Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN

KEBUTUHAN DASAR OKSIGENASI

Disusun oleh:
Laela Rizkiana
NIM: G3A022063

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2022
Asuhan Keperawatan Klien dengan

Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Oksigenasi

A. Konsep teori
1. Definisi
Oksigen merupakan unsur yang diperlukan oleh tubuh setiap menit ke
semua proses penting tubuh seperti pernafasan, peredaran, fungsi otak,
membuang zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh, pertumbuhan sel dan jaringan,
serta pembiakan hanya berlaku apabila terdapat banyak oksigen. Oksigen juga
merupakan tenaga yang dibutuhkan untuk metabolisme tubuh.
Oksigenasi dalah proses penambahan O2 ke dalam system kimia atau
fisika. Oksigen merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat
mempunyai peran penting dalam tubuh. Pernapasan atau respirasi adalah proses
pertukaran gas antara individu dengan lingkungan yang berfungsi untuk
memperoleh O2 agar dapat digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeluarkan CO2
yang dihasilkan oleh sel. Saat bernapas, tubuh mengambil O2 dari lingkungan
untuk kemudian diangkut keseluruh tubuh (sel-selnya) melalui darah guna
dilakukan pembakaran. Selanjutnya, sisa pembakaran berupa CO2 akan Kembali
diangkut oleh paru-paru untuk dibuang ke lingkungan karena tidak berguna lagi
oleh tubuh.

2. Etiologi

Faktor yang menyebabkan klien mengalami gangguan oksigenasi yaitu :

a. Hiperventilasi
b. Hipoventilasi
c. Deformitas tulang dan dinding dada
d. Nyeri
e. Cemas
f. Penurunan energi atau kelelahan
g. Kerusakan neuromuscular
h. Kerusakan muskoloskeletal
i. Kerusakan kognitif atau persepsi
j. Obesitas
k. Posisi tubuh
l. Imaturitas neurologis
m. Kelelahan otot pernafasan dan adanya perubahan membrane kapiler alveoli.
3. Anatomi
Struktur system respirasi terdiri dari struktur utama dan struktur
pelengkap. Struktur utama terdiri dari jalan napas dan saluran napas serta
parenkim paru. Jalan napas terdiri dari hidung, sinus, faring dan laring. Saluran
napas dibagi menjadi saluran napas bagian atas dan saluran napas bagian bawah.
Terdapat dua buah paru yaitu paru kanan dan paru kiri. Paru kanan memiliki tiga
lobus, paru kiri memiliki dua lobus. Struktur pelengkap terdiri dari dinding dada
yang dibentuk oleh tulang, otot serta kulit.
4. Fisiologi
Bernafas adalah pergerakan udara dari atmosfir ke sel tubuh dan
pengeluaran CO2 dari sel tubuh ke luar tubuh. Proses pernafasan mencakup
ventilasi, difusi, transportasi dan perfusi.
a. Ventilasi
Ventilasi adalah proses masuk dan ke luarnya udara di paru sehingga
pertukaran gas terjadi. Ventilasi mencakup kegiatan bernafas atau inspirasi
dan ekspirasi. Selama inspirasi, diafragma dan otot intercostal eksternal
berkontraksi, sehingga memperbesar volume thorak dan menurunkan tekanan
intrathorak. Pelebaran dinding dada mendorong paru ekspansi, menyebabkan
tekanan jalan napas turun di bawah tekanan atmosfir, dan udara masuk paru.
Pada saat ekspirasi, diafragma dan otot intrcostal relaksasi, menyebabkan
thorak kembali bergerak ke atas ke ukuran lebih kecil. Tekanan dada
meningkat menyebabkan udara mengalir keluar dari paru
b. Difusi Gas
Difusi adalah proses dimana molekul (gas/partikel lain) bergerak dari
daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Oksigen dan
karbon dioksida berdifusi diantara alveoli dan darah.
Bernapas secara kontinyu menambah supply oksigen paru, sehingga
tekanan partial oksigen (PO2) di alveoli relatif tinggi. Sebaliknya bernapas
mengeluarkan karbon dioksida dari paru, sehingga tekanan partial karbon
dioksida (PCO2) di alveoli rendah. Oksigen berdifusi dari alveoli ke darah
karena PO2 lebih tinggi di alveoli daripada di darah kapiler. Karbon dioksida
berdifusi dari darah ke alveoli.
c. Transportasi dan Perfusi Gas
Oksigen ditransportasikan dari membrane kapiler alveoli paru ke darah
kemudian ke jaringan dan karbondioksida ditransportasikan dari jaringan ke
paru kembali. Oksigen diangkut dalam darah melalui hemoglobin.
Metabolisme meningkat maka akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan
oksigen. Jumlah oksigen yang disampaikan ke sel disebut perfusi gas.

