cairan 6 gelas per hari, yakni menjadi 11%.
Sejalan dengan penelitian Hasil penelitian Anisa, (2019), rata-
rata intake cairan sehari-hari untuk usia dewasa adalah 30 ml/kg BB.
Jumlah minimum cairan yang dikonsumsi sehari-hari 1.500 – 2.000 ml
untuk kebutuhan sehari-hari. Pada pasien yang mengalami gangguan
pencernaan seperti konstipasi dianjurkan untuk mengkonsumsi air
putih sebanyak 2.000 ml –3.000 ml, sehingga pasien yang mengalami
gangguan pencernaan seperti konstipasi mengkonsumsi 1.000 ml air
tambahan diluar dari pada normalnya. Menurut hasil studi (Nur et al.,
2021) bahwa individu yang minum kurang dari 3 gelas per hari
mengalami konstipasi sebanyak 27%, individu yang minum 3-5 gelas
per hari mengalami konstipasi sebanyak 15%, dan persentase individu
yang mengalami konstipasi semakin berkurang dengan meminum
cairan 6 gelas per hari, yakni menjadi 11%.
Sedangkan Hasil penelitian Folden , kotoran akan bereaksi
dengan asam dipecah dan diserap oleh instetine lebih cepat daripada
makanan padat. Kotoran akan berbaris dalam usus besar dengan
cepat akan berubah menjadi lemak dan menjadi pemicu kanker.
Dianjurkan untuk meminum air putih hangat untuk memperlancar
pencernaan (Cahya, 2021).

29
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Metode penelitian adalah langkah-langkah dalam sebuah
penelitian untuk mendapatkan informasi atau cara pemecahan dalam
sebuah masalah (Nursalam, 2017). Metode penelitian merupakan
langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan
sebuah data dengan cara mengumpulkan beberapa informasi dan
membandingkan kebenarannya.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan karya tulis
ilmiah ini adalah studi kasus dengan jenis penelitian Deskriptif
observasional. Penelitian studi kasus adalah studi yang
mengesplorasi suatu masalah keperawatan dengan batasan
terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam dan
menyertakan berbagai sumber informasi yang dibatasi oleh waktu dan
tempat serta kasus yang dipelajari berupa peristiwa aktivitas atau
individu (Sugiyono, 2017).
B. Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada tahun 2022 di rumah sakit
TK II pelamonia makassar

30
C. Subyek Studi Kasus
Subyek penelitian dalam studi kasus ini adalah dua orang pasien
dewasa dengan penyakit Hemoroid dengan kriteria sebagai berikut:
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang harus dipenuhi
setiap masing-masing anggota populasi yang akan dijadikan
sampel.
a. Pasien dewasa dengan usia 25-80 tahun
b. Pasien berjenis kelamin laki-laki atau perempuan
c. Terdiagnosa penyakit hemoroid
d. Pasien rawat inap
e. Bersedia menjadi responden
f. Bersedia mengikuti intervensi yang diberikan
2. Kriteria ekslusi
a. Pasien dengan kesadaran menurun
b. Pasien yang tidak mengikuti penelitian dari awal sampai akhir
c. Pasien yang pulang
D. Fokus Studi
Dalam penelitian ini yang menjadi fokus peneliti yaitu penerapan
pemberian air minum hangat terhadap penurunan konstipasi pada
pasien hemoroid.
E. Defenisi Operasional Fokus Studi
Defenisi operasional pada study kasus asuhan keperawatan :
1. Hemoroid atau wasir merupakan penyakit yang mengenai rektum
dan anus yang disebabkan oleh rusaknya pleksus hemoroidalis atau
pembuluh darah di sekitar rektum dan anus.
2. Konstipasi merupakan kesulitan dalam pengeluaran tinja lebih dari 2
kali seminggu, yang konsistensi tinja bersifat keras, kering dan
banyak

31
3. Terapi pemberian minum air putih adalah suatu metode
penyembuhan dengan menggunakan air untuk mendapatkan efek-
efek terapis atau penyembuhan.
E. Instrumen pengumpulan Data
1. Teknik pengumpulan data
Pada penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan
yaitu:
a. Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas pasien,
keluhan utama, Riwayat penyakit sekarang dan Riwayat
penyakit dahulu, Riwayat penyakit keluarga, dll). Sumber data
dari pasien, keluarga, perawat lainnya.
b. Pemeriksaan fisik dengan menggunakan Teknik: inspeksi,
palpasi,perkusi, dan auskultasi
c. Studi dokumentasi (hasil dari pemeriksaan diagnostik)
2. Instrumen pengumpulan data
Alat atau instrumen pengumpulan data yang digunakan yaitu
format lembar observasi, lembar pengkajian atau lembar
wawancara. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu air putih.
F. Penyajian Data
Penyajian data pada karya tulis ilmiah ini disajikan dalam bentuk
tekstular/narasi. Penyajian data tekstual/narasi merupakan penyajian
data dalam bentuk kalimat-kalimat atau tulisan untuk menerangkan
kumpulan data yang diperoleh.
G. Etika Studi Kasus
Menurut Mendri & Prayogi, (2018), Prinsip etik merupakan
pedoman bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.
Prinsip etik terdiri dari:
1. Otonomi (autonomy)
Otonomi adalah kemampuan seseorang untuk membuat
keputusan yang rasional dan tidak terpengaruh. Dapat dikatakan

32
bahwa otonomi merupakan indikator umum Kesehatan. Oleh
karena itu, proses pengambilan keputusan harus bebas dari
paksaan atau pembujukan dari pihak lainnya. Agar pasien
membuat keputusan yang tepat, da harus memahami semua risiko
dan manfaat prosedur serta memungkinkan keberhasilan dari
tindakan yang akan dijalani. Dikarenakan pengambilan keputusan
sangat teknis dan mungkin melibatkan emosi yang tinggi, sulit
untuk mengharapkan pasien mengambil keputusan dengan
informed consent
2. Berbuat Baik (Beneficience)
Prinsip ini diperlukan agar prosedur keperawatan diberikan
dengan niat baik untuk pasien yang terlibat. Prinsip ini juga
mengharuskan penyediaan layanan Kesehatan mengembangkan
dan memelihara keterampilan dan pengetahuan, terus
memperbarui pelatihan, mempertimbangkan keadaan individu dari
semua pasien, dan berusaha untuk mendapatkan keuntungan
bersih. Istilah beneficience mengacu pada tindakan yang
mempromosikan kesejahteraan orang lain. Dalam konteks medis,
ini berarti mengambil tindakan yang melayani kepentingan terbaik
pasien.
3. Keadilan (justice)
Prinsip ini didasarkan pada gagasan bahwa beban dan manfaat
pengobatan baru atau eksperimentl harus didistribusikan secara
merata di antara semua kelompok di masyarakat. Penerapan
prinsip ini membutuhkan prosedur yang menjunjung tinggi
semangat hukum yang ada dan adil bagi semua pihak. Akses adil
bagi asuhan keperawatan menunjukkan bahwa perawat tersedia
untuk memberikan perawatan dan bahwa penerima perawatan
(pasien, keluarga, dan masyarakat) tahu bahwa perawatan tersedia
bagi mereka.
4. Tidak merugikan (nonmaleficence)

33
Prisip ini diperlukan agar prosedur yang dilakukan tidak
membahayakan pasien yang terlibat atau oang lain di masyarakat.
5. Kejujuran (Veracity)
Prinsip etik ini berhubungan dengan kemampuan seorang
perawat atau peneliti untuk mengatakan suatu kebenaran kepada
pasien terhadap suatu kondisi tertentu. Pada prinsipnya perawat
atau peneliti harus berkata jujur, memberikan informasi yang
akurat, komprehensif dan objektif. Sedangkan pasien dan keluarga
pasien berhak untuk mendapatkan informasi yang benar dan
akurat. Meskipun pada prinsipnya perawat atau peneliti harus
berkata jujur dengan keadaan pasien, tetapi perawat harus
memperhatikan informasi yang akan disampaikan kepada pasien
maupun keluarga pasien.
6. Menepati janji (Fidelity)
Fidelity berkaitan dengan konsep kesetiaan dan praktik dari
menjaga janji. Untuk menerima lisensi dan menjadi anggota sah
dari profesi keperawatan, perawat harus menjunjung tinggi
tanggung jawab yang melekat, perawat dipanggil untuk setia
kepada pasien untuk mendapat perawatan, untuk tetap berjanji
untuk menegakkan kode etik profesi, untuk mempraktekkan lingkup
praktik yang mapan, mematuhi kebijakan penggunaan instituasi,
dan untuk terus memenuhi janji kepada individu pasien.
7. Kerahasiaan (Confidentiality)
Menjaga kerahasiaan pasien adalah salah satu hal penting
dalam pelayanan kesehatan. Prinsip ini ini menekankan bahwa
segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan
pasien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan pasien. Tidak
ada seorangpun yang dapat memperoleh informasi tersebut kecuali
jika diijinkan oleh pasien atau keluarga pasien dengan bukti
persetujuan atau inform consent. Perawat juga harus tetap menjaga
rahasia pasien meskipun di luar pelayanan rumah sakit.

34
8. Bertanggung jawab (Accountability)
Accountability mengacu pada kemampuan untuk menjawab
atau mempertanggung jawabkan sebuah tindakan pada pasien dan
kepada atasan.

DAFTAR PUSTAKA

Berman, A., Synder, S. & Fradsen, G. 2016. Fundamentals of Nursing.


USA: Pearson Education.

DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta:


Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. jakarta: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Endah Sari Rika Cahya. 2021. “Halaman Judul Aplikasi Hidroterapi Sitz
Bath Terhadap Penurunan Intesitas Nyeri Pada Pasien Post
Hemoroidektomi.”

Endyarni, Bernie, and Syarif & Badriul Hegar. 2017. “Konstipasi


Fungsional.” 6(2): 75–80.

Guyton. 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9th ed. Jakarta: EGC.
Hidayat, Aziz Halimul. 2017. “Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik
Analisis Data.” In Jakarta: Salemba Medika, 17.

35
Kadek Helen Yustika Pradiantini. 2021. “Diagnosis Dan Penatalaksanaan
Hemoroid.” Ganesha Medicina Journal 1(1).

Kozier, Barbara, Erb, Berman, and Snyder. 2014. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan Konsep, Proses, & Praktik. 7th ed. eds. Dwi Widiarti,
eka anisa Mardella, Budhi Subekti, and Lenny Helena. jakarta: EGC.

Muttaqin. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba


Medika.
Natasa Anisa. 2019. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn.B Dengan
Hemoroid Di Ruang Ambun Suri Lantai 1 Rsud Dr.Achmad Mochtar
Bukittinggi.” Stikes Perintis Padang.

Nur, Annisa et al. 2021. “Jurnal of Bionursing Evidence Based Nursing


Self-Management Untuk Mengurangi Konstipasi Pada Pasien Kanker
Payudara Yang Menjalani Kemoterapi : A Literature Review.” 3(1):
61–71.

Nursalam. 2017. Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba


medika.

Padila. 2015. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha


Medika.

PPNI, DPP. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta:


Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Riskesdas. 2018. “Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan


Kementerian Kesehatan RI.”

Setiyohadi Bambang, Imam Subekti. 2011. Pemeriksaan Fisis Umum


Dalam: Buku Ajar Ilmu Kedokteran. Penyakit D. ed. Dkk Aru
W.Sudoyo. jakarta: Interna Publishing.

Sjamsuhidajat W. 2015. Buku Ajar Ilmu Bedah. edisi ke-. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Smeltzer, Suzane C, and Brenda G Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan


Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. 12th ed. ed. E Mardela. jakarta:
EGC.

Sudarsono, Danar Fahmi. 2017. “Diagnosis Dan Penanganan Hemoroid.”


4: 31–34.

Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Dan Pengembangan. Bandung:

36
Alfabeta.
Suprijono M A. 2019. Mengenal Hemoroid. (118), 23–. ed. Moch. Agus
Suprijono.

Tarigang Mindaria. 2017. “Pengaruh Minum Air Putih Hangat Terhadap


Konstipasi Pada Pasien Immobilisasi Di Rsup H. Adam Malik Medan.”
Universitas Sumatera Utara 1–112.

Waluyo, Agung, and Usman Barus Ohorella. 2019. “The Beneficial Effects
Of Abdominal Massage On Constipation And Quality Of Life : A
Literatur Review.” 4(2): 72–82.

Wijaya at el, 2020. 2016. KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah


(Keperawatan Dewasa). Yogyakarta: Nuha Medika.

Wilkinson, J. M., Treas, L. , Barnett, K. & Smith, M. H. 2016.


Fundamentals of Nursing. Philadelphia: F.A Davis Company.

37

Anda mungkin juga menyukai