Anda di halaman 1dari 32

RESUME ASUHAN KEPERAWATAN TN. A.

M UMUR 30 TAHUN DENGAN


TINDAKAN APDENKTOMI DI RUANGAN KAMAR OPERASI
RSUD TANI DAN NELAYAN
KAB. BOALEMO

STUDI KASUS OLEH BIDANG KEPERAWATAN

PENYUSUN

RUANGAN KAMAR OPERASI

A. Konsep Dasar Penyakit Appendicitis

1. Definisi

Appendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan


penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini menyerang

semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang

laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun dan merupakan penyebab paling umum

inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dan merupakan penyebab paling

umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer & Bare, 2013).

Appendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam

kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan

laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi (Anonim, 2007

dalam Docstoc, 2010).

2. Anatomi & Fisiologi Appendicitis

a. Anatomi Appendisitis

Appendiks vermiformis atau yang sering disebut sebagai apendiks

adalah organ berbentuk tabung dan sempit yang mempunyai otot dan

banyak mengandung jaringan limfoid. Panjang apendiks vermiformis

bervariasi dari 3-5 inci (8-13 cm). Dasarnya melekat pada permukaan aspek

posteromedial caecum, 2,5 cm dibawah junctura iliocaecal dengan lainnya

bebas. Lumennya melebar di bagian distal dan menyempit di bagian

proksimal (S. H. Sibuea, 2014).


Apendiks vermiformis terletak pada kuadran kanan bawah abdomen

di region iliaca dextra. Pangkalnya diproyeksikan ke dinding anterior

abdomen pada titik sepertiga bawah yang menghubungkan spina iliaca

anterior superior dan umbilicus yang disebut titik McBurney (Siti

Hardiyanti Sibuea, 2014).

Hampir seluruh permukaan apendiks dikelilingi oleh peritoneum dan

mesoapendiks (mesenter dari apendiks) yang merupakan lipatan

peritoneum berjalan kontinue disepanjang apendiks dan berakhir di ujung

apendiks. Vaskularisasi dari apendiks berjalan sepanjang mesoapendiks

kecuali di ujung dari apendiks dimana tidak terdapat mesoapendiks. Arteri

apendikular, derivate cabang inferior dari arteri ileocoli yang merupakan

trunkus mesentrik superior. Selain arteri apendikular yang memperdarahi

hampir seluruh apendiks, juga terdapat kontribusi dari arteri asesorius.

Untuk aliran balik, vena apendiseal cabang dari vena ileocolic berjalan ke

vena mesentrik superior dan kemudian masuk ke sirkulasi portal (Eylin,

2009).

b. Fisiologi Appendisitis

Secara fisiologis, apendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml per hari.

Lendir normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya

mengalirkan ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks

berperan pada patogenesis apendiks. Immunoglobulin sekreator yang

dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lympoid Tissue) yang terdapat di

sepanjang saluran pencerna termasuk apendiks ialah IgA.


Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai perlindungan

terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak

mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini

kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya disaluran cerna dan

diseluruh tubuh (Arifin, 2014).

3. Etiologi

Appendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan

sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor

yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe,

fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan

sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendisitis

adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica (Jong,

2010).

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan

rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis.

Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya

sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora

kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya appendisitis akut

(Jong, 2010).
4. Patofisiologi

Appendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang

disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan

pengamatan epidemiologi bahwa appendisitis berhubungan dengan asupan

serat dalam makanan yang rendah (Burkitt, 2007).

Pada stadium awal dari appendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi

mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan

lapisan muskular dan serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta

terbentuk pada permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa permukaan

peritoneal yang bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen,

menyebabkan peritonitis lokal (Burkitt, 2007).

Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam

lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai

apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah

menjadi nekrosis atau gangren. Perforasi akan segera terjadi dan menyebar

ke rongga peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum,

abses lokal akan terjadi (Burkitt, 2007).


5. Klasifikasi

Klasifikasi appendisitis terbagi menjadi dua yaitu, appendisitis akut dan

appendisitis kronik (Sjamsuhidajat & de jong, 2010):

a. Appendisitis akut.

Appendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh

radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai

maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala appendisitis

akut talah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral

didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual

dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa

jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih

tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik

setempat.

b. Appendisitis kronik.

Diagnosis appendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan

adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang

kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria

mikroskopik appendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding

apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan

parut dan ulkus lama dimukosa, dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden

appendisitis kronik antara 1-5%.


6. Manifestasi Klinis

a. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan

b. Mual, muntah

c. Anoreksia, malaise

d. Nyeri lepas lokal pada titik Mc. Burney

e. Spasme otot

f. Konstipasi, diare
7. Pathway

Invasi & Multiplikasi

APPENDISITIS

Peradangan pada Mual Muntah Sekresi mucus berlebih


jaringan
pada
lumen apendiks
Resiko Resiko
Kerusakan control suhu Hipovolemia
terhadap inflamasi Appendiks teregang

Hipertermia Nyeri Akut

Operasi
Luka Insisi Anastesi

Defisit Anastesi
Kerusakan Jaringan Pintu masuk
Kuman

Peristaltic usus
Ujung sayaraf terputus Resiko infeksi Ansieta

Distensi
Pelepasan
abdomen
Nyeri
Prostagladin Spinal
Akut Mual Muntah
Resiko Hipovolemia
cord

Cortex Nyeri dipersepsikan


serebri

Bagan 2.1

Sumber: (Nurarif & Kusuma, 2016).


8. Penatalaksanaan Medis

Menurut (Wijaya & Putri, 2013) penatalaksanaan medis pada

appendisitis meliputi :

a. Sebelum operasi

1) Observasi

Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala

appendisitis seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat

perlu dilaksanakan. Klien diminta melakukan tirah baring dan

dipuasakan.

Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit

dan hitung jenis) diulang secara periodik, foto abdomen dan toraks

tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain.

Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri

di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.

2) Antibiotik

Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksidan abses

intra abdominal luka operasi pada klien apendiktomi.Antibiotik

diberikan sebelum, saat, hingga 24 jam pasca operasi dan melalui cara

pemberian intravena (IV) (Sulikhah, 2014).

b. Operasi

Tindakan operasi yang dapat dilakukan adalah apendiktomi.

Apendiktomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara membuang

apendiks (Wiwik Sofiah, 2017). Indikasi dilakukannya operasi

apendiktomi yaitu bila diagnosa appendisitis telah ditegakkan berdasarkan

gejala klinis. Pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksan

penunjang USG atau CT scan.


Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal

dengan insisi pada abdomen bawah. Anastesi diberikan untuk memblokir

sensasi rasa sakit. Efek dari anastesi yang sering terjadi pada klien post

operasi adalah termanipulasinya organ abdomen sehingga terjadi distensi

abdomen dan menurunnya peristaltik usus. Hal ini mengakibatkan belum

munculnya peristaltik usus (Mulya, 2015) .

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Kiik, 2018) dalam 4 jam

pasca operasi klien sudah boleh melakukan mobilisasi bertahap, dan

dalam 8 jam pertama setelah perlakuan mobilisasi dini pada klien pasca

operasi abdomen terdapat peningkatan peristaltik ususbahkan peristaltik

usus dapat kembali normal. Kembalinya fungsi peristaltik usus akan

memungkinkan pemberian diet, membantu pemenuhan kebutuhan

eliminasi serta mempercepat proses penyembuhan.

Operasi apendiktomi dapat dilakukan dengan 2 teknik, yaitu operasi

apendiktomi terbuka dan laparaskopi apendiktomi. Apendiktomi terbuka

dilakukan dengan cara membuat sebuah sayatan dengan panjang sekitar 2

– 4 inci pada kuadran kanan bawah abdomen dan apendiks dipotong

melalui lapisan lemak dan otot apendiks. Kemudian apendiks diangkat

atau dipisahkan dari usus (Dewi, 2015).


Sedangkan pada laparaskopi apendiktomi dilakukan dengan membuat

3 sayatan kecil di perut sebagai akses, lubang pertama dibuat dibawah

pusar, fungsinya untuk memasukkan kamera super mini yang terhubung

ke monitor ke dalam tubuh, melalui lubang ini pula sumber cahaya

dimasukkan. Sementara dua lubang lain di posisikan sebagai jalan masuk

peralatan bedah seperti penjepit atau gunting. Ahli bedah mengamati

organ abdominal secara visual dan mengidentifikasi apendiks. Apendiks

dipisahkan dari semua jaringan yang melekat, kemudian apendiks

diangkat dan dikeluarkan melalui salah satu sayatan (Hidayatullah, 2014).

Jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen dicuci

dengan garam fisiologis dan antibiotika.Tindakan pembedahan dapat

menimbulkan luka insisi sehingga pada klien post operatif apendiktomi

dapat terjadi resiko infeksi luka operasi.

c. Pasca operasi

Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya

perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernapasan. Klien

dibaringkan dalam posisi terlentang. Klien dikatakan baik bila dalam 12

jam tidak terjadi gangguan. Puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali

normal.
9. Komplikasi

Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan

appendisitis.Adapun jenis komplikasi menurut (Sulekale, 2016) adalah :

a. Abses

Abses merupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba massa

lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula- mula

berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus.

Hal ini terjadi apabila appendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi

oleh omentum. Operasi appendektomi untuk kondisi abses apendiks dapat

dilakukan secara dini (appendektomi dini) maupun tertunda

(appendektomi interval). Appendektomi dini merupakan appendektomi

yang dilakukan segera atau beberapa hari setelah kedatangan klien di

rumah sakit. Sedangkan appendektomi interval merupakan appendektomi

yang dilakukan setelah terapi konservatif awal, berupa pemberian

antibiotika intravena selama beberapa minggu.

b. Perforasi

Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga bakteri

menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama

sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.Perforasi dapat

diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang

timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5° C, tampak

toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama

Polymorphonuclear (PMN). Perforasi baik berupa perforasi bebas maupun

mikroperforasi dapat menyebabkan terjadinya peritonitis. Perforasi

memerlukan pertolongan medis segera untuk membatasi pergerakan

lebih lanjut atau kebocoran dari isi lambung ke rongga perut.


c. Peritonitis

Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum. Bila infeksi tersebar

luas pada permukaan peritoneum dapat menyebabkan timbulnya peritonitis

umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus

meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok,

gangguan sirkulasi, dan oliguria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang

semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.

Penderita peritonitis akan disarankan untuk menjalani rawat inap di rumah

sakit. Beberapa penanganan bagi penderita peritonitis adalah :

1) Pemberian obat-obatan. Penderita akan diberikan antibiotik suntik

atau obat antijamur bila dicurigai penyebabnya adalah infeksi jamur,

untuk mengobati serta mencegah infeksi menyebar ke seluruh tubuh.

Jangka waktu pengobatan akan disesuaikan dengan tingkat keparahan

yang dialami klien.

2) Pembedahan. Tindakan pembedahan dilakukan untuk membuang

jaringan yang terinfeksi atau menutup robekan yang terjadi pada organ

dalam.
A. IDENTITAS

Nama : Tn. A.M


Jenis kelamin : Laki – Laki
Umur : 30 Tahun
Alamat : Botumoito
No.Rm : 09.58.86
Tanggal masuk : 30 agustus
Diagnosa : Apendisitis akut
Jenis operasi : Apendiktomi
Skala nyeri :6

B. PENGKAJIAN
1. Ringkasan pasien (alasan tindakan oprasi dilakukan )
klien mengatakan nyeri pada perut bagian kanan bawah sejak 2 hari sebelum ke rumah
sakit, lalu klien dibawa ke rumah sakit pada tanggal 30 agustus 2022 dan dirawat di ruang igd
lalu dibawa ke ruang Bedah. Hasil pemeriksaan : TD : 130/90 mmHg , N : 98X/menit , S :
36,8 C , RR : 22X/ Menit
2. Pengkajian psikologis secara naratif pasien peri operatif
Klien mengatakan nyeri dibagian perut kanan atas. Klien tampak cemas saat memasuki
ruangan operasi. Hasil pemeriksaan : TD : 130/80 mmHg , N : 80X/menit , S : 36,6 C , RR :
20X/ Menit
3. Pengkajian intra operatif
Tindakan operasi dilakukan adalah Apendiktomi
4. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum Sedang, Tampak terpasang infus RL pada
tangan sebelah kiri
2. Kesadaran Compos Mentis GCS : E4 M6 V5
3. Tanda-tanda vital TD : 130/90 mmHg
Nadi : 98x/menit
Suhu : 36,6oC
RR : 22x/menit
4. Kenyamanan/nyeri klien mengatakan nyeri setiap saat
klien mengatakan nyeri seperti di tertusuk
tusuk
klien mengatakan nyeri dirasa dibagian
perut bawah
Skala nyeri : 6
5. Status Fungsional/
Aktivitas dan
Mobilisasi
Barthel Indeks
6. Pemeriksaan kepala Bentuk kepala Klien oval, tidak ditemukan
a. Rambut adanya penonjolan pada tulang kepala Klien,
fingerprint di tengah frontal terhidrasi, kulit
kepala bersih, penyebaran rambut merata,
warna hitam, tidak mudah patah, tidak
bercabang.
b. Mata Mata lengkap dan simetris kanan dan kiri,
tidak ada pembengkakan pada kelopak mata,
sclera putih, konjungtiva tidak anemia,
palpebra tidak ada edema, kornea jernih,
reflek +, pupil isokor
c. Hidung Tidak ada pernafasan cuping hidung, posisi
septum nasi di tengah, tidak ada secret atau
sumbatan pada lubang hidung, ketajaman
penciuman normal, dan tidak ada kelainan
d. Rongga mulut Bibir berwarna merah muda, lidah berwarna
merah muda, mukosa lembab, tonsil tidak
membesar
e. Telinga Telinga simetris kanan dan kiri, ukuran
sedang, kanalis telinga bersih kanan dan
kiri, tidak ada benda asing dan bersih pada
lubang telinga, Klien dapat mendengar
suara gesekan jari.
7. Pemeriksaan Leher Tidak ada lesi jaringan parut, tidak ada
pembengkakan kelenjar tiroid, Tidak
teraba adanya massa di area. leher, tidak
ada teraba pembesaran kelenjar tiroid, tidak
ada teraba pembesaran kelenjar limfe.
8. Pemeriksaan thorak: Tidak ada sesak, tidak ada batuk. Bentu
Sistem Pernafasan dada simetris, pola nafas cepat, frekuensi
22x/menit, tidak ada pernafasan cuping
hidung, tidak ada otot bantu nafas. Vocal
premitus teraba sama kanan dan kiri saat
Klien mengucap tujuh-tujuh. tidak terdapat
krepitasi.
9. Pemeriksaan Jantung: Tidak ada nyeri dada, CRT < 2 detik, ujung
Sistem Kardiovaskuler jari tidak tabuh. Bunyi jantung I terdengar
lup dan bunyi jantung II terdengar dup.
Tidak ada bunyi jantung tambahan
10. Pemeriksaan sistem BB : 55 kg TB : 150 cm
pencernaan dan status IMT : 24,4 (kategori : berlebih),
nutrisi Klien BAB 1x selama sakit, jenis diet tinggi
kalori tinggi protein (TKTP),nafsu makan
baik dengan frekuensi 3x sehari, porsi
makan habis.
Abdomen
Bentuk abdomen datar, tidak ada
benjolan/masa, tidak ada bayangan vena,
peristaltic usus 8x /menit terdengar lambat,
palpasi abdomen teraba lunak, tidak ada
pembesaran hepar, terdapat nyeri lepas pada
Mc.Berney, suara abdomen tympani, tidak
ada asites.
11. Sistem Persyarafan Status memori panjang, perhatian dapat
mengulang, bahasa baik, dapat berorientasi
pada orang, tempat dan waktu, tidak ada
keluhan pusing, istirahat tidur 5-6 jam/hari,
sering terbangun saat nyeri saatingin
berkemih. Pada pemeriksaan saraf kranial,
nervus I Klien dapat membedakan bau,
nervus II Klien dapat melihat dan membaca
tanpa memakai kacamata, nervus III Klien
dapat menggerakkan bola mata kebawah dan
kesamping, nervus IV pupil mengecil saat
dirangsang cahaya, nervus V Klien dapat
merasakan sensasi halus dan tajam, nervus
VI Klien mampu melihat benda tanpa
menoleh, nervus VII Klien bisa senyum dan
menutup kelopak mata dengan tahanan,
nervus VIII Klien dapat mendengar gesekan
jari, nervus IX uvula berada ditengah dan
simetris, nervus X Klien dapat menelan,
nervus XI Klien bisa melawan tahanan
pada pipi dan bahu, dan nervus XII Klien
dapat menggerakkan lidah. Pada
pemeriksaan refleks fisiologis ditemukan
adanya gerakan fleksi pada tangan kanan
dan tangan kiri saat dilakukan pemeriksaan
refleks bisep dan ditemukan adanya gerakan
ekstensi saat dilakukan pemeriksaan refleks
trisep. Pada pemeriksaan refleks patella
ditemukan adanya gerakan tungkai ke depan
pada kaki kanan dan kaki kiri. Pada
pemeriksaan refleks patologis berupa
refleks babinsky ditemukan adanya gerakan
fleksi pada jari – jari.
12. Sistem Perkemihan Bersih, tidak ada keluhan berkemih.
Produksi urine ± 900 ml/hari, warna kuning
jernih dan bau khas.
13. Sistem Muskuloskeletal Pergerakan sendi bebas, otot simetris kanan
dan Integumen dan kiri. Pada pemeriksaan tangan kanan,
tangan kiri dan kaki kanan, kaki kiri
didapatkan kekuatan otot 5.

5 5

5 5

Penilaian edema tidak ada edema


ekstremitas dan tidak ada pitting edema.
Tidakterdapat peradangan dan ruam pada
kulit. Total nilai pada penilaian risiko
decubitus adalah 19 (kategori : low risk)
14. Sistem Endokrin Tidak ada pembesaran pada kelenjar
tiroid, tidak terdapat pembesaran pada
kelenjar getah bening bagian leher. Tidak
terdapat hipoglikemia dan hiperglikemia.
Tidak terdapat riwayat luka sebelumnya dan
tidak terdapat riwayat amputasi sebelumnya.
15. Seksualitas dan tidak ada benjolan pada payudara, tidak ada
Reproduksi kelainan pada genetalia.
16. Keamanan Lingkungan Total penilaian risiko Klien jatuh dengan
skala morse adalah 0 (kategori: rendah)
5. Pre Operasi
a. Keadaan umum
Pasien mengatakan nyeri dibagian perut kanan atas
b. Tanda – tanda vital
TD : 130/80 mmHg
N : 80X/ Menit
RR : 20X/ Menit
S : 36,5 C
5. intra operasi
a. anastesi mulai : 09.57 wita
b. oprasi mulai : 10.05 wita
c. jenis pembiusan : spinal
d. tanda – tanda vital :
TD : 130/70 mmHg
N : 81X/ Menit
RR : 20X/ Menit
S : 36,5 C
e. pernapasan : spontan, saturasi O2 : 98 %
f. posisi operasi : supinasi
g. jenis oprasi : steril
h. antiseptic : betadine
i. time out : ya
j. irigasi luka : ya cairan NaCL 0,9%
k. Tampon :
1) Jumlah kasa yang dipakai sebelum operasi : 30
2) Jumlah kasa yang dipakai setelah operasi : 30
3) Jumlah jarum sebelum operasi : 3
4) Jumlah jarum setelah operasi : 3
5) Bisturi sebelum operasi : 1 ukuran 10
6) Bisturi setelah operasi : 1 ukuran 10
7) Diperiksa oleh perawat kamar operasi
8) Instrument lengkap : ya
9) Sing out : ya

6. Post operasi
a. Kesadaran : composmentis
b. Pernafasan : spontan saturasi oksigen 99%
c. Tanda – tanda vital
TD : 120/70 mmHg
N : 80X/ Menit
RR : 20X/ Menit
S : 36,5 C

d. Penilaian nyeri
P : nyeri muncul pada saat melakukan aktivitas ditempat tidur
Q : Rasanya seperti tertusuk – tusuk
R: mulai nyeri dibagian kanan bawah menjelar kebelakang
S : Skala nyeri 4 ( nyeri sedang )
T : nyerinya hilang timbul durasi <1 menit

e. Perdarahan : ±150 cc
f. Transfusi darah : tidak ada
g. Cairan infus : RL 500 ML
h. Extremitas : hangat
i. Obat – obatan yang diberikan : ceftriaxone 1 gr.
ANALISA DATA

1. Pre Operasi
Data fokus Etiologi Probelem
1) Data subjektif Invasi & Multiplikasi Nyeri akut b.d Agen
- klien mengatakan nyeri pencedera Fisiologis
Appendisitis (inflamasi appendicitis)
dibagian perut kanan
bawah Sekresi Mukus Berlebih (D.0077)
- klien mengatakan nyeri Pada Lumen Apendiks
dirasakan hilang timbul Appendiks Teregang
- klien mengatakan nyeri
berkurang jika tidak Nyeri Akut
melakukan aktivitas
Data objektif
- klien tampak meringis
- skala nyeri 6
- tanda – tanda vital
TD : 120/70 mmHg
N : 80X/ Menit
RR : 20X/ Menit
S : 36,5 C

2) Data subjektif Invasi & Multiplikasi Ansietas b.d kurang


terpapar informasi
Klien mengatakan khawatir Appendisitis (D.0080)
karena akan di operasi
Data objektif
- klien tampak gelisah Operasi
- Klien tampak tegang
Anasietas

2. intra operasi
Data fokus Etiologi Probelem
Data subjektif Tindakan pembedahan Risiko perderahan (D.0012)
-

Data objektif
- Terdapat sayatan operasi
3. Post oprasi

Data fokus Etiologi Probelem


Data subjektif Invasi & Multiplikasi Risiko infeksi (D.0142)
-
Data objektif Appendisitis
- Tindakan infasive
Operasi

Luka Insisi

Pintu Masuk Bakteri

Resiko Infeksi

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Pada tanggal 30 Agustus 2022

HbsAg nonReaktif

Hematologi Lengkap Hemoglobin: 14.4


g/dL (13.0 – 18.0)

Leukosit: 19.6 10^3/uL (5.00 - 10.00)

Eritrosit: 4.94 10^6/uL (4.50 – 5.50)

Hematokrit: 40 % (40.0 – 54.0)

Trombosit: 278 10^3/uL (150 - 450)

Elektrolit darah Kalsium (ion) 1.30


mmol/L (1.12 – 1.32)

Natrium 139 mmol/L (135-145)

Kalium 3.47 mmol/L (3.50 – 5.50)

SGOT (AST) 16 U/L (<= 40)

SGPT (ALT) 40 U/L (<= 41)

SARS-Cov-2 Antigen (Negatif)


Rontgen Normal

EKG Tidak ada


USG Sugestif Appendiksitis Acute
Lain-lain :
INTERVENSI
1. PRE OPERATIF

N Hari/ SDKI SLKI SIKI


O Tanggal
1 Kamis , Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri (I.08238).
1 berhubungan dengan tindakan keperawatan Observasi
septemb agen pencedera selama 1x3 jam 1. Identifikasi lokasi , karakteristik, durasi,
er 2022 fisiologi (inflamasi diharapkan tingkat frekuensi, kulaitas nyeri, skala nyeri, intensitas
appendicitis). nyeri (L.08066) dapat nyeri
(D.0077) menurun dengan 2. Identifikasi respon nyeri non verbal.
Kriteria Hasil : 3. Identivikasi factor yang memperberat dan
1. Keluhan memperingan nyeri.
Terapeutik
nyeri menurun.
2. Meringis menurun 4. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
3. Sikap mengurangi rasa nyeri.
Edukasi
protektif
5. Jelaskan strategi meredakan nyeri
menurun.
6. Ajarkan teknik non farmakologis untuk
4. Gelisah menurun.
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
NO Hari/ SDKI SLKI SIKI
Tanggal
2 Kamis , 1 Ansietas Setelah dilakukan tindakan Reduksi ansietas (I.09314).
september berhubungan keperawatan selama 1x3 Observasi
2022 dengan kurang jam tingkat ansietas 1. Identivikasi saat tingkat ansietas berubah.
terpapar informasi (L.01006) menurun 2. Monitor tanda tanda ansietas verbal non
(D.0080) dengan Kriteria Hasil : verbal.
1. Verbalisasi 3. Temani klien untuk mengurangi kecemasan
kebingungan jika perlu.
menurun. 4. Dengarkan dengan penuh perhatian.
2. Verbalisasi khawatir 5. Gunakan pendekatan yang tenang dan
akibat menurun. meyakinkan.
3. Prilaku gelisah 6. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang
menurun. mungkin dialami.
4. Prilaku tegang menurun 7. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama
klien, jika perlu.
8. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan
persepsi.
9. Latih teknik relaksasi.
Kolaborasi
10.obat antiansietas jika perlu.
2. INTRA OPERATIF

N Hari/ SDKI SLKI SIKI


o Tanggal
Kamis , Risiko perderahan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan perdarahan (I.02067)
1 (D.0012) keperawatan selama 1x3 Observasi
septemb jam tingkat perdarahan 1. Monitor tanda dan gejala pendarahan
er 2022 menurun (L.02017) 2. Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum
dengan Kriteria Hasil : dan setelah kehilangan darah
1. Distensi abdomen 3. Memonitor tanda – tanda vital
menurun
2. Perdarahan pasca Terapeutik
opraasi menurun 4. Pertahankan betrest selama perdarahan

Edukasi
5. Jelaskan tanda gejala perdarahan

Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian obat dan mengontrol
perdarahan, jika perlu
3. POST OPERATIF

N Hari/ SDKI SLKI SIKI


o Tanggal
Kamis , Risiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi (I.14539)
1 (D.0142). keperawatan selama 1x3 Observasi
septemb jam tingkat infeksi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan
er 2022 (L.14137) dengan Kriteria sistemik.
Hasil : 2. Cuci tangan seblum dan sesudah kontak
1. Kebersihan tangan dengan klien dan lingkungan klien.
meningkat. Terapeutik
2. Kebersihan badan 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
meningkat. dengan pasien dan lingkungan pasien
3. Demam, kemerahan, Edukasi
nyeri, bengkak 4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
menurun. 5. Ajarkan cara Mencuci tangan dengan benar.
26
CATATAN PERKEMBANGAN

1. PRE OPERATIF

HARI/TGL IMPLEMENTASI No.DX JAM EVALUASI

Kamis , 1 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, 1 S:


september durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri - Klien mengatakan nyeri saat bergerak.
2022 2. Mengidentifikasi respon nyeri non verbal. - klien mengatakan nyeri sperti terusuk tusuk.
3. Mengidentivikasi factor yang memperberat - klien mengatakan nyeri di bagian perut menjalar ke
dan memperingan nyeri. belakang.
4. Memberikan teknik non farmakologis untuk - Klieng mengatakan faham diajarkan teknik nafas
mengurangi rasa nyeri. dalam
5. Mengajarkan teknik non farmakologis untuk - Klien mengatakn nyerinya sedikit berkurang
mengurangi rasa nyeri O:
- Klien tampak gelisah
- Klien tampak meringis
- Klien mencoba mempraktekkan teknik nafas dalam
- TD : 130/90 mmHg
Nadi:98x/mnt
Suhu : 36,8oC
RR 22x/menit

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dihentikan (klien operasi)


Kamis , 1 1. Mengidentivikasi saat tingkat ansietas 2 S27
:
september berubah. - klien merasa khawatir karena akan di operasi
2022 2. Memonitor tanda tanda ansietas verbal non - klien mengatakan paham atas penjelasan
verbal. - keluarga klien mengatakan selalu menjaga klien
3. Menjelaskan prosedur, termasuk sensasi setiap saat
yang mungkin dialami. - klien mengatakan khawatirnya berkurang
4. Menganjurkan keluarga untuk tetap O:
bersama klien, jika perlu. klien tampak gelisah
-
5. Melatih teknik relaksasi. klien tampak tegang
-
klien tampak mempraktikkan teknik nafas dalam
-
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dihentikan (klien operasi)

2. INTRA OPERATI F

HARI/TGL IMPLEMENTASI No.DX JAM EVALUASI

Kamis , 1 1. Memonitor tanda dan gejala perdarahan 3 S:-


september 2. Memonitor nilai hematokrit/ hemoglobin
2022 sebelum dan sesudah kehilangan darah O:
3. Memonitor tanda – tanda vital - Hb : 14.4 g Dl
4. Mempertahankan bed rest selama pendarahan - keadaan umum lemah
5. Menjelaskan tanda dan gejala pendarahan - TD : 130/90 mmHg
Nadi:88x/mnt
Suhu : 36,5oC
RR : 20x/menit
- Tidak ada tanda gejala perdarahan
A : masalah sebagian teratasi
P : intervensi di hentikan pasien pindah
keruangan pemulihan
28
HARI/TGL IMPLEMENTASI No.DX JAM EVALUASI

Kamis , 1 1. memonitor tanda dan gejala infeksi local dan 4 S: -


september sistemik.
2022 2. mencuci tangan sebelum dan sesudah O : KU klien lemah
kontak dengan klien dan lingkungan klien. - TD : 120/90 mmHg
3. mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak Nadi:80x/mnt
dengan pasien dan lingkungan pasien Suhu : 36oC
RR : 20x/menit
4. menjelaskan tanda dan gejala infeksi. - Belum terlihat pada pasien dan bisa terjadi risiko
5. mengjarkan cara Mencuci tangan dengan infeksi
benar.
A : Masalah sebagian teratasi

P : intervensi dihentikan pasien pindah ruangan


perawatan
DAFTAR PUSTAKA

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Luaran Keperawatan


Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah Brurner & Suddarath (8th ed.). Jakarta: EGC.

Soewito, B. (2017). Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi


Kecemasan Pada Klien Pre Operasi Appendisitis.

Sofiah, W. (2017). Asuhan Keperawatan Klien Yang Mengalami Post


Op

Apendiktomi Dengan Resiko Infeksi di RSUD Kota Jakarta Utara.

Sofiah, Wiwik. (2017). Asuhan Keperawatan Klien Yang


Mengalami Post Op Apendiktomi Dengan Resiko Infeksi
di RSUD Kota Jakarta Utara. 8(2), 1–10.

stang dalam Novita. (2017). GAMBARAN KEBIASAAN


KONSUMSI MAKANAN CEPAT SAJI (FAST FOOD).
(1).

Sulekale, A. (2016). Penerapan Asuhan Keperawatan Pada


Klien Dengan Kasus Appendisitis di Rumah Sakit Santa
Anna Kendari.

Anda mungkin juga menyukai