Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

Asuhan Keperawatan Pada Pasien SLE(Systemic Lupus Erythematosus)"

Di Susun Oleh Kelompok 4 :


1. Bela Saphira
2. Dea May Sayati
3. Farhan Muzaki
4. Fatria Nur Rama Pardede
5. Nadiya Azzara
6. Nur Ashira ( 2011102411057 )
7. Muhammad Zulia Abdi H

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien SLE
yang terjadi pada anak”. Adapun pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi
tugas mata kuliah Keperawatan Anak .
Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat banyak bantuan
dari berbagai pihak dan sumber.Oleh karena itu kami sangat menghargai bantuan dari
semua pihak yang telah member kami bantuan dukungan kjuga semangat, buku dan
sumber lainnya sehingga tugas ini dapat terselesaikan.Oleh karena itu melalui media
ini kelompok menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang kelompok
miliki.Oleh karena itu kelompok mengharapkan kritik dan saran yang membangun
guna untuk menyempurnakan makalah ini.

Samarinda, 17 September 2022


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................
B. Rumusan Masalah..........................................................................................
C. Tujuan.............................................................................................................
D. Manfaat...........................................................................................................
BAB IIPEMBAHASAN
A. Laporan Pendahuluan.....................................................................................
1. Pengertian SLE..........................................................................................
2. Etiologi......................................................................................................
3. Patofisiologi.......................................................................................... .....
4. Manifestasi Klinis......................................................................................
5. Pathway.....................................................................................................
6. Penatalaksanaan.........................................................................................
7. Komplikasi.................................................................................................
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan..............................................................
BAB IIIPENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................................
B. Saran...............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Systemic Lupus Erithematosus (SLE) merupakan penyakit yang
menyebabkan peradangan atau inflamasi multisistem yang disebabkan banyak
faktor dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa
peningkatan sistem imun dan produksi autoantibody yang berlebihan. Lupus
hingga saat ini menyerang paling sedikit sekitar 5 juta orang di dunia. Di Amerika
hingga saat ini tercatat 1,5 juta orang menderita penyakit lupus (Lupus Foundation
of America, 2015).
Penyakit autoimun merupakan penyakit yang timbul akibat patahnya
toleransi kekebalan diri. Lupus merupakan salah satu penyakit autoimun. Faktor-
faktor yang bersifat predisposisi dan ikut berkontribusi menimbulkan penyakit
autoimun antara lain, faktor genetik, kelamin (gender), infeksi, sifat autoantigen,
obat-obatan, serta faktor umur. Menurut Judha, dkk (2015), faktor yang
meningkatkan risiko penyakit lupus yakni jenis kelamin, wanita usia produktif
lebih berisiko terkena penyakit ini.

Lupus paling umum terdiagnosis pada mereka yang berusia diantara 15-40
tahun. Ras Afrika, Hispanics dan Asia lebih berisiko terkena lupus. Paparan sinar
matahari juga menjadi faktor risiko lupus. Penyakit auotoimun inimelibatkan
berbagai organ dengan manifestasi klinis yang bervariasi dari yang ringan sampai
berat dimana tubuh pasien lupus membentuk antibodi yang salah arah, merusak
organ tubuh sendiri, seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah, leukosit, atau
trombosit
Penyakit ini dapat terjadi pada semua orang tanpa membedakan usia dan
jenis kelamin. Prevalensi SLE berbeda-beda untuk tiap etnis yaitu etnis Afrika-
Amerika mempunyai prevalensi Sekitar 5% anak yang lahir dari individu yang
terkena lupus, akan menderita penyakit lupus, apabila kembar identik maka salah
satu dari bayi kembar tersebut akan menderita lupus. Sebesar 10% penderita
lupus, mengalami kelainan pada lebih dari satu jaringan tubuh. Kelainan jaringan
tersebut dikenal dengan istilah “overlap syndrom” atau “mixed connective tissue
disease” (Lupus Foundation of America, 2015).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana membuat asuhan keperawatan anak yang mengalami SLE
(Systemic Lupus Erithematosus).

1.3 Tujuan Tulisan


Untuk mengetahui bagaimana gambaran simulasi asuhan keperawatan anak
yang mengalami SLE (Systemic Lupus Erithematosus)

1.4 Manfaat Tulisan


1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan


manfaat kepada semua pihak, khususnya kepada mahasiswauntuk
menambah pengetahuan dan wawasan mengenai asuhan keperawatan pada
anak yang mengalami SLE (Systemic Lupus Erithematosus).
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai suatu pembelajaran bagi mahasiswa yang nantinya ilmu tersebut
dapat dipahami dan diaplikasikan dalam praktik keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. (Konsep Penyakit)
1. Pengertian
Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah radang kronis yang disebabkan oleh
penyakit autoimun (kekebalan tubuh) di mana sistem pertahanan tubuh yang tidak
normal melawan jaringan tubuh sendiri. Antara jaringan tubuh dan organ yang
dapat terkena adalah seperti kulit, jantung, paru-paru, ginjal, sendi, dan sistem saraf.

Lupus eritematosus sistemik (SLE) merupakan suatu penyakit atuoimun yang


kronik dan menyerang berbagai system dalam tubuh. ( Silvia& Lorraine, 2006 )

Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit radang yang menyerang


banyak sistem dalam tubuh, dengan perjalanan penyakit bisa akut atau kronis, dan
disertai adanya antibodi yang menyerang tubuhnya sendiri. Systemic lupus
erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun multisystem dengan
manifestasi dan sifat yang sangat berubah – ubah, penuakit ini terutama menyerang
kulitr, ginjal, membrane serosa, sendi, dan jantung.(Robins, 2007)

2. Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui secara pasti, tetapi didugaterdapat
beberapa factor predisposisi yang berperan terhadap terjadinya SLE, yang antara
lain terdiri dari faktor endogen dan faktoreksogen (Fandika, 2016).
a. Beberapa literatur menyatakan adanya faktor – faktor endogen sebagai
predisposisi terjadinya SLE, diantaranya adalah :

- Faktor genetik
Faktor genetik memegang peranan pada banyak penderita lupus dengan resiko
yang meningkat pada saudara kandung dan kembar monozigot. Penelitian
terakhir menunjukkan bahwa banyak gen yang berperan terutama gen yang
mengkode unsur-unsur sistem imun. Diduga berhubungan dengan gen respons
imun spesifik pada kompleks histokompabilitas mayor kelas II, yaitu HLA-
DR2 dan HLA-DR3 serta dengan komponen komplemen yang berperan dalam
fase awal reaksi ikat komplemen (yaitu C1q, C1r, C1s, C4, dan C2) telah
terbukti. Gen-gen lain yang mulai ikut berperan adalah gen yang mengkode
reseptor sel T, imunoglobulin dan sitokin.1 Studi lain mengenai faktor genetik
ini yaitu studi yang berhubungan dengan HLA (Human Leucocyte Antigens)
yang mendukung konsep bahwa gen MHC (Major Histocompatibility
Complex) mengatur produksi autoantibodi spesifik. Penderita lupus (kira-kira
6%) mewarisi defisiensi komponen komplemen, seperti C2,C4, atau C1q.
Kekurangan komplemen dapat merusak pelepasan sirkulasi kompleks imun
oleh sistem fagositosit mononuklear sehingga membantu terjadinya deposisi
jaringan. Defisiensi C1q menyebabkan sel fagosit gagal membersihkan sel
apoptosis sehingga komponen nuklear akan menimbulkan respon imun.
Faktor genetik meningkatkan adanya penemuan autoimun dibandingkan
dengan populasi lain.18 Kecenderungan meningkatnya SLE yang terjadi
pada anak kembar identik menggambarkan adanya kemungkinan faktor
genetik yang berperan dalam penyakit ini. Gen-gen yang memiliki resiko
tinggi terjadinya SLE terutama Human Leukocyte Antigen-DR2 (HLA-
DR2) yang menunjukan sel-sel yang mampu memberikan antigen zat asing
ke sel darah putih, HLA-DR3 yang mengurus gen struktural yang
memproduksi berbagai jenis unsur penting pada darah dan jaringan sel
lupus, dan biasa terdapat linkage SLE pada kromosom 1.

- Faktor Hormonal
Mayoritas penyakit ini menyerang wanita muda dan beberapa penelitian
menunjukkan terdapat hubungan timbal balik antara kadar hormon estrogen
dengan sistem imun. Estrogen mengaktifasi sel B poliklonal sehingga
mengakibatkan produksi autoantibodi berlebihan pada pasien
LES.Autoantibodi pada lupus kemudian dibentuk untuk menjadi antigen
nuklear (ANA dan anti-DNA).Selain itu, terdapat antibodi terhadap struktur
sel lainnya seperti eritrosit, trombosit dan fosfolipid.Autoantibodi terlibat
dalam pembentukan kompleks imun, yang diikuti oleh aktifasi komplemen
yang mempengaruhi respon inflamasi pada banyak jaringan, termasuk kulit
dan ginjal.

- Antibodi dan KompleksImun


Autoantibodi adalah penanda lupus yang sering kali mengahasilkan sesuatu yang
tidak memiliki kepentingan klinis maupun patologis dan menyerang sel tubuh
dan jaringannya sendiri. Autoantibodi yang berperan dalam lupus dapat
digolongan menjadi empat yaitu antibodi yang terbentuk
padanucleus,sepertiANA,Anti-DNA,danAnti-sm.,antibodiyangterbentuk
padasitoplasmaseperti,antibodipadasel-selyangberbedajenisdanantibodi yang
terbentuk pada antigen. Biasanya untuk dapat mengetahui antibodi ini
dilakukantesdarah

- Faktorlingkungan
Faktor lingkungan dapat menjadi pemicu pada penderita lupus, seperti radiasi
ultra violet, tembakau, obat-obatan, virus.Sinar UV mengarah pada
selfimmunity dan hilangnya toleransi karena menyebabkan apoptosis
keratinosit.Selain itu sinar UV menyebabkan pelepasan mediator imun pada
penderita lupus, dan memegang peranan dalam fase induksi yanng secara
langsung mengubah sel DNA, serta mempengaruhi sel imunoregulator yang
bila normal membantu menekan terjadinya kelainan pada inflamasi
kulit.Faktor lingkungan lainnya yaitu kebiasaan merokok yang menunjukkan
bahwa perokok memiliki resiko tinggi terkena lupus, berhubungan dengan zat
yang terkandung dalam tembakau yaitu amino lipogenik aromatik.Pengaruh
obat juga memberikan gambaran bervariasi pada penderita lupus.Pengaruh
obat salah satunya yaitu dapat meningkatkan apoptosis keratinosit.Faktor
lingkungan lainnya yaitu peranan agen infeksius terutama virus dapat
ditemukan pada penderita lupus.Virus rubella, sitomegalovirus, dapat
mempengaruhi ekspresi sel permukaan dan apoptosis.
- Faktor Stress
Stress yang berlebihan meruakan pemicu aktifnya lupus. Odapus akan
merasa dalam lingkaran, karena ia sakit karena stress dan lupus
merupakan
penyakitkronikyangmenyebabkanseseorangakanlebihrentanuntukmerasa
rendah diri, terbatas aktifitasnnya, dan jauh dari pergaulan. Hal ini dapat
bisa membuat Odapus stress dan membuat daya tahan tubuh menurun
sehingga
menimbulkaninfeksi.DemamakanmemperparahLupuskarenaseorangyang
membawa “gen” lupus bisa memicu proses melalui virus dan bakteri yang
berkembang karena daya tahan tubuhmenurun.
b. Beberapa literatur menyatakan adanya faktor – faktor eksogen sebagai
predisposisi terjadinya SLE, diantaranya adalah :

- Kontak dengan sinarmatahari


Paparan sinar matahari langsung, merupakan salah satu faktor yang
memperburuk kondisi gejala SLE.Diperkirakan sinar matahari dapat
memancarkan sinar ultraviolet yang dapat merangsang peningkatan
hormon estrogen yang cukup banyak sehingga mempermudah terjadinya
reaksi autoimun dan juga dapat mengubah struktur dari DNA sehingga
memicu terciptanya autoantibodi.Sinar ultraviolet menyebabkan sel-sel
kulit melepaskan substansi (sitokin, prostaglandin) yang memicu
inflamasi.
- Makanan danMinuman
Makanan dan minuman dalam kemasan, terutama minuman berjenis
isotonik yang mengandung zat pengawet, seperti Natrium Benzoate, dan
Kalium Sorbet serta yang mengandung kafein menyebabkan gejala
SLE.Sedangkan makanan yang dapat memicu lupus bagi Odapus sendiri
adalah yang mengandung L-canavanine dan biasa terdapat pada jenis
polong- polongan, selain itu juga makanan yang mengandung pemanis
buatan (Aspartam), serta sayuran yang mengandung belerang,
misalnya kubis,dll/

3. Patofiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan
imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik,
hormonal ( sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi
selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal).
Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan
beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa
turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat
fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks
imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang
selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang
kembali.Alfalfa juga dapat menyebabkan lupus, pemicu aktif muncul menjadi L-
canvanine. Peran, jika ada, dari virus dan bakteri dalam memicu lupus tetap jelas
meskipun perlu penelitian yang cukup besar. Tidak ada bukti yang meyakinkan
bahwa infeksi tertentu adalah penting dalam menyebabkan lupus. Menariknya, ada
peningkatan penyakit rematik pada orang dengan infeksi HIV, dan penyakit
autoimun termasuk lupus tampaknya menjadi lebih umum ketika ada restorasi
kompetensi kekebalan dengan penggunaan obat anti retro virus yang sangat aktif
(Malleson, Pete; Tekano, Jenny. 2007).

4. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis SLE sangat bervariasi, baik dalam keterlibatan organ pada
suatu waktu maupun keparahan manifestasi penyakit pada organ tersebut. Sebagai
tambahan,perjalanan penyakit berbeda antarpasien. Keparahan dapat bervariasi dari
ringan ke sedang sehingga parah atau bahkan membahayakan hidup. Karena
perbedaan multisystem dari manifestasi kliniksnya,lupus telah menggantikan sifilis
sebagai great imitator.
Kebanyakan pasien dengan SLE memiliki penyakit ringan samapai sedang
dengan gejala kronis,diselingi oleh peningkatan aktivitas penyakit secara terhadap
atau tiba-tiba. Pada sebagian kecil pasien dikarakteristikkan dengan peningkatan
aktivitas penyakit dan remisi klinik sempurna. Pada keadaan yang sangat
jarang,pasien mengalami episode aktif SLE singkat diikuti dengan remisi lambat.
Gambaran klinis SLE menjadi rumit karena dua hal. Pertama,walapun SLE
dapat menyebabkan berbagai tanda dan gejala, tidak semua tanda dan gejala pada
pasien dengan SLE disebabkan oleh penyakit infeksi virus, dapat menyerupai SLE.
Kedua, efek samping pengobatan,khususnya penggunaan glukokortikoid jangka
panjang, harus dibedakan dengan tanda dan gejala.
1. Manifestasi Konstitusional
Demam muncul pada sebagian besar pasien dengan SLE aktif,namun penyebab
infeksius tetap harus dipikirkan,terutama pada pasien dengan terapi imunosupresi.
Penurunan berat badan dapat timbul awal penyakit,dimana peningkatan berat
badan, khusus pada pasien yang diterapi dengan glukokortikoid, dapat menjadi
lebih jelas lebih jelas pada tahap selanjutnya. Kelelahan dan malaise merupakan
salah satu gejala yang paling umum dan seringkali merupakan gejala yang
memperberat penyakit. Penyebab pasti gejala-gejala ini belum jelas. Aktivitas
penyakit, efek samping pengobatan, gangguan neuroendokrinologis, dan faktor
psikogenik terlibat dalam timbulnya gejala konstitusional. Pada kasus ini dijumpai
gejala demam namun gejala ini mungkin juga disebabkan oleh infeksi pneumonia.
Penurunan berat badan juga ditemukan pada pasien. Sesuai dengan teori yang
mengatakan kelelahan dan malaise merupakan salah satu gejala yang paling umum
yang memperberat penyakit,gejala ini turut ditemukan kasus ini.
2. Manifestasi Mukokutan
Fotosensitivitas dapat dikenali dengan pembentukan ruam, eksaserbasi ruam yang
telah ada sbelumnya, reaksi terhadap sinar matahari yang berlebihan (exaggerated
sunburn), atau gejala sepereti gatal atau parastesisi setelah terpajan sinar matahari
atau sumber cahaya buatan. Zfotosensitivitas sering ditemukan dan dapat terjadi
pada semua kelompok ras dan etnis, walapun belum ada studi mengenai
prevalensinya dipopulasi umum. Ruam berbentuk kupu-kupu yang khas, yaitu
ruam kemerahan di area malar pipi dan persambungan hidung yang membagi
lipatan nasolabial, lebih dikenal sebagai malar rash atau butterfly ras. Ruam ini
dapat ditemukan pada 20-25% pasien. Gejala ini dapat meningkat dan sangat
meradang, bertahan selams berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Gejala ini
hilang tanpa jaringan parut. Plak eritematosa dengan adherent scale dan
telangiektasis umumnya terdapat diwajah,leher dan kulit kepala. Lupus kutis akut
dalam bentuk eritema inflamasi yang jelas dapat dipicu oleh pacaran sinar
ultraviolet. Lesi lupus subakut dan kronik lebih sering ditemukan di kulit yang
terpapar sinar matahari dalam waktu lama (lengan depan, daerah V dileher ) tanpa
pacaran sinar matahari dalam waktu dekat. Lesi kulit lainnya termasuk livedo
riticularis, eritema periungual, eritema palmaris, nodulpalmaris, vesikel atau bula,
urtikaria akut atau kronik, panniculitis, purpuravaskulitis, dan ulkus vaskulitis.
Alopesia dapat timbul akibatlesi pada kulit kepala, namun biasanya muncul pada
puncak SLE. Alopesia bersifat reversible, kecuali jika terdapat lesi discoid kepala.
Ulkus oral dan nasal cukup sering terjadi dan harus dibedakab dari infers virus
maupun jamur. Mata dan mulut kering (sindrom Sicca) dapat disebabkan oleh
inflamasi autoimun pada kelenjar lakrimal dan saliva, yang mungkin tumpang
tindih dengan sindrom sjogren. Umumnya mata dan mulut kering merupakan efek
samping pengobatan. Pada kasus ini ditemukan manifestasi mukokutan. Sesuai
dengan teori, pada pasien ini ditemukan fotosensitivitas, yaitu eksaserbasi ruam
dengan pajanan pada sinar matahari. Pada kasus ini juga ditemukan ruam
berbentuk kupu-kupu (malar rash atau butterfly rash) pada bagian pipi dan hidung
pasien. Alopesia juga ditemukan pada pasien ini yang mengeluh rambutnya yang
sering rontok waktu menyikat rambut.
3. Manifestasi Muskuloskeletal
Artritis SLE biasanya meradang dan mucul bersamaan dengan sinovitis dan nyeri,
bersifat nonerosif dan nondeforming. Manifestasi yang jarang adalah deformitas
jaccoud yang menyerupai artritis rheumatoid namun berkurang dan tidak terbukti
secara radiologis menyebabkan desttruksi kartilago dan tulang. Kelemahan otot
biasanya merupakan akibat terapi glukokortikoid atau antimalaris, namun myositis
dengan peningkatan enzim otot jarang ditemukan dan biasannya merupakan gejala
yang tumpah tindih. Tenosinovitis dan bursitis jarang ditemukan. Ruput tendon
dapat merupakan komplikasi terapi glukokortikoid. Ostenekrosis
(nekrosisavaskuler) dapat disebabkan oleh penyakit maupun efek pengobatan
gukokortikoid, biasanya terjadi pada kaput femoralis, kaput hormonal, lempemg
tibia dan talus. Artralgia dan myalgia merupakan gejala lain yang sering
ditemukan, dapat disebabakanoleh penyakit, efek samping pengobatan,
glucocorticoid withdrawal syndrome, endokrinopati dan faktor psikogenik. Pada
kasus ini, ditemukan nyeri pada sendi yaitu nyeri pada sendi jari pada kedua tangan
yang tidak disertai dengan gangguan pergerakkan. Ini sesuai dengan manifetasi
muskuloskletal yang ditemukan pada pasien SLE yaitu non erosive dan non
deforming arthritis.
4. Manifestasi Kardiovaskular
Perikarditis meruapakan gejala khas dengan nyeri substernal posisional dan
terkadang dapat ditemukan rub. Ekokardiografi dapat menunjukkan efusi atau
dalam kasus kronik penebalan dan fibrosis pericardium. Tamponade atau
hemodinamik konstriktif jarang ditemukan, namun dapat diinduksi oleh
karbamazepin. Miokarditis jarang terjadi, namun harus dicurigai pada pasien
dengan SLE aktif dan gejala dada tidak khas, perubahan ECG minimal, aritmia
atau perubahan hemodinamik. Miokarditis dapat mengakibatkan kardiomiopati
dilatasi dengan tanda gagal jantung kiri. Endokarditid trombotik nonifeksi
(Libman-sacks) jarang dan seringkali tidak menimbulkan gejala, namun dapat
menimbulkan disfungsi katup mitral atau katup aorta atau embilisasi.
Arterisklerosis premature dengan angina pektrois dan infark miokardium
merupakan sumber mortalitas dan morbilitas jangka panjang yang paling serius.
Penyakit sendiri, hiperkoagulasi, terapi glukokortikoid kronik,menopause
premature, serta faktor diet dan gaya hidup dapat menyebabkan arterosklerosis.
Fenomena Raynaud, vasospasme yang diindikasi dingin pada jari.sering ditemukan
pada SLE. Penyempitan arteri ireversibel ditangan dan kaki sering tumpang tindih
dengan scleroderma. Gambaran patologis yang sama pada sirkulasi paru dapat
menyebabkan hipertensi pulmonal, komplikasi yang jarang namun seringkali fatal.
Sebagian besar cedera vascular trombotik pada pasien SLE dimediasi oleh antibody
antifosfolipid (aPL), ditemukan pada sekitar 30% pasien SLE. aPL dapat
menyebabkan thrombosis arteri dan vena spontan pada semua ukuran pembuluh
darah. Keadaan hiperkoagulasi lain, seperti defisiensi protein C dan protein S,
faktor V Leiden dan antitrombin III dapat menyebabkan terjadinya trombisis,
namun defisiensi faktor-faktor ini lebih dihubungkan dengan terjadinya thrombosis
vena dibandingkan trpmbosis arteri.
5. Manifestasi Paru
Pleurisy sering ditemukan pada SLE nyeri dada khas pleuritik, rub, dan efusi
dengan bukti radiografi dapat ditemukan pada sebagian pasien, namun sebagian
lain mungkin hanya berupa gejala tanpa temuan obyektif. Infeksi parenkim paru
pneumonitis atau alveolitis dan dibuktikan dengan batuk, hemoptysis, serta
infiltrate paru jarang terjadi namun dapat membahayakan hidup. Perdarahan
alveolus difus dapat timbul atau tanpa pneumonitis akut dan memilik angka
mortalitas yang sangat tinggi. Pneumonitas lupus kronik dengan perubahan fibrotic
dan paru mirip dengan fibrosis paru idiopatik, dengan perjalanan yang progresif
dan prognosis yang buruk. Penyakit paru restriktif juga dapat diakibatkan oleh
perubahan pleuritik jangka panjang, miopati atau fibrosis otot pernapasan,
termasuk diafragma dan bahkan neuropati nervus frenikus. Emboli paru rekuren
disebabkan oleh antibody antifosfilipid harus disingkirkan pada pasien dengan
gejala paru yang tidak dapat dijelaskan.
6. Manifestasi Ginjal
Nefritis lupus muncul pada sebagian pasien dengan SLE. Spektrum keterlibatan
patologis dapat bervariasi dari proliferasi mesangial yang sama sekali tidak
menimbulkan gejala sampai glumerulonefritis membranoproliferatif difus agresif
yang menuju gagal ginjal. Gambaran klinis ditandai dengan temuan minimalis,
termasuk proteinuria ringan dan hematuria mikroskopik, sindrom nefrotik, dengan
proteinuria berat, hipoalbuminemia, edema perifer, hipertrigliseridemia, dan
hiperkoagulasi atau sindrom nefritik dengan hipertensi, sedimen eritrosit atau
Kristal eritrosit pada sediaan sedimen urin dan penurunan laju filtrasi glomerulus
progresif dengan peningkatan kreatinin serum dan uremia. Pada kasus ini
ditemukan kelainan ginjal yang disuspek nefritis karena ditemukan kelainan ginjal
yang disuspek nefritis karena ditemukan proteinuria 25,00mg/dL dan leucocyte
pada urin 25,00 leu/πL
7. Manifestasi Neurologis dan Psikiatrik
Keterlibatan sistem saraf pusat (SSP) terjadi pada 5-15% pasien dan terkadang
merujuk pada SLE neuropsikiartrik atau serebritis lupus. Pasien dapat memiliki
manifestasi obyektif seperti meningitis asepsis atau meningoensefalitis, kejang,
khorea, ataksia, stroke dan myelitis tramsversa. Pada pasien seperti ini diagnosis
dapat didukung oleh temuan abnormal pada analisis cairan serebrospinal, seperti
peningkatan kadar protein, pleiositosi, dan /atau autoantibodi karakteristik, pada
CT scan atau MRI, dapat ditemukan lesi inflamasi pada substansia alba dan grisea
atau bahkan pada biopsy leptomeningeal dengan bukti inflamasi. Gambaran
alternatis lupus SSP adalah gangguan psikiatrik mayor yaitu psikosis. Pada kasus
ini cairan serebrospinal dan pencitraan menujukkan hasil normal dan diagnosis
banding dari penysakit psikogenik primer dan/atau reaksi obat sangat sulit untuk
ditentukan. Masalah ini adalah gangguan kognitif dan kepribadian ringan. Sakit
kepala sering ditemukan dengan intesitas yang beragam. Sakit kepala lupus yang
berat dan menyerupai migren yang hanya responsive terhadap glikokortikoid
merupakan kasus yang jarang. Neuropati kranial dan perifer dapat terjadi dan dapat
menggambarkan vaskulitis pembuluh darah kecil atau infark pada pasien ini
disuspek lupus serbri karena penurunankesadaran.
8. Manifestasi Gastrointestinal
Gejala gastrointestinal nonspesifik, termasuk nyeri perut difus dan mual, kas untuk
pasien SLE. Peritonitis steril dengan asites jarang namun merupakan komplikasi
abdomen yang serius. Banyak gejala gastrointestinal atas berhubungan dengan
terapi yaitu NSAID dan atau gastropati terkait glukokortikoid. Duodenitis dapat
menimbulkan gejala. Pada kasus jarang, vaskulitis usus dapat menimbulkan
kegawatan bedah akut. Terkadang pankreatitis dapat merupakam gejala penyakit
atau merupakan efek pengobatan. Peningkatan enzim hati terkafdang dihubungkan
dengan hepatiris noninfeksi pada SLE, yang tidak dapat dibedakan dengan hepatitis
autoimun melalui gambar histologis. Peningkatan enzim hati juga dapat disebabkan
oleh penggunaan NSAID, azatrioprin atau metotreksat dan penggunaan jangka
panjang glukokortikoid yang dapst menyebablkan perlemakan hati dengan
peningkatan transaminase ringan.
9. Manifestasi Hematologi
Splenomegali dan limafadenopati difus sering merupakan temuan yang sering
namun nonspesifik pada SLE aktif. Anemia merupakan temuan khas, dapat
disebabkan oleh hemolysis dengan hasil tes coombs positif, kadar haptoglobin
rendah dan kadar laktat dehydrogenase tinggi atau dengan mielosupresi.
Mekanisme tidak langsung mencakup penurunan sintesis eritropoietin dan
mielosupresi uremikum pada pasien nefritis lupus. Hal ini dapat diperberat dengan
perdarahan ringan kronik dan ketidask cukupan asupan makanan. Leukopenia dan
limfopenia sangat sering terjadi namun jarang mencapai kadar kritis. Studi oleh Ng
dkk menghungkan limfopenia dengan peningkatan risiko terjadinya infeksi pada
pasien SLE. Leukositosis dapat sdisebabkan oleh glukokortikoid. Trombisitopenia
ringan (100000-150000/πL) dapat disebabkan oleh antibody antifosfolipid.
Trombositopenia autoimun berat (kurang dari 50000/πL), disebabkan oleh antibody
antiplatelet dapat mempersulit diagnosis SLE dan awalnya mungkindidiagnosis
sebagai purpura trombositopenik idiopatik. Pada kasus ini ditemukan kelainan atau
manifestasi hematologi sesuai dengan gambaran yang sering ditemukan pada
pasien SLE. Pada kasus ini, ditemukan gejala anemia dengan nilai haemoglobin
yang rendah.
10. Manifestasi Mata
Eksudat dan infarks retina (baan sitoid) relative jarang dan merupakan temuan
nonspesifik. Konjungtivitas dan episkleritis terkadang dapat ditemukan pada
penyakit aktif. Mata kering dapat menunjukan tumpang tindih dengan sindrom
sjogren. Kebutaan singkat atau permanen dapat disebabkan oleh neuritis optic atau
oklusi arteri atau vena retina
5. Pathway
Faktor penyebab (genetik, lingkungan,hormonal)

Limfosit T tidak berfungsi (abnormal)

Pembentukan Antibodi terhadap tubuh sendiri (inti sel)

Penumpukan kompleks imun di seluruh organ

Clinical manifestation

Muskuloskletal Mukokutan Ginjal Paru Oral

Nyeri sendi eritema, PK Nefritis PK Efusi ulkus palatum,


sikatriks, gagal ginjal Pleura lesi di mulut
lesi diskoid

Ansietas Gangguan
Gangguan Nyeri
Mobilitas Akut (D.0080) Integritas Kulit
Fisik (D.0077) (D.0129)
( D.0054)

6. Penatalaksanaan
Pengobatan termasuk penatalaksanaan penyakit akut dan kronik :
a) Mencegah penurunana progresif fungsi organ, mengurangi kemungkinan penyakit
akut, meminimalkan penyakit yang berhubungan dengan kecacatan dan mencegah
komplikasi dari terapi yang diberikan.
b) Gunakan obat-obatan antinflamasi nonsteroid (NSAID) dengan kortikosteroid
untuk meminimalkan kebutuhan kortikosteroid.
c) Gunakan krortikosteroid topical untuk manifestasi kutan aktif.
d) Gunakan pemberian bolus IV sebagai alternative untuk penggunaan dosis oral
tinggil tradisional.
e) Atasi manifestasi kutan, mukuloskeletal dan sistemik ringan dengan obat-obat
antimalarial.
f) Preparat imunosupresif (percobaan) diberikan untuk bentuk SLE yang serius

7. Komplikasi
a) Ginjal
Sebagaian besar penderita menunjukan adanya penimbunan protein didalam sel-sel
tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus (peradangan ginjal yang menetap)
pada akhirnya bias terjadi gagal ginjal sehingga penderita perlu mengalami dialysis
atau pencangkokan ginjal.
b) Sistem saraf
Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Komplikasi yang paling
sering ditemukan adalah dispungsi mental yang sifatnya ringan, tetapi kelainan bias
terjadi pada bagaiamanapun dari otak, korda spinalis, maupun sistem saraf. Kejang,
pesikosa, sindroma otak organic dan sekitar kepala merupakan beberapa kelainan
sistem saraf yang bias terjadi.
c) Penggumplan darah
Kelainan darah ditemukan pada 85% penderita lupus bisa terbentuk bekuan darah
didalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke dan emboli paru.
Jumlah thrombosis berkurang dan tubuh membentuk antibody yang melawan faktor
pembekuan darah yang bisa menyebabkan perdarahan yang berarti.
d) Kardiovaskuler
Perdangan berbagai bagian jantung seperti pericarditis, endocarditis maupun
miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat keadaan tersebut.
e) Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura
(penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari keadaan tersebut
timbul nyeri dada dan sesak napas.
f) Otot dan kerangka tubuh
Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan kebanyakan
menderita arthritis. Persendian yang sering terkena adalah persendian pada jaringan
tangan, pergelangan tangan dan lutut. Kematian jaringan pada tulang panggul dan
bahu sering merupakan penyebab dari nyeri didaerah tersebut.
g) Kulit
Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu ditulang pipi dan pangkal hidung.
Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika terkena sinar matahari.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian :
Penting dilakukan Pengkajian terhadap Klien secara holistik
(Biologis, Psikologis,Social dan Spiritual ) untuk mendapatkan data
yang lengkap dan sistematis. Adapun metode yang dapat dipakai dalam
Proses Pengkajian yaitu :

a. Status kesehatan

1) Status kesehatan saat ini

2) Status kesehatan masa lalu

3) Riwayat penyakit keluarga

4) Riwayat kehamilan dan kelahiran


5) Riwayat imunisasi
b. Pola kebutuhan dasar
1. Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan. Persepsi
terhadap arti kesehatan, dan piñata laksanaan kesehatan, kemampuan
menyusun tujuan, pengetahuan tentang praktek kesehatan.
Komponen:
a.       Gambaran kesehatan secara umum dan saat ini,
b.      alasan kunjungan dan harapan,
c.       gambaran terhadap sakit dan penyebabnya dan penanganan yang
dilakukan:
1) Kepatuhan terhadap pengobatan
2) Pencegahan/tindakan dalam menjaga kesehatan
3) Penggunaan obat resep dan warung,
4) Penggunaan produk atau zat didalam kehidupan sehari-hari dan
frekuensi (misal : rokok, alkohol)
5) Penggunaan alat keamanan dirumah/sehari-hari, dan faktor resiko
timbulnya penyakit
6)   Gambaran kesehatan keluarga
2. Nutrisi-Metabolik
Menggambarkan intake makanan, keseimbangan cairan dan elektrolit, nafsu
makan, pola makan, diet, fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir, kesulitan
menelan, mual / muntah, kebutuhan julah zat gizi, masalah / penyembuhan
kulit, akanan kesukaan.
Komponen:
a. Gambaran yang biasa dimakan (Pagi,siang,sore,snack)
b. Tipe dan intake cairan
c. Gambaran bagaimana nafsu makan, kesulitan dan keluhan yang
mempengaruhi makan dan nafsu makan
d. Penggunaan obat diet
e. Makanan Kesukaan, Pantangan,alergi
f. Penggunaan suplemen makanan
g. Gambaran BB, perubahan BB dalam 6-9 bln,
h. Perubahan pada kulit (lesi, kering, membengkak,gatal)
i. Proses penyembuhan luka (cepat-lambat)
j. Adakah faktor resiko terkait ulcer kulit (penurunan sirkulasi, defisit
sensori,penurunan mobilitas)
3. Eliminasi
Menggambarkan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan kulit.
Komponen :
a. Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin
b. Adakah masalah dalam proses miksi, adakah penggunaan alat bantu
untuk miksi
c. Gambaran pola BAB, karakteritik
d. Penggunaan alat bantu
e. Bau bdn, Keringat berlebih,lesi & pruritus
4. Aktivitas-Latihan
Menggambarkan pola aktivitas dan latihan, fungsi pernafasan dan
sirkulasi.
Komponen:
a. Gambaran level aktivitas, kegiatan sehari-hari dan olahraga
b. Aktivitas saat senggang/waktu luang
c. Apakah mengalami kesulitan dalam bernafas, lemah, batuk, nyeri
dada,palpitasi,nyeri pada tungkai, gambaran dalam pemenuhan ADL : 
Level Fungsional (0-IV), Kekuatan Otot (1-5)
5. Tidur-Istirahat
Menggambarkan pola tidur-istirahat dan persepsi pada level energi.
Komponen:
a. Berapa lama tidur dimalam hari
b. Jam berapa tidur-Bangun
c. Apakah terasa efektif
d. Adakah kebiasaan sebelum tidur
e. Apakah mengalami kesulitan dalam tidur
6. Kognitif-Persepsi
Menggambarkan pola pendengaran, penglihatan, pengecap, taktil,
penciuman, persepsi nyeri, bahasa, memori dan pengambilan keputusan.
Komponen:
a. Kemampuan menulis dan membaca
b. Kemampuan berbahasa
c. Kemampuan belajar
d. kesulitan dalam mendengar
e. Penggunaan alat bantu mendengar/melihat
f. Bagaimana visus
g. Adakah keluhan pusing bagaimana gambarannya
h. Apakah mengalami insensitivitas terhadap dingin, panas,nyeri
i. Apakah merasa nyeri (Skala dan karaketeristik)
7. Persepsi Diri – Konsep Diri
Menggambarkan sikap terhadap diri dan persepsi terhadap
kemampuan,harga diri,gambaran diri dan perasaan terhadap diri sendiri.
Komponen:
a. Bagaimana menggambarkan diri sendiri
b. Apakah ada kejadian yang akhirnya mengubah gambaran terhadap
diri
c. Apa hal yang paling menjadi pikiran
d. Apakah sering merasa marah, cemas, depresi, takut, bagaimana
gambarannya
8. Peran – Hubungan
Menggambarkan keefektifan hubungan dan peran dengan keluarga-
lainnya.
Komponen:
a. Bagaimana gambaran pengaturan kehidupan (hidup
sendiri/bersama)
b. Apakah mempunyai orang dekat?Bagaimana kualitas hubungan?
Puas?
c. Apakah ada perbedaan peran dalam keluarga, apakah ada saling
keterikatan
d. Bagaimana dalam mengambil keputusan dan penyelesaian konflik
e. Bagaimana keadaan keuangan
f. Apakah mempunyai kegiatan sosial?

9. Seksualitas – Reproduksi
Menggambarkan kepuasan/masalah dalam seksualitas-reproduksi.
Komponen:
a. Apakah kehidupan seksual aktif
b. Apakah menggunakan alat bantu/pelindung
c. Apakah mengalami kesulitan/perubahan dalam pemenuhan
kebutuhan seks
d. Khusus wanita : TMA, gambaran pola haid, usia menarkhe/
menopause riwayat kehamilan, masalah terkait dengan haid
10. Koping – Toleransi Stres
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stres dan menggunakan
sistem pendukung.
Komponen:
a. Apakah ada perubahan besar dalam kehidupan dalam bbrp thn
terakhir
b. Dalam menghadapi masalah apa yang dilakukan?efektif?
c. Apakah ada orang lain tempat berbagi?apakah orang tersebut ada
sampai sekarang?
d. Apakah anda selalu santai/tegang setiap saat
e. Adakah penggunaan obat/zat tertentu
11. Nilai – Kepercayaan
Menggambarkan spiritualitas, nilai, sistem kepercayaan dan tujuan
dalam hidup.
Komponen:
a. Apakah anda selalu mendapatkan apa yang diinginkan
b. Adakah tujuan,cita-cita,rencana di masa yang akan datang
c. Adakah nilai atau kepercayaan pribadi yang ikut
berpengaruh
d. Apakah agama merupakan hal penting dalam hidup?
gambarkan

c. Pemeriksaan Fisik

1) Inspeksi
Pengamatan secara seksama setatus kesehatan Klien dari kepala
sampai kaki.
Pada Klien dengan SLE mungkin akan ditemukan antara lain:
a. Ruam wajah dalam pola malar (seperti kupu-kupu) pada daerah
pipi dan hidung.
b. Lesi dan kebiruan di ujung jari akibat buruknya sirkulasi dan
hipoksia kronik
c. Lesi berskuama di kepala, leher dan punggung, pada beberapa
penderita ditemukan eritema atau sikatrik.
d. Luka-luka di selaput lender mulut atau pharing.
e. Dapat terlihat tanda peradangan satu atau lebih persendian yaitu
pembengkakan, warna kemerahan dan rentang gerak yang
terbatas.
f. Perdarahan sering terjadi terutama dari mulut atau bercampur
urina (urine kemerahan)
g. Gerakan dinding thorak mungkin tidak simetris atau tampak
tanda – tanda sesak (Napas cuping hidung,Retraksi supra sterna,
bahkan intercostals,apabila terdapat ganguan organ paru)

2) Palpasi
Pemeriksaan dengan meraba klien :

1. Sklerosis, yaitu terjadi pengencangan dan pengerasan kulit


jari-jari tangan

2. Nyeri tekan pada daerah sendi yang meradang

3. Oedem mata dan kaki, mungkin menandakan keterlibatan


ginjal dan hipertensi
3) Perkusi
Pemeriksaan pisik dengan mengetuk bagian tubuh tertentu;
untuk mengetahui Reflek, atau untuk mengetahui kesehatan
suatu organ tubuh misalnya : Perkusi organ dada untuk
mengetahui keadaan Paru dan jantung.
4) Auskultasi

Pemeriksaan pisik dengan cara mendengar, biasanya


menggunakan alat Stetoskup, antara lain untuk mendengar
denyut jantung dan Paru-paru.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri Akut b/d agen pencedera Fisiologis /Inflamasi (D.0077)
2) Gangguan Integritas kulit  (D.0129)
3) Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)
4) Ansietas b/d Krisis situasional / Kurang terpapar informasi
(D.0080)

3. Intervensi Keperawatan

1) Nyeri Akut b/d agen pencedera Fisiologis /Inflamasi (D.0077)

Luaran: Tingkat nyeri menurun (L.08066)

a. Keluhan nyeri menurun

b. Meringis menurun

c. Gelisah dan kesulitan tidur menurun

Intervensi Keperawatan:

a. Manajemen Nyeri (I.08238)

1.1 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,


intensitas nyeri

1.2 Identifikasi skala nyeri

1.3 Identifikasi respon nyeri non verbal


1.4 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

1.5 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

1.6 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri


(mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)

1.7 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu


ruangan, pencahayaan, kebisingan)

1.8 Fasilitasi istirahat dan tidur

1.9 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi


meredakan nyeri

1.10 Jelaskan strategi meredakan nyeri

1.11 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

1.12 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2) Gangguan Integritas kulit  (D.0129)

Luaran: Integritas kulit dan jaringan meningkat

a. Elastisitas, hidrasi, dan perfusi jaringan meningkat

b. Kerusakan jaringan menurun

c. Kerusakan lapisan kulit menurun

d. Nyeri, perdarahan, dan kemerahan menurun

e. Hematoma, pigmentasi abnormal, jaringan parut, dan nekrosis


menurun

f. Suhu kulit, sensasi, tekstur, dan pertumbuhan rambut membaik

Intervensi Keperawatan: Perawatan kulit (I.11353)

2,1 Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. Perubahan


sirkulasi, perubahan status nutrisi, peneurunan kelembaban, suhu
lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)

2.2 Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring

2.3 Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu

2.4 Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering


2.5 Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotin, serum)

2.6 Anjurkan minum air yang cukup

2.7 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

2.8 Anjurkan meningkat asupan buah dan saur

3) Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)

Luaran: Mobilitas Fisik meningkat (L.05042)

a. Pergerakan ekstremitas meningkat

b. Kekuatan Otot Meningkat

c. Rentang Gerak (ROM) meningkat

d. Gerakan tidak terkoordinasi menurun

e. Gerakan Terbatas menurun

f. Kelemahan Fisik Menurun

Intervensi: Dukungan Ambulasi (I.06171)

3.1 Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya

3.2 Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi

3.3 Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi

3.4 Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu Seperti tongkat,


dan kruk.

3.5 Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu

3.6 Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan


ambulasi

3.7 Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi

3.8 Anjurkan melakukan ambulasi dini

3.9Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan Seperti 


berjalan dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke
kamar mandi, sesuai toleransi.
4) Ansietas b/d Krisis situasional / Kurang terpapar informasi (D.0080)

Luaran: Tingkat Ansietas menurun (L.09093)

a. Verbalisasi kebingungan dan khawatir akibat kondisi yang


dihadapi menurun

b.Perilaku gelisah dan tegang menurun

c. Palpitasi, tremor, dan pucat menurun

d. Konsentrasi dan pola tidur membaik

e. Orientasi membaik

Intervensi: Reduksi ansietas (I.09314)

4.1 Identifikasi saat tingkat ansietas berubah seperti Kondisi, waktu,


dan stressor.

4.2 Identifikasi kemampuan mengambil keputusan

4.3 Monitor tanda anxietas baik verbal dan non verbal

4.4 Ciptakan suasana  terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan

4.5 Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika


memungkinkan

4.6 Pahami situasi yang membuat ansietas

4.7 Dengarkan dengan penuh perhatian

4.8 Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan

4.9 Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan

4.10 Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai


kebutuhan

4.11 Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi

4.12 Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi ketegangan

4.13 Latih teknik relaksasi


DAFTAR PUSTAKA

Justiz Vaillant AA, Goyal A, Bansal P, et al.2021.  Systemic Lupus


Erythematosus. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. 
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK535405/

Christie M Bartels MD. 2020. Systemic Lupus Erythematosus


(SLE). Medscape. Emedicine

Sommers, Marilyn Sawyer.2019. Lupus Erythematosus. Diseases and


Disorders, 6th ed., F.A. Davis Company, 2019. Nursing Central,
nursing.unboundmedicine.

Nursing. Seri Untuk Keunggulan Klinis (2011). Menafsirkan Tanda dan


Gejala Penyakit. Jakarta: PT Indeks.

PPNI, 2017.  Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1


cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

PPNI, 2018.  Standart Intervensi Keperawatan Indonesia edisi (SIKI) 1


cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

PPNI, 2019.  Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1


cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai