Anda di halaman 1dari 4

AUDITORY VERBAL THERAPY DAN FREE FIELD TEST)

AVT (Auditory Verbal Therapy)

Dengan semakin majunya teknologi, baik hearing aid maupun cochlear implant, kebanyakan
anak yang mengalami gangguan pendengaran dapat terbantu untuk bisa dengar suara atau bunyi
disekelilingnya. Namun demikian, anak-anak tersebut harus belajar untuk membiasakan agar
mendengar menjadi kebiasaan sehari-hari mereka dan belajar. Auditory Verbal Therapy (AVT) adalah
sistem metode pelatihan khusus yang dirancang bagi anak-anak dengan gangguan pendengaran untuk
belajar menggunakan sisa pendengaran melalui cochlear implant sehingga dapat memahami suatu
pembicaraan serta untuk belajar berkomunikasi secara verbal. Metode Audio Verbal Therapy (AVT)
adalah pendekatan intensif yang berpusat pada keluarga sebagai usaha dalam memberikan stimulus
anak yang memiliki gangguan pendengaran untuk mendapatkan akses secara penuh untuk
mengembangkan potensi bahasa lisan, belajar melalui pendengaran menggunakan teknologi secara
optimal (sperendo, medel 2017). Mayoritas anak yang terlahir mengalami gangguan pendengaran
terlahir dari keluarga yang tidak mengalami gangguan pendengaran, dan pastinya keluarga yang
anaknya mengalami gangguan pendengaran menginginkan anaknya dapat berkomunikasi dan dapat
melebur dalam komunitas yang lebih luas dan mencapai atau menggapai cita-citanya. Metode AVT
adalah melatih mendengar dan berkomunikasi layaknya anak normal keluarga tidak mengalami
kesulitan karena adanya kesamaan cara berkomunikasi yaitu berkomunikasi verbal, komunikasi verbal
akan mempercepat perkembangan anak, anak belajar dari lingkungannya. Jika anak selalu berinteraksi
dengan lingkuangannya anak akan menjadikan model dalam perkembangan komunikasinya dan juga
harus diimbangi dengan penggunaan teknologi yang digunakannya sesuai dengan gangguan yang
dialami. Metode Auditory Verbal Therapy (AVT) adalah penerapan teknik, strategi, kondisi dan prosedur
yang mempromosikan akuisisi optimal bahasa lisan melalui mendengarkan, yang menjadi kekuatan
utama dalam memelihara perkembangan kehidupan pribadi, sosial dan akademik anak tunarungu.
Metode Auditory Verbal Therapy (AVT) merupakan pendekatan melalui stimulasi pendengaran yang
menggunakan sisa pendengaran yang dimilikinya (Heriyanti, 2020)

Menurut Rafikayati (2016), AVT merupakan terapi yang melatih anak untuk dapat
mengoptimalkan fungsi pendengaran yang telah disediakan melalui Alat Bantu Dengar (ABD) maupun
Cochlear Implant (CI) sebagai modal dalam menerima informasi dari lingkungan. Metode AVT
merupakan terapi auditori-verbal yang dapat mengoptimalkan proses mendengar dan berbahasa anak.
AVT mengutamakan pendengaran anak dalam berkembang, dan melatih bahasa verbal anak. Pada
proses AVT anak hal utama yang diperiksa adalah alat bantu mendengar anak, mengatur alat
pendengaran agar dapat digunakan secara maksimal lalu anak di berikan stimulus verbal, dan menirukan
suara sesuai dengan apa yang dia dengar, tanpa membaca bibir. Menurut Baldwin (2018), AVT sebuah
pendekatan intervensi yang terstruktur dan memiki keterlibatan dengan seorang pengasuh (yang dekat
dengan anak) dan dilakukan dalam kegiatan sehari-hari dengan keluarga. Dimana keluarga sangat
berperan penting bagi terhadap tumbuh kembang anak, dan meruorang terdekat setiap waktu dapat
bertemu, melakukan interaksi, dan banyak waktu untuk belajar bersama. AVT merupakan pendekatan
intensif yang berpusat pada keluarga sebagai bentuk usaha dalam memberikan kesempatan setiap anak
yang mengalami gangguan pendengaran untuk mendapatkan akses terapi secara penuh dengan orang
tua, tentunya juga dengan bantuan ahli terapis dalam membimbing orang tua, untuk mengembangkan
potensi bahasa lisan dan belajar melalui pendengaran.(Tunarungu, 2021)

Free field test

Tes pendengaran suara dengan Free field test sering diabaikan oleh dokter . Penilaian garpu tala Rinne
dan Weber sering dilakukan dengan tujuan untuk menentukan apakah suatu gangguan konduktif atau
sensorineural.Bagaimana tes garpu tala dapat ditafsirkan tanpa adanya pengetahuan tentang tingkat
kerusakan adalah sebuah misteri. Nilai pengujian suara dengan Free field tests dapat digunakan dengan
dua cara:

1. Sebagai metode penyaringanuntuk mendeteksi apakah ada gangguan pendengaran pada


satu atau kedua telinga; hanyasuara berbisik digunakan untuk penyaringan
2. Untuk menentukan tingkat keparahan gangguanyang telah diidentifikasi; ini dicapai dengan
menilai ambang pendengaran untuk berbicara dengan: memvariasikan upaya vokal dan
jarak dari telinga uji untuk menghasilkan berbagai tingkat suara ucapan

Free Field tes hanya membutuhkan waktu 1-2 menit dan meskipun tidak dapat diandalkan seperti
audiometri nada murni atau suara, tetapi bernilai karena alasan berikut:

• Audiometri mungkin tidak diperlukan: Ada dua keadaan umum di mana audiometri dapat ditiadakan
dan di ganti dengan free field test

- tempat audiogram sebelumnya tersedia dan tidak ada perubahan gejala.


- pada pasien tanpa otology seperti pada orang tua, dan pada orang yang memiliki kepastian
pendengaran normal(Fagan, 2014)

Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan pengukur level suara untuk memastikan bahwa
suara bisikan sesuai dengan level suara 30-45 dB, suara percakapan dengan level suara 45-60 dB, dan
suara keras dengan level suara 60-80 dB. Pemeriksa diminta untuk melatih tingkat suaranya dan
membandingkannya dengan pengukur tingkat suara setiap hari untuk memastikan bahwa tingkat suara
bisikan, tingkat suara percakapan, dan tingkat suara kerasnya konsisten. Dalam tes ini, pemeriksa berdiri
0,6 meter dari pasien yang duduk dan membisikkan kombinasi angka dan huruf (misalnya, 2-R-9) dan
meminta pasien untuk mengulangi urutan Jika pasien mengulang dengan benar, pendengaran dianggap
normal; jika pasien mengulang salah, tes diulang menggunakan kombinasi angka/ huruf yang berbeda.
Pasien dianggap lulus tes jika mengulang minimal 3 dari kemungkinan 6 angka atau huruf dengan benar.
Jika pasien tidak lulus tes suara berbisik, pasien dianggap memiliki gangguan pendengaran ringan dan
tes diulang dengan suara percakapan. Jika pasien tidak dapat lulus tes suara percakapan, pasien
dianggap memiliki gangguan pendengaran sedang dan tes diulang dengan suara keras. Para pasien
dibagi menjadi 3 kelompok dalam tes suara bidang bebas; memahami suara bisikan disamakan dengan
pendengaran normal (ambang batas 25 dB), memahami tingkat suara percakapan (ambang batas 25-40
dB) dianggap sebagai gangguan pendengaran ringan, dan memahami tingkat suara keras (ambang batas
41-60 dB) dianggap sebagai gangguan pendengaran sedang. atau gangguan pendengaran berat (ambang
61-80 dB). Pasien tanpa respon terhadap salah satu level suara ini (>80 dB ambang batas) dianggap
memiliki gangguan pendengaran berat. Tes suara lapangan bebas dilakukan oleh audiolog yang sama di
ruangan kedap suara yang sama. Pasien diminta untuk menutupi telinganya yang tidak diuji selama
pemeriksaan. Kami membandingkan hasil uji suara medan bebas dengan hasil audiometri nada murni
standar di telinga yang pendengarannya lebih baik .(Joyce Li et al., 2020)
DAFTAR PUSTAKA

Fagan, J. (2014) ‘Open access guide to audiology and hearing aids for otolaryngologists’, (Figure 1), pp.
1–9. Available at: http://open.uct.ac.za/handle/11427/7550.

Heriyanti, H. (2020) ‘Metode Auditory Verbal Therapy (Avt) Dalam Pengembangan Kemampuan
Komunikasi Anak Tunarungu Pengguna Cohlear Implant (CI) di Sekolah Inklusi Aluna Jakarta Selatan’,
Jurnal Nasional Ilmu Pendidikan dan Multi Disiplin, 3(Ci), p. 33. Available at:
https://prosiding.esaunggul.ac.id/index.php/snip/article/view/6.

Joyce Li, L.Y. et al. (2020) ‘Screening for hearing impairment in older adults by smartphone-based
audiometry, self-perception, HHIE screening questionnaire, and free-field voice test: Comparative
evaluation of the screening accuracy with standard pure-tone audiometry’, JMIR mHealth and uHealth,
8(10), pp. 1–10. Available at: https://doi.org/10.2196/17213.

Tunarungu, A.A. (2021) ‘KEMAMPUAN AKADEMIK ANAK TUNARUNGU ARTIKEL ILMIAH Oleh : NUR
ADIBA HANUM JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA’.

Anda mungkin juga menyukai