Anda di halaman 1dari 32

i

Proposal Praktikum
Ilmu Hama Tumbuhan
Proposal Efek Perbedaan Suhu Terhadap Perkembangan Populasi Sitophilus
Oryzae Terhadap Parameter Suhu Ruang, Suhu kulkas dan Luar ruang

OLEH :

Kelas : Ilmu Hama Tumbuhan Proteksi B


Kelompok : V (Lima)
Anggota : 1. Miftahu Rahmah (2110251022)
2. Sri Rahmadani (2110251035)
3. Nadia Lusiana (2110252007)
4. Hanny Nadhila Nelty (2110252026)
5. Selvya Mutiara (2110253008)
6. Cindy Oktaviani Sinaga (2110253025)
Nama Asisten : 1.MERY NURHAMZAH (1710251001)
2. ISMEIA MIZAN ANNAS (1710253012)
Dosen Pengampu :1. Prof. Dr. Ir. Trizelia,.Msi
2.Dr.Ir. Arneti.,Ms

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

PADANG

2022
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya


sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak anggota kelompok 5 yang
telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya.
Penulis sangat berharap semoga proposal ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bagi kami sebagai penyusun merasa
bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan proposal ini.

Padang, 12 September 2022

(kelompok V)
iii

DAFTAR ISI

Kata pengantar .................................................................................................i


Daftar isi...........................................................................................................ii
Daftar gambar...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
A. Latar belakang .............................................................................................1
B. Tujuan praktikum.........................................................................................5
C. Rumusan masalah........................................................................................5
D. Manfaat praktikum.......................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................6
BAB III METODOLOGY................................................................................9
A. Waktu dan tempat........................................................................................9
B. Alat dan bahan.............................................................................................9
C. Cara kerja.....................................................................................................9
BAB IV HASIL................................................................................................10
A.hasil...............................................................................................................10
B.pembahasan...................................................................................................12

BAB V PENUTUP...........................................................................................14

Lampiran...........................................................................................................14

Daftar pustaka...................................................................................................26

Daftar tabel

Tabel 1.1 sidik ragam mortalitas......................................................................10

Tabel 1.2 sidik ragam kerusakan beras.............................................................10

Tabel 1.3 mortalitas 3 minggu pengamatan .....................................................11

Tabel 1.4 mortalitas dan kerusakan beras.........................................................14

Tabe1.5 dokumentasi alat dan bahan................................................................15


iv

Tabel 1.6 pengerjaan percobaan.......................................................................16

Tabel 1.7 pengamatan minggu ke-1 dan ke-2...................................................18

Tabel 1.8 pengamatan minggu ke-3..................................................................19

Tabel 1. 9 pengamatan dan penimbangan beras rusak......................................2


v

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beras merupakan makanan pokok bagi masyarakat Indonesia dan dunia.


Kebutuhan beras di Indonesia sepanjang tahun mengalami peningkatan seiring
dengan pertambahan penduduk. Peningkatan jumlah penduduk terus berlangsung
secara signifikan sehingga peningkatan kebutuhan beras juga terus terjadi. Beras
tetap menjadi komoditas strategis dalam perekonomian dan ketahanan pangan
nasional, sehingga menjadi basis utama dalam revitalisasi pertanian ke depan.
Daya saing padi terhadap beberapa komoditas lain cenderung turun, namun upaya
pengembangan dan peningkatan produksi padi nasional mutlak diperlukandengan
sasaran utama pencapaian swasembada beras, peningkatan pendapatan, dan
kesejahteraan petani. Untuk mencapai sasaran tersebut banyak kendala yang
ditemui, salah satu diantaranya adalah faktor penanganan pascapanen yang tidak
tepat (Ashamo, M.O. 2006).
Proses penyimpanan beras merupakan salah satu mata rantai pascapanen yang
sangat penting. Penyimpanan beras yang dilakukan oleh petani secara sederhana
dengan jumlah terbatas untuk kebutuhan pangan keluarga, sedangkan pedagang
dan unit penggilingan padi dapat menyimpan beras dalam jangka waktu yang
lama sambil menunggu harga yang baik. Proses penyimpanan beras dalam skala
besar juga dilakukan oleh Badan Urusan Logistik (BULOG) sebagai jaminan
penyediaan pangan nasional. Penyebab kerusakan beras selama penyimpanan
yang paling banyak terjadi karena serangan hama pascapanen. Kerusakan beras
yang disimpan oleh serangga hama terdiri terutama pada susut berat, kontaminasi
produk dengan serangga yang hidup atau mati,dan penurunan kandungan gizi
(Osman,dkk 2012).

