Anda di halaman 1dari 10

DEGRADASI MORAL GENERASI Z DI INDONESIA:

MEWASPADAI ANCAMAN TERHADAP


INTEGRASI NASIONAL

Disusun oleh:
Yahya Habibillah Samaky
042490123

MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TERBUKA YOGYAKARTA
2020
PENDAHULUAN
Sejak istilah globalisasi sering diperdengarkan ke publik, kini lingkungan sosialisasi
remaja Generasi Z tidak lagi monoton atau terbatas di dalam lingkungan keluarga, sekolah,
serta teman sepermainan di sekitar tempat tinggalnya. Generasi Z kini mempunyai akses untuk
berhubungan, melihat langsung dan bahkan bisa terlibat dalam lingkungan sosialisasi yang
lebih besar lagi di dunia dengan majunya media teknologi dan informasi (Muthohar, 2013:
322). Keterbukaan informasi era globalisasi dibayangi dengan dampak negatifnya, yaitu
membuka peluang bagi Generasi Z untuk mengikuti apa yang dilakukan oleh para remaja di
dunia barat, yang kalau dibiarkan terus menerus dapat berakibat pada krisis moral (Kartini
Kartono, 2013: 5). Di tengah keterbukaan inilah pentingnya penguatan kepribadian yang
bermoral, karena sekarang moralitas yang dipilih juga akan mempengaruhi kekuatan berprinsip
pada diri seseorang untuk bisa memilih dan memilah serta memutuskan yang baik dan tidak
baik, yang pantas dan yang tidak pantas bagi dirinya.
Era globalisasi ditegaskan kembali berhasil membiaskan norma budaya timur dan
membaur dengan identitas yang kebarat-baratan (Willis, 2010). Hal ini ditunjukkan dengan
adanya perilaku seks bebas, penggunaan obat-obatan terlarang, dan konsumsi minuman
beralkohol pada Generasi Z sebagai tanda adanya perilaku yang tidak sesuai dengan kaidah
moral di Indonesia. Perilaku mereka tidak sesuai dengan kaidah moral di Indonesia tetapi untuk
lapisan masyarakat di negara berbeda bisa jadi merupakan hal yang normal. Itulah moralitas,
yang diartikan sebagai bentuk kesepakatan masyarakat mengenai apa yang layak dan apa yang
tidak layak dilakukan, dan setiap kelompok masyarakat mempunyai moral/etika tersendiri
(Muthohar, 2013: 322).
Moral memiliki peran sebagai pedoman Generasi Z menuju kepribadian yang matang
karena moral dapat mengendalikan perilaku mereka (Sarwono, 2008). Ketika Generasi Z
memiliki kendali yang buruk terhadap dirinya maka akan memunculkan tindakan yang tidak
bermoral. Persoalannya mengajarkan nilai moral kepada Generasi Z tidak semudah
membalikkan telapak tangan, banyak intervensi dari media dan mudahnya informasi buruk
yang diterima mereka menjadi hambatan penanaman nilai moral yang baik. Koentjaraningrat
(dalam Lasiyo, et. al., 2020) menambahkan bahwa degradasi moral di era globalisasi dapat
mengancam integrasi nasional. Mengingat integrasi nasional merupakan proses persatuan dan
kesatuan berbagai elemen masyarakat serta budaya sehingga mencapai kehidupan yang serasi,
selaras, dan seimbang, sedangkan degradasi moral menghambat proses tersebut. Generasi Z
saat ini dipengaruhi dengan adanya isu-isu seperti gemar pornografi dan budaya k-pop
dibandingkan budaya lokal, hingga persoalan rasa nasionalisme terhadap NKRI mereka
kesampingkan.
Mempertimbangkan semakin meningkatnya permasalahan degradasi moral dari hari ke
hari, penulis tertarik untuk mengangkat topik tersebut. Apalagi degradasi moral Generasi Z di
Indonesia secara tidak langsung memberi tekanan terhadap integrasi nasional. Besar harapan
Generasi Z akan lebih memahami dan mewaspadai ancaman terhadap integrasi nasional, serta
mempunyai semangat meningkatkan kualitas diri yang bermoral.

KAJIAN PUSTAKA
A. MORAL GENERASI Z DI ERA GLOBALISASI
Era globalisasi didorong oleh kebangkitan era digital. Era digital tidak hanya ditandai
dengan globalisasi di segala bidang, tetapi nampaknya juga telah membawa sebuah generasi
bangsa pada akibat-akibatnya secara massive. Generasi yang dimaksudkan di sini adalah
Generasi Z, orang-orang yang lahir di generasi internet, generasi yang sudah menikmati
keajaiban teknologi usai kelahiran internet (Bruce Horovitz, 2012). Aulia Adam (2017)
mengemukakan bahwa pada 1994, di Indonesia baru hadir Indonet sebagai penyelenggara jasa
internet komersial perdana negeri ini. Jadi Generasi Z Indonesia merupakan mereka yang lahir
pada pertengahan 1990-an sampai medio 2000-an. Josh Sanburn (2017) menambahkan
generasi ini sebagai orang-orang yang lahir selepas Desember 2000, mereka sudah remaja
beranjak dewasa sekarang.
Membicarakan akibat atau dampak negatif dari globalisasi, salah satu akibat yang
menjadi perhatian publik saat ini yaitu moral Generasi Z. Moral diartikan sebagai nilai dan
norma yang yang menjadi pegangan individu atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
laku (Bertens, 2004). Moral dijadikan pedoman menuju kepribadian yang matang karena moral
dapat mengendalikan perilaku (Sarwono, 2008). Ketika Generasi Z memiliki kendali yang
buruk terhadap dirinya maka akan memunculkan tindakan yang tidak bermoral. Beberapa
bentuk tindakan tidak bermoral pada mereka adalah penyimpangan seksual seperti
homoseksual, prostitusi, inses; dan kenakalan dan pelanggaran norma sosial seperti
penggunaan obat-obat terlarang, serta pelanggaran susila (Febrieta, 2016: 2).
Febrieta (2016: 3) kembali menjelaskan bahwa berdasarkan hasil survei yang dilakukan
olehnya, diperolah 12 wajah permasalahan yang muncul dari Generasi Z di era globalisasi
yaitu hamil di luar nikah, melakukan hubungan seksual sebelum nikah, aborsi, penggunaan
obat-obatan terlarang, konsumsi alkohol, berciuman dan berpelukan di tempat umum, kumpul
kebo, menonton video pornografi, memakai pakaian minim, prostitusi, dan homoseksual.
Kemerosotan moral di kalangan Generasi Z di Indonesia saat ini adalah kenyataan pahit,
berikut data degradasi moral yang terjadi pada mereka: (1) Tingkat perkosaan semakin
meningkatkan tiap tahunnya, tercatat tahun 2013 setiap bulan tiga sampai empat kasus
perkosaan di seluruh Indonesia. Tahun 2014, empat hingga enam setiap bulan, 50% pelaku
perkosaan adalah anak berusia di bawah 20 tahun dan sebagian dari para Generasi Z tersebut
memperkosa teman perempuannya. (2) Tingkat aborsi semakin meningkat, sejak tahun 2012
hingga 2014 bulan Juli, kasus aborsi di Indonesia mencapai 2,5 juta orang dengan rician per
tahun kasus aborsi 750 ribu per tahun atau 7 ribu dalam sehari dan 30 persen pelakunya adalah
remaja SMP dan SMA. Kenyataan bahwa tingginya Generasi Z yang melakukan aborsi
disebabkan meningkatnya tingkat pemerkosaan dan hubungan suka sama suka atau pergaulan
bebas. (3) Tingkat tawuran semakin meningkat, untuk tahun 2011 terdapat 96 kasus dengan
korban meninggal 12. Dan untuk tahun 2012 terdapat 103 kasus tawuran dengan jumlah korban
tewas 17 orang. (4) Tingkat penggunaan narkoba sejak 2010 sampai 2013 tercatat ada
peningkatan jumlah pelajar dan mahasiswa yang menjadi tersangka kasus narkoba. Pada 2010
tercatat ada 531 tersangka narkotika, jumlah itu meningkat menjadi 605 pada 2011. Setahun
kemudian, terdapat 695 tersangka narkotika, dan tercatat 1.121 tersangka pada 2013 (Sakman
& Bakhtiar, 2019: 6).
Bentuk-bentuk penyelewengan, penyimpangan, kenakalan dan degradasi moral pada
Generasi Z selalu berlangsung dalam konteks yang berbeda-beda, dari sisi jenisnya setidaknya
bentuk degradasi moral di era globalisasi dibagi menjadi empat macam yaitu: (1) Individual,
kenakalan yang secara personal atau indi-vidualnya dengan ciri khas jahat (tidak normal) yang
disebabkan oleh predisposisi dan kecenderungan penyimpangan prilaku yang diperkuat dengan
stimuli sosial dan kondisi kultural; (2) Situasional, kenakalan yang dilakukan oleh anak normal,
namun mereka banyak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan situasional, stimuli sosial dan
tekanan lingkungan yang ‘menekan dan memaksa’; (3) Sistematis, kenakalan yang
disistematisir dalam bentuk suatu organisasi struktural yaitu ‘gang’. Kumpulan tingkah laku
tersebut disertai pengaturan, status formal, peranan tertentu, nilai-nilai rite-rite, dan juga
kebanggan, bahkan tidak jarang mereka menghasilkan bahasa-bahasa khas (Heddy, 2001: 23-
39); dan (4) Kumulatif, kenakalan yang terus menerus dilakukan sehingga bersifat kumulatif,
ditiru diberbagai tempat dan menyebar luas di tengah masyarakat dan bisa mengakibatkan
disintegrasi sosial. Kumulatif bisa bersifat individu ataupun kelompok, pada tingkat akumulasi
yang tinggi anak sudah sulit kembali pada prilaku yang sesuai dengan norma sosial yang ada
(Suyanto & Hisyam, 2000: 192).
Apabila lebih diperhatikan, globalisasi mengancam dan menimbulkan degradasi moral
Generasi Z karena faktor-faktor berikut ini: (a) Tersebar luasnya pandangan materialistis tanpa
spiritualitas, ukuran kesuksesan lebih di ukur pada kesuksesan materiil dan
mengenyampingkan moralitas; (b) Konsep moralitas kesopanan menjadi longgar karena
terpengaruh budaya barat akibat dari mudahnya mencari informasi melalui ICT; (c) Budaya
global menawarkan kenikmatan semu melalui 3 F: food, fashion dan fun; (d) Tingkat
persaingan semakin tinggi, karena terbukanya sekat lokal dan kebanyakan bersifat online; (e)
Masyarakat lebih bersifat individualistis dan kurang peduli dengan lingkungannya, sehingga
kontrol moral terutama pada Generasi Z menjadi rendah; (f) Keluarga kurang dapat memberi
pengarahan, karena masing-masing orang tua sudah mempunyai kesibukannya sendiri atau
bahkan broken home; (g) Sebagian besar sekolah tidak sepenuhnya dapat mengontrol perilaku
siswa, karena keterbatasan waktu, sumber daya dan sumber dana ataupun kurang menekankan
pentingnya moralitas (Kartono, 2013: 78). Ringkasnya dalam bahasa Kartini Kartono pengaruh
lingkungan yang buruk, ditambah dengan kontrol diri dan kontrol sosial yang semakin
melemah dapat mempercepat munculnya kenakalan ataupun degradasi moral generasi penerus
bangsa.
B. INTEGRASI NASIONAL
Istilah integrasi digunakan sebagai upaya untuk menyatukan warga masyarakat yang
memiliki dimensi yang berbeda-beda. Dimensi yang berbeda-beda terjadi karena sejumlah
faktor, antara lain faktor budaya, faktor sosial, faktor ekonomi, faktor identitas, dan faktor
keyakinan. Berdasarkan dimensi sosial-budaya, kita mengangkat budaya nasional sebagai
puncak dari aneka macam budaya daerah yang tersebar mulai dari Sabang sampai Merauke
yang kemudian menimbulkan ikatan emosional nasionalisme (Karsadi, 2018: 47). Putu (2017)
menambahkan integrasi nasional adalah usaha dan proses mempersatukan perbedaan-
perbedaan yang ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan keselarasan secara
nasional. Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan bangsa yang sangat besar baik dari
kebudayaan ataupun wilayahnya. Di satu sisi hal ini membawa dampak positif bagi bangsa
karena kita bisa memanfaatkan kekayaan alam Indonesia secara bijak atau mengelola budaya
budaya yang melimpah untuk kesejahteraan rakyat, namun selain menimbulkan sebuah
keuntungan, hal ini juga akhirnya menimbulkan masalah yang baru. Kita ketahui dengan
wilayah dan budaya yang melimpah itu akan menghasilkan karakter atau manusia manusia
yang berbeda pula sehingga dapat mengancam keutuhan bangsa Indonesia.
Apa sebenarnya yang menjadi ancaman bagi integrasi nasional negara Indonesia?
Ancaman bagi integrasi nasional tersebut datang dari luar maupun dari dalam negeri Indonesia
sendiri dalam berbagai dimensi kehidupan. Ancaman paling berbahaya adalah berupa ancaman
nonmiliter. Ancaman tersebut berbentuk ancaman terhadap ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya, ketahanan dan keamanan negara. Contoh ancaman integrasi nasional dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara yang menyangkut generasi muda: (1) Dendam karena kekalahan
dengan sekolah lain, biasanya ini terjadi ketika adanya pertandingan bola antar sekolah. Tim
sekolah yang satu kalah dengan sekolah yang lain. Hal ini menyebabkan adanya rasa kecewa
dan celakanya mereka ini biasanya melampiaskan rasa kekecewaannya dengan mengajak
berkelahi tim sekolah lain tersebut; (2) Aksi protes dan demonstrasi, terjadi secara tidak
langsung sebagai rasa solidaritas antarsesama generasi muda kepada kelompoknya karena
kesewenang-wenangan pihak tertentu yang mengakibatkan kesengsaraan bagi mereka; dan (3)
Meningkatnya kenakalan dan kriminalitas remaja, dimana yang bersangkutan cenderung
melakukan tindakan-tindakan yang mengarah ke kejahatan seperti mengambil barang atau hak
milik orang lain tanpa izin. Bahkan ada yang melakukan pemerkosaan pada anak dibawah
umur, penyalahgunaan narkotika sampai berujung pembunuhan atau penghilangan nyawa
manusia {Putu, 2017: 19-22).
Lasiyo, et. al. (2020), mengemukakan selain turunnya kualitas moral generasi muda, ada
beberapa faktor lain yang berpotensi menghambat terbentuknya integrasi nasional: (1)
Kurangnya penghargaan akan keberagaman, timbulnya konflik yang menyebabkan
menguatnya sentimen suku, agama, ras, dan antar golongan karena persoalan tiadanya
penghargaan dan pemahaman yang utuh akan keberagaman yang ada. Contoh kasus, yaitu dari
Survei Sikap Keberagaman Siswa dan Mahasiswa Muslim di Indonesia yang dilakukan PPIM
tahun 2017 menunjukkan adanya penguatan intoleransi di kalangan Generasi Z. Mereka ini
cenderung lebih intoleran/sangat intoleran dengan kelompok Muslim yang berbeda (51,1%)
daripada dengan pemeluk agama lain (34,3%) (Faela, et.al., 2018: 6-8); (2) Kuatnya paham
identitas SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan etnis), hubungan antar etnis, agama, ras,
dan golongan yang kurang baik akan menyebabkan potensi konflik dan ketegangan di Generasi
Z semakin menguat. Contoh kasus, Generasi Z ketika cek-cok dengan teman bermainnya
langsung bawa-bawa fakta kalau ia adalah Cina, “Dasar Cina” keluar dari mulut temannya
(Muthahhari, 2017); dan (3) Ketimpangan sosial dan politik. Persoalan ketimpangan sosial
yang semakin tajam di Generasi Z menimbulkan iri hati dan sentimen terhadap generasi muda
lain karena persoalan ekonomi (kaya-miskin), persoalan status sosial, dan kondisi politik yang
tidak harmonis. Contoh kasus, sekarang di media sosial semakin banyak Generazi Z yang
memperlihatkan harta kekayaannya melalui video tiktok, bahkan mereka secara terang
menolak berteman dengan Generasi Z yang tidak “sekelas”.

PEMBAHASAN
Moralitas Generasi Z saat ini dapat dikatakan cukup memprihatinkan. Oleh karena itu,
perlu diselenggarakan gerakan yang menanamkan nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan
kemasyarakatan. Esensi dari gerakan tersebut adalah usaha yang dilakukan oleh orang tua serta
bersama-sama dengan pihak sekolah dan masyarakat untuk membantu Generasi Z agar
memiliki rasa tanggungjawab sebagai pribadi, sebagai anggota masyarakat, serta sebagai
bagian dari negara. Mereka akan berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak sehingga siap
dengan konsekuensi tindakannya.
Sehubungan dengan moralitas Generasi Z yang dianggap cukup memprihatinkan, berikut
adalah sebagian bukti degradasi moral yang berhasil dikumpulkan dari media sosial:

gambar 1. komentar video kucing gambar 2. komentar video kekeyi

Berdasarkan gambar 1, Generasi Z dengan akun @afig*** memberikan komentar


terhadap sebuah video hewan kucing di instagram, dan komentar ia sama sekali tidak terkait
dengan video tersebut. Komentar justru mengarah kepada rendahnya moral Generasi Z ini
dengan mengajak orang lain untuk tidur bersamanya, atau ajakan melakukan seks bebas.
Berikutnya, pada gambar 2, Generasi Z dengan akun @al*** dan @as*** secara jelas
menghina orang lain dalam hal ini merendahkan sesama generasi muda. Mereka menyebutkan
orang dalam video yang ditonton dengan nama binatang dan juga menghina fisiknya.
Dariyo (2004) menambahkan masalah degradasi moral Generasi Z tidak akan jauh dari
penggunaan obat-obatan terlarang dan mengkonsumsi alkohol. Dalam penelitian Febrieta
(2016: 14) mengindikasikan bahwa obat terlarang dan alkohol tidak lagi hanya digunakan oleh
kalangan ekonomi atas namun mulai merambah pada semua kalangan termasuk kalangan
ekonomi bawah. Kondisi tersebut semakin mengkhawatirkan mengingat generasi muda
merupakan bibit pembangun bangsa. Hal yang cukup memprihatinkan berikutnya adalah cara
berpakaian Generasi Z saat ini yang menampakkan pakaian minim. Mereka lebih memilih
pakaian minim, ketat, dan membentuk tubuh sebagai efek dari kebutuhan sosial remaja untuk
mendapat respon dari orang lain (Willis, 2010).
Eksistensi suatu bangsa sangat ditentukan oleh moralitas yang dimiliki para generasi
muda. Hanya bangsa yang memiliki moral kuat yang mampu menjadikan dirinya sebagai
bangsa yang bermartabat dan disegani oleh bangsa-bangsa lain. Oleh karena itu, untuk menjadi
bangsa yang bermoral, perlu ditanamkan nilai-nilai tradisi bangsa. Generasi Z diharapkan dapat
berperan menghadapi berbagai macam permasalahan dan persaingan di era globalisasi yang
semakin ketat sekarang ini. Untuk menyembuhkan generasi muda yang telag terpengaruh
dampak buruk arus globalisasi, maka diperlukan penanaman kembali moralitas kepada mereka.
Pendidikan karifan budaya adalah salah satu cara untuk menanamkan kembali moralitas
kepada Generasi Z. Pendidikan kearifan budaya yang diterapkan secara sistematis dan
berkelanjutan akan menjadikan seseorang memiliki kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi ini
merupakan bekal penting dalam mempersiapkan seorang anak dalam menyongsong masa
depannya karena dengan kecerdasan emosi seseorang akan lebih mudah dan berhasil
menghadapi berbagai macam tantangan dalam kehidupannya.
Gerakan memaksimalkan peran keluarga juga perlu digiatkan, karena keluarga
mempunyai peran memberikan pengawasan yang menyeluruh kepada anak terhadap
lingkungan sekitar dan memastikan anak tumbuh dalam lingkungan yang baik. Selalu
menggunakan produk dalam negeri dan merasa bangga dalam menggunakannya, apalagi hal
ini akan memperkuat ketahanan ekonomi nasional. Lembaga pendidikan atau sekolah pun
seharusnya mengambil peran penting seperti keluarga, yaitu dengan memberikan pendidikan
moral, sehingga para pemuda tidak mudah menyerap hal-hal negatif yang dapat mengancam
ketahanan nasional. Dengan cara ini diharapkan para pemuda tidak mudah terpengaruh dengan
berbagai hal yang dapat menghancurkan bangsa.
Peran pemerintah dalam mendukung gerakan penanaman kembali moralitas juga dangat
dibutuhkan. Pemerintah adalah pusat dalam menggalakkan berbagai kegiatan bagi Generasi Z
yang dapat meningkatkan rasa nasionalisme seperti pameran kebudayaan. Pemerintah dapat
mewajibkan pemakaian batik kepada Generasi Z seminggu sekali. Hal ini dilakukan karena
batik merupakan sebuah kebudayaan asli indonesia, yang diharapkan dengan kebijakan
tersebut dapat meningkatkan rasa nasionalisme dan patrotisme bangsa. Terakhir, pemerintah
lebih mendengarkan dan menghargai aspirasi Generasi Z untuk membangun Indonesia agar
lebih baik lagi melalui berbagai media sosial.
PENUTUP
KESIMPULAN
Merosotnya moralitas generasi muda akibat pengaruh buruk globalisasi masih dapat
harus segera mendapat perhatian khusus. Upaya untuk menyelamatkan moralitas generasi
muda dapat dilakukan dengan pelaksanakan pendidikan kearifan budaya, memaksimalkan
peran keluarga, peran lembaga pendidikan dan pemerintah. Utamanya pada orang tua, harus
membantu Generasi Z dalam berkembang secara optimal dan meminimalisir pengaruh negatif
seperti penyimpangan seksual dan kenakalan pada remaja. Memperkuat moralitas dan etika
Generasi Z melalui pendidikan Pancasila di lembaga-lembaga pendidikan juga penting, karena
mereka akan lebih siap menghadapi globalisasi dan mempertahankan identitas Indonesia pada
saat yang bersamaan.
SARAN
Berikut ini adalah saran untuk mempertahankan Generasi Z Indonesia agar tidak
terpengaruh oleh kebudayaan asing yang bersifat negatif akibat dari globalisasi, 1)
Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai produk dan
kebudayaan dalam negeri. 2) Menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dengan
sebaik- baiknya. 3) Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya. 4)
Selektif terhadap kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia. 5) Memperkuat dan
mempertahankan jati diri bangsa agar tidak luntur. Dengan begitu dapat bertindak bijaksana
dalam menentukan sikap agar jatidiri serta kepribadian bangsa tidak luntur karena adanya
budaya asing yang masuk ke Indonesia khususnya.

DAFTAR PUSTAKA

Adam, A. (2017). Selamat Tinggal Generasi Milenial, Selamat Datang Generasi Z. Tirto.id.
diakses pada 30 Oktober 2020.
Bertens, K. (2004). Etika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Dariyo, A. (2004). Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia.
Faela, et. al. (2018). Gen Z: Kegalauan Identitas Keagamaan. Tangerang Selatan: PPIM UIN
Jakarta.
Febrieta, D. (2016). Moralitas Remaja. Prosiding Seminar Nasional Improving Moral Integrity
Based on Family. Fakultas Psikologi Universitas Merdeka Malang.
Heddy, S.A.P. (2001). Strukturalisme Levi-Strauss, Mitos dan Karya Sastra. Yogyakarta:
Galang Press.
Horovitz, B. (2012). After Gen X, Millennials, what should next generation be?. USA Today.
diakses pada 30 Oktober 2020.
Karsadi. (2018). Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Kartini Kartono. (2013). Patologi Sosial 2, Kenakalan Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Lasiyo, et. al. (2020). Pendidikan Kewarganegaraan. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Muthahhari, T. (2017). Intoleransi Beragama Generasi Z. Tirto.id. diakses pada 3 November
2020.
Muthohar, S. (2013). Antisipasi Degradasi Moral di Era Global. Jurnal Nadwa Pendidikan
Islam. Vol. 7(2). Hal: 321-334.
Putu, I.A.A. (2017). Integrasi Nasional. Materi Kuliah Kewarganegaraan Universitas
Udayana.
Sakman & Bakhtiar. (2019). Pendidikan Kewarganegaraan dan Degradasi Moral di Era
Globalisasi. Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, &
Pengajarannya. Vol. 14(1). Hal: 1-8.
Sanburn, J. (2017). Here’s What MTV is Calling the Generation After Millennials. Time
Magazine. diakses pada 30 Oktober 2020.
Sarwono, S. W. (2008). Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Suyanto & Hisyam, D. (2000). Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki
Milenium III. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Willis, S. S. (2010). Remaja & Masalahnya: Mengupas Berbagai Bentuk Kenakalan Remaja
Seperti Narkoba, Free Sex, dan Pemecahannya. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai