Anda di halaman 1dari 5

NAMA : RUDOLF MARDO MATULESSY

NIM : 2019011044024

MATA KULIAH : KONSERVASI

Suaka Margasatwa Untuk Perlindungan Spesies Endemik

Di Tanah Papua

1.1 Latar Belakang

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA Sumbar) bersama Yayasan


Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia tanggal 7 April 2022 mengadakan pelatihan
penanganan kura-kura moncong babi (Carettochelys insculpata), kegiatan ini merupakan
upaya untuk peningkatan kapasitas aparatur terkait penanganan barang bukti satwa liar
dalam keadaan hidup. Pelatihan yang dihadiri 19 peserta, terdiri dari pihak BKSDA
Sumbar, Polda Sumbar, Balai Karantina Ikan Padang ini dilakukan di Aula UPT
KemenLHK Sumbar sedangkan secara online dihariri oleh Balai Besar KSDA Papua
Barat, dan Balai KSDA DKI.
Kepala BKSDA Sumbar, Ardi Andono, menyampaikan terima kasih kepada
Yayasan IAR Indonesia yang telah bersedia berbagi ilmu dalam penaganan satwa liar
khusus nya kura kura moncong babi. IAR Indonesia merupakan lembaga konservasi non
profit yang bergerak pada upaya kesejahteraan, perlindungan, dan pelestarian satwa liar.
Yayasan IAR Indonesia pernah sukses membantu terhadap pemulangan (repatriasi) kura-
kura moncong babi dari Hongkong sebanyak 628 ekor pada tahun 2011 dan 596 ekor
pada tahun 2018. Pengalaman IAR ini yang mendasari Balai KSDA Sumatera Barat
mengundang Yayasan IAR untuk berbagi ilmu dan pengalaman memberi pelatihan
penanganan kura-kura moncong babi (Carettochelys insculpata) kepada petugas BKSDA
dan para aparatur terkait yang akan terlibat dalam penanganan barang bukti satwa liar
dalam keadaan hidup kura-kura moncong babi (Carettochelys insculpata) yang saat ini
berada dalam perawatan Balai KSDA Sumatera Barat.
Drh. Wendi Prameswari sebagai narasumber dari Yayasan IAR Indonesia
menyampaikan informasi umum kura-kura moncong babi (Carettochelys insculpata)
terkait perlindungan , distribusi /penyebaran di alam, serta bioekologi serta disampaikan
juga status untuk penegakan hukum kura-kura moncong babi dimana telah terjadi
sebanyak 26 kali dan sebanyak 9 kasus bisa terselesaikan. Kemudian dilanjutkan dengan
diskusi dan praktek penanganan kura-kura moncong babi selama transportasi oleh peserta
pelatihan. Pada akhir acara narasumber menyampaikan harapan kedepannya bahwa
perawatan satwa kura-kura moncong babi (Carettochelys insculpata) saat penegakan
hukum bisa dilaksanakan semaksimal mungkin dengan mempertahankan jumlah yang
bertahan hidup sampai dengan dikembalikan ke habitatnya di Papua.
Pelatihan ini merupakan pertama yang pernah dilaksanakan oleh BKSDA
Sumbar, semoga kerja sama ini bisa berlanjut sehingga perlindungan satwa liar tetap terus
terjaga. Selain itu juga diharapkan dalam pelaksanaan pengembalian kura kura moncong
babi dari BKSDA Sumbar dapat berjalan lancar hingga sampai lokasi akhir di BBKSDA
Papua Barat (Timika) baik ketika transit di Bandara Soekarno-Hatta.

1.2 Tujuan
1. Untuk Memahami Kura-kura moncong babi
2. Untuk mengenal Kura-kura moncong babi

1.3. PEMBAHASAN

Labi-labi moncong babi (Carettochelys insculpta) adalah satu-satunya jenis labi-labi


yang masih lestari yang merupakan anggota keluarga Caretochelidae.Hewan endemik Papua
yang kerap disebut kura-kura ini populasinya di alam bebas sangat terancam karena
merupakan hewan peliharaan populer dan sering diselundupkan ke luar negeri (Cina dan
Taiwan) untuk dikonsumsi sebagai obat. Ia hidup di sejumlah sungai di daerah selatan Papua
dan di beberapa tempat di Queensland utara.

Labi labi moncong babi tidak seperti spesies kura-kura air tawar lainnya yang
memiliki kaki sebagai alat gerak. pada Kaki labi -labi berfungsi sebagai sirip, menyerupai
penyu. Hidungnya terlihat seperti babi, memiliki lubang hidung di ujung moncong yang
berdaging, maka disebut kura kura hidung babi (pig-nosed turtle) . Karapas biasanya
berwarna abu-abu, dengan tekstur kasar, sedangkan plastron berwarna krem. Jantan dapat
dibedakan dari betina dengan ekornya yang lebih panjang dan lebih sempit. Kura-kura hidung
babi bisa tumbuh hingga sekitar 70 cm (28 in) panjang karapas, dengan berat lebih dari 20 kg
(44 lb).
Penyebaran labi - labi moncong babi ditemukan di daerah Australia utara, Irian Jaya
selatan, dan Papua Nugini selatan. Habitat yang khas yang disenangi labi - labi moncong babi
termasuk sungai, muara, laguna, danau, rawa dan kolam yang sekelilingnya adalah hutan
lebat. Sebagian besar labi - labi babi ditemukan di perairan dengan dasar pasir dan kerikil
tertutup oleh lumpur, dan rata-rata kedalaman enam kaki. Dua wilayah di mana kura-kura ini
telah dipelajari adalah daerah Sungai di selatan New Guinea dan Sungai di Australia utara[2]

Seperti halnya banyak kura-kura di lokasi terpencil, labi - labi babi ini dipercaya
sangat langka. Meskipun data jumlah populasi yang tepat saat ini tidak tersedia, Namun, ada
laporan terbaru tentang penurunan populasi di beberapa wilayah di mana spesies itu pernah
melimpah. Karena itu, Australia telah melindungi kura-kura ini dari eksploitasi. Namun, New
Guinea belum menerapkan tindakan konservasi apa pun. Karena perlindungannya di
Australia, kura-kura hidung babi jarang tersedia di daftar dealer di Amerika Serikat. Namun
di Jepang dan negara lain yang sering menawarkan kura-kura Pig-nosed untuk dijual.

Makanan

Meskipun labi - labi hidung babi adalah omnivora yang berarti memakan tumbuhan
dan hewan, mereka lebih menyukai tanaman dan buah daripada binatang di alam liar.
makanan meraka berpusat di sekitar buah dan daun ara liar. Populasi hidup subur dengan
memakan buah ara, apel, buah kiwi dan pisang, serta sesekali potongan ikan dan udang.
Beberapa orang juga menemukan kura-kura ini sangat menyukai cacing dan anak tikus

BKSDA Sumbar dan Ditreskrimsus Polda Sumbar mengamankan, ratusan satwa liar
dilindungi jenis kura-kura moncong babi (Carettochelys insculpta) dan baning coklat
(Manouria emys) disita dari seorang lelaki di Payakumbuh, Provinsi Sumatera Barat
berinisial MIH.Kepala BKSDA Sumbar, Ardi Andono, Selasa (8/3/2022), mengatakan kura-
kura moncong babi dan baning coklat termasuk satwa liar dilindungi berdasarkan peraturan
Menteri LHK nomor P. 106/2018. Kedua satwa tersebut juga masuk dalam red list IUCN.

Kura-kura moncong babi (Carettochelys insculpta) merupakan satwa yang memiliki


habitat asli di Papua. Mereka sering ditemukan di perairan tawar dan payau seperti rawa,
danau, sungai dan muara. Saat ini, daerah sebaran satwa air ini berada di kawasan Australia
Utara, Irian Jaya Selatan hingga Papua Nugini Selatan.Habitat

Kura-kura moncong babi (Carettochelys insculpta) merupakan satwa yang memiliki


habitat asli di Papua. Mereka sering ditemukan di perairan tawar dan payau seperti rawa,
danau, sungai dan muara.Saat ini, daerah sebaran satwa air ini berada di kawasan Australia
Utara, Irian Jaya Selatan hingga Papua Nugini Selatan. Mereka merupakan satu-satunya jenis
dari anggota keluarga Carettochelyidae yang masih bertahan hidup.Di tempat konservasi
seperti Bali Safari Park, satwa air ini mampu hidup hingga 38-40 tahun.Karakteristi

Seperti namanya, mereka memiliki moncong dengan dua lubang hidung yang mirip
seperti babi. Berbeda dari kura-kura air tawar lainnya, satwa ini memiliki kaki yang berfungi
sebagai sirip menyerupai penyu.Panjang karapasnya berkisar hingga 70 cm dengan berat
lebih dari 20 kg. Si jantan dapat dibedakan dari betina dilihat dari ekornya yang lebih panjang
dan sempit.

Ciri fisik lainnya yang mudah dikenali yaitu cangkangnya yang kasar dan tidak
mempunyai sisik bertulang seperti kura-kura lainnya. Warna karapas mereka berwarna coklat
hingga abu-abu gelap dan plastron atau tubuh bagian bawah berwarna krem.Fakta Lainnya
Kura-kura moncong babi termasuk satwa omnivora, namun mereka lebih menyukai tanaman
dan buah. Di habitatnya, mereka gemar memakan buah ara, apel, kiwi, pisang serta sesekali
memakan ikan dan udang.Status IUCN Kura-kura moncong babi termasuk spesies terancam
punah dalam Daftar Merah IUCN. Jumlahnya terus mengalami penurunan karena perburuan
liar dan pengambilan lahan. Mereka kerap diburu untuk dimanfaatkan sebagai obat.Sebagai
lembaga konservasi, Bali Safari Park turut mengusahakan pelestarian populasi kura-kura
moncong babi

KESIMPULAN

Pemanfaatan sumber daya alam tumbuhan untuk kebutuhan makanan penduduk lokal
di lokasi pemanenan meliputi sagu dan pucuk rotan, sedangkan pemanfaatan satwa liarnya
meliputi kura- kura (labi-labi moncong babi, labi-labi Irian, kura-kura dada merah), buaya,
babi hutan, kasuari, ular karung, ikan gurame dan ulat sagu. Tidak adanya pemanfaatan lahan
secara intensif menyebabkan kondisi habitat peneluran Labi-labi moncong babi tidak
mengalami penurunan kualitas akibat adanya campur tangan manusia.

Pemukiman yang jauh dari pemerintahan dan rendahnya pendidikan pada masyarakat
lokal memberikan sedikit alternatif pekerjaan yang dapat dilakukan. Rendahnya tingkat
pendidikan turut memberikan andil bagi minimnya pemahaman tentang keberlanjutan
populasi suatu spesies. Walau demikian pendidikan yang rendah tidak selalu menunjukkan
intensitas pemanfaatan dari alam juga selalu tinggi, karena tidak ada jaminan dengan
pendidikan tinggi dapat mengurangi tingkat intensitas pemanfaatan telur.
DAFTAR PUSTAKA

oody, J. S, A. Georges & J. E..Young, 2000. Monitoring plan for the Pig-nosed turtle

in the Daly River, Northern Territory. Applied Ecology Research Group and

CRC for Freshwater Ecology [laporan]. University of Canberra

Obst, Fritz Jurgen (1998). Cogger, H.G.; Zweifel, R.G., eds. Encyclopedia of Reptiles and
Amphibians. San Diego: Academic Press. p. 118. ISBN 0-12-178560-2

Bargeron, Michael (1997). "The Pig-nosed Turtle, Carettochelys insculpta". California Turtle
& Tortoise Club. Retrieved 2013-04-08

Anda mungkin juga menyukai