5. Manifestasi Klinis
a. Suara napas tidak normal
b. Perubahan jumlah pernapasan
c. Batuk disertai dahak
d. Penggunaan otot tambahan pernapasan
e. Dispnea
f. Penurunan haluaran urin
g. Penurunan ekspansi paru
h. Takhipnea

6. Patofisologi
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan transportasi.
Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari
paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak dapat
tersalurkan dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas sebagai
benda asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi (penyaluran
oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan menyebabkan ketidakefektifan
pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses ventilasi, difusi, maka kerusakan pada
transportasi seperti perubahan volume secukup, afterload, preload, dan kontraktilitas
miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas (Sasmi, 2016).

7. Pengkajian Keperawatan
1) Riwayat Keperawatan
a. Masalah pernapasan dulu dan sekarang.
b. Riwayat penyakit
a) Nyeri
b) Paparan lingkungan
c) Batuk
d) Bunyi nafas
e) Faktor resiko penyakit paru
f) Frekuensi infeksi pernafasan
g) Masalah penyakit paru masa lalu
h) Penggunaan obat.
c. Pola batuk dan produksi sputum
Tahap pengkajian pola batuk dilakukan dengan cara menilai apakah
batuk termasuk batuk kering, keras, dan kuat dengan suara mendesing, berat
dan berubah-ubah seperti kondisi pasien yang mengalami penyakit kanker.
Juga dilakukan pengkajian apakah pasien mengalami sakit pada bagian
tenggorokan saat batuk kronis dan produktif serta saat dimana pasien sedang
makan, merokok, atau saat malam hari. Pengkajian terhadap lingkungan
tempat tinggal pasien (apakah berdebu, penuh asap, dan adanya
kecenderungan mengakibatkan alergi) perlu dilakukan. Pengkajian sputum
dilakukan dengan cara memeriksa warna, kejernihan, dan apakah bercampur
darah terhadap sputum yang dikeluarkan oleh pasien.
d. Kebiasaan merokok
e. Masalah pada fungsi kardiovaskuler
f. Faktor resiko yang memperberat masalah oksigenasi
g. Riwayat penggunaan medikasi
h. Stressor yang dialami
i. Status atau kondisi kesehatan
2) Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi
Pertama, penentuan tipe jalan napas, seperti menilai apakah napas spotan
melalui hidung, mulut, oral, nasal, atau menggunakan selang endotrakeal
atau trachcostomi, kemudian menentukan status kondisi seperti kebersihan,
ada atau tidaknya sekret, pendarahan, bengkak, atau obstruksi mekanik;
Kedua, perhitungan frekuensi pernapasan dalam waktu satu menit
( umumnya wanita bernapas lebih cepat) yaitu 20 kali permenit orang dewasa,
kurang dari 30 kali permenit pada anak-anak, pada bayi pernapasan kurang
dari 50 kali per menit.
Ketiga, pemeriksaan sifat pernapasan, yaitu torakal, abdominal dan
kombinasi dari keduanya.
Keempat, pengkajian irama pernapasan, yaitu menelaah masa inspirasi
dan ekspirasi. Pada keadaan normal ekspirasi lebih lama dari inspirasi yaitu
2:1 pada orang sesak napas ekspirasi lebih cepat. Dalam keadaan normal
perbandingan frekuensi pernapasan dan prekuensi nadi adalah 1:1 sedangkan
pada orang yang keracunan barbiturat perbandinganya adalah 1:6. Kaji
ritme/irama pernapasan yang secara normal adalah reguler atau irregular.

a. cheyne stokes yaitu pernapasan yang cepat kemudian menjadi


lambat dan kadang diselingi apnea.

b. kusmaul yaitu pernapasan yang cepat dan dalam, atau


pernapasan biot yaitu pernapasan yang ritme maupun
amplitodunya tidak teratur dan diselingi periode apnea.
Kelima, pengkajian terhadap dalam/ dangkalnya pernapasan. Pada
pernapasan dangkal dinding toraks hampir kelihatan tidak bergerak ini
biasanya dijumpai pada pasien penderita emfisema.

b) Palpasi
Dilakukan dengan menggunakan tumit tangan pemeriksa diatas dada pasien.
Saat palpasi perawat menilai adanya femitus taktil pada dada dan punggung
pasien dengan memintanya menyebutkan “tujuh puluh tujuh” secara berulang.
Normalnya, fremitus taktil akan terasa pada individu yang sehat dan
meningkat pada kondisi konsolidasi.
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi kelainan seperti nyeri

tekan yang dapat timbul akibat luka, peradangan setempat, metastasis


tumor ganas, pleuritis, atau pembengkakan dan benjolan pada dada.
Melalui palpasi dapat diteliti gerakan dinding toraks pada saat ekspirasi
dan inspirasi terjadi. Kelainan pada paru, seperti getaran suara atau
fremitus vokal, dapat dideteksi bila terdapat getaran sewaktu
pemeriksa meletakkan tangannya sewaktu pasien berbicara. Getaran yang
terasa oleh tangan pemeriksa dapat juga ditimbulkan oleh dahak dalam
bronkus yang bergetar pada waktu inspirasi dan ekspirasi atau oleh
pergeseran antara membran pleura pada pleuritis

c) Perkusi
Perkusi dilakukan untuk menentukan ukuran dan bentuk organ dalam serta
mengkaji adanya abnormalitas, cairan/udara dalam paru. Normalnya, dada
menghasilkan bunyi resonan/gaung perkusi.
Pengkajian ini dilakukan untuk mengkaji suara normalnya suara perkusi paru.
Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ yang
ada di sekitarnya, dan pengembangan (ekskursi) diafragma. Jenis suara
perkusi ada dua jenis yaitu:
a. Suara perkusi normal

• Resonan (sonor): dihasilkan pada jaringan paru-paru


dannormalnya bergaung dan bersuara rendah.
• Dullness: dihasilkan di atas bagian jantung atau paru-paru

• Tympany: dihasilkan di atas perut yang berisi udara umumnya


bersifat musical.

b. Suara perkusi abnormal

• Hiperresonan: bergaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan

dan timbul pada bagian paru-paru yang abnormal berisi udara.

• Flatness: nadanya lebih tinggi dari dullness dan dapat didengar

pada perkusi daerah paha, dimana seluruh areanya berisi jaringan

d) Auskultasi
Dapat dilakukan langsung atau dengan menggunakan stetoskop. Bunyi yang
terdengar digambarkan berdasarkan nada, intensitas, durasi dan kualitasnya.
Untuk mendapatkan hasil terbaik, valid dan akurat, sebaiknya auskultasi
dilakukan lebih dari satu kali.
Auskultasi merupakan pengkajian yang sangat bermakna mencangkup
mendengar suara napas normal dan suara tambahan (abnormal).Suara napas
normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan napas dari laring
ke alveoli dan bersifat bersih.

Jenis suara napas normal adalah:

a. Bronchial

Sering juga disebut tubular sound karena suara ini dihasilkan oleh
udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya terdngar keras,
nyaring, dengan hembusan yang lembut. Fase ekspirasinya lebih
panjang daripada inspirasi dan tidak ada jeda di antara kedua fase
tersebut (E > I). Normal terdengar di atas trachea atau daerah lekuk
suprasternal.
b. Bronkovesikular

Merupakan gabungan dari suara napas bronkhial dan vesikular.


Suaranya terdengar nyaring dengan intensitas sedang. Inspirasi sama
panjang dengan ekspirasi (E = I). Suara ini terdengar di daerah dada
dimana bronkus tertutupoleh dinding dada.
c. Vesikular

Merdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih


panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan (E < I).

Jenis suara napas tambahan adalah:

a. Wheezing: terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter


suara nyaring, musical, suara terus-menerus yang disebabkan aliran
udara melalui jalan napas yang menyempit.
b. Ronchi: terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi, karakter suara
terdengar perlahan, nyaring, dan suara mengorok terus-menerus.
Berhubungan dengan sekresi kental dan peningkatan produksi
sputum.
c. Pleural fiction rub: terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter
suara kasar, berciut, dan suara seperti gesekan akibat dari inflamasi
pada daerah pleura. Sering kali pasien mengalami nyeri saat
bernapas dalam.
d. Crackles, dibagi menjadi dua jenis yaitu:

1. Fine crackles: setiap fase lebih sering terdengar saat inspirasi.


Karakter suara meletup, terpatah-patah akibat udara melewati
daerah yang lembab di alveoli atau bronkhiolus. Suara seperti
rambut yang digesekkan.
2. Coarse crackles: lebih menonjol saat ekspirasi. Karakter

suara lemah, kasar, suara gesekan terpotong akibat


terdapatnya cairan atau sekresi pada jalan napas yang besar.
Mungkin akan berubah ketika pasien batuk.

3) Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic dilakukan untuk mengkaji status, fungsi dan
oksigenasi pernapasan pasien. Beberapa jenis pemeriksaan diagnostic antara lain:
a) Penilaian ventilasi dan oksigenasi : uji fungsi paru, pemeriksaan gas darah
arteri, oksimetri, pemeriksaan darah lengkap.
b) Tes struktur system pernapasan : sinar-x , dada bronkoskopi, scan paru.
c) Deteksi abnormalitas sel dan infeksi saluran pernapasan : kultur
kerongkongan, sputum, uji kulit toraketensis.

8. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan medis

a. Pemantauan hemodinamika

b. Pengobatan bronkodilator

c. Melakukan tindakan nebulizer untuk membantu mengencerkan secret

d. Memberikan kanula nasal dan masker untuk membantu


pemberian oksigen jika diperlukan.
e. Penggunaan ventilator mekanik

f. Fisoterapi dada

2) Penatalaksaanaan non medis

a. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif


a) Bersihan jalan nafas
b) Latihan batuk efektif
c) Suctioning
d) Jalan nafas buatan
b. Pola Nafas Tidak Efektif
a) Atur posisi pasien
b) Pemberian oksigen
c) Teknik bernafas dan relaksasi
c. Gangguan Pertukaran Gas
a) Atur posisi pasien (posisi fowler)
b) Pemberian oksigen
c) Suctioning

9. INTERVENSI

Diagnosis
No Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Keperawatan
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan Latihan batuk efektif
nafas tidak intervensi selama 3 x 24 Observasi:
efektif b.d jam jam maka bersihan identifikasi kemampuan batuk,
hipersekresi jalan nafas meningkat monitor adanya restensi sputum.
jalan nafas d.d Kriteria hasil: Terapeutik:
sputum berlebih  produksi sputum atur posisi semi fowler atau fowler
menurun Edukasi:
 pola nafas membaik - jelaskan tujuan dan prosedur
 rekuensi nafas batuk efektif
membaik - Anjurkan tarik nafas dalam
melalui hidung selama 4 detik
ditahan selama 2 detik, kemudian
keluarkan melalui mulut dengan
bibir mecucu selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi tarik nafas
dalam hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik nafas
dalam yang ke 3
Kolaborasi:
pemberian mukolitik atau
ekspektoran.
2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
efektif b.d intervensi selama 3x 24 Observasi:
hambatan upaya jam maka pola nafas monitor pola nafas, dan bunyi nafas
nafas d.d membaik tambahan
penggunaan otot kriteria hasil: Terapeutik:
bantu nafas  frekuensi nafas posisikan semi fowler
membaik pertahankan kepatenan jalan nafas
 kedalaman nafas dengan head-tilt dan chin lift
membaik Edukasi:
 penggunaan otot anjurkan asupan cairan 2000ml
bantu nafas Kolaborasi:
menurun pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik

DAFTAR PUSTAKA

Sasmi, A. (2016). ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. R DENGAN GANGGUAN


KEBUTUHAN OKSIGENASI DI. 0–27.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai