Oleh
Amanda Putri Lestari
2114131022
JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2022
I. PENDAHULUAN
Tanaman dapat dikatakan sehat atau normal apabila tanaman tersebut dapat
melakukan fungsi fisiologisnya sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh
tumbuhan tersebut. Fungsi-fungsi tersebut meliputi pembelahan, diferensiasi, dan
perkembangan sel. Apabila salah satu bagian tanaman tersebut diserang oleh
patogen maka fungsi kerja pada tanaman terganggu sehingga terjadi
penyimpangan dari keadaan normal, maka dari itu tanaman dapat dikatakan
berpenyakit dan akbibatnya terjadi ketidakstabilan parsial atau kematian bagian
tanaman hingga keseluruhan (Agrios, 2005).
Penyakit pada tanaman ditunjukan dari keadaan patologis yang khas yang disebut
gejala. Tanaman yang terserang penyakit biasanya menimbulkan gejala. Gejala
merupakan perubahan struktur morfologi, anatomi, maupun fisiologi pada
tanaman sebagai reaksi tanggapan terhadap patogen. Menurut Kerruish (2010),
definisi penyakit tumbuhan yaitu sebagai suatu penyimpangan dari kondisi
pertumbuhan dan struktur normal yang nyata dan jelas dengan timbulnya gejala
yang jelas sehingga dapat mengurangi nilai ekonominya.
1.2 Tujuan
3.1 Hasil
A. Jenis-jenis OPT
1. Walang Sangit (Leptocorisa oratorius),merupakan golongan serangga bertipe
mulut pencucuk dan penghisap. Serangga ini termasuk famili Coreidae, ordo
Hemiptera, makan dengan cara menusukan alat mulutnya yang berupa stylet
dan menghisap cairan dari tanaman yang dicucuknya. Hama ini menghisap
cairan biji padi, stadia yang sangat disukai adalah stadia biji padi masak susu.
Hama ini menyerang tanaman padi sejak berbunga sampai stadia masak susu.
Serangan pada awal berbunga akan menyebabkan bulir padi menjadi hampa,
sedangkan serangan pada masak susu atau setelahnya menyebabkan pengisian
bulir padi tidak penuh sehingga terjadinya grain discoloration. Kerugian hasil
yang disebabkan oleh hama ini dapat mencapai 40% karena hama ini
menurunkan hasil berupa bulir padi hampa/ pengisiannya tidak penuh,
penurunan kualitas beras karena adanya perubahan warna pada gabah sehingga
menyebabkan pengapuran pada beras. (CAB International, 2004). Terdapat 3
cara pengendalian diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Pengendalian secara kultur teknis dengan menekankan aspek preventif,
sanitasi, dan kuratif. Menanam lebih awal varietas genjah dengan serempak
yaitu perbedaan waktu tanaman kurang dari 15 hari dalam satu hamparan
dapat menghindari serangan walang sangit. Sanitasi lapangan dengan
membersihkan gulma dan pepohonan di sekitar pertanaman padi dapat
mencegah perkembangbiakan walang sangit (Jahn et al., 2003).
b) Pengendalian secara kimiawi dilakukan berdasarkan tingkat populasi
walang sangit pada pertanaman padi dengan memberikan insektisida.
Aplikasi insektisida pada wilayah endemik dan populasi mulai terlihat saat
padi berbunga sampai stadia masak susu, dilakukan serempak dalam satu
hamparan. Insektisida BPMC dan MIPC cukup efektif.
2. Kumbang Koksi (Coccinella), hama ini membuat permukaan daun tidak rata,
serta menimbulkan lubang dan memiliki warna kuning yang kemudian layu.
Kumbang koksi merupakan kumbang pemakan daun yang merupakan hama
dominan pada tanaman terung fase vegetatif dan fase generatif. Imago
kumbang ini berwarna jingga kusam dengan bintik-bintik hitam pada elitranya
dan panjang tubuhnya berkisar antara 5-8 mm. Larvanya berwarna kuning dan
terdapat seta yang terl;ihat seperti duri pada bagian tubuhnya. Baik larva
maupun imago merusak tanaman dengan memakan lapisan epidermis di bawah
daun tetapi bagian atas daun tetap utuh. Sehingga daun yang terserang tinggal
kerangka dan menjadi kering seperti jaring. Kumbang ini aktif makan terutama
pada pagi hari sedangkan pada siang hari aktivitas makannya menurun, pada
sore hari kembali aktif makan dan kemudian menjelang malam aktifitas
makannya menurun lagi. Pada tanaman terung fase vegetatif populasi kumbang
meningkat pada bulan Desember. Peningkatan ini dipengaruhi oleh umur
tanaman, kumbang Coccinella lebih menyukai tanaman muda sebelum
berbunga. Sedangkan pada fase generatif populasi kumbang Coccinella
cenderung mengalami penurunan memasuki bulan November. Hal ini
disebabkan karena hujan yang turun secara terus-menerus dan umur tanaman
yang semakin tua. Pada bulan Desember tanaman terung fase generatif tidak
ada lagi karena telah mencapai akhir usia tanaman (CAB International, 2004).
Pengendalian hama ini dapat dilakukan secara manual dengan cara mengambil
kumbang tersebut lalu dimusnahkan atau bisa juga dengan cara kimiawi yaitu
dengan melakukan penyemprotan insektisida sesuai dosis yang ditentukan.
3. Belalang (Oxya chinensis), belalang biasanya merusak tanaman dari jenis
rerumputan (grasses) seperti padi, jagung, palem, pisang, tebu, sereh, dan
bambu. Tanaman yang terserang oleh belalang akan terpotong dan
menyisahkan tulang daunnya saja. Cara pengendalian yang umum dilakukan
yaitu:
a) Secara mekanis dengan menghindari terbentuknya tempat-tempat basah
atau lembab sebagai tempat berkembang biak.
b) Secara biologis dengan pengendalian hayati menggunakan cendawan dalam
bentuk miko-insektisida seperti cendawan Beauveria bassiana dengan
konsentrasi 20 gram (biakan murni) per liter air.
c) Secara kimiawi dengan insektisida kimia seperti golongan fipronil atau
betasiflutrin dan tiodicarb (Plantus, 2008).
4. Bapak Pucung (Dysdercus cingulatus), dikenal dengan nama umum “bapak
pucung”. Jenis ini diketahui termasuk dalam kelompok hama pengisap buah
karena memiliki tipe mulut pencucuk pengisap. Tipe mulut pencucuk terdiri
atas rostum (moncong) dan stylet (pengisap). Pada ordo Hemiptera, rostum
tersebut terletak pada bagian anterior kepala (bagian ujung). Rostum tersebut
berbentuk memanjang, dan beruas-ruas sebagai membungkus stylet. Pada alat
pengisap ini terbentuk dua saluran yaitu saluran makanan dan saluran ludah.
Gejalah buah yang terserang oleh hama pengisap adalah warna buah berubah
kusam, kulit buah menjadi kisut dan terdapat spot berukuran kecil seperti titik;
berjumlah satu tetapi dari hari kehari spot bertambah banyak dan ukuran
menjadi lebih besar dan warna dapat berubah menjadi kehitaman. Buah yang
terus menerus diserang akan mengecil (menyusut) yang menjadikan bentuk
buah tidak beraturan. Gejala serangan hama yang diuraikan tersebut dapat
memberikan cermin terhadap kondisi fisiologis buah dan kualitas biji dari buah
yang terbentuk. Nair (2007) melaporkan bahwa aktivitas serangga yang makan
dan atau hidup pada pohon atau bagiannya akan memberi dampak negatif
terhadap pertumbuhan pohon. Hal tersebut seiring dengan adanya serangan
hama yang semakin meningkat memungkinkan terjadinya beberapa hal yaitu
memicu kerentanan buah terhadap serangan patogen oleh karena serangga
dapat berlaku sebagai vektor bagi patogen.
5. Anjing tanah atau orong-orong merupakan salah satu hama potensial pada
tanaman padi lahan kering atau sawah pasang surut. Tungkai depan hama ini
besar, digunakan untuk menggali tanah. Orong-orong termasuk serangga
polyphagous yang memangsa berbagai jenis tanaman terutama jenis serealia.
Bagian tanman yang diserang, yaitu benih, akar, batang pada permukaan tanah.
Hama ini merusak semua fase pertumbuhan dengan cara memotong tanaman
pada bagian pangkal batang di bawah tanah dan bagian akar muda, sehingga
menyebabkan batang menjadi putus dan busuk (mati). Secara sepintas gejala
serangga seringkali keliru dengan gejala serangga penggerek batang padi.
Terowongan orong-orong memiliki bentuk seperti bekas galian. Cara
pengendalian yang dapat dilakukan yaitu:
a. Pola tanam dengan penggiliran tanaman dengan tanaman bukan inang.
b. Pengolahan dan perataan tanah untuk membunuh larva dan pupa yang ada
di dalam tanah.
c. Penggenangan lahan selama 3-4 hari untuk membunuh telur dan larva yang
berda dalam tanah.
d. Pengaturan waktu tanam yaitu menanam pada awal musim hujan.
e. Secara kimiawi dengan menggunakan insektisida yaitu dengan seed
treatment, menggunakan insektisida golongan karbofuran dan soil
treatment, atau perlakuan tanah, memberikan insektisida pada tanah
sebelum tanah ditanami atau pada saat tanam dengan aplikasi insektisida
butiran (granule) misalnya golongan karbofuran (CAB International, 2004).
6. Jamur jelaga sering dijumpai pada pohon mangga dan kelengkeng serta pada
tanaman lain yang sebelumnya telah dimakan oleh serangga. Jamur tersebut
tumbuh pada madu sehingga madu sebagai sumber makanan. Jamur jelaga
merupakan jamur nonparasit dan nonpatogen, sehingga tidak mengkolonisasi
jaringan tanaman atau memicu gejala. Jamur jelaga dapat mengubah
kemampuan tanaman dalam melakukan fotosintesis dan bertukar gas dengan
atmosfer. Daun yang terinfeksi parah dapat mati dan gugur, sehingga
mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup tanaman. Serangga
pemakan kulit pohon seperti wereng mangga (Amritodus atkinsoni), lalat
putih, kutu daun, dan banyak lagi, dikaitkan dengan penyakit ini karena
mereka memakan getah tanaman. Dalam prosesnya, madu dikeluarkan di
permukaan tanaman, sehingga menciptakan media yang sempurna untuk
jamur jelaga tumbuh dan berkembang. Madu dapat menetes ke daun atau
tanaman disekitarnya, sehingga menyebarkan fungi lebih luas. Fungi tersebut
bertahan hidup sebagai jamur atau sebagai spora pada bagian tanaman.
Serangga juga dapat menyebarkan jamur tersebut dari tanaman satu ke
tanaman lainnya. Contohnya semut yang cenderung melindungi koloni jamur
jelaga untuk keuntungan pribadi. Terdapat 2 pengendalian yang dapat
dilakukan untuk jamur jelaga, yaitu pengendalian hayati dan kimiawi (Jamsari,
2007).
a) Pengendalian hayati dengan menggunakan minyak nimba untuk
mengurangi pertumbuhan jamur dan melindungi tanaman dari serangan
lalat putih, kutu daun, sisik, semut, dan kutu busuk. Selain menggunakan
minyak nimba dapat juga menggunakan sabun cuci piring dan insektisida.
Dalam pemakaian sabun cuci piring mengaplikasikanya dengan
melarutkan satu
sendok makan per lima liter air lalu dapat disemprotkan ke bagian tanaman
yang terkena penyakit. Setelah larutan sabun meresap pada bagian
tanaman, kemudian bilas menggunakan air sampai jamur hilang.
b) Pengendalian kimiawi dengan memberikan insektisida sintetik berupa
malathion yang berfungsi untuk mencegah serangga merusak tanaman
kelengkeng.
7. Gejala penyakit blas pada tanaman padi disebabkan oleh jamur Magnaporthe
griseae. Penyakit tersebut menyerang tanaman padi dengan menginfeksi
bagian daun dan leher malai. Jamur tersebut juga dapat menginfeksi tanaman
lainnya seperti gandum dan jawawut mutiara. Penyakit blas sering ditemukan
pada bagian daun, leher daun, batang,malai, dan biji pada tanaman padi,
penyakit blas dapat menyerang tanaman padi pada fase pertumbuhan,
persemaian, hingga panen (BBPADI, 2015). Faktor yang dapat mempengaruhi
penyakit blas yaitu tanah, pengairan, dan penggunaan pupuk yang berlebihan
(Lestari et al., 2011). Daun padi yang telah terserang oleh jamur tersebut
menujukan bercak klorotik berwarna kuning hingga hijau muda, dengan bentuk
batang atau elips. Apabila ruas dari tanaman padi tersebut terserang oleh jamur
maka dapat menyebabkan kerusakan batang hingga kematian bibit (tanaman
muda), ruas yang terserang jamur berwarna cokelat dan kondisi batang rusak.
Selanjutnya pada tahap pertumbuhan, apabila terkena infeksi blas daun yang
parah, akibatnya mengurangi luas daun sehingga mengganggu pengisian bulir
dan hasil gabah. Penyakit blas pada padi didukung oleh faktor suhu (dingin),
curah hujan tinggi, dan kelembaban tanah yang rendah serta kelembaban pada
daun dapat menyebabkan terjadinya infeksi. Tanaman padi yang ditanam pada
tanah yang memiliki kandungan nitrogen tinggi atau tingkat silikon rendah
lebih rentan terserang penyakit bals.
8. Gejala virus mosaik pada tanaman pepaya disebut juga sebagai Papaya Mosaic
Virus (PapMV) diawali dengan munculnya gejala infeksi yang terpusat pada
bagian daun sehingga terlihat adanya pola mosaik daun yang cacat, selanjutnya
munculnya bercak hijau gelap pada daun yang seharusnya memiliki warna
hijau kekuningan. Gejala lainya yang sering muncul yaitu bercak cincin,
pemanjangan, penyempitan, dan malformasi pada daun (Jamsari, 2007). Infeksi
pada tanaman muda jenderung menunjukan gejala yang lebih berat. Indikator
tanaman yang terserang virus mosaik daunnya umumnya menunjukan gejala
belang kekuningan, bercak hijau gelap, dan terkadang pola bercak menyatu ke
tulang daun di dekatnya, selanjutnya daun mengalami penggulungan, epinasti,
dan nekrosis, klorosis, dan lokal nekrotik (Singh et al., 2009). Terdapat 2
pengendalian yang dapat dilakukan untuk virus mosaik, yaitu pengendalian
hayati dan kimiawi.
a) Pengendalian hayati dengan cara mendesinfeksi alat kerja dalam oven
be u u C selama 1 jam untuk membunuh virus. Pembersihan alat
kerja berupa sarung tangan yang telah dibersihkan dengan natrium
hipoklorit 0,525% kemudian dibilah dengan air. Pada awal infeksi
pengendalianya dapat menggunakan sabun insektisida. Dapat juga
digunakan bio-fungisida berbahan Verticillium lecanii untuk
mengendalikan populasi kutu daun.
b) Pengendalian kimiawi dengan melakukan pendekatan terpadu berupa
tindakan pencegahan dengan memberikan produk kimiawi berupa
sipermetrin, klorpirifos atau pirimikarb.
9. Antraknosa pada tanaman kunyit disebabkan oleh jamur Colletotrichum spp.
Antraknosa tergolong penyakit berbahaya karena dapat menyebabkan gagal
panen tanaman dengan persentasi mencapai 100%. Gejala penyebab parahnya
jamur antraknosa dipengaruhi oleh jenis tanaman, varietas, dan kondisi
lingkungan. Gejala yang ditimbulkan antara lain: munculnya lesi berwarna
abu-abu hingga cokelat pada daun, batang, polong, dan buah. Bintik yang
muncul akibat adanya jamur tersebut biasanya memiliki bentuk melingkar,
oval, dan tidak beraturan, terlihat pada tepian daun berwarna cokelat. Pada
kasus yang parah daun layu, kering, dan rontok (defoliasi) dini pada tanaman
serta dapat menyebabkan pucuk di bagian atas batang atau cabang mati. Pada
kasus jamur antraknosa biasanya dilakukan pengendalian menggunakan
fungisida, namun cara tersebut memberikan dampak negatif bagi kesehatan dan
lingkungan serta dapat menimbulkan resistensi pada patogen (Suhartono,
2014). Terdapat 2 pengendalian yang dapat dilakukan untuk jamur antraknosa,
yaitu pengendalian hayati dan kimiawi.
a) Pengendalian hayati, pada pengendalian hayati dapat dilakukan
perendaman benih dalam air hangat sebelum dilakukanya penyemaian,
berguna untuk mencegah penyebaran penyakit yang meluas. Dapat juga
menyemprotkan minyak nimba pada bagian tanaman yang terserang oleh
jamur. Penggunaan produk berbahan jamur seperti Trichoderma harzianum
dan bakteri Pseudomonas fluorescens, Bacillus subtilis atau B.
Myloliquefaciens dapat digunakan dalam proses perawatan benih sebagai
pengendalianya. Pengendalian juga dapat dilakukan dengan menggunakan
formulasi tembaga organik dengan menyemprotkanya pada bagian tanaman
yang terkena jamur apabila gejalanya telah terdeteksi.
b) Pengendalian kimiawi melalui pendekatan terpadu, dengan melakukan
penyemprotan pada pagi hari, melakukan perawatan pada benih sebelum
ditanam, pemberian obat benih dilakukan pada saat sebelum disemai
berguna untuk membunuh jamur. Dapat pula dengan penggunaan fungisida
yang mengandung azoksistrobin, boskalid, klorotalonil, maneb, mankozeb
atau protiokonazol pengaplikasiannya dengan cara menyemprotkan secara
preventif.
10. Gejala jamur Cochiobolus lunatus diawali dengan munculnya bintik daun
dengan lingkaran terang (halo) serta pada bagian pinggir sisi daunya
berwarna kuning hingga kecokelatan. Perubahan tanaman jagung akibat
adanya jamur yaitu berupa perubahan warna daun yang tadinya hijau menjadi
kuning kecokelatan dan biji pada lesi jagung kosong. Gejala adanya jamur
Cochiobolus lunatus disebabkan oleh faktor suhu, karena penyakit ini berada
pada suhu yang panas dan lembab berkisar 24-30 ֯C. Pengendalian yang dapat
dilakukan dalam upaya pencegahan munculnya jamur tersebut yaitu dengan
menggunakan varietas benih tanaman jagung yang unggul dan tahan terhadap
serangan penyakit, melakukan pembajakan tanah hingga bersih, pada saat
penanaman jagung hindari menanam dengan jarak yang rapat (diberi jarak),
melakukan penyemprotan dengan menggunakan fungisida sistemik pada saat
kondisi jagung sedang berbunga jantan dengan jarak 7-10 hari, dan
menghindari menanam jagung yang bersitoplasma jantan mandul (Brown,
1997).
11. Bayam duri adalah salah satu jenis gulma berdaun lebar yang paling sering
ditemui pada areal perkebunan dan lahan tegalan. Bayam duri membutuhkan
unsur hara dan sarana lingkungan seperti yang dibutuhkan tanaman. Bayam
duri mengabsorbsi dan menimbun unsur hara Kalsium (Ca) dan Kalium (K)
dari dalam tanah, sehingga persaingan terhadap unsur hara tersebut
menjadi kritis. Tanaman bayam dapat tumbuh sepanjang tahun baik di dataran
rendah maupun di dataran tinggi. Pertumbuhan yang baik terdapat pada tanah
yang subur dan agak terbuka dengan pH tanah antara 6-7. Bayam duri dapat
tumbuh baik di tempat-tempat yang cukup mendapat sinar matahari dengan
suhu udara antara 25-35°C. Tumbuhan ini banyak tumbuh liar di kebun-
kebun, tepi jalan, tanah kosong dari dataran rendah sampai dengan ketinggian
1.400 m dpl. Tumbuhan ini dapat dikembangbiakkan melalui bijinya yang
berbentuk bulat, kecil dan berwarna hitam (Susilowati E, 2012).
12. Gulma Pilea microphylla (L.) Liebm dikenal dengan nama katumpangan, akar
nasi, atau jalu-jalu babudo, sedangkan di Amerika dan Hawaii dikenal dengan
nama artillery plant, baby puzzle, pistol plant, gun powder plant atau
rock weed yang banyak hidup di daerah lembab dan berlumut. Pilea
microphylla dikelompokkan gulma dan termasuk gulma yang invasif. Hidup
di daerah-daerah tropis, subtropis, hingga kawasan beriklim hangat. Tanaman
beradaptasi dengan penyinaran matahari penuh dan biasanya menikmati
penyiraman menyeluruh setelah tanah dibiarkan kering, dan hujan dengan
intensitas kecil atau gerimis telah terbukti bermanfaat (Hapsari A T, 2013).
13. Putri malu atau Mimosa pudica merupakan tumbuhan yang berasal dari
Amerika tropis yangditemukan pada ketinggian 1200 meter di bawah
permukaan laut. Gulma putri mu masuk ke dalam jenis gulma berdaun lebar
buahnya tidak membuka. Berbagai macam gulma dari anggota dicotyledoneae
termasuk dalam kelompok ini. Gulma ini biasanya tumbuh pada akhir masa
budidaya. Kompetisi terhadap tanaman utama berupa kompetisi cahaya. Daun
dibentuk pada meristem pucuk dan sangat sensitif terhadap kemikalia.
Terdapat stomata pada daun terutama pada permukaan bawah, lebih banyak
dijumpai. Terdapat tunas-tunas pada nodus, serta titik tumbuh terletak di
cabang (Haryanto D, 2016).
14. Mampu beradaptasi pada lingkungan yang berubah, terutama di tempat-tempat
yang berdrainase buruk, daerah-daerah basah di sekitar sungai, parit, atau
rawa, namun kaya akan sinar matahari. Mulai dari wilayah pantai gulma ini
tahan hidup di tanah bergaram hingga ketinggian 2000 m. Eclipta Alba L.
merupakan gulma yang tergolong dalam tanaman herba yang mengandung
senyawa wedelolakton eklalbosaponin, demetil wedelolakton, desiskifin C,
eklalbatin, dan ekliptalbin, demetil wedelolakton yang memiliki sifat
antihepatotoksik, antibakterial, dan antivenom. Tanaman urang aring memiliki
sistem perakaran tunggang, batang tanaman urang aring berbentuk bulat serta
memiliki cabang dan berwarna keunguan, tanaman urang aring memiliki daun
tunggal yang berbentuk oval memanjang dengan tangkai, tanaman ini
memiliki tipe bunga majemuk, buah tanaman ini berbentuk pipih memanjang
keras dan dipenuhi bulu, sedangkan bijinya hampir menyerupai bentuk jarum
dengan ukuran yang sangat kecil (Yulianti A S, Ferry F S, 2017).
15. Gulma bandotan atau Ageratum conyzoides salah satu gulma yang ada di
tanaman tembakau. Bandotan biasanya hidup di daerah tropis. Ageratum
conyzoides (bandotan) sebagai inang alternatif dari serangga. Bemisia tabaci
(vektor penyakit krupuk), tempat hidup bagi hama yang menyerang
tembakau (ulat, belalang, thrips, maupun kutu putih). Gulma bisa menjadi
tempat persembunyian dari spora Cercospora nicotianae (patogen penyakit
patik) maupun spora Alternaria alternata (patogen penyakit karat). Gulma
bandotan dapat menjadi saingan antara tanaman tembakau sehingga
mengurangi kemampuan berproduksi yaitu persaingan dalam pengambilan air,
unsur-unsur hara dari tanah, cahaya serta tempat hidup. Pengendalian gulma
bandotan pada tanaman tembakau dilakukan melalui pengolahan tanah
menggunakan traktor (Ratmawati I, 2020).
BBPADI. 2015. Penyakit Blas Pada Tanaman Padi dan Cara Pengendaliannya.
BBPADI Litbang Pertanian.
Brown, J.F., dan Ogle, H. J. 1997. Plant Pathogens and Plant Diseases. Rockvale
Publications. Australia.
Hapsari A.T, Sri Darmanti, dan Endah Dwi Hastuti. 2018. Pertumbuhan Batang,
Akar dan Gulma Ketumpangan Pilea microphylla (L.) .Universitas
Diponengoro. Jawa Tengah.
Haryanto D. 2016. Identifikasi Gulma Di Lahan Pertanian Padi (Oryza sativa L.)
Pasang Surut di Desa Pegayut Kecamatan Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir
Dan Sumbang Sihnya Pada Pokok Bahasan Keanekarangaman Hayati
Kelas X Di MA/SMA. Universitas Islam Negeri Raden Fatah. Palembang.
Lestari, P., Trijatmiko, RT., Reflinur, Warsun, A., Tasliah, Ona, I., Vera Cruz, C.,
dan M. Bustaman. 2011. Mapping Quantitative trait loci conferring blast
resistance in upland indica rice (Oryza sativa L.). J. Crop Sci. Biotech.
14(1): 57-63.
Nair, K.S.S, 2007. Tropical Forest Insect Pests: Ecology, Impact, and
Managemen. Cambridge. Cambridge University Press.