KUALITAS BERAS
OLEH :
NIM : 2010251036
KELOMPOK : 1 (satu)
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
i
ANDALAS PADANG
2021
i
Kata Pengantar
Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
menganugerahkan nikmat sehingga saya dapat menyelesaikan laporan
akhir praktikum ilmu hama tumbuhan yang berjudul "Preferensi Sitophilus
oryzae terhadap beberapa kualitas beras” ini dengan baik.
Zhahirah Zahara
i
DAFTAR ISI
Cover....................................................................................................
BAB 1 Pendahuluan
B. Rumusan Masalah.............................................................. 3
C. Tujuan.................................................................................. 3
B. Sitophilus oryzae................................................................ 6
C. Cara Kerja........................................................................... 12
A. Hasil................................................................................... 14
B. Pembahasan..................................................................... 17
i
BAB V PENUTUPAN
A. Saranl................................................................................ 25
B. Kesimpulanl...................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 27
LAMPIRAN ........................................................................................ 31
v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu negara yang paling padat penduduknya dan
merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya menggunakan
beras sebagai bahan makanan pokok. Dengan semakin meningkatnya jumlah
penduduk Indonesia maka kebutuhan akan beras juga akan terus meningkata,
sehingga perlu adanya usaha peningkatan produksi pertanian untuk mencapai
swasembada beras nasional, selain peningkatan produksi beras, juga harus
diimbangi dengan penanganan pasca panen yang baik, salah satunya adalah
penyimpanan hasil panen. Penyimpanan hasil panen juga merupakan mata rantai
yang sangat penting untuk mencapai tujuan swasembada beras nasional karena
apabila penyimpanan hasil panen tidak ditangani dengan baik maka hasil
pertanian berupa biji-bijian dan hasil lainnya akan mengalami kerusakan selama
penyimpanan dan kerusakan tersebut dapat berupa kerusakan fisik, kimia,
biologi, mikrobiologis maupun
1
kerusakan yang lainnya sehingga dapat menyebabkan turunnya mutu hasil
pertanian. Salah satu kerusakan selama penyimpanan adalah disebabkan adanya
serangan oleh hama gudang seperti tikus, jamur, serangga dan hewan lainnya,
diantara hama gudang tersebut yang paling banyak menyebabkan kerusakan
adalah serangga. Salah satu serangga ham yang menyebabkan kerusakan bahan
pangan adalah Sitophilus oryzae.
2
oryzae merusak biji-bijian dengan memakan karbohidrat dalam butiran biji
sehingga terjadi penurunan susut berat pangan dan kontaminasi produk,
mengurangi viabilitas benih, menurunkan nilai pasar, dan mengurangi nilai gizi
(Ashamo, 2006).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
3
2. Mengetahui bagaimana metamorfosis, stadia, habitat, morfologi,
reproduksi, gejala serangan dan tingkat kerusakan dari Sitophilus oryzae.
4
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
5
penyebaran suatu serangga dari tempat yang satu ke tempat lainnya. Baik
memiliki ukuran sayap besar maupun yang kecil, dapat membawa beberapa ratus
meter di udara bahkan ribuan kilometer. Angin mempengaruhi mobilitas
serangga. Serangga kecil mobilitasnya dipengaruhi oleh angin, artinya serangga
yang demikian dapat terbawa sejauh mungkin oleh gerakan angin (Rohmani,
2013).
B. Sitophilus oryzae
6
terjadi pada temperatur 25-30°C dengan kemebaban relatif 70% (Ameilia dkk.,
2015).
Menurut Naik et al. (2016), stadium pupa berlangsung selama ±7 hari. Tahap
pupa sudah mengalami perombakan pada tubuh (perubahan fiisiologis), seperti
pembentukan organ-organ tubuh yang lengkap sebagai serangga, sehingga
7
membutuhkan energi yang besar (Manueke et a,,.2012). Hasan et al. (2017)
menjelaskan, tidak ada larva yang bisa berubah menjadi pupa pada suhu ekstrim. Jadi,
hasilnya menunjukkan bahwa pertumbuhan dibatasi pada kedua suhu ekstrim (dingin dan
panas), sementara perkembangan maksimum terjadi pada suhu 35°C.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yasin (2009), Sitophilus oryzae dianggap
lebih cocok berkembang biak pada media sorgum dibandingkan pada beras dan jagung
karena pengaruh kandungan nutrisi yang lebih besar. Sedangkan hasil penelitian Subedi et
al., (2009) menunjukkan bahwa perkembangan S. oryzae lebih baik pada pakan beras
dibandingkan pada pakan gandum, jagung, dan barley.