Beras adalah salah satu jenis bahan pangan pokok penting di Indonesia.
Berdasarkan data yang dihimpun Badan Pusat Statistik (2016), pada tahun 2015
beras menempati urutan pertama sebagai bahan pangan pokok dengan jumlah
produksi terbesar di Indonesia, yaitu mencapai 75.397.841 ton atau 62,3% dari
vi

total produksi bahan pangan pokok di Indonesia. Jumlah produksi beras yang
besar perlu adanya upaya pasca panen yang tepat guna mempertahankan pasokan
beras tetap tersedia untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional. Tahapan pasca
panen beras yang penting dilakukan salah satunya adalah penyimpanan. Dalam
penyimpanan beras sering ditemui adanya kendala, salah satunya adalah
serangan hama beras Sitophilus oryzae (Yudansha, 2013).
Klasifikasi Kutu Beras (Sitophilus oryzae L.)
Kingdom : Animalia,
Filum : Arthropoda,
Kelas : Insekta,
Ordo : Coleoptera,
Famili : Curculionidae,
Genus : Sitophilus,
Spesies : Sitophilus oryzae.
Sitophilus oryzae mengalami metamorfosis sempurna (holometabola).
Beberapa tahap perkembangannya antara lain adalah telur, larva, pupa, dan imago.
Larva Sitophilus oryzae berwarna putih dan tidak berkaki. Stadium larva
berangsung selama 7 – 10 hari hingga kemudian membentuk pupa. Coleoptera
adalah serangga yang memiliki seludang pada sayapnya. Ordo coleopteran sering
disebut kumbang karena kebanyakan didominasi oleh kelompok kumbang, dan
memiliki sayap depan yang keras, tebal dan merupakan penutup bagi sayap
belakang dan tubunya. Sayap depan disebut elitron. Ketika terbang sayap depan
kumbang tidak berfungsi hanya sayap belakang yang digunakan untuk terbang.
Sayap belakang berupa selaput dan pada waktu istirahat dilipat di bawah elytra.
Tipe alat mulut kumbang yaitu tipe penggigit dan pengunyah, kumbang juga
memiliki kepala yang bebas dan kadang memanjang ke depan atau ke bawah
sehingga berubah menjadi moncong imago muda berwarna coklat merah dan
umur tua berwama hitam. Pada kedua sayap depannya terdapat 4 bintik kuning
kemerah-merahan (masing-masing sayap terdapat 2 bintik) (Khan et al., 2014).
Kumbang ini mempunyai moncong panjang, warna cokelat kehitaman dan
kadang-kadang ada 4 bercak kemerahan pada elytranya, umur dapat mencapai 5
bulan. Jika akan bertelur, kumbang betina membuat liang kecil dengan
vii

moncongnya sedalam kurang lebih 1 mm. Kumbang betina menggerek butiran


beras dengan moncongnya dan meletakkan sebutir telur lalu lubang itu ditutup
dengan sekresi yang keras. Masa kovulasi relatif lebih lama dibanding dengan
hama gudang lainnya Telur berbentuk lonjong diletakkan satu per satu di dalam
liang yang ditutupi dengan sisa gerekan, berwarna putih dengan panjang ± 0,5.
Tiap imago memproduksi telur selama ± 3-5 bulan dengan jumlah telur 300 – 400
butir. Fase telur 5-7 hari, Setelah menetas larvanya tidak berkaki, gemuk berwarna
putih, berukuran ± 3 mm, menggerek beras dan memakannya yang juga
merupakan tempat tinggalnya dan berkembang di dalamnya sampai menjadi pupa
(Azwana dan Marjun, 2009)
Menurut Hendrival dan Muetia (2016), kehilangan hasil yang disebabkan
serangan S. oryzae pada beras dapat mencapai lebih dari 24% dan terus
meningkat saat beras semakin lama disimpan. Serangan S. oryzae pada beras
dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Salah satu faktor ekternal
yang berpengaruh terhadap serangan S. oryzae adalah suhu penyimpanan,
sedangkan salah satu faktor internal yang berpengaruh adalah kandungan protein
pada beras.
Proses penyimpanan beras merupakan kegiatan penting dalam tahapan
pascapanen. Proses penyimpanan beras dilakukan untuk cadangan pangan
nasional dan stabilitas harga. Selama proses penyimpanan beras mengalami
penurunan kualitas dan kuantitas. Salah satu masalah selama proses penyimpanan
beras adalah serangan hama pascapanen atau hama gudang. Berbagai jenis
serangga hama pascapanen yang menyerang beras di Indonesia yaitu Sitophilus
oryzae, S. zeamais, Corcyra cephalonica, Plodia interpunctella, Ephestia elutella,
Cryptolestes ferrugineus, Oryzaephilus surinamensis (Kalshoven, 1981; Anggara
& Sudarmaji, 2008). S. oryzae merupakan hama primer yang paling dominan
menimbulkan kerusakan beras di penyimpanan. S. oryzae tergolong sebagai
serangga polifag yang merusak beras, sorgum, gandum, dan jagung di
penyimpanan. S. oryzae menyebabkan kerugian besar pada bahan pangan selama
penyimpanan secara kuantitatif maupun kualitatif di seluruh dunia. Serangga
dewasa dan larva S. oryzae merusak bahan pangan dengan memakan karbohidrat
dalam butiran biji sehingga terjadi penurunan susut berat pangan dan kontaminasi
viii

produk,mengurangi viabilitas benih, menurunkan nilai pasar, dan mengurangi


nilai gizi (Ashamo, 2006). S. oryzae memiliki siklus hidup yaitu 34,8 hari pada
suhu 27 0C dan kelembaban relatif 69% (Osman et al., 2012).
Pertumbuhan populasi serangga dipengaruhi oleh suhu, kadar air, konsentrasi
oksigen, ketersediaan makanan, dan kepadatan populasi. Faktor makanan dapat
mempengaruhi periode perkembangan serangga, kelangsungan hidup, dan
produksi telur (Sousa et al., 2009). Sumber makanan juga mempengaruhi perilaku
peletakan telur. S. oryzae tergolong sebagai serangga polifag yang merusak beras,
sorgum, gandum, dan jagung di penyimpanan. Jenis beras mempengaruhi
pertumbuhan populasi S. oryzae. Jumlah imago S. oryzae baru yang muncul lebih
banyak pada beras merah dibandingkan dengan beras ketan hitam, beras ketan
putih, dan beras putih (Yudansha et al., 2013).
Kerusakan yang disebabkan oleh S. oryzae berkisar antara 10–20% dari
keseluruhan produksi (Phillips & Throne, 2010). Kerusakan beras meliputi
penurunan berat beras, kandungan nutrisi, dan dan kerugian ekonomi seperti
penurunan pendapatan petani. Kerusakan beras akibat serangan S. oryzae
dipengaruhi oleh waktu penyimpanan dan populasi S. oryzae selama penyimpanan
beras. Populasi imago S. oryzae memiliki korelasi positif dengan kerusakan
gandum (Khan et al., 2014). Faktor-faktor seperti spesies dari biji-bijian, varietas,
kadar air, suhu, dan kelembaban relatif dapat mempengaruhi peletakan telur dari
Sitophilus sp. sehingga mempengaruhi kerusakan dan preferensi inang. Kerusakan
pada beras secara langsung berkaitan dengan kualitas beras dan varietas padi.
Pemahaman pertumbuhan populasi dan kerusakan beras dari varietas padi yang
berbeda akan membantu dalam pengembangan pengelolaan untuk mengendalikan
hama S. oryzae. Penelitian bertujuan untuk mempelajari pertumbuhan populasi S.
oryzae dan karakteristik kehilangan bobot pada jenis beras dari berbagai varietas
padi yang berbeda selama masa penyimpanan (Khan et al., 2014)
Khare dan Agrawal (1970) menjelaskan bahwa suhu yang cenderung rendah
(13-18oC) menyebabkan mortalitas yang tinggi pada hama, sedangkan suhu yang
cenderung hangat (25-30oC) menyebabkan oviposisi dan tingkat bertahan hidup
dari hama menjadi lebih tinggi. Susrama (2017) menjelaskan bahwa konsentrasi
protein dapat berpengaruh terhadap tingkat oviposisi S. oryzae. Hubungan antara
ix

tingkat serangan S. Oryzae terhadap suhu penyimpanan dan kandungan protein


pada beberapa varietas padi perlu diketahui. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui tingkat serangan S. oryzae pada beberapa varietas padi dan suhu
penyimpanan berbeda.
B. Tujuan praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ilmu hama tumbuhan ini adalah supaya kita
bisa mengetahui apa itu Sithopillus oryzae, cara hidup dari kutu beras tersebut
serta diberas dan suhu manakah kutu beras itu tetap bertahan hidup,
C. Rumusan masalah
a. Apa itu Sithopillus oryzae?
b. Kenapa Sithopillus oryzae menyerang beras?
c. Bagaimana cara kutu beras menyerang beras?
d. Apakah kutu beras itu bisa hidup di setiap jenis beras?
D. Manfaat praktikum
Adapun manfaat dari praktikum ilmu hama tumbuhan ini ialah untuk
mengetahui ciri-ciri dari kutu beras, bentuk morfologi nya, bagaimana dia
bertahan hidup serta bagaimana dia bisa menyerang beras, lalu kita bisa
mengetahui apakah kutu beras itu bisa hidup di semua beras atau tidak.
x

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kutu beras (Sitophilus oryzae L.) merupakan salah satu hama yang dapat
menyerang berbagai komoditas sereal maupun kacang-kacangan yang disimpan.
Sitophilus oryzae dapat menyerang tanaman seperti gandum), jaguung maupun
beras Serangan Sitophilus oryzae akan menyebabkan butir menjadi berlubang,
hancur hingga membentuk tepung serta dapat menurunkan nilai gizi produk dan
nilai komersialnya (Anggara, A.W., 2010).
Sitophilus oryzae termasuk ke dalam kelas insecta yang jumlah spesiesnya
paling besar. Serangga ini memiliki sayap yang kokoh, sehingga digolongkan
kedalam ordo Coleoptera. Sitophilus oryzae mengalami metamorfosis sempurna
(holometabola). Beberapa tahap perkembangannya antara lain adalah telur,
larva,pupa, dan imago. Larva Sitophilus oryzae berwarna putih dan tidak
berkaki.Stadium larva berangsung selama 7 – 10 hari hingga kemudian
membentuk pupa. Lama stadium pupa berlangsung 7 – 12 hari hingga selanjutnya
membentuk imago. Saat imago tubuh Sitophilus oryzae berwarna hitam cerah atau
kecoklatan dengan panjang tubuh antara 3,5 – 5 mm dan pada kedua buah sayap
bagian depan masing-masing terdapat dua buah bercak berwarna kuning agak
kemerahan (Manueke et al., 2015).
Morfologi dan biologi Sitophilus oryzae L. imago muda berwarna coklat
merah dan umur tua berwarna hitam. Pada kedua sayap depannya terdapat 4 bintik
kuning kemerah-merahan (masing-masing sayar terdapat 2 bintik). Kumbang ini
mempunyai moncong panjang, warna cokelat kehitaman dan kadang-kadang ada 4
bercak kemerahan pada elytranya, umur dapat mencapai 5 bulan. Jika akan
bertelur, kumbang betina membuat liang kecil dengan moncongnya sedalam
kurang lebih 1 mm. Kumbang betina menggerek buturan beras dengan
moncongnya dan meletakkan sebutir telur lalu lubang itu ditutup dengan sekresi
yang keras. Masa kovulasi relatif lebih lama dibandingkan dengan hama gudang
lainnya. Telur kutu beras berbentuk oval berwarna kuning lunak dan licin bentuk
ujung telur agak bulat dengan ukuran 0,7 mm x 0,3 mm. Kutu beras meletakkan
xi

telur di dalam butiran beras dengan terlebih dahulu membuat lubang


menggunakan rostumnya, setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan
kemudian ditutup denga suatu zat warna putih (gelatin) yang merupakan salivanya
sehingga dari luar tidak kelihatan. Gelatin berfungsi melindungi telur dari
kerusakan dan dimangsa oleh predator lainnya. Stadium telur 3 hari dalam satu
hari dapat bertelur sebanyak 25 butir, perhari rata-rata kutu beras dapat bertelur
sebanyak 4 butir (Saenong, 2005). Larva hidup dalam butiran tidak berkaki
berwarna putih dengan kepala kekunin + kuningan atau kecoklatan dan
mengalami 4 instar. Pada instar terakhir panjang larva lebih kurang 3 mm, setelah
masa pembentukan instar selesai, larva akan membentuk kokon denga
mengeluarkan ekskresi cairan ke dinding endosperm agar dindingnya licicn dan
membentuk tekstur yang kuat. Larva dapat mengkonsumsi 25% berat bagian
dalam hujan (Parinduri, 2010).
Sitophilus oryzae L. atau biasa disebut kutu beras dikenal sebagai
kumbang bubuk beras, hama ini bersifat kosmopolit atau tersebar luas diberbagai
tempat di dunia. Kerusakan yang ditimbulkan oleh kutu beras ini termasuk berat,
bahkan sering dianggap sebagai hama paling merugikan produk pepadian. Kutu
beras bersifat polifa bubuk beras selain merusak butiran beras, juga merusak
simpanan jagung, padi, kacang tanah, gablek, kopra, dan buturan lainnya.
Kerusakan yang diakibatkan oleh kutu beras dapat tinggi pada keadaan tertentu
sehingga kualitas beras menurun. Biji-biji hancur dan berdebu dalam waktu yang
cukup singkat, serangan hama dapat mengakibatkan perkembangan jamur
sehingga produk beras rusak, bau apek yang tidak enak dan tidak dapat
dikonsumsi. Akibat dari serangan kutu beras menyebabkan butir-butir beras
menjadi berlubang kecil-kecil. Sehingga mengakibatkan beras menjadi mudah
pecah dan remuk menjadi tepung (Sibuea, 2010).
Sitophylus sp. dikenal sebagai kumbang bubuk beras (rice weevil). Hama
ini bersifat kosmopolit atau tersebar luas di berbagai tempat di dunia. Kerusakan
yang ditimbulkan oleh kumbang ini termasuk berat, bahkan sering dianggap
sebagai hama paling merugikan produk pepadian. Kumbang bersifat polifa bubuk
beras ini selain merusak butiran beras, juga merusak simpanan jagung, padi,
kacang tanah, gaplek, kopra, dan butiran lainnya. Kerusakan yang diakibatkan
xii

oleh kumbang bubuk beras dapat tinggi pada keadaan tertentu sehingga kualitas
beras menurun. Biji-bijan hancur dan berdebu, dalam waktu yang cukup singkat
serangan hama dapat mengakibatkan perkembangan jamur, sehingga produk beras
rusak total, bau apek yang tidak enak dan tidak dapat dikomsumsi. Akibat dari
serangan kumbang bubuk beras menyebapkan butir – butir beras menjadi
borlubang kecil – kecil, sehingga mengakibatkan beras menjadi mudah pecah dan
remuk menjadi tepung. Hal ini sering kita temukan pada butiran beras yang
terserang, dalam keadaan rusak dan bercampur tepung dipersatukan oleh air liur
larva sehingga kualitas beras menjadi rusak sama sekali (Parinduri, 2010).
xiii

BAB III

METODOLOGI

a. Waktu dan Tempat


Praktikum Ilmu Hama Efek Perbedaan Suhu Terhadap Perkembangan Populasi
Sitophilus Oryzae Terhadap Parameter Suhu Ruang, Suhu kulkas dan Luar
ruangini dilakukan pada Hari Senin/12 September 2022 jam 13.30-15.15 Wib di
Laboratorium Bioekologi Serangga, Fakultas Pertanian Universitas Andalas
Sumatera Barat
b. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah Gunting, karet, gelas tembus
pandang, kain kassa, dan kulkas. Bahan yang digunakan adalah Beras 100 gram
dan Shytopilus oryzae dewasa.
c. Cara kerja
Dilakukan 3 perlakuan diantaranya yaitu suhu kulkas, suhu ruang (labor), dan
suhu ruangan. Kemudian beras dimasukkan ke dalam gelas tembus. Selanjutnya
diulangi 3 perlakuan tersebut sebanyak 4 kali ulangan.
Beras dimasukkan ke dalam gelas tembus pandang sebanyak 100 g. Pada
setiap gelas dimasukkan Sitophilus oryzae dewasa sebanyak 10 ekor kemudian
ditutup dengan kain kassa dan diikat menggunakan karet gelanglalu diletakkan
sesuai dengan masing-masing perlakuan. Diamati sebanyak 1 X 1 minggu
sebanyak tiga kali.
Untuk pengamatan yang dilakukan yaitu adanya pengurangan atau
pertambahan populasi dari Sitophilus oryzae dengan menggunakan rumus yaitu :
Mortalitas = (∑mati /10 ekor) x 100%
Kemudian juga diamati bagaimana tingkat kerusakan beras dengan menimbang
berat beras yang rusak dengan rumus :
Kerusakan beras = (beras rusak(g) / 100g) x 100%
xiv

BAB IV

A. Hasil

Tabel 1.1 sidik ragam mortalitas

perlakuan mortalitas ± SD

Luar ruang 100.00 A

Suhu kulkas 10.000 B

Suhu luar ruang 2.5000 B

Tabel 1.2 sidik ragam kerusakan beras

perlakuan Kerusakan beras ± SD

Luar ruang 54.250 A

Suhu kulkas 27.500 AB

Suhu luar ruang 18.000 B

Tabel 1.3 mortalitas 3 minggu pengamatan

perlakuan ulangan Mortalitas Keterangan

Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3

hidup mati hidup mat Hidup mati


i

Suhu 1 9 1 9 1 9+18 1 Pada minggu


ketiga ditemukan
ruang larva pada suhu
2 10 0 10 0 10 0 ruang perlakuan
1 sebanyak 18
3 10 0 10 0 10+2 0 buah dan pada
perlakuan 3
mengalami
4 10 0 10 0 10 0 penambahan
xv

larva sithopilus
sebanyak 2 buah

Suhu 1 8 2 8 2 0 10 Pada pengamatan


suhu kulkas terjadi
kulkas pengurangan
2 9 1 9 1 0 10 populasi
sithophilus.
Pengurangan yang
3 3 7 2 8 0 10 sangat pesat terjadi
pada minggu ke-3
dimana didapati
4 7 3 1 9 0 10 semua sithophilus
mati.

Suhu luar 1 8 2 8 8 6 4 Pada pengamatan


suhu luar ruang
ruang terdapat
2 9 1 9 1 9 1 penambahan larva
di perlakuan 3
sebanyak 23 larva
3 10 0 10 0 9+23 1 dan di perlakuan 4
sebanyak 12 larva
dan pada perlakuan
4 10 0 10 0 10+12 0 1 &2 terjadi
pengurangan
populasi dimana
terdapat 4
sithopilus yang mati
pada perlakuan 1
dan pada perlakuan
2 terdapat 1 yang
mati.

Tabel 1.4 mortalitas dan kerusakan beras

Mortalitas

Perlakuan Ulangan Kerusakan Jumlah


Min Min Min beras (gr) mati
1 2 3

Suhu ruang 1 10% 10% 10% 68,53 1

2 0% 0% 0% 87,89 0

3 0% 0% 0% 21,52 0
xvi

4 0% 0% 0% 38,04 0

Suhu kulkas 1 20% 20% 100% 17,36 10

2 10% 10% 100% 16,20 10

3 70% 80% 100% 12,45 10

4 30% 90% 100% 27,38 10

Suhu luar 1 20% 20% 20% 34,51 2


ruangan
2 10% 20% 10% 31, 16 1

3 0% 10% 10% 21,14 1

4 0% 0% 0% 22,79 0

B. Pembahasan

Dari praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil berupa Sithopilus


oryzae pada suhu kulkas mengalami mortalitas yang tinggi dimana tidak ada
Sitophilus yang hidup. Pertumbuhan populasi serangga dipengaruhi oleh suhu,
kadar air, konsentrasi oksigen, ketersediaan makanan, dan kepadatan populasi
(Hardman, 1977). Perbedaan suhu lingkunhan terhadap Sitophilus oryzae
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan perkembangan Sitophilus oryzae.
Dimana pada suhu ruang dan luar ruangan populasi dari Sitophilus oryzae
mengalami pertambahan dimana terdapat banyak larva Sitophilus oryzae
sedangkan pada suhu kulkas yang terjadi yaitu penurunan populasi dan tidak
terdapat Sitophilus oryzae yang bertahan hidup pada suhu kulkas tersebut.

Perlakuan suhu penyimpanan dapat mempengaruhi populasi S. oryzae.


Perlakuan suhu yang semakin tinggi dapat menurunkan jumlah populasi S. oryzae.
Rees (2004) melaporkan bahwa S. oryzae dapat berkembang dengan baik pada
kisaran suhu 15-34°C. Menurut Vijay dan Bhuvaneswari (2017) kisaran suhu
yang paling menguntungkan untuk kelangsungan hidup S. oryzae adalah 30,5-
35,25ºC. Menurut Birch (1945) suhu yang paling optimal untuk perkembangan S.
oryzae adalah 29,1°C. Menurut El-Aw et al. (2016)
xvii

Perkembangan S. oryzae akan mencapai puncaknya pada 25-28˚C dan


kelembaban udara/RH 65-73 %. Rata-rata populasi pada suhu penyimpanan 39°C,
49°C dan 59°C adalah 0. Hal ini karena seluruh imago S. oryzae yang diinfestasi
pada ketiga suhu mengalami mortalitas sejak pengamatan hari ke-1, sehingga
hama tidak mengalami perkembangbiakan. Mortalitas imago S. oryzae disebabkan
karena suhu penyimpanan yang terlalu tinggi tidak mendukung S. oryzae untuk
berkembang. Menurut Yasin (2009) suhu adalah salah satu faktor iklim yang
dapat mempengaruhi siklus hidup Sitophilus spp dari fase telur hingga
dewasa.Periode penyimpanan yang lama dapat memberikan cukup waktu untuk S.
oryzae berkembang biak secara luas, sehingga populasi dari hama dapat
mengalami peningkatan. S. oryzae mampu bertahan hidup pada suhu
penyimpanan 29 °C. Suhu penyimpanan yang meningkat melebihi 29 °C akan
menyebabkan S. oryzae mengalami mortalitas mencapai 100%. Varietas padi
tidak berpengaruh terhadap tingkat serangan S. oryzae pada beras di
penyimpanan. Sebaiknya rentang suhu yang diberikan sebagai perlakuan
penyimpanan dimulai dari suhu minimal di bawah suhu optimal hingga suhu
maksimal di atas suhu optimal, sehingga dapat diketahui tingkat serangan hama S.
oryzae pada rentang suhu yang lebih luas.

a) Mortalitas dan penambahan telur


Pada tabel mortalitas dan penambahan telur, diperoleh hasil yaitu pada suhu ruang
S. oryzae terjadi peningkatan jumlah populasi dimana terdapat larva sebanyak 20
larva pada perlakuan suhu ruang. Hal tersebut dikarenakan pada suhu ruang
tersebut merupakan suhu yang optimum untuk pertumbuhan S. oryzae sehingga S.
oryzae dapat bertahan hidup, beraktivitas normal dan menyebabkan S. oryzae
dapat berkembang biak menghasilkan larva baru. Dimana suhu optimum untuk
serangga S. Oryzae yaitu 25-29 derajat celcius.
Sedangkan pada perlakuan suhu luar ruangan, terjadi peningkatan juga pada S.
oryzae namun juga terjadi kematian pada S. oryzae. Penurunan populaai ini
disebabkan oleh suhu yang tidak optimum Sehingga S. Oryzae tidak dapat
beraktivitas normal.
Pada suhu kulkas, terjadi penurunan populasi yang tinggi dimana kematian pada
semua S. oryzae. Hal ini disebabkan karena suhu yang tinggi ini menyebabkan S.
xviii

Oryzae tidak dapat beraktivitas normal dimana serangga tidak aktif lagi bergerak
karna suhu dingin kulkas dan menyebabkan matinya Sitophilus oryzae.

b) Kerusakan beras oleh Sitophilus oryzae


Kerusakan beras yang disebabkan oleh Sitophilus oryzae pada masing-
masing perlakuan memiliki perbedaan. Pada suhu ruang terjadi kerusakan yang
tinggi, hal ini disebabkan oleh aktivitas Sitophilus oryzae yang tinggi karena
suhunya yang optimum menyebabkan S. Oryzae aktif sehingga terjadi kerusakan
beras yang tinggi dimana total kerusakan beras pada perlakuan suhu ruang adalah
215,98 gram.
Pada perlakuan suhu luar ruang juga mengalami kerusakan yang cukup tinggi
dimana total kerusakan beras yaitu 109.59 gram. Kerusakan ini juga disebabkan
oleh suhu yang menyebabkan Sitophilus oryzae kurang aktif dalam beraktivitas
yang menyebabkannya tidak terlalu banyak merusak beras. Sedangkan pada
perlakuan suhu kulkas, kerusakan beras kurang tinggi yaitu totalnya adalah 73,39.
Rendahnya kerusakan ini disebabkan karena S. Oryzae tidak dapat bertahan hidup
dengan kondisi suhu kulkas dan menyebabkan S. Oryzae tidak merusak beras.

c) Sidik Ragam mortalitas dan kerusakan beras


Pada bagian tabel hasil sidik ragam diatas dapat simpulkan bahwa pengaruh suhu
terhadap Sitophilus oryzae terlihat nyata. Semakin optimum / cocok suhu
lingkungan maka pertumbuhan atau mortalitas semakin tinggi. Begitupun
sebaliknya jika suhu lingkungan tidak sesuai (suhu kulkas) maka akan terjadi
penurunan populasi. Kelompok A dan B pada data diatas artinya yaitu data tidak
berbeda secara signifikan satu sama lain. Dimana A suhu ruang tidak
menyebabkan penuruna populasi dan B suhu luar ruang dan kulkas menyebabkan
adanya penurunan populasi. Sehingga suhu berpengaruh nyata terhadap mortalitas
Sitophilus oryzae.

Begitu pula pada sidik ragam kerusakan beras diman terbagi menjadi tiga
kelompok yaitu A B dan AB. Dimana artinya yaitu pada A kerusakan beras yang
sangat tinggi, B kerusakannya cukup tinggi sedangkan AB tidak terjadi kerusakan
beras yang tinggi akibat suhu yang menyebabkan matinya Sitophilus oryzae.
xix

BAB V PENUTUP

a. Kesimpulan

b. Saran
pada praktikum pengamatan perkembangan sitophyllus oryzae pada perlakuan
suhu ruang, suhu kulkas dan suhu luar ruangan yang dapat disaran adalah untuk
praktikun kedepannya agar lebih baik lagi, dan mengamati lebih teliti.
xx

Lampiran

lampiran tabel sidik ragam

Mortalitas sitophyllus oryzae

Source DF SS MS F P
V001 2 23550.0 11775.0 385 0.0000
Error 9 275.0 30.6
Total 11 23825.0

Kerusakan beras

Source DF SS MS F P
V001 2 2826.50 1413.25 4.37 0.0473
Error 9 2913.75 323.75
Total 11 5740.25

Grand Mean 37.500 CV 14.74

Dokumentasi

Tabe1.5 dokumentasi alat dan bahan

No Gambar Keterangan
xxi

1 Karet gelang Karet gelang ini


digunakan untuk
mengikat kain penutup
cup plastik agar
sitophilus tidak dapat
keluar

2 Timbangan analitik Timbangan analitik


digunakan untuk
menimbang beras
sebanyak 1

3 Kuas kecil Kuas kecil ini


digunakan untuk
mengambil sitophilus
agar tidak rusak dan
mati dikarenakan
tubuhnya yang kecil

4 Gunting Gunting digunakan


untuk memotong kain
kasa menjadi beberapa
bagian.

5 Cup plastik bening Cup plastik bening ini


digunakan sebagai
wadah percobaan.

6 Kain kasa Kain kasa digunakan


xxii

sebagai penutup cup


plastik agar tetap ada
oksigen yang masuk.

7 Sitophilus oryzae Sitophilus oryzae yang


digunakan dalam
setiap ulangan
perlakuan (1 cup )
yaitu sebanya 10 ekos
yang dewasa.

8 Beras Beras digunakan


sebanyak 100 gr/cup
nya, untuk dihitung
berapa persentase
kerusakan beras yang
ditimbulkan.

9 Kertas label Kertas label digunakan


sebagai penanda
ulangan dan perlakuan
percobaan.

Tabel 1.6 pengerjaan percobaan

No Gambar Keterangan

1 Cup plastik bening


diberi label kelompok,
perlakuan dan ulangan
(1-4).
xxiii

2 Beras ditimbang
sebanyak 100gr/cup
untuk 12 cup.

3 Beras dimasukkan
kedalam setiapm cup
dengan berat yang
sama rata.

4 Pemilihan sitophilus
oryzae dewasa
sebanyak 10 ekor lalu
dimasukkan kedalam
setiap cup.

5 Cup ditutup dengan


kain kasa, lalu di ikat
dengan karet gelang
sampai rapat agar
sitophilus tidak bisa
keluar dan hilang.

6 Perlakuan didalam
suhu ruang ditaruh
didalam lemari
xxiv

7 Perlakuan didalam
suhu kulkas.

8 Perlakuan pada suhu


luar ruangan, ditaruh
pada tempat yang
terkena sinar
matahari.

Tabel 1.7 pengamatan minggu ke-1 dan ke-2

No Gambar keterangan

Pada pengamatan
minggu pertama
dilakukan perhitungan
jumlah sitophyllus
yang sudah mati dan
yang masih hidup.

Ini adalah gambar


sitophyllus yang masih
hidup, sitophyllus yang
sudah mati dipisahkan
xxv

Berikut gambar
sitophyllus yang sudah
mati, kemudian
sitophyllus yang pura-
pura mati ditunggu
dan diganggu hingga
bergerak kembali,
setelah bergerak
kembali dimasukkan
kedalam cup
percobaan sesuai
perlakuan.

Setelah dipisahkan
sitophyllus yang masih
hidup dimasukan
kembali kedalam cup
beserta berasnya,

kemudian ditutup dan


diletakan sesuai tempat
perlakuan

Tabel 1.8 pengamatan minggu ke-3


xxvi

berikut ini merupakan


gambar beras yang
masih utuh pada proses
pengamatan
sitophyillus.

Pada gambar ini dapat


kita lihat ini merupakan
gambar beras yang
sudah rusak yang
disebabkan oleh
sitophillus.

Gambar di samping ini


merupakan gambar
dari telur dan larva
dari sitophillus.
xxvii

Gambar ini merupakan


gambar dari
pengamatan sitophyllud
yang masih hidup pada
pengamatan minggu
ketiga.

Gambar ini merupakan


gambar dari sitophyllus
yang sudah mati, pada
saat pengamatan pada
minggu ketiga.

Gamabar ini
merupakan bentuk
dari beras yang masih
utuh, beras di katakan
utuh juka tidsak ada
bagian dari beras yang
patah pada saat
melakukan
pengamatan.
xxviii

Gambar ini merupakan


gambar beras yang
sudah rusak, beras yang
sudah rusak
merupakan beras yang
sudah patah pada saat
pengamtan.

Tabel 1. 9 pengamatan dan penimbangan beras rusak

Keterangan hasil
penimbangan kerusakan
No Gambar beras (gr)

1 Perlakuan suhu ruang

(1) 68, 53 gr

(2) 31,16 gr

(3) 21,52 gr
xxix

(4) 38,04 gr

2 Perlakuan suhu kulkas

(1) 17,36 gr

(2) 16,20 gr

(3) 12,45 gr
xxx

(4) 27,38 gr

3 Suhu luar ruang

(1) 34,5 gr

(2) 31,16 gr

(3) 21, 14 gr

(4) 22, 79 gr
xxxi

DAFTAR PUSTAKA

Ashamo, M.O. 2006. Relative susceptibility of some local and elite rice varieties
to the rice weevil, Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae).
Journal of Food, Agriculture & Environment 4(1): 249–252.

Azwana dan Marjun. 2009. Efektivitas Insektisida Botani Daun Babadotan


(Ageratum conyzoides) terhadap Larva Sitophilus oryzae
(Coleoptera; Curculionidae) di Laboratorium, Agrobio Volume 1
Nomor 2 ISSN : 2085 –1995

Khan, K., Khan, G.D., Din, S., Khan, S.A., & Ullah, W. 2014. Evaluation of
different wheat genotypes against rice weevil (Sitophilus oryzae (L.)
(Coleopteran: Curculionidae). Journal of Biology, Agriculture and
Healthcare 4(8): 85–89

Osman, A.Z., Magda, B.E., Hossam, F.E., Salwa, M.S.A., & Marwa, I.M. 2012.
Biological and genetical studies on the rice weevil, Sitophilus oryzae
(L.) (Curculionidae: Coleoptera) in Egypt. Research Journal of
Agriculture and Biological Sciences 8(2): 92–97.

Phillips, T.W. & Throne, J.E. 2010. Bio- rational approaches to managing stored
product. Annual Review of Entomology 55: 375–397

Sousa, A.H., Faroni, L.R.D.A., Rezende, F., Pimentel, M.A.G., & Silva, G.N.
2009. Population growth of Cathartus quadricollis (Guerin
Meneville) (Coleoptera: Silvanidae) in products stored at different
temperatures. African Journal of Food Science 3(11): 347–351.
xxxii

Susrama, I. G. K. (2017). Kebutuhan nutrisi dan substansi dalam pakan buatan


serangga. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika 6(3): 310-318

Yudansha, A., Himawan, T., & Astuti, L.P. 2013. Perkembangan dan
pertumbuhan Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) pada
beberapa jenis beras dengan tingkat kelembaban lingkungan yang
berbeda. Jurnal HPT 1(3): 1–8.

Anggara, A.W., 2010, Hama Gudang Penyimpanan Padi, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan, halaman 14-20, Puslitbangtan, Jawa
Barat.

Manueke J, Tulung M, Mamahit JME. 2015. Biologi Sitophilus Oryzae Dan


Sitophilus Zeamais (Coleoptera: Curculionidae ) Pada Beras Dan Jagung
Pipilan. J Eugenia 21(1).

Parinduri, M.A. 2010. Uji Efektivitas Beberapa Rimpang Zingiberaceae


Terhadap
Pengendalian Kumbang logong (S. oryzae L.) (Sitophylus oryzae L.)
(Coleoptera: Curculionidae) Di Laboratorium. Skripsi. Departemen Ilmu
Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera
Utara. Medan.

Sibuea, P., 2010, Korelasi Populasi Sitophylus oryzae L.


(Coleoptera:Curculionide) Dengan Beberapa Faktor Penyimpanan Beras
Bulog Di Medan, Skripsi, Fakultas Pertanian, USU, Medan.

Anda mungkin juga menyukai