8
Morfologi dan biologi Sitophilus oryzae imago muda berwarna coklat merah dan umur
tua berwarna hitam. Pada kedua sayap depannya terdapat 4 bintik kuning kemerah-merahan
(masing-masing sayar terdapat 2 bintik). Kumbang ini mempunyai moncong panjang, warna
cokelat kehitaman dan kadang-kadang ada 4 bercak kemerahan pada elytranya, umur dapat
mencapai 5 bulan. Jika akan bertelur, kumbang betina membuat liang kecil dengan
moncongnya sedalam kurang lebih 1 mm. Kumbang betina menggerek buturan beras
dengan moncongnya dan meletakkan sebutir telur lalu lubang itu ditutup dengan sekresi
yang keras. Masa kovulasi relatif lebih lama dibandingkan dengan hama gudang lainnya
(Surtikanti, 2004).
Telur berbentuk lonjong diletakkan satu per satu di dalam liang yang ditutupi dengan
sisa gerekan, berwarna putih dengan panjang ± 0,5. Tiap imago memproduksi telur
selama ± 3-5 bulan dengan jumlah telur 300 – 400 butir. Fase telur 5-7 hari, setelah
menetas larvanya tidak berkaki, gemuk berwarna putih, berukuran ± 3 mm, menggerek
beras dan juga memakannya serta sebagai tempat tinggal dan berkembang di dalamnya
sampai menjadi pupa (Azwana dan Marjun, 2009). Fase larva 13-15 hari dan merupakan
tingkat hidup yang paling aktif. Bila akan berpupa, larva terakhir akan membuat rongga
dalam butiran. Setelah mengalami fase pupa selama 4-7 hari, keluarlah kumbang muda dari
beras. Setelah 2-5 hari kemudian serangga dewasa yang berada dalam butiran beras keluar
untuk mengadakan perkawinan. Daur hidup dari telur sampai dewasa 28 – 29 hari.
Perkembangan optimum terjadi pada temperatur 30°C dan kelembaban relatif 70%.
Serangan daur hidup dari telur sampai dewasa 28 – 29 hari (Azwana dan Marjun, 2009).
Serangan lanjut akan menyebabkan bagian dalam bulir beras berubah menjadi
bubuk dan menyisakan bagian pericarp. Kumar (2017) menjelaskan bahwa serangan S. oryzae
dapat menyebabkan kerusakan parah pada bulir dan hanya akan menyisakan pericarp bulir,
sementara sisa massa dari bulir beras akan habis dimakan. Kerusakan beras dari dalam
bulir disebabkan oleh aktivitas makan larva yang berada di dalam bulir beras terserang.
Serangan pada bulir beras putih varietas IR64 dan Rojolele menunjukkan
9
gejala yang lebih jelas dan mudah dibedakan dengan bulir beras yang tidak terserang.
Gejala ini berupa terdapatnya alur berwarna putih susu pada bulir yang berwarna putih
bening. Alur ini lama kelamaan akan semakin besar dan mengubah warna keseluruhan
bulir beras dari putih bening menjadi putih susu. Booroto et al. (2017) menjelaskan bahwa
gejala putih mengapur disertai dengan keberadaan alur putih tak beraturan pada bulir
beras disebabkan oleh aktivitas gerekan larva S. oryzae yang berada didalam bulir
beras. Gejala serangan S. oryzae pada varietas padi merah dan hitam dapat dilihat
dari keberadaan lubang di permukaan bulir beras terserang.
Hama kutu beras ini memiliki sayap depan (elitron) yang keras, tebal
dan merupakan penutup bagi sayap belakang dan tubuhnya. Sitophilus
oryzae ukuran dewasa berwarna coklat tua, dengan bentuk tubuh yang
langsing dan agak pipih. Bentuk kepala yang bebas menyerupai segitiga
dan kadang memanjang ke depan atau ke bawah sehingga berubah menjadi
moncong. Tipe alat mulutnya yaitu penggigit dan pengunyah. Pada bagian
pronotumnya terdapat enam pasang gerigi yang menyerupai gigi gergaji
(Kartasapoetra, 2011).
1
menyebabkan butir-butir beras menjadi berlubang kecil-kecil. Sehingga
mengakibatkan beras menjadi mudah pecah dan remuk menjadi tepung
(Kartasapoetra, 2011).
1
BAB III METODOLOGI
Alat yang di gunakan antara lain, gelas tembus pandang dan kain kasa.
Sedangkan, bahan yang digunakan antara lain Sitophilusoryzae sebanyak 150
ekor , beras utuh, beras patah dan tepung beras.
C. Cara Kerja
Perlakuan:
A. Beras utuh
B. Beras patah
C. Tepung beras
Cara kerja
1
pengurangan populasi (natalitas dan mortalitas) dimana serangga hidup
atau serangga mati.
1
Dengan menggunakan rumus :
1
BAB IV HASIL DAN
PEMBAHASAN
A. Hasil
Minggu ke-1
Jumlah Mortalitas
Ulangan H M MM MH KB
1 9 1 10 % 90 % -
2 10 0 0% 100% -
3 10 0 0% 100% -
4 10 0 0% 100% -
5 10 0 0% 100% -
Minggu ke-2
Jumlah Mortalitas
Ulangan H M MM MH KB
1 9 1 10 90 % -
%
2 10 0 0% 100 % -
3 10 0 0% 100 % -
4 10 0 0% 100 % -
5 8 2 20% 80 % -
Minggu ke-3
Jumlah Mortalitas
Ulangan H M MM MH KB
1 9 1 10 % 90 % -
2 10 0 0% 100 % -
3 10 0 0% 100 % -
4 10 0 0% 100 % -
5 8 2 20% 80 % -
1
Tabel 1.2 Beras Utuh
Minggu ke-1
Jumlah Mortalitas
Ulangan H M MM MH KB
1 9 1 10 % 90 2 %
%
2 9 1 10 % 90 2%
%
3 7 3 30 % 70 3%
%
4 9 1 10 % 90 4%
%
5 9 1 10 % 90 2%
%
Minggu ke-2
Jumlah Mortalitas
Ulangan H M MM MH KB
1 7 3 30 % 70 % 15
%
2 6 4 40 % 60 % 14
%
3 6 4 40 % 60 % 13
%
4 8 2 20 % 80 % 17
%
5 9 1 10% 90 % 22
%
Minggu ke-3
Jumlah Mortalitas
Ulangan H M MM MH KB
1 6 4 40 % 60 45 %
%
2 3 7 70 % 30 48 %
%
3 5 5 50 % 50 50 %
%
4 7 3 30 % 70 50 %
1
%
5 7 3 30 % 70 51 %
%
1
Tabel 1.3 Beras Patah
Minggu ke-1
Jumlah Mortalitas
Ulangan H M MM MH KB
1 9 1 10 % 90 % 10
%
2 10 0 0% 100% 8%
3 10 0 0% 100% 8%
4 10 0 0% 100% 6%
5 9 1 10 % 90% 8%
Minggu ke-2
Jumlah Mortalitas
Ulangan H M MM MH KB
1 7 3 30 % 70 % 11 %
2 7 3 30 % 70 % 13 %
3 9 1 10 % 90 % 10 %
4 8 2 20 % 80 % 11 %
5 7 3 30 % 70 % 11 %
Minggu ke-3
Jumlah Mortalitas
Ulangan H M MM MH KB
1 5 5 50 % 50 % 55 %
2 3 7 70 % 30 % 53 %
3 6 4 40 % 60 % 58 %
4 6 4 40 % 60 % 55 %
5 5 5 50 % 50 % 58 %
1
B. Pembahasan
1
perlakuan dalam bentuk tepung beras. Selain ulangan 1 dan 5 belum ada
perubahan hasil data atau bisa disimpulkan mortalitas hidup untuk ulangan
2 sampai 4 masih 100%.
Kedua, pada tabel 1.2 perlakuan beras utuh Minggu pertama. Terdiri dari
5 ulangan (ulangan 1-5) dimana setelah perlakuan selama satu minggu
didapat perubahan hasil tiap-tiap data ulangan 1, 2, 4, dan 5 sama yaitu
Sitophilus oryzae mati 1 ekor, hidup 9 ekor. Pada ulangan 3 Sitophilus
oryzae mati 3 ekor, hidup 7 ekor. Mortalitas mati pada ulangan 1, 2, 4, dan 5
sebesar 10% dan mortalitas hidup 90%. Sedangkan mortalitas mati pada
ulangan 3 sebesar 30% dengan mortalitas hidup sebesar 70%. Untuk
kerusakan beras utuh pada ulangan 1,2, dan 5 sama yaitu 2%. Kerusakan
beras pada ulangan 3 dan 4 masing-masing berbeda yaitu 3% dan 4%.
Dapat disimpulkan kerusakan beras terbesar pada Minggu pertama terjadi
pada ulangan 4, disusul ulangan 3, lalu selebihnya sama.
2
dan 5 masing-masing sebesar 15%, 14%, 13%, 17%, dan 22%.
2
Pada Minggu kedua ini semua kerusakan beras terlihat besar
perubahannya dari data Minggu pertama. Dimana kerusakan beras terbesar
terjadi pada ulangan 5 yaitu 22%, sedangkan ulangan 5 pada Minggu
pertama hanya sebesar 2%. Dapat disimpulkan bahwa kerusakan beras
terbesar terjadi pada ulangan 5 disusul ulangan 4, 1, 2, dan 3.
Ketiga, pada tabel 1.3 perlakuan beras patah Minggu pertama. Terdiri
dari 5 ulangan (ulangan 1-5) dimana setelah perlakuan selama satu minggu
didapat perubahan hasil tiap-tiap data ulangan 1 dan 5 sama yaitu
Sitophilus oryzae mati 1 ekor dan serta hidup sama-sama 9 ekor. Untuk
ulangan 2, 3, dan 4 sama yaitu tidak ada Sitophilus oryzae yang mati serta
2
hidup sama-sama masih 10 ekor.
2
Untuk mortalitas mati pada ulangan 1 dan 5 sama yaitu sebesar 10%
dan mortalitas hidup 90%. Sedangkan mortalitas mati pada ulangan 2, 3,
dan 4 yaitu 0% serta mortalitas hidup masih 100% artinya belum ada
Sitophilus oryzae yang mati pada beberapa ulangan ini. Untuk kerusakan
beras patah pada ulangan 1 dan 4 masing-masing yaitu 10% dan 6%.
Kerusakan beras pada ulangan 2, 3, dan 5 sama yaitu sebesar 8%. Dapat
disimpulkan kerusakan beras terbesar pada Minggu pertama ini terjadi pada
ulangan 1, disusul ulangan 2, 3, dan 5, lalu ulangan 4.
2
perubahan hasil data perbandingan dan pedoman dari Minggu kedua,
2
ulangan 1, 4, dan 5 Sitophilus oryzae sama-sama mati 2 ekor. Ulangan 2 dan
3 masing-masing mati 4 dan 3 ekor. Sitophilus oryzae yang hidup pada
ulangan 1 dan 5 sama-sama berjumlah 5 ekor, ulangan 2 hidup 3 ekor, serta
pada ulangan 3 dan 4 sama-sama hidup 6 ekor.
Untuk tabel 1.1 perlakuan tepung beras, pengamatan data dari Minggu
pertama hingga Minggu ketiga didapat kesimpulan secara nyata bahwa
tidak ada kerusakan beras yang terjadi dan sedikitnya kematian terhadap
Sitophilus oryzae. Seharusnya pada perlakuan tepung beras Sitophilus
oryzae mortalitasnya paling tinggi. Menurut sebuah literatur, pada perlakuan
pengamatan terhadap S. oryzae lebih menyukai butiran utuh dan kasar
namun sangat berbeda nyata dengan perlakuan P6 (tepung ketan
hitam:10,00), P8 (tepung jagung:10,00), P4 (tepung ketan putih:8,33), P2
(tepung beras:8,33) yang teksturnya lebih halus. S. oryzae tidak menyukai
tekstur yang halus pada tepung, karena imago tidak dapat merayap untuk
meletakkan telurnya, maka dari itu S. oryzae tidak dapat berkembang baik
pada tekstur halus. Marbun dan Pangestiningsih (1991) menyatakan S.
oryzae lebih menyukai biji yang kasar dan tidak dapat berkembang biak
2
pada bahan makanan yang berbentuk tepung. S.oryzae tidak akan
meletakkan telur pada material yang halus karena imago tidak
2
dapat merayap dan akan mati di tempat tersebut. Selain itu pada perlakuan
ini banyak Sitophilus oryzae yang hidup, padahal seharusnya Sitophilus
oryzae mengambil nutrisi dari butir beras sedangan perlakuan ini
menggunakan tepung beras dan tipe mulutnya mengigit mengunyah.
Untuk tabel 1.2 perlakuan beras utuh, pengamatan data dari Minggu
pertama hingga Minggu ketiga didapat kesimpulan secara nyata bahwa
semakin lama dilakukan pengamatan terlihat kerusakan beras utuh
semakin besar. Begitu juga mortalitas mati pada Sitophilus oryzae terhadap
perlakuan beras utuh sehingga mortalitas hidup untuk Sitophilus oryzae
sudah pasti menurun. Sesuai dengan inti bahasan seorang peneliti Marbun
dan Pangestiningsih (1991) S. oryzae lebih menyukai butiran utuh dan
kasar. Selain itu menurut Prasad et al. (2015) mengemukakan bahwa
Sitophilus spp. lebih menyukai biji yang besar untuk oviposisi. Biji yang
besar cenderung disukai atau mengandung lebih banyak dari satu telur
dibandingkan biji yang lebih kecil.
2
diamati tidak banyak dan besarnya tingkat kerusakan beras membuat
Sitophilus oryzae kekurangan tempat untuk berkembang biak dan tidak
2
mendapatkan nutrisi-nutrisi beras untuk keberlangsungan hidupnya. Selain itu
terjadi karena kondisi perlakuan praktikum pengamatan dimana letak kotak
perlakuan pengamatan diluar ruangan yang terpapar sinar matahari dan
menyebabkan beras kering serta mengakibatkan hilangnya nutrisi dari
beras. Menggunakan penutup gelas yang terlalu tebal atau 2 lapis
mengakibatkan tidak masuknya oksigen.
Untuk tabel 1.3 perlakuan beras patah, pengamatan data dari Minggu
pertama hingga Minggu ketiga didapat kesimpulan secara nyata bahwa
semakin lama dilakukan pengamatan terlihat kerusakan beras patah
semakin besar. Begitu juga mortalitas mati pada Sitophilus oryzae terhadap
perlakuan beras patah, sehingga mortalitas hidup untuk Sitophilus oryzae
sudah pasti menurun. Sesuai dengan inti bahasan seorang peneliti Marbun
dan Pangestiningsih (1991) S. oryzae lebih menyukai butiran utuh dan
kasar. Selain itu menurut Prasad et al. (2015) mengemukakan bahwa
Sitophilus spp. lebih menyukai biji yang besar untuk oviposisi. Biji yang
besar cenderung disukai atau mengandung lebih banyak dari satu telur
dibandingkan biji yang lebih kecil.
3
bertelur, serta suhu efektif 26-29°C. Untuk kelembaban Sitophillus oryzae
70% suhu 18°C lama hidup bisa hingga 100 hari, kelembaban 89% 18°C:
3
lama hidup bisa hingga 90 hari. Dengan adanya udara yang lembab
sehingga meningkatkan kadar air pada beras akan sangat menguntungkan
bagi Sitophilus oryzae dalam mengambil nutrisi dan berkembang biak pada
beras yang ditempatinya. Jika syarat untuk keberlangsungan hidup
Sitophilus oryzae tidak terpenuhi maka akan terjadi sebaliknya.
3
BAB V PENUTUPAN
A. Saran
B. Kesimpulan
Untuk tingkat kerusakan beras pada perlakuan tepung beras tidak ada.
Mortalitas Sitophilus oryzae pada perlakuan tepung beras seharusnya tinggi
karena Sitophilus oryzae tidak bisa berkembang biak atau meletakkan telur
dan melanjutkan keberlangsungan hidupnya dalam tepung beras. Tetapi
karena ada faktor pendukung lingkungan seperti suhu dan kelembaban
udara membuat kadar air dalam tepung beras sedikit meningkat, sehingga
Sitophilus oryzae bisa mengambil sedikit nutrisi pada tepung beras untuk
keberlangsungan hidupnya
beras utuh seharusnya tinggi karena dimensi beras patah sangat tidak
3
keberlangsungan hidupnya dalam beras yang patah. Tetapi karena ada
3
tinggi membuat kadar air dalam beras patah sedikit meningkat, beras
3
DAFTAR PUSTAKA
Ashamo MO. 2006. Relative susceptibility of some local and elite rice
varieties to the rice weevil, Sitophilus oryzae L. (Coleoptera:
Curculionidae). Journal of Food, Agriculture & Environment 4(1):
249252.
Booroto, L. A., Goo, N., & Noya, S. H. 2017. Populasi imago Sitophilus oryzae
L. (Coleoptera: Curculionidae) pada beberapa jenis beras asal Desa
Waimital. Kecamatan Kairatu. J Budidaya Pertanian 13(1): 36- 41.
Hasan M., A. Aslam, M. Jafir, M.W. Javed, M. Shehzad, M.Z. Chaudhary, dan
M. Aftab. 2017. Effect of temperature and relative humidity on
development of Sitophilus oryzae L. (coleoptera: curculionidae).
Journal of Enthomology and Zoology Studies, 5 (6): 85-90.
Manueke J., M. Tulung, J. Pelealu, O.R. Pinontoan, dan F.J. Paat. 2012.
Tabel Hidup Sitophilus oryzae (Coleoptera; Curculionidae) Pada Beras.
Eugenia, 18 (1): 5-7.
3
Curculionidae). Di Gudang, Fakultas Pertanian USU, Medan.
Naik R.H., S. Mohankumar, S.O. Naik, M.S. Pallavi, M.R. Srinivasan, dan S.
Chandrasekaran. 2016. Influence of food sources on developmental
period of Rhyzopertha dominica, Tribolium castaneum and Sitophilus
oryzae. Indian Journal of Plant Protection, 44 (1): 63-68.
Prasad, G.S., Babu, K.S., Sreedhar, M., Padmaja, P.G., Subbarayudu, B.,
Kalaisekar, A., Patil, J.V. (2015). Resistance in sorghum to Sitophilus
oryzae (L.) and its association with grain parameters. Phytoparasitica,
43: 391–399
Singh Braj Kishor Prasad. 2017. Study on the Life Cycle of Sitophilus oryzae
on Rice Cultivar Pusa 2-21 in Laboratory Condition. International
Journal of Education & Applied Sciences Research, 4 (2): 37-42.
Wiranata RA, Himawan T, & Astuti LP. 2013. Identifikasi arthropoda hama
dan musuh alami pada gudang beras Perum BULOG dan gudang
gabah mitra kerja di Kabupaten Jember. Jurnal HPT1(2): 5257.
4
LAMPIRAN
Minggu pertama :
1. Tepung beras
2. Beras Utuh
4
3. Beras patah
4
Minggu kedua:
1. Tepung beras
2. Beras utuh
3. Beras patah
4
Minggu ketiga :
1. Tepung beras
2. Berasutuh
3. Beras